• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geomedia. Estimasi ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta tahun menggunakan pendekatan NDVI. Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Geomedia. Estimasi ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta tahun menggunakan pendekatan NDVI. Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

e-mail: geomedia@uny.ac.id

Geomedia

Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

Geomedia Vol. x No. x Tahun 20XX | xx – xx

https://journal.uny.ac.id/index.php/geomedia/index

Estimasi ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta tahun 2002-2019

menggunakan pendekatan NDVI

Cornelius Deni Wijaya Putra a, 1*, Sakinatul Afidah a, 2, Sola Tri Astuti a, 3, Fitria Nucifera a, 4*

a Program Studi Geografi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas AMIKOM Yogyakarta, Indonesia

*4fnucifera@amikom.ac.id *korespondensi penulis Informasi artikel A B S T R A K Sejarahartikel Diterima Revisi Dipublikasikan : : :

Peningkatan jumlah penduduk yang kemudian berdampak pada peningkatan pertumbuhan alih fungsi lahan terbangun yang akan mengurangi luas lahan vegetasi tidak dapat dihindarkan untuk wilayah urban, salah satunya Kota Yogyakarta. Pengukuran ketersediaan RTH pada penelitian ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan analisis NDVI. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui estimasi kerapatan penyusun RTH serta pola persebaran spasial lokasi potensi RTH di Kota Yogyakarta menggunakan data citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan Landsat 8 OLI tahun 2019 dengan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan(05/PRT/M/2008) menjelaskan tentang proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30%. Namun sejak tahun 2002 hingga 2019, Kota Yogyakarta yang memiliki luas 32.84 km² hanya mampu memenuhi proporsi RTH sebesar 13.50% untuk tahun 2002 dan 10.53% untuk tahun 2019. maka selama 17 tahun Kota Yogyakarta belum memenuhi standar minimum proporsi RTH.

Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau Perkotaan NDVI

A B S T R A C T

Keywords: Green Open Space Cities

NDVI

Increasing the number of population which then has an impact on increasing the growth of land use change that will reduce the area of vegetation inevitable for urban areas, one of them is the City of Yogyakarta. Measurement of the availability of green space in this study utilizes remote sensing technology with NDVI analysis. The purpose of this study was to determine the estimated density of green space constituents and spatial distribution patterns of potential green space locations in the city of Yogyakarta using Landsat 7 ETM + satellite imagery data for 2002 and Landsat 8 OLI in 2019 with the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) method. Based on the Minister of Public Works Regulation on Guidelines for Provision and Utilization of Green Open Space in

(3)

Urban Areas (05 / PRT / M / 2008), it explains that the proportion of green open space in urban areas is at least 30%. But from 2002 to 2019, Yogyakarta City which has an area of 32.84 km² was only able to meet the proportion of green space by 13.50% for 2002 and 10.53% for 2019. Then for 17 years Yogyakarta City has not met the minimum standard of green open space proportions.

© 2018 (Cornelius Deni Wijaya S, dkk). All Right Reserved

Pendahuluan

Kota Yogyakarta memiliki luas mencapai 32.84 km² dan sebagian besar di dominasi oleh sektor ekonomi, transportasi, penduduk, yang kemudian berdampak kepada pertumbuhan permukiman. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2002; 2019) Indonesia laju pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2002 – 2019 mencapai 0.5%. Peningkatan jumlah penduduk ini kemudian berdampak pada peningkatan pertumbuhan alih fungsi lahan terbangun yang akan mengurangi luas lahan vegetasi.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kewasan perkotaan yang telah mengalami peningkatan perubahan alih fungsi lahan pada setiap tahunnya. Hal ini ditandai dengan pembangunan infrakstruktur, sarana sosial dan perekonomian, serta alih fungsi dan pembukaan lahan lainnya. Kecenderungan aktifitas tersebut menjadikan lahan sebagai permasalahan yang penting bagi masyarakat khsusnya yang beraktifitas di wilayah perkotaan. Presepsi masyarakat menjadikan pembangunan lebih penting dari pada keberadaan vegetasi. Hal tersebut berdampak terhadap berkurangnnya RTH yang secara langsung mengakibatkan penurunan tingkat kerapatan vegetasi yang ada.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan

