• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga harus senantiasa dipelihara dengan baik. kemakmuran yang dicita-citakan baik secara individual maupun komunal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sehingga harus senantiasa dipelihara dengan baik. kemakmuran yang dicita-citakan baik secara individual maupun komunal."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Tanah memiliki nilai yang tinggi dilihat dari kacamata apapun, termasuk kacamata sosiologi, psikologi, politik, ekonomi. Tanah merupakan tempat berdiam, mencari nafkah, berketurunan, adat istiadat dan ritual keagamaan1. Di mata masyarakat tradisional, tanah merupakan kediaman para dewa dan roh, sehingga harus senantiasa dipelihara dengan baik.

Begitu eratnya kaitan manusia dengan tanah, maka diperlukan upaya pemeliharaan hubungan yang harmonis antara keduanya didasari persamaan pandangan hubungan yang abadi antara manusia dan tanah, juga sekaligus sebagai tanda syukur atas Karunia Tuhan Yang Maha Esa, supaya tumbuh menjadi akar kemakmuran yang dicita-citakan baik secara individual maupun komunal.

Begitu bernilainya tanah, sehingga manusia yang merupakan mahluk sosial akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun. Hal itu sudah dilakukan jauh sebelum kebudayaan terbentuk. Artinya, sudah demikian adanya sejak zaman manusia purba. Manusia purba mempunyai naluri untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya. Mereka sadar bahwa keberadaan wilayah merupakan penentu kelangsungan hidup diri.2

Dalam masyarakat hukum adat, antara masyarakat dengan tanah yang didudukinya, terdapat hubungan yang erat sekali. Hubungan yang bersumber pada

1Elsa Syarif, Menuntaskan sengketa tanah melalui pengadilan khusus pertanahan, PT.

Gramedia Jakarta,2012,hlm 1

(2)

pandangan yang bersifat religious magis. Masyarakat hukum adat memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut supaya dapat dimanfaatkannya bagi kehidupannya dengan cara memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang timbul diatas tanah tersebut, dan juga berburu terhadap binatang-binatang yang hidup di tanah tersebut.

Hak masyarakat hukum atas tanah disebut hak pertuanan atau hak ulayat. Istilah Soepomo: ‘hak pertuan’, Soekanto: ‘hak ulayat’, M. Tauchid: ‘hak wilayah', Mr. Mahadi suka memakai istilah ‘hak pertuan’.3 Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, maka hukum yang berlaku pada masyarakat hukum adat masih memakai sistem yang sederhana yaitu suatu sistem yang konkrit/ nyata /tunai, sesuai dengan tingkat kemajuan/kemampuan berfikir masyarakat yang membuatnya, dimana hukum itu berlaku dan ditaati.4

Menurut Ter Haar, Hukum adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan, keputusan para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan hukum5.

Sifat tanah ulayat yang ada di Indonesia itu bersifat komunal yang artinya dimiliki oleh seluruh anggota masyarakat adat. Karena dimiliki secara bersama, maka tanah ulayat tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak lain, tidak boleh dijual dan tidak boleh digadaikan, tanah itu pun tidak bisa diberikan secara

cuma-3A. Fauzie Ridwan, Hukum Tanah Adat, Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila,

Dewaruci Press, Jakarta 1982,hlm 23

4S. Adiwinata, Hukum Perdata/Adat Sejak tahun 1960, Alumni Bandung, 1970, hlm 3 5Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni Bandung,1973,

(3)

cuma. Hak (ulayat) masyarakat (hukum) adat sama halnya dengan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah, juga memiliki keterbatasan. Tetapi yang membedakan hak milik komunitas marga atau suku dari hak milik perorangan adalah status dan fungsi sosialnya. Status kepemilikan tanah komunal tidak dapat dibuktikan berupa alat seperti surat sertifikasi tanah oleh negara, tetapi berdasarkan cerita silsilah sejarah keberadaan komunitas marga atau suku yang memiliki suatu wilayah. Kepemilikan tanah adat (tanah ulayat) pada umumnya dimiliki secara kolektif, berbasis pada suatu masyarakat adat entah berdasarkan etnis atau klan tertentu. Keberadaan tanah adat diakui, dihormati, dan dilindungi dalam sistem hukum nasional. Hal ini antara lain terdapat dalam UUD 1945 Perubahan Kedua Pasal 18B ayat 2 yaitu: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.6

Di Negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan suatu condition sine qua non. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan campur tangan penguasa yang kompeten dengan urusan tanah, khususnya mengenai lahirnya, berpindahnya dan berakhirnya hak milik atas tanah7.

Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dalam pasal 1 menyebutkan bahwa Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada

6Lihat Undang-Undang Dasar 1945

(4)

kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.

Tentang hak ulayat ini, menurut Van Vollenhoven adalah hak milik masyarakat hukum (rechtgemeenschaap) yang tidak dapat dilepaskan kecuali untuk sementara waktu, guna kepentingan anggota-anggotanya atau mungkin orang asing. Dalam hal terjadi pelepasan hak ulayat kepada orang asing, si orang asing yang bersangkutan harus memberi kompensasi berupa pembayaran cukai atas penghasilan yang hilang karena pelepasan tersebut, kepada masyarakat setempat tempat tanah ulayat tersebut terletak8

Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila:9

a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan

c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan

penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

Dalam Pasal 3 UUPA nomor 5 tahun 1960 menyebutkan:

8Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, PT. Alumni

Bandung, 2002, hlm 28

(5)

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”10.

Hak ulayat atau hak pertuanan berlaku keluar dan ke dalam. Berlaku keluar karena yang bukan warga masyarakat hukum adat pada prinsipnya tidak diperbolehkan menggarap tanah yang merupakan wilayah kekuasaan persekutuan yang bersangkutan. Hanya dengan seijin persekutuan serta membayar uang pancang, uang pemasukan (Aceh) dan kemudian memberi ganti rugi, orang luar bukan warga persekutuan masyarakat hukum adat dapat memperoleh kesempatan untuk turut serta menggunakan tanah wilayah persekutan / masyarakat hukum. Berlaku kedalam artinya karena persekutuan sebagai suatu persekutuan yang berarti semua warga persekutuan bersama-sama sebagai satu keseluruhan melakukan hak ulayat dimaksud dengan memetik hasil dari tanah beserta tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup diatasnya.11

Satu lirik lagu dari tanah Batak mencerminkan arti penting hubungan antara manusia dengan tanah “argado bona ni pinasa diangka na burju marroha,

ai ido tona ni ompunta sai mulak dung matua” (tanah kelahiran orang Batak

sangat berharga bagi yang mencintainya, karena itu pesan nenek moyang, kita harus kembali ke tanah kelahiran dari perantauan kalau kelak kita sudah tua).

Bagi masyarakat Batak, tanah tidak hanya bermakna ekonomis, tetapi juga sebagai tanda pengenal marga. Oleh karena itu sering di lahan pekarangan, atau

10Lihat undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960

11Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2002,hlm

(6)

ladang dibangun makam keluarga. Demikian eratnya hubungan manusia dengan tanah sehingga orang yang meninggal pun masih berhak atas tanah asalnya. Karena itu pula masyarakat Batak akan mempertahankan mati-matian ketika ada pihak lain yang hendak mengganggu tanahnya.

Tanah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia adalah merupakan kenyataan, bahwa permintaan akan kebutuhan terhadap tanah terus bertambah sesuai dengan pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan12. Secara umum luas tanah yang ada di bumi ini tidak akan bertambah, sedangkan jumlah populasi manusia yang membutuhkan tanah bertambah.13

Gejala pertambahan kebutuhan akan tanah yang terus meningkat yang berdampingan dengan kwantitas luas tanah yang tidak bertambah akan menimbulkan problema-problema sosial di masyarakat, seperti yang menyangkut penguasaan dan pemilikan tanah, pemanfaatan/penggunaan tanah, pemeliharaan/pelestarian tanah dan hubungan-hubungan hukum terhadap tanah akan menjadi fenomena yang penting untuk ditelusuri, karena hal tersebut mau tidak mau akan berbaur dengan dinamika kehidupan masyarakat.

Dewasa ini, dalam masyarakat kita masalah pertanahan cukup mendapat perhatian, dan boleh dikatakan menjadi issu nasional yang dapat menjadi bahan pembicaraan dari berbagai kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat awam maupun masyarakat intelektual.

