• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA 14 – 18

TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG

ABSTRAK

Lastri Yeni Indra. 2015. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative dengan Kemandirian Perilaku pada Remaja Usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung. Pembimbing : Dr. Poeti Joefiani, M. Si.

Ketika individu berada pada fase remaja pertengahan, individu memerlukan kemandirian perilaku karena banyak keputusan – keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang akan ia capai (Agustiani, 2006). Kemandirian perilaku dapat dilihat dari kemampuan mengambil keputusan sendiri, kekuatan terhadap pengaruh orang lain, dan self-reliance (Steinberg, 2014). Kemandirian remaja, salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Conger, 1991 dalam Suryadi & Damayanti, 2003). Orang tua dengan pola asuh authoritative memberikan tuntutan yang jelas pada anak dan juga responsif (Steinberg, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode penelitian korelatif. Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner dengan alat ukur yang mengacu pada teori Steinberg (2014) untuk alat ukur kemandirian perilaku dan teori Baumrind (Maccoby, 1980) untuk alat ukur pola asuh orang tua. Subjek penelitian adalah 85 siswa SMAN 1 Bandung yang berusia 14 – 18 tahun yang memiliki orang tua dengan pola asuh authoritative.

Berdasarkan uji korelasi, diketahui bahwa nilai value sebesar 0.027 dimana p-value < 0.05, dengan demikian H0 ditolak, sehingga dapat dinyatakan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 - 18 tahun di SMAN 1 Bandung.

(2)

PENDAHULUAN

Kemandirian pada remaja menjadi hal yang penting untuk dibahas karena beberapa ahli Psikologi Perkembangan menekankan hal ini. Selain Steinberg, Santrock (2014) juga menjelaskan bahwa salah satu kunci kesuksesan remaja dalam beradaptasi dengan lingkungan adalah kemandirian. Menurut Steinberg (2014), ketika individu menginjak usia remaja, individu akan mengembangkan kemampuan kemandirian yang dapat dilihat dari aspek kemandirian emosional, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Remaja akan mengembangkan aspek kemandirian emosional terlebih dahulu pada usia remaja awal (10-13 tahun), dilanjutkan dengan mengembangkan aspek kemandirian perilaku pada usia remaja pertengahan (14-17 tahun), dan ketika kedua kemampuan ini telah berkembang dengan baik, barulah remaja akan mengembangkan aspek kemandirian nilai pada usia

remaja akhir (18-21 tahun) (Steinberg, 2014).

Kemandirian perilaku menjadi penting untuk dikembangkan pada fase remaja pertengahan karena remaja akan membuat keputusan – keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin remaja capai yang akan berpengaruh untuk kehidupan remaja nantinya (Agustiani, 2006). Kemandirian perilaku dapat dilihat dari tiga hal, yakni kemampuan remaja membuat keputusan sendiri, remaja telah memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain, dan memiliki self-reliance (Steinberg, 2014).

Perkembangan kemandirian dipengaruhi oleh budaya, karena tiap budaya memiliki harapan usia yang berbeda agar remaja memiliki kemampuan kemandirian. Sebuah studi membandingkan antara budaya Asia dan budaya Anglo. Didapatkan hasil pada budaya Anglo (budaya Barat) yang anak remaja dan orang tuanya tinggal di Amerika, Australia,

(3)

dan Hongkong memiliki harapan kemandirian yang lebih cepat daripada kultur Asia (budaya Timur) yang anak dan remajanya juga tinggal di negara yang sama (Feldman & Quatman, 1988; Rosenthal & Feldman, 1991 dalam Steinberg, 2014). Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana kemandirian remaja pada budaya Timur dalama hal ini di Indonesia.

SMAN 1 Bandung merupakan salah satu SMA favorit yang ada di kota Bandung. Salah satu visi SMAN 1 Bandung adalah mewujudkan sumber daya manusia yang berprestasi dan berbudi pekerti baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan staf bagian kurikulum di SMAN 1 Bandung, diketahui bahwa untuk mewujudkan visi ini maka perlu ditanamkan adanya nilai - nilai kemandirian pada diri siswa, khususnya kemandirian perilaku. SMAN 1 Bandung sudah berupaya

dalam mengembangkan kemandirian perilaku siswa.