Perkotaan(05/PRT/M/2008) menyebutkan Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan peraturan tersebut telah ditetapkan juga standar proposi RTH yaitu paling sedikitnya 30% dari luas wilayah keseluruhan. Berkurangnya RTH akan menganggu kondisi ekologis perkotaan. Berkurangnya RTH juga akan memberikan dampak pada penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan disekitar perkotaan.

Selanjutnya, Ppenurunan kualitas dan

kuantitas tersebut akan berdampak pada kemungkinan terjadinya bencana alam di wilayah perkotaan (Dwiyanto, 2009). Berbagai sektor perkotaan mulai tergerus oleh banyaknya kerusakan ekologis. RTH sangat dibutuhkan keberadaannya bagi lingkungan perkotaan.

Penelitian Ika Kristina Noviyanti dan

Muhammad Sani Roychansyah (2019)

membuktikan kebutuhan bahwa luasan RTH di kota Yogyakarta tahun 2015 hingga 2017 perlu menambah ditambah luasan RTH

sebesar 4.887.252,496 m². Penelitian ini juga

dan melakukan menganalisis nilai luasan RTH

terbesar yang berada di Umbulharjo dan luasan RTH terkecil berada di Pakualaman. Ketersediaan RTH di Kota Yogyakarta masih belum memenuhi ketentuan luasan yang sesuai dengan rekomendasi WHO sekitar 9,5 m2/jiwa maupun sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia sekitar 20 m2/jiwa,

(4)

Cornelius Deni Wijaya Saputra, dkk | Geomedia Vol xx No X Tahun 20xx

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

|

3

karena ketersediaan RTH di Kota Yogyakarta

masih berkisar 8,64 m2/jiwa.

Penelitian Wicaksono dan Zuharnaen (2017) melakukan pengukuran ketersediaan ruang terbuka hijau dengan metode deleniasi atau digitasi on screen melalui interpretasi citra Quickbird dengan tujuan untuk menentukan Lokasi prioritas pembangunan RTH di Kota Surakarta. Hasil digitasi berupa penggunaan lahan dengan luas permukiman yang ada di Kota Surakarta seluas 22,93 km², sementara untuk non permukiman seluas 24,19 km².

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui estimasi tingkat kerapatan RTH serta pola sebaran secara spasial di lokasi potensi RTH di Kota Yogyakarta menggunakan data citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan Landsat 8 OLI tahun 2019 dengan metode pendekatan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan data berupa batas administratif kota Yogyakarta, data batas administratif desa atau kelurahan di kota Yogyakarta, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (05/PRT/M/2008), serta data jumlah penduduk Kota Yogyakarta dalama angka

pada tahun 2002 dan tahun 2019 , serta citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan Landsat 8 OLI tahun 2019.

Citra Landsat merupakan salah satu citra open source yang disediakan oleh USGS dan dapat digunakan untuk ekstraksi informasi tutupan lahan diberbagai wilayah, khususnya di perkotaan. Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8

OLI memiliki resolusi spasial sebesar 30 meter untuk citra multispektral (Suwargana, 2013).

Analisis NDVI dapat membedakan objek vegetasi pada wilayah perkotaan yang padat. Analisis NDVI untuk daerah perkotaan mampu menunjukkan nilai NDVI yang lebih besar dari pada daerah bukan perkotaan (Srivanit, Hokao, & Phonekeo, 2012). Hal tersebut terjadi karena NDVI menggunakan gelombang sinar inframerah dekat (NIR) dan gelombang merah (R), yang mana gelombang NIR sangat peka akan klorofil pada tutupan lahan vegetasi (Putra, Al Tanto, Farhan, Husrin, & Pranowo, 2017).