12 Hasim Purba dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan (Study kasus di

(7)

Sebagai Negara Agraris, maka tanah menjadi sentral kegiatan mayoritas rakyat Indonesia. Oleh karena itu pengaturan dan penataan bidang pertanahan baik yang menyangkut peraturan-peraturan pokok maupun peraturan teknis adalah sesuatu yang mutlak harus kita wujudkan dan laksanakan. Pengaturan bidang pertanahan sejak zaman nenek moyang kita sudah ada dan hidup dalam masyarakat, misalnya melalui ketentuan hukum adat pertanahan dari masing-masing daerah atau suku-suku yang ada. Keadaan ini membuktikan kepada kita bahwa walaupun dalam kondisi tingkat kehidupan yang masih relatif sederhana pada masa lalu, namun pranata-pranata hukum yang ada juga telah mencoba menjangkau pengaturan pertanahan di Indonesia.

Demikian pentingnya tanah bagi kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia sehingga diatur dalam pasal 33 (3) yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini Negara mempunyai hak penguasaan atas tanah Indonesia. Berdasarkan aturan tersebut Negara berwenang untuk mengatur hak-hak atas tanah dan melayani rakyat di bidang pertanahan.

Pentingnya kedudukan tanah bagi Negara Republik Indonesia dapat dilihat dari ketentuan pasal 1 Undang-undang Pokok Agraria yang menyebutkan14:

(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

(8)

(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. (4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh

bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.

(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat dipahami bahwa bagi bangsa Indonesia, tanah memiliki hubungan yang sangat erat dan bersifat abadi, sehingga kedudukan tanah bagi Bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah satu sama lainnya. Lebih lanjut dalam ketentuan pasal 2(1) Undang-undang Pokok Agraria ditegaskan bahwa atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pada penjelasan UUPA tahun 1960, dinyatakan bahwa Negara (pemerintah) hanya menguasai tanah. Pengertian tanah ‘dikuasai’ bukan berarti ‘dimiliki’, tetapi kewenangan tertentu yang diberikan kepada Negara sebagai

(9)

organisasi kekuasaan. Hal ini dirumuskan secara tegas di dalam pasal 2 ayat 2 UUPA bahwa kewenangan Negara adalah:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.

Masalah pertanahan muncul ketika kewenangan (hak menguasai Negara) diperhadapkan dengan Hak asasi warga negara, khususnya hak milik individu dan hak komunal (tanah ulayat). Mencermati konflik pertanahan di Indonesia yang terus meningkat, akar masalahnya terletak pada benturan antara hak menguasai Negara (HMN) dengan hak asasi warga Negara (HAM) yang memiliki kewenangan tunggal yang sangat besar untuk mengelola pembagian, penguasaan, pemanfaatan, dan peruntukan tanah harus berhadapan dengan hak-hak asasi yang melekat pada rakyatnya sendiri15. Pada dasarnya harus ada keseimbangan antara hak menguasai Negara dengan hak asasi manusia karena keduanya diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945. Sesuai perintah konstitusi pasal 33 ayat 3, Hak Menguasai Negara atas tanah harus bermuara pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konstitusi yang sama juga mengakui hak asasi warga Negara, termasuk didalamnya hak milik dan hak ulayat.

Pemilikan dan penguasaan atas sebidang tanah, sekalipun telah berproduksi dan memenuhi kebutuhan keluarga pemiliknya sering tidak memberi kenyamanan. Ketidaknyamanan dimaksud terjadi disebabkan berbagai hal yang

(10)

wujudnya tidak terlihat pada kepastian dan perlindungan hukum di dalam kenyataan.16 Bahkan ada anggota masyarakat yang nekat menduduki dan menguasai tanah tanpa ada alas hak yang sah bahkan dengan cara-cara yang terencana dan sengaja melakukan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya.

Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, di dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan melawan hukum untuk memiliki/menguasai lahan tersebut.

Tindakan melawan hukum untuk memiliki/menguasai lahan bisa menimbulkan sengketa. Sengketa tanah itu sendiri sesungguhnya sudah ada sejak ada perbedaan kepentingan diantara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Sengketa tanah dapat dijumpai dimana saja, termasuk di Indonesia. Sengketa yang berhubungan dengan tanah ini, senantiasa terus bertambah, seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah17. Sengketa terjadi karena tanah mempunyai kedudukan yang penting, yang dapat membuktikan kemerdekaan dan kedaulatan pemiliknya.