Melihat besarnya perhatian SMAN 1 Bandung terhadap penanaman nilai – nilai kemandirian pada diri siswanya, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kemandirian yang ada di remaja SMAN 1 Bandung sendiri. Peneliti kemudian melakukan wawancara terhadap tiga orang remaja SMAN 1 Bandung. Wawancara dilakukan pada VO (17 tahun), H (17 tahun), dan K (18 tahun). Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada tiga remaja SMAN 1 Bandung dapat dinyatakan bahwa ketiga remaja sudah menunjukkan kemandirian perilaku.

Usaha SMAN 1 Bandung dalam mewujudkan kemandirian perilaku ini tidak akan terwujud tanpa adanya peran serta orang tua remaja di SMAN 1 Bandung sendiri. Hal ini disebabkan karena perlakuan orang tua akan mempengaruhi seluruh perkembangan yang terjadi pada remaja, termasuk salah satunya adalah

(4)

kemandirian (Conger, 1991 dalam dalam Suryadi & Damayanti, 2003). Perlakuan orang tua ini akan tergambar dalam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.

Terdapat empat pola asuh yakni pola pengasuhan authoritative, authoritarian, indulgent, dan indifferent (Steinberg, 2014). Pengelompokkan pola asuh ini didasarkan atas tingkat dimensi parental demandingness dan dimensi parental responsiveness yang diterapkan oleh orang tua kepada anak. Parental responsiveness merupakan derajat dimana orang tua merespon kebutuhan anak dengan menerima dan mendukung anak (Steinberg, 2014). Sedangkan parental demandingness merupakan sejauh mana harapan dan tuntutan orang tua kepada anak agar anak bersikap dewasa dan bertanggung jawab (Steinberg, 2014).. Orang tua dengan pola asuh authoritative, menunjukkan perilaku parental demandingness dan parental responsiveness yang tinggi (Steinberg, 2014). Orang tua dengan pola asuh authoritative akan dapat membantu

remaja mengembangkan kemampuan kemandirian perilakunya, karena orang tua dengan pola asuh authoritative akan memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengatasi masalahnya, namun tetap mengawasi remaja. Peneliti melihat bahwa ketiga remaja SMAN 1 Bandung yang memiliki kemandirian perilaku berasal dari orang tua yang menerapkan parental demandingness dan parental responsiveness yang sama-sama tinggi sehingga peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana hubungan antara kemandirian perilaku dengan pola asuh orang tua yang authoritative pada remaja di SMAN 1 Bandung.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah rancangan penelitian non eksperimental dengan menggunakan metode korelasional. Peneliti mencoba untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung. Besarnya hubungan antara

(5)

pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung didasarkan pada koefisien korelasi. Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti bersifat kuantitatif.

Partisipan

Sampel pada penelitian ini adalah remaja SMAN 1 Bandung yang berusia 14 - 18 tahun dan tinggal bersama dengan kedua orang tua sejak lahir. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan sampling quota convenience. Peneliti mengelompokkan populasi siswa ke dalam kategori kelas X, XI, dan XII. Kemudian, peneliti mengambil masing-masing satu kelas sebagai sampel penelitian. Teknik sampling quota convenience yang dilakukan dalam pengambilan kelas diambil berdasarkan ketersediaan teknis.

Menurut Fraenkel et al (2012:103) untuk penelitian korelasional dibutuhkan sekurang - kurangnya 50 orang sebagai sampel yang representatif. Pada penelitian ini, peneliti menyebarkan kuesioner pada

100 orang siswa SMAN 1 Bandung dan kemudian setelah pengembalian kuesioner, diketahui bahwa 85 orang memiliki pola asuh orang tua authoritative. Dengan demikian, 85 orang siswa SMAN 1 Bandung menjadi responden pada penelitian ini.

Pengukuran

Peneliti mengembangkan alat ukur pola asuh orang tua dari penelitian sebelumnya oleh Fitrianti (2004) yang berdasarkan teori Baumrind (dalam Maccoby, 1980). Sedangkan untuk alat ukur kemandirian perilaku, peneliti menurunkan dari teori Steinberg (2014).