Pengolahan data meliputi proses pemotongan citra yang dilakukan untuk membatasi daerah kajian. Kemudian dilakukan koreksi radiometrik dengan tujuan untuk memperbaiki nilai piksel dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan. Sumber kesalahan tersebut berupa efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan nilai sebenarnya (Weng, 2011). Pengolahan data berikutnya adalah pemrosesan NDVI dengan rumus 1:

NDVI = (NIR − R) / (NIR +R)...(1) Keterangan:

NDVI = Indeks Vegetasi NIR = Near Infrared Band R = Red Band

Dari hasil pemrosesan tersebut di dapatkan citra dengan nilai kedalaman piksel berkisar -1 hingga 1. Metode pengkelasan kembali terhadap hasil NDVI untuk memperoleh jenis RTH yang ada pada Kota Yogyakarta. Klasifikasi nilai kelas NDVI menggunakan referensi penelitian sebelumnya oleh Noviyanti dan Roychansyah (2019) dengan judul penelitian “Analisis

Commented [L2]: Apa pentingnya paragraf ini untuk dimunculkan?

Commented [L3]: Sudah baik sekali ada penjelasan tentang objectives di bagian akhir dari pendahuluan. Tetapi kaliamt berikutnya jangan menyinggung tentang metode. Lebih baik dijelaskan urgensi penelitian ini

Formatted: Highlight

Commented [L4]: Data? Formatted: Highlight

Commented [L5]: Berikan penjelasan yang sistematis. Data yang digunakan apa, data itu untuk apa, sumber datanya darimana

Commented [L6]: Tidak perlu memasukkan definisi di bagian metode

(5)

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan NDVI menggunakan Worldview-2 di Kota Yogyakarta” dengan sedikit penyesuaian klasifikasi dikarenakan perbedaan citra yang digunakan.

Tabel 1. Klasifikasi nilai kelas NDVI Interval Nilai NDVI Jenis Tutupan lahan Jenis RTH ≤ 0.1 RTH Sangat rendah Permukiman sangat padat dan lahan terbuka kering yang dilapisi dengan aspal atau paving maupun jalan aspal. 0.11 - 0.5 RTH Rendah Pemukiman, Lahan vegetasi penutup tanah, seperti pada jalan tanah, lapangan kosong tanpa dilapisi aspal atau paving 0.51 - 0.7 RTH Sedang Lahan vegetasi penutup berupa perkebunan kelapa, kebun campuran, vegetasi rerumputan, padang golf, alang-alang ≥ 0.71 RTH Tinggi Vegetasi berhutan Sumber : Noviyanti & Roychansyah, 2019 dengan modifikasi

Adapun diagram alir penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan informasi sebaran spasial vegetasi di kawasan Kota Yogyakarta, dapat dilihat pada Gambar

berikut1.

Gambar 1. Diagram Alir

Hasil dan pembahasan

Hasil estimasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menggunakan pendekatan NDVI diperoleh hasil yang merepresentasikan sebaran vegetasi di Kota Yogyakarta. Nilai terendah pengkelasan ini berada pada RTH sangat rendah dengan tutupan lahan yang berupa tanah kering, sedangkan nilai tertinggi dari pengkelasan berada pada RTH tinggi dengan tutupan lahan yang berupa vegetasi kerapatan tinggi.

Gambar 2. Peta Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta Tahun 2002

Commented [L8]: Tabel 1 harus disebut lebih dulu di naskah

(6)