Secara umum, sengketa tanah timbul antara lain karena faktor-faktor sebagai berikut18:

1. Peraturan yang belum lengkap 2. Ketidaksesuaian peraturan

3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia.

16Tampil Ansari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi grafik, Medan, 2007,

hlm.1

(11)

4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap. 5. Data tanah yang keliru

6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah.

7. Transaksi tanah yang keliru 8. Ulah Pemohon hak

9. Adanya penyelesaian dari instansi lain sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.

Di daerah-daerah yang belum berkembang, penyelesaian sengketa pada umumnya dilakukan oleh tokoh-tokoh komunitas yang disegani warga setempat. Tokoh tersebut antara lain kepala adat, kepala suku, kepala kampung, atau kepala marga. Peranan para tokoh tersebut sangat menentukan dalam menyelesaikan sengketa tanah. Selain itu, peran tokoh komunitas juga membantu menentukan peruntukan serta pengawasan terhadap penggunaan tanah oleh warga setempat.

Ini karena kepala / ketua adat setempat umumnya memiliki data tanah yang ada di wilayahnya masing-masing, baik yang menyangkut jumlah, batas maupun penggunaan tanah oleh warga setempat. Walaupun data tanah tersebut jarang yang tertulis, kepala/ketua adat yang bersangkutan mengetahui riwayat kepemilikan tanah tersebut. Hal ini karena pihak yang diangkat sebagai kepala/ketua adat berasal dari penduduk setempat yang ‘dituakan’.

Secara yuridis Undang- Undang Pokok Agraria telah menetapkan asas-asas pokok dalam pengadaan tanah. Ketentuan hukum tanah nasional mengenai

(12)

pemberian perlindungan kepada rakyat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut19:

1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah nasional yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna bangunan atau Hak Pakai

2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada alasan hukum (illegal) tidak dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana (Undang-undang nomor 51 Prp 1960)

3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang dilandasi dengan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun, baik oleh sesama warga masyarakat, maupun oleh penguasa sekalipun.

Untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu perlu adanya hukum tanah yang tertulis dan penyelenggaraan pendaftaran tanah20. Dengan kata lain apabila membicarakan pendaftaran tanah, berarti berbicara tentang salah satu usaha dalam rangka mewujudkan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.21

Daerah Kabupaten Dairi mempunyai Luas 191.625 Hektar yaitu sekitar 2,68 % dari luas Propinsi Sumatera Utara (7.160.000 Hektar) dimana Kabupaten Dairi terletak sebelah Barat Laut Propinsi Sumatera Utara. Tanah Dairi biasa juga

19Ibid., hal 21

20 Aartje Tehupeiory, Pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia, Raih Asa Sukses,

(13)

disebut "Tanah Pakpak" sebab penduduk aslinya memang orang Pakpak. Sejak tahun 2003 Dairi sebagai kabupaten telah dipecah. Hasilnya adalah Kabupaten Pakpak Bharat di belahan selatan. Dengan begitu wilayah Kabupaten Dairi yang semula sekitar 314.000 hektar kini kurang lebih tinggal setengahnya. Dairi berada di lintangan Bukit Barisan. Konsekuensinya adalah kedudukannya di dataran tinggi dengan posisi lebih dekat ke pantai barat. Beratmosfir pegunungan, itulah Dairi. Kondisinya bertakik-takik; di sejumlah kawasan bahkan ekstrim sehingga dinding-dinding bukit terjal dan jurang menjadi pemandangan yang dominan.

Rata-rata ketinggian wilayah kawasan ini 700-1.250 meter di atas permukaan laut (dpl). Sebagian kecil kawasan sampai berketinggian 1.600 meter dpl. Sidikalang sendiri, ibukota Dairi, berada di ketinggian 1.066 meter dpl. Iklim Dairi mudah ditebak. Bukan berhawa panas dan lembab alias tropis, melainkan di bawahnya. Bisa disebut subtropis. Daerah yang berjarak 110 km disebelah barat daya kota Medan ini sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Pada daerah subur dan tinggi banyak yang menanam kopi dan sayur mayur. Adapun mata pencaharian penduduk lain adalah wiraswasta, karyawan pemerintah daerah dan swasta.22

Sebahagian dari bidang tanah yang ada masih terdapat tanah masyarakat adat, atau hak atas tanah adat. Dan sebahagian lagi kepemilikan tanah sudah dengan sertipikat hak milik.