Alat Ukur Pola Asuh Orang Tua Alat ukur pola asuh orang tua terdiri atas 85 item yang terdiri atas dimensi parental demandingness dan dimensi parental responsiveness.

Alat Ukur Kemandirian Perilaku Alat ukur kemandirian perilaku terdiri atas 40 item yang terdiri atas dimensi kemampuan mengambil keputusan sendiri, dimensi memiliki kekuatan

(6)

diri terhadap pengaruh orang lain, dan dimensi self-reliance.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan terhadap 85 responden yang memiliki pola asuh authoritative diperoleh data sebagai berikut :

Nilai Sig. (2-tailed ) Hipotesi s Besar Korelas i Kriteri a Guilfor d .027 H0 ditolak .239 Korelasi rendah Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.027 dimana p-value < 0.05, dengan demikian H0 ditolak. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 - 18 tahun di SMAN 1 Bandung. Nilai korelasi sebesar 0.239 yang menunjukkan derajat korelasi rendah menurut kriteria Guilford.

Kemudian peneliti juga melakukan perbandingan terhadap korelasi dimensi kemampuan mengambil keputusan sendiri, dimensi memiliki kekuatan diri terhadap pengaruh orang lain, dan dimensi self-reliance dengan pola asuh authoritative. Berikut hasil yang peneliti peroleh : Di men si Nilai Sig. (2-tailed) Hipo tesis Be sar Kore lasi Kri teria Guil ford Kemam puan Meng ambil Kepu tusan Sendiri 0.046 H0 dito lak 0.218 Kore Lasi ren dah Keku atan terhadap Penga ruh Orang Lain 0.111 H0 di te rima 0.174 Kore lasi sang at ren dah

(7)

Self- Re Lian ce 0.310 H0 di te rima 0.112 Kore lasi sang at ren dah Dari pengolahan data juga diketahui bahwa sebagian besar remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung memiliki kemandirian perilaku yang termasuk dalam kategori tinggi yakni 52.9% dan responden yang termasuk dalam kategori sedang sekitar 47.1%. Diperoleh pula data bahwa mayoritas responden dengan kemandirian perilaku tinggi juga termasuk dalam kategori tinggi pada masing – masing dimensi. Dan mayoritas responden yang memiliki skor kemandirian perilaku sedang juga mayoritas memiliki skor yang sedang pada masing – masing dimensi.

PEMBAHASAN

Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung. Artinya orang tua dengan pola asuh

authoritative dimana orang tua merespon kebutuhan remaja dengan menerima dan mendukung remaja (parental responsiveness) dan juga memberikan tuntutan kepada remaja (parental demandingness) ternyata mendorong remaja untuk memiliki kemandirian perilaku tinggi.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai korelasi antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku adalah sebesar 0.239. Dalam kriteria Guilford ini termasuk dalam derajat korelasi rendah. Peneliti berasumsi bahwa hal ini disebabkan pada usia remaja pertengahan yakni 14 – 18 tahun merupakan masa transisi dimana remaja mulai melepaskan ketergantungannya pada orang tua dan kemudian lebih dekat dengan teman – temannya atau peernya (Muangman dalam Sarwito, 2000). Dengan demikian, pola asuh orang tua bukan menjadi faktor tunggal dalam penentuan kemandirian perilaku pada remaja.

Peneliti juga mendapatkan data bahwa dimensi kemampuan

(8)

mengambil keputusan sendiri merupakan dimensi yang paling berhubungan dengan pola asuh authoritative. Hal ini bisa dimengerti karena remaja sedang berada pada tahap formal operational menurut Piaget (Santrock, 2014). Pada tahap ini, remaja sedang mengembangkan kemampuan kognitif dalam beberapa hal, yakni memiliki peningkatan dalam kemampuan berpikir hipotesis, telah mampu memahami perspektif orang lain, dan juga telah mampu memberi pertimbangan akan saran dari orang lain (Steinberg, 2014).