Cornelius Deni Wijaya Saputra, dkk | Geomedia Vol xx No X Tahun 20xx

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

|

5

Gambar 3. Peta Ketresediaan Ruang Terbuka

Hijau di Kota Yogyakarta Tahun 2019

Luasan dari masing-masing kelas vegetasi tersebut dapat dilihat dari Tabel 2. Analisis citra dengan NDVI memberikan gambaran bahwa RTH keseluruhan yaitu penjumlahan dari RTH sedang dan RTH tinggi sebesar 4,43 km2 atau 13,5%, hasil dari keseluruhan luas Kota Yogyakarta. Kelas klasifikasi berupa RTH

sangat rendah memiliki luasan 0,01 km2 atau sekitar 0,02% dari luas wilayah Kota Yogyakarta secara keseluruhan. Sedangkan luasan tertinggi berada pada RTH rendah dengan luas total 28,40 km2 atau 86,48% dari luas keseluruhan wilayah Kota Yogyakarta. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (05/PRT/M/2008) menjelaskan tentang proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30%, namun pada tahun 2002 luas RTH di Kota Yogyakarta hanya sebesar 13,50%.

Tabel 2. Hasil Analisis NDVI Kota Yogyakarta 2002 Jenis Tutupan Lahan Luas (km²) (%) RTH Sangat Rendah 0,01 0,02 RTH Rendah 28,40 86,48 RTH Sedang 3,98 12,12 RTH Tinggi 0,45 1,38 Total 32,84 100

Hasil analisis NDVI Kota Yogyakarta tahun 2019 pada tabel 3 menunjukkan tanah kering berada pada klasifikasi paling rendah yaitu 0,09 km² atau 0,27% dari luas wilayah Kota Yogyakarta keseluruhan dan klasifikasi paling tinggi yaitu pada lahan permukiman yang mencapai 29,33 km² atau 89,30%. Sementara itu hasil analisis RTH Kota Yogyakarta pada klasifikasi vegetasi kerapatan sedang dan kerapatan tinggi mencapai luasan 3,42 km² atau 10,43% dari seluruh luasan Kota Yogyakarta.

Tabel 3. Hasil Anlisis NDVI Kota Yogyakarta Tahun 2019 Tutupan Lahan Luasan (km²) Persentase (%) RTH Sangat Rendah 0,09 0,27 Formatted: Highlight

Commented [L10]: Penjelasan di deskripsi dengan di tabel sama. Pilih salah satu saja

Commented [L11]: Sama

(7)

RTH Rendah 29,33 89,30 RTH Sedang 3,07 9,35 RTH Tinggi 0,35 1,08

Total 32,84 100

Sebaran RTH dari kerapatan vegetasi hasil analisis dengan metode NDVI disajikan secara spasial dalam Tabel 4. Analisis citra dengan NDVI dapat diketahui bahwa jumlah RTH tertinggi yang terdiri dari RTH sedang dan RTH tinggi di Kota Yogyakarta berada pada wilayah Kelurahan Giwangan dengan luasan 0,555 km2 atau 12,52% dari luas RTH keseluruhan. Wilayah Kelurahan Sorosutan mempunyai RTH tertinggi kedua dengan luasan 0,508 km2 atau 11,46% dari luas RTH keseluruhan. Tiga kelurahan lain yang termasuk kedalam wilayah yang mempunyai RTH tinggi yaitu Kelurahan Rejowinangun dengan luasan 0,355 km2 atau 8,02% kemudian Kelurahan Mujamuju dengan luasan 0,327 km2 atau 7,38% serta Kelurahan Pandeyan dengan luasan 0,28 km2 atau 6,31% dari luas RTH secara keseluruhan di wilayah Kota Yogyakarta.

Tabel 4. Sebaran spasial RTH Tertinggi per Kelurahan di Kota Yogyakarta Tahun 2002

Nama Kelurahan RTH Jumla h RTH (km²) % Sedan g Tinggi Giwangan 0,482 0,073 0,555 12, 52 Sorosutan 0,449 0,059 0,508 11, 46 Rejowinangu n 0,300 0,055 0,355 8,0 2 Mujamuju 0,310 0,017 0,327 7,3 8 Pandeyan 0,235 0,045 0,280 6,3 1 Sebaran spasial RTH tertinggi per kelurahan yang dianalaisis dengan metode NDVI di Kota Yogyakarta pada tahun 2019