Status kepemilikan Tanah di Kabupaten Dairi pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:

22http://www.dairikab.go.id/content.php?menu=1&menuitem=2, Sejarah-Portal

(14)

Tabel 1

Status Kepemilikan Tanah Di Kabupaten Dairi

No. Status Pemilikan Tanah Jumlah (Persil)

1 Hak Milik 2.321

2. Hak Guna Bangunan 186

3. Hak Pakai 6

4. Hak Guna Usaha 0

5. Hak Pengelolaan 0

Sumber: Badan Pertanahan Kabupaten Dairi (2011)

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1 dan 2 undang-undang pokok agraria yang menyatakan pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dengan itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.23

Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak, dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non sertipikat dan atau pengakuan atau keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya24. Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan penetapan hak atas tanah maka harus dapat dibuktikan terlebih dahulu adanya dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang tidak ditentang oleh

23 H.Affan Mukti, Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960,

(15)

pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal untuk pengajuan hak kepemilikannya.25

Dalam hal adanya persyaratan bahwa pemberian/penetapan hak atas tanah harus dibuktikan terlebih dahulu dengan adanya dasar penguasaan yang menunjukkan adanya hubungan hukum dengan tanah tersebut. Setelah ada dasar penguasaan dimaksud maka selanjutnya diformalkan hak tersebut dengan peraturan pemerintah26.

Apabila hubungan hukum tersebut ditunjukkan dengan bukti-bukti tertulis yang pernah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang pada daerah yang sudah bersentuhan dengan administrasi dan yurisdiksi hukum pertanahan daerah Swapraja/Kotapraja maupun bukti-bukti tidak tertulis pada daerah-daerah yang realitas sosial budayanya tunduk pada Hukum Adat setempat dan status tanahnya masih ditemukan hak ulayat dan hak milik adat dalam hal ini dilakukan pendaftaran tanahnya dengan proses konversi dan pengakuan/penegasan hak27.

Penguasaan dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah sudah merupakan suatu “hak”. Kata “penguasaan menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya28. Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda/bukti bahwa tanah

25 Mhd Yamin Lubis & Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi,

CV. Mandar Maju, Medan 2010, halaman 233

26Ibid. 27Ibid.

(16)

itu sudah dikuasainya. Tanda /bukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis (bukti yuridis)29.

Menurut Budi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik30. Pengusaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada bukti penguasaan secara hukum (dalam bentuk surat-surat tertulis), maka hubungan tanah dengan objek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah secara fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah, misalnya dengan mendirikan rumah tempat tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian.

Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 diatur bahwa dalam hal tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20(dua puluh) tahun berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat31:

a. Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20(dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

29Ibid.

30Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan 1994, halaman

(17)

b. Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama ini tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/ kelurahan yang bersangkutan;

c. Hal-hal tersebut dapat dipercaya oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

d. Telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 26; e. Telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang

disebutkan diatas.

Demikian juga dengan suatu kondisi yang terjadi di Kabupaten Dairi, dimana Pemilik sebidang tanah yang terletak di Jalan Kartini, Kelurahan Sidikalang, Kecamatan Sidikalang, atas nama ‘X’, dengan alas hak yang sah berdasarkan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri (Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten Dairi) tanggal 20 November 1975. Dan tidak pernah memindahtangankan tanah/lahan tersebut kepada pihak lain. Kemudian pada bulan April tahun 2010 diatas tanah yang bersangkutan, pihak yang menamakan diri Masyarakat adat Marga Ujung, memasang/mendirikan plang diatas tanah tersebut yang berisikan tulisan tanah ini milik ulayat marga Ujung. Kemudian diatas tanah tersebut didirikan tembok permanen setinggi 1 meter dan didirikan bangunan rumah permanen, dengan tujuan untuk menetapkan/menyatakan tanah/lahan tersebut adalah milik masyarakat adat marga Ujung, padahal masyarakat adat tersebut sama sekali tidak mempunyai alas hak yang sah atas tanah tersebut. Hanya dengan beralasan bahwa

(18)

tanah itu adalah tanah ulayat yang berasal secara turun temurun dari nenek moyang mereka, dan sepengetahuan masyarakat adat, tanah tersebut belum pernah dipindahtangankan dan belum pernah terbit sertipikat hak milik32.

Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum. Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat disebut bahwa masyarakat adat yang bersangkutan mempunyai hak atas tanah itu. Atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak boleh ditolerir dan sangat tidak beralasan. Di dalam Undang-undang nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang berhak atau Kuasanya, menyatakan Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada alasan hukum (illegal) tidak dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana.

Agar masalah ini tidak semakin rumit, maka harus segera diselesaikan dan agar pengaruhnya tidak meluas (komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) di masa datang. Masalah tentang tanah semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan lahan untuk diolah dan warga kota yang membutuhkan hunian semakin besar jumlahnya.33

Untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah kepada pemilik tanah maka dilakukan pendaftaran tanah. Hal ini dilakukan bagi kepentingan pemegang hak atas tanah, agar dengan mudah dapat membuktikan

(19)

bahwa dialah yang berhak atas suatu bidang tanah tertentu, melalui pemberian sertipikat hak atas tanah.34

Ketika pendaftaran tanah sudah dilakukan, dan diberikan sertipikat hak atas tanah, ternyata masih ada pihak (dalam hal ini masyarakat adat) yang mengklaim bahwa tanah yang sudah dimiliki oleh seseorang dengan sertipikat hak atas tanah sebagai miliknya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sejauh mana kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat hak atas tanah, dan bagaimana masyarakat adat menyikapi perkembangan mengenai status tanah adat, maka tesis ini akan membahas tentang “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DIKLAIM SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN DAIRI”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi dasar dalam pembahasan tesis ini yaitu antara lain:

1. Faktor-faktor apakah yang menjadi dasar masyarakat adat di Kabupaten Dairi mengklaim tanah yang sudah bersertipikat hak milik sebagai milik masyarakat adat?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat hak milik yang diklaim sebagai milik masyarakat adat di Kabupaten Dairi?

(20)

3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Kantor Pertanahan dan Peran Lembaga Adat Sulang Silima dalam mengatasi sengketa pertanahan yang terjadi pada masyarakat adat di Kabupaten Dairi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari Penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi dasar masyarakat adat di Kabupaten Dairi mengklaim tanah yang sudah bersertipikat hak milik sebagai milik masyarakat adat.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat hak milik yang diklaim sebagai milik masyarakat adat di Kabupaten Dairi. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Kantor Pertanahan dan

Peran Lembaga Adat Sulang Silima Marga Ujung dalam mengatasi sengketa pertanahan yang terjadi pada masyarakat di Kabupaten Dairi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari dua sisi yaitu:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan hukum agraria pada umumnya dan khususnya perlindungan hukum bagi pemilik sertipikat hak atas tanah, serta dapat dipergunakan sebagai kajian dalam menyempurnakan Hukum Tanah Nasional.

(21)

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan memberikan penjelasan kepada masyarakat adat khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya bukti hak terhadap pemilikan tanah yang dimiliki dan perlindungan hukum hak atas tanah di Indonesia dengan bukti hak berupa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat.

b. penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Dairi dalam mempercepat proses pendaftaran tanah menuju tertib administrasi pertanahan.

c. memberikan manfaat bagi notaris agar memberikan penyuluhan hukum kepada siapa saja yang datang menghadap kepadanya tentang perlindungan hukum hak atas tanah bagi pemegang sertipikat ataupun yang akan mendaftarkan haknya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang didapat dari penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SERTIPIKAT HAK MILIK

YANG DIKLAIM SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT DI

(22)

Namun demikian, judul penelitian yang ada kaitannya dengan Perlindungan hukum bagi pemilik sertipikat hak atas tanah, kaitannya dengan masyarakat adat, telah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain:

1. Husni Adam ; Perlindungan Hukum yang diberikan oleh PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah kepada Pemegang Sertifikasi Hak atas tanah (study kasus di kantor Pertanahan Kota Medan). Pasca Sarjana USU, 2008 2. Elviana Sagala; Perlindungan Hukum Terhadap pemegang sertipikat Hak

Atas tanah yang masuk ke dalam kawasan hutan akibat terbitnya keputusan Mentri Kehutanan Nomor SK. 44/ Menhut-II/2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara (Studi Di Kabupaten Labuhan Batu), Mkn USU, 2012