Demikian pula pada dimensi self-reliance. Dimensi ini menjadi dimensi yang juga memiliki korelasi yang rendah dengan pola asuh authoritative. Self reliance merupakan pengetahuan diri mengenai sejauh mana dirinya mampu menghadapi kesulitan dan tantangan dalam hidupnya khususnya dalam memenuhi tanggung jawab di sekolah dan di rumah. Meskipun remaja sudah mengembangkan self-reliance nya pada masa remaja pertengahan, ia tetap merasa masih membutuhkan orang lain

dalam hal ini adalah peer untuk membantunya menghadapi masalah - masalah tertentu (W.A. Collins & Steinberg, 2006 dalam Steinberg, 2014). Hal inilah yang peneliti duga mempengaruhi rendahnya nilai korelasi antara self-reliance dengan pola asuh orang tua authoritative.

Peneliti mendapatkan data bahwa dimensi kekuatan terhadap pengaruh orang lain merupakan dimensi yang paling kurang berhubungan dengan pola asuh authoritative. Hal ini juga bisa dimengerti karena pada usia remaja pertengahan, peer menjadi hal paling penting bagi remaja dan tekanan peer juga semakin kuat (Steinberg, 2014). Akibatnya, dalam beberapa pengambilan keputusan remaja masih dipengaruhi oleh peer.

SIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, dapat ditarik simpulan bahwa terdapat hubungan antara kemandirian perilaku dengan pola asuh authoritative pada remaja usia 14 -18 tahun di SMAN 1 Bandung. Namun,

(9)

korelasi antara kemandirian perilaku dengan pola asuh authoritative pada remaja usia 14 -18 tahun di SMAN 1 Bandung termasuk dalam kategori rendah menurut kriteria Guilford. Dari ketiga dimensi kemandirian perilaku, hanya dimensi pengambilan keputusan sendiri yang memiliki hubungan dengan pola asuh authoritative.

SARAN

 Bagi orang tua yang ingin agar anak remajanya memiliki kemandirian perilaku yang tinggi, maka dapat menerapkan parental demandingness dan parental responsiveness dengan kadar yang sama – sama tinggi. Demikian pula bagi ahli psikologi perkembangan yang memberikan saran untuk client yang meminta bantuan dalam meningkatkan kemandirian perilaku anak remajanya, maka dapat ditekankankan bahwa pemberian dukungan dan tuntutan kepada anak remaja harus diberikan

dengan kadar yang sama – sama tinggi.

 Untuk guru yang ingin agar siswanya memiliki kemandirian perilaku dapat menerapkan sistem pengajaran yang tidak hanya menuntut siswa untuk mencapai prestasi tertentu (parental demandingness) melainkan juga memberikan dukungan dan perhatian pada siswa (parental responsiveness).

 Hal yang juga perlu diperhatikan dalam tidak lanjut dari penelitian ini kepada para orang tua adalah pengawasan yang lebih ekstra kepada pilihan kegiatan anak remaja yang hanya sekedar mengikuti teman, mengingat dimensi kekuatan terhadap pengaruh orang lain merupakan dimensi terendah yang berhubungan dengan pola asuh authoritative.

(10)

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama.

Aprilia, Imas Diana. 2008. Pengembangan Kemandirian Remaja Tunarungu. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia. Available at (diakses pada 18 Februari 2015)

http://file.upi.edu/Direktori/FI P/JUR._PEND._LUAR_BIA SA/197004171994022-IMAS_DIANA_APRILIA/A RTIKEL_1.pdf (diakses pada 18 Februari 2015)

Brown, James Dean 2011. Likert Items and Scales of Measurement. University of Hawai‘i at Mānoa. Available at http://jalt.org/test/PDF/Brown 34.pdf (diakses pada 15 Desember 2015) Budiman, Nandang. 2011. Perkembangan Kemandirian pada Remaja. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Available at http://ebookbrowsee.net/perke

mbangan-kemandirian-pdfd234962623 (diakses pada 30 Mei 2015)

Christensen, Larry B, et al. 2011. Research Method, Design, and Analysis 11th ed. Boston : Pearson

Fedora, Dian Ariella. 2012. Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Karakter Disiplin, Tanggung Jawab, dan Penghargaan pada Anak Usia Middle Childhood. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Available at http://lib.ui.ac.id/file?file=digi tal/20320545-S-PDF-Dian%20Ariella%20Fedora.p df (diakses pada 30 Mei 2015)

Fitrianti, Rahmi. 2004. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritarian, Authoritative, Permissive, dan Indifferent dengan Penyesuaian Sosial Mahasiswa. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (tidak dipublikasikan)

Fraenkel et al. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing : Design, Analysis,

(11)

and Use. United Stated : Pearson.