disajikan pada tabel 5. RTH tertinggi berada di Kelurahan Mujamuju kemudian disusul 4 kelurahan lainnya yaitu Giwangan, Rejowinangun, Sorosutan, dan Bener. Kelurahan Mujamuju memiliki luasan RTH total 0,355 km² atau 10,38% dari luas RTH keseluruhan. Disusul Kelurahan Giwangan menjadi penyumbang RTH tertinggi kedua sebesar 0,295 km² atau 8,62% dari luas RTH keseluruhan. Kemudian RTH tertinggi ketiga pada Kelurahan Rejowinangun dengan luasan 0,257 km² atau 7,52% dari luasan RTH keseluruhan, setelah itu disusul Kelurahan Sorosutan dengan luas RTH 0,240 km² atau 7,01% dari luasan RTH keseluruhan. Kelurahan Bener menjadi kelurahan yang memiliki luasan RTH tertinggi ke 5 dengan luasan 0,156 km² atau 4,55% dari luas RTH keseluruhan.

Tabel 5. Sebaran spasial RTH Tertinggi per Kelurahan di Kota Yogyakarta Tahun 2019

RTH Jumla h RTH (km²) % Nama Kelurahan Sedan g Ting gi Mujamuju 0,288 0,067 0,355 10,3 8 Giwangan 0,256 0,039 0,295 8,62 Rejowinang un 0,186 0,072 0,257 7,52 Sorosutan 0,216 0,024 0,240 7,01 Bener 0,136 0,020 0,156 4,55 Sedangkan lima kelurahan yang mempunyai jumlah RTH terendah di Kota Yogyakarta, terdiri dari Kelurahan Prawirodirjan, Gunungketur, Suryatmajan, Sosromenduran, dan Tegal Panggung. Jika dilihat dari Tabel 6 wilayah Kelurahan Prawirodirjan dan Gunungketur memiliki luas RTH yang sama sebesar 0,002 km2 atau 0,04%. Kelurahan Suryatmajan dan Sosromenduran juga memiliki luas RTH yang sama sebesar 0,001 km2 atau 0,02%. Kelurahan

(8)

Cornelius Deni Wijaya Saputra, dkk | Geomedia Vol xx No X Tahun 20xx

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

|

7

Tegalpanggung tidak memiliki RTH sama

sekali.

Tabel 6. Sebaran spasial RTH Terendah per Kelurahan di Kota Yogyakarta tahun 2002

Nama Kelurahan RTH Jumla h RTH (km²) % Sedan g Tinggi Prawirodirjan 0,002 0 0,002 0,0 4 Gunungketur 0,002 0 0,002 0,0 4 Suryatmajan 0,001 0 0,001 0,0 2 Sosromendur an 0,001 0 0,001 0,0 2 Tegalpanggu ng 0 0 0 0,0 0 Sebaran spasial RTH terendah per kelurahan yang dianalisis dengan metode NDVI di Kota Yogyakarta tahun 2019 disajikan pada tabel 7. RTH terendah berada di Kelurahan Prawirodirjan, Kelurahan Gunungketur, Kelurahan Suryatmajan, Kelurahan Sosromenduran, dan Kelurahan Tegalpanggung dimana pada 5 kelurahan tersebut tidak terdapat vegetasi dengan kerapatan tinggi. Kelurahan Tegalpanggung menjadi kelurahan dengan RTH terendah di Kota Yogyakarta dengan luas RTH 0,003 km² atau 0,08 dari luas RTH keseluruhan, kemudian disusul Kelurahan Sosromenduran dengan luasan RTH 0,006 km² atau 0,19% dari luas RTH keseluruhan. Kelurahan Suryatmajan menempati urutan ketiga terendah luasan RTH mencapai 0,008 km² atau 0,23% dari luas RTH keseluruhan, selanjutnya disusul Kelurahan Gunungketur dengan luas RTH 0,010 km² atau 0,30% dari luas RTH keseluruhan. RTH terendah kelima yaitu pada Kelurahan Prawirodirjan dengan luasan RTH mencapai 0,013 km²atau 0,37% dari luasan RTH keseluruhan.