3. Juniyell Mulih ; Eksistensi Tanah Ulayat Marga Pinem Di Desa Pamah, Kec. Tanah Pinem, Kab. Dairi, Fakultas Hukum USU, 2012

4. Olivia Banurea ; Analisis Yuridis atas jual lepas tanah adat & kendala pendaftarannya. Study pada tanah adat suku pak-pak di kabupaten Pak-pak Bharat. Fakultas Hukum USU, 2012

5. Eviandi ; Eksistensi tanah adat (ulayat) dalam system UUPA, Pasca Sarjana USU 1997.

6. S. Chandra ; Perlindungan hukum terhadap pemegang Sertipikat hak atas tanah (Studi kasus: Kepemilikan hak atas tanah terdaftar yang berpotensi hapus di kota Medan).

(23)

Substansi permasalahan yang di bahas di dalam keenam penelitian diatas adalah berbeda dengan pembahasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu maka penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang sangat penting, karena teori memberikan sarana untuk dapat merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik35. Defenisi teori menurut Pendapat Gorys Keraf adalah asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada36. Suatu teori merupakan seperangkat konstruk (konsep), batasan dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala itu.37

Menurut Soerjono Soekanto, teori adalah suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu38.

Teori akan memberikan sebuah sarana penjelasan yang bermanfaat dan akan membantu untuk memperbandingkan teori-teori itu dan menilai manfaat

35 Khudzaifah Dimiyati,Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran

Hukum di Indonesia 1945-1990 (Yogyakarta: Gajah Mada University,1990),hlm 14 dikutip dari bukunya Fred N.Kerlinger,The Foundation of Behavioral Research,Third Edition,1986,by Holt,Renihart and Winston Inc, Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang, hlm 41.

36Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,2010) hlm 6 37Khudzaifah Dimiyati, Op.Cit., hlm 41

(24)

teori-teori tersebut39. Teori hukum mengkaji struktur dan fungsi norma-norma positif dalam sistem hukum positif. Teori hukum masih memfokuskan perhatiannya secara konsisten terhadap hukum dan sistemnya.

Pendapat L.B. Curzon, yang kurang lebih menekankan bahwa lingkup kajian dalam teori hukum tidak semata-mata hukum, tetapi juga meliputi aspek-aspek lainnya yang tidak lepas dari praktek hukum, seperti tema keadilan dan sebagainya.40

Ketika teori hukum umum menyatakan bahwa objek penyelidikannya hukum, diberikan tidak hanya dalam pengertian objektif tapi juga pengertian subjektif. Teori Hukum Umum membangun sebuah kontradiksi dasar ke dalam fondasinya, yaitu dualisme hukum objektif dan hak subjektif41.

Dengan demikian teori hukum umum menyatakan bahwa hukum sebagai hukum objektif adalah norma, kompleks norma, sebuah sistem, dan dalam pada itu menyatakan bahwa hukum sebagai hak subjektif adalah kepentingan atau kehendak.42 Pembedaan antara sistem hukum yang baik, yang dalam hal tertentu sejalan dengan moralitas dan keadilan, dan sebuah sistem hukum yang tidak baik adalah pembedaan yang keliru, karena satu kadar minimum keadilan jelas terwujud setiap kali perilaku manusia dikontrol oleh peraturan yang diumumkan secara publik dan diterapkan secara yudisial43.

39Khudzaifah Dimiyati, Op.Cit., hlm 42

40E. Fernando M.Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat

dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta 2007, hlm 16

41 Hans Kelsen, Pengantar Stanley L Poulson, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media

Bandung 2010, diterjemahkan oleh Siwi L Paulson, hlm 74

42Ibid.

(25)

Tesis ini menganalisa tentang Perlindungan hukum terhadap pemilik sertipikat hak atas tanah yang diklaim sebagai milik masyarakat adat di kabupaten Dairi, menggunakan teori Konflik dari Karl Max44, dan teori Kepastian Hukum (legal certainty) dari Ronald Drorkin45.

“Teori Konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula46. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik menganggap bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan47. Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.

Teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik kepentingan, tapi pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Teori Kepastian Hukum (legal certainty), tujuannya semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum48. Meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat bagi mayoritas warga masyarakat,

44 Bernhard Limbong, Op.Cit., hlm., 31(Terjemahan dari Tom Bottomore.et.al.,Karl

Marx: Selected Writings in Sociology and Social Philosphy,Penguins Books, Victoria,1979,hlm 34.