Gravetter, Frederick J dan Wallnau, Larry B. 2010. Statistics for the Behavioral Science 8th edition. New York : Wadsworth Cengage Learning.

Guilford, J.P dan Fruchter, Benjamin. 1978. Fundamental Statistics in Psychology and Education 6th ed. New York : Mc Graw Hill Book Co. Inc.

Kaplan and Sacuzzo.2001. Psychological Testing Principles, Applications and Issue. USA: Wadsworth Thomson Learning.

Karma, I Nyoman. 2002. Hubungan antara Pola Pengasuhan Orangtua dan Otonomi Remaja (Studi tentang Remaja Pertengahan Pada Budaya Sasak di Kabupaten Lombok Barat). Jurnal Psikologi Vol.9, No 1, Maret 2002

Kerlinger, F.N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Lewin, Miriam. 1979. Understanding Psychological Research. New York: John Wiley & Sons.

Maccoby, Eleanor E. 1980. Social Development: Psychological Growth and the Parent-child Relationship. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Penerbit Ghalila Indonesia.

Neuman, W.L. 2007. Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach 2nd ed. Boston: Pearson Education.

Pande, S.S. et al. 2013. Correlation Between Diffuclty & Discrimination Indices of MCQs in Formative Exam in Physiology. South-East Asian Journal of Medical Education. 7(1): 45 – 50

PPBDB Online Kota Bandung. 2015. Info Sekolah SMA. Available at http://ppdb.bandung.go.id (diakes pada 4 Oktober 2015)

Santrock, John W. 2014. Adolescence 15th edition. New York Mc Graw – Hill Education.

Sarwito, Sarlito Wirawan. 2000. Psikologi Remaja Edisi

(12)

kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Steinberg, L. 2014. Adolescence 10th ed. New York : Mc Graw Hill, Inc.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung : Tarsito.

Suryadi, Denrinch dan Damayanti, Cindy. 2003. Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putri Yang Ibunya Bekerja Dan Tidak Bekerja. Jurnal Psikologi Vol. 1 No. 1, Juni 2003. Available at http://download.portalgaruda. org/article.php?article=62907 &val=4564 (diakses pada 18 Februari 2015)

Waryanto, Budi dan Millafati, Yuan Astika. 2006. Transformasi Data Skala Ordinal ke

Interval dengan

Menggunakan Makro Minitab. Informatika Pertanian Volume 15, Institut Pertanian Bogor. Available at http://www.litbang.pertanian.

go.id/warta-ip/pdf- file/4.budiwaryantoipvol-15.pdf (diakses pada 30 September 2015)

Zaduqisti, Esti. 2009. Stereotipe Peran Gender bagi Pendidikan

Anak. Muwazah vol. 1 No.1, Januari – Juni 2009. Available at http://download.portalgaruda. org/article.php?article=25128 6&val=6754&title=STEREO TIPE%20PERAN%20GEND ER%20BAGI%20PENDIDIK AN%20ANAK (diakses pada 18 Februari 2015)

Referensi

Dokumen terkait

enkapsulasi tetap stabil setelah perlakuan enzim proteolitik, katalase, dan lisozim, karena memiliki aktivitas hambat bakteri yang tidak jauh berbeda dengan kontrol,

Peserta didik diingatkan untuk membaca materi pertemuan selanjutnya konsep manajemen selanjtunya yakni penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah.. Setelah

1) Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar (berbeda) dan didasarkan atas pesanan. 2) Proses seperti ini biasanya

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang didrop dan setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis

Diploma III Pada jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik.. Negeri

The proportion of parental expenditure on education consumed by schools fees, defined as any contribution paid directly to the schools or school committees,

Proses belum selesai pada sebatas ijin, namun terdapat kegitan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 (1) RUU tentang PPKIPT dan EBT , bahwa “Setelah mendapat izin

ini strategi pengajaran adalah tertumpu kepada pengajaran berpusatkan pelajar amat digalakkan kerana semasa proses pengajaran dan pembelajaran (P&amp;P) , guru akan melibatkan