Tabel 7. Sebaran spasial RTH Terendah per Kelurahan di Kota Yogyakarta Tahun 2019

RTH Jumla h RTH (km²) % Nama Kelurahan Sedan g Tingg i Prawirodirjan 0,013 0,000 0,013 0,3 7 Gunungketur 0,010 0,000 0,010 0,3 0 Suryatmajan 0,008 0,000 0,008 0,2 3 Sosromendur an 0,006 0,000 0,006 0,1 9 Tegalpanggun g 0,003 0,000 0,003 0,0 8 Tahun 2002 Tahun 2019

Gambar 3. Perbandingan sebaran luasan RTH tertinggi wilayah Kelurahan Giwangan tahun 2002 dan Kelurahan Mujamuju tahun 2019

Tahun 2002 Tahun 2019

Gambar 4. Perbandingan sebaran luasan RTH terendah wilayah Kelurahan Tegalpanggung tahun 2002 dan tahun 2019

Luasan RTH keseluruhan di Kota Yogyakarta dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 3,07%. RTH tertinggi pada tahun 2002 berada di Kelurahan Giwangan dengan luas 0,555 km²

(9)

sedangkan pada tahun 2019 RTH tertinggi berada di Kelurahan Mujamuju dengan luas 0,355 km². Luasan RTH terendah pada tahun 2002 dan 2019 berada pada wilayah yang sama yaitu Kelurahan Tegalpanggung dengan luas 0,003 km² pada tahun 2019.

Gambar 5. RTH Tinggi wilayah Kelurahan Giwangan

Gambar 6. RTH Tinggi wilayah Kelurahan Mujamuju dan Rejowinangun

Gambar 7. RTH Tinggi wilayah Kelurahan Bener

Gambar 8. RTH Sangat Rendah wilayah Kelurahan Tegalpanggung

Berdasarkan Citra Google Earth resolusi tinggi diketahui bahwa RTH tertinggi wilayah Kota Yogyakarta dominan di bagian timur. Keberadaan RTH tinggi berasosiasi dengan keberadaan Sungai Gajah Wong dan Kebun Binatang Gembiraloka, berada di Kelurahan Mujamuju, Rejowinangun, dan Giwangngan.

(10)

Cornelius Deni Wijaya Saputra, dkk | Geomedia Vol xx No X Tahun 20xx

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

|

9

Pada bagian barat wilayah Kota Yogyakarta,

RTH tertinggi berasosiasi dengan keberadaan sungai yang berada di berbatasan Kelurahan Bener dengan Kelurahan Kricak.

RTH sangat rendah yang berada di Kelurahan Tegalpanggung tahun 2019 merupakan kompleks bangunan PT. Holcim Indonesia dimana atap bangunan berupa asbes yang cenderung menyerap radiasi, sehingga NDVI mengkelaskan nilai piksel dalam kelas RTH sangat rendah.

Simpulan

Pemanfaatan penginderaan jauh secara temporal menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan Landsat 8 OLI tahun 2019 menggunakan metode analisis NDVI telah mampu memetakan pola dan sebaran spasial tingkat estimasi ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta. Dengan analisis tersebut dapat diketahui estimasi perubahan RTH yang terjadi selama 17 tahun. Hasil analisis membuktikan Kota Yogyakarta yang memiliki luas 32.84 km² hanya mampu memenuhi proporsi RTH sebesar 13.50% untuk tahun 2002 dan 10.43% untuk tahun 2019. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan (05/PRT/M/2008) maka selama 17 tahun Kota Yogyakarta belum memenuhi standar minimum proporsi RTH yang telah ditetapkan yaitu sebesar 30% dari luas wilayah. Luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar tersebut yaitu sebesar 6.43 km² atau 19,57%.

Referensi

BPS. (2002). Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2002. Yogyakarta: BPS Kota Yogyakarta.

BPS. (2019). Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2019. Yogyakarta: BPS Kota Yogyakarta.

Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas Dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Di Permukiman Perkotaan. Teknik, 88–93.

Noviyanti, I. K., & Roychansyah, M. S. (2019). Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan NDVI menggunakan Worldview-2 di Kota Yogyakarta. Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan Metode NDVI, 64. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan(05/PRT/M/2008) . (n.d.).

Putra, A., Al Tanto, T., Farhan, A. R., Husrin, S., & Pranowo, W. S. (2017). Pendekatan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Metode Lyzenga untuk Pemetaan Distribusi Ekosistem Perairan di Wilayah Pesisir Teluk Benoa-Bali. Pendekatan Metode NDVI dan Lyzenga untuk Pemetaan Sebaran Ekosistem Perairan, 89.

Srivanit, M., Hokao, K., & Phonekeo, V. (2012). Assessing the Impact of Urbanization on Urban Thermal Environment: A Case Study of Bangkok Metropolitan. International Journal of Applied Science and Technology, Vol. 2 No. 7; 251.

Suwargana, N. (2013). Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral Pada Citra Satelit Landsat, SPOT dan IKONOS. Jurnal ISSN 2337-6686 Volume 1. Weng, Q. (2011). Advances in Environmental

Remote Sensing Sensors, Algorithms and Applications. New York: CRC Press of the Taylor & Francis Group. Wicaksono, R., & Zuharnaen, Z. (2017).

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menentukan Lokasi Prioritas Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Surakarta. Jurnal Bumi Indonesia, 6(3).

Commented [L12]: Pembahasannya belum nampak. Mohon ditambahkan

(11)

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi nilai kelas NDVI  Interval  Nilai  NDVI  Jenis  Tutupan lahan  Jenis RTH  ≤ 0.1  RTH  Sangat  rendah  Permukiman  sangat  padat  dan  lahan  terbuka  kering  yang  dilapisi  dengan aspal  atau  paving  maupun  jalan  aspal
Tabel  2.  Hasil  Analisis  NDVI  Kota  Yogyakarta  2002  Jenis  Tutupan  Lahan  Luas  (km²)  (%)  RTH  Sangat  Rendah  0,01  0,02  RTH Rendah  28,40  86,48  RTH Sedang  3,98  12,12  RTH Tinggi  0,45  1,38  Total  32,84  100
Tabel  4.  Sebaran  spasial  RTH  Tertinggi  per  Kelurahan di Kota Yogyakarta Tahun 2002
Tabel  6.  Sebaran  spasial  RTH  Terendah  per  Kelurahan di Kota Yogyakarta tahun 2002
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka pada saat ini kami berdiri di hadapan Anda melalui tulisan yang akan merubah paradigma kita semua, dan pada saat yang lain kami akan berdiri dengan nyata di depan orang lain

dekatan aljabar max-plus dalam sistem even diskrit dinamik adalah karena plus dapat menangani dengan mudah proses sinkronisasi (Braker, 1990). Pendekatan dengan aljabar

Terkait kehidupan membujang yang terjadi di POUK TNI AL Sunter tidak semua yang hidup membujang menikmati kesendirian mereka, ada juga yang cenderung malu

Agar pengajaran afeksi yang dilaksanakan untuk anak tunalaras dapat mencapai sasaran secara optimal, efektif, dan efesien, maka dalam pelaksanaanya perlu memegang beberapa

Kompresor udara biasanya menghisap udara dari udara atmosfer (p = 1 atm), namun adapula kompresor yang menghisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer

Etelä-Karjalan ja Kymenlaakson liikenteen päästöt ilmaan on kirjattu taulukkoon 5 liikennemuodoittain sekä kuntakohtaiset päästöt liitteeseen 5.. Tietransito sisältää

Respon Kalus Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Institut Teknologi

S obzirom da se dosadašnja istraživanja na ovu temu uglavnom fokusiraju na studente i odrasle polaznike, ova disertacija se bavi proučavanjem problema jezičke anksioznosti