45 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal Theory) & Teori Peradilan (Judicial

Prudence), termasuk Interpretasi Undang-undang (legisprudence) , Kharisma Putra Utama, Jakarta 2009, hlm 284

46Bernhard Limbong, Op.Cit., hlm 32 47 Ibid.

(26)

hal itu tidak menjadi soal, asalkan Kepastian Hukum (legal certainty) dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian49.

Pada hakekatnya konflik pertanahan yang akhirnya menjadi sengketa di Indonesia disebabkan oleh50:

1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan masa lalu; 2. Ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah; 3. Sistem publikasi pendaftaran tanah yang negatif;

4. Meningkatnya kebutuhan tanah, sehingga harga tanah tidak dapat dikendalikan;

5. Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertikal;

6. Masih banyaknya terdapat tanah terlantar;

7. Kurang cermat notaris dan pejabat pembuat akta tanah dalam menjalankan tugasnya;

8. Belum terdapat persamaan persepsi para penegak hukum;

9. Para penegak hukum belum/ kurang berkomitmen untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan secara konsekwen dan konsisten;

Kegiatan pendaftaran tanah dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Kepastian hukum yang dimaksud dalam kegiatan pendaftaran tanah antara lain:51

49Ibid. 50Ibid., hlm 65

(27)

1. Kepastian hukum mengenai orang atau badan yang menjadi pemegang hak (subjek hak)

2. Kepastian hukum mengenai lokasi, batas, serta luas suatu bidang tanah (objek hak)

3. Kepastian hukum mengenai haknya.

Dalam kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah, ada beberapa syarat penting untuk menjamin kepastian hukum yaitu:52

1. Peta-peta kadastral dapat dipakai rekonstruksi di lapangan dan digambarkan batas yang sah menurut hak;

2. Daftar ukur membuktikan pemegang hak terdaftar di dalamnya sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum;

3. Setiap hak dan peralihannya harus didaftarkan

2. Konsepsi

Dalam bahasa Latin, maka kata conception ( di dalam bahasa Belanda:

begrip) adalah pengertian atau merupakan hal yang dimengerti53. Dalam

penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional diungkapkan dan landasan atau kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting.

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan didalam landasan/kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori

52Ibid., hlm 10

53Soerjono Sukanto & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan singkat,

(28)

sebagai suatu system aneka “theore’ma” atau ajaran (di dalam bahasa Belanda:

“leerstelling”)54

Konsepsi merupakan pedoman operasional yang akan memudahkan proses penelitian. Oleh karena itu untuk memperoleh penjelasan yang relevan bagi pemahaman pengkajian ilmiah di dalam penulisan tesis ini, maka terdapat istilah-istilah yang dijumpai dalam penelitian ini adalah:

1. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada Pemilik Sertipikat Hak Milik nomor 10, tanggal 20 November 1975, atas nama ‘X’.

Perlindungan hukum sebagai gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian55.

2. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok masyarakat pakpak yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan56

3. Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat Pakpak Kabupaten Dairi (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum

54Ibid., hlm 7

55Elviana Sagala, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah

Yang masuk Ke Dalam Kawasan Hutan Akibat Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44/MENHUT-II/2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Provinsi Sumatera Utara, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, 2012, hlm 34

56Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

(29)

adat pakpak atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya .

4. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat Pakpak Kabupaten Dairi.

5. Sertipikat Hak Milik adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang dimiliki oleh Hulman Hutapea.

6. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya57.

7. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya58.

8. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA59.

57Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah 58Pasal 1 ayat 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

(30)

9. Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah60

10. Sengketa Pertanahan yang selanjutnya disingkat Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis61.

11. Konflik Pertanahan yang selanjutnya disingkat Konflik adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis62.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukan nya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah terpegang ditangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research yang berasal dari kata re (kembali) dan to searh (mencari)63. Penelitian memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan masalah, disamping akan menambah ragam pengetahuan lama64. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh

60Pasal 20 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang undang-undang pokok

agraria

61 Pasal 1 ayat 2 Peraturan Kepala BPN No. 3 tahun 2011, tentang Pengelolaan

Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.

62Pasal 1 ayat 3 Peraturan Kepala BPN No. 3 tahun 2011

63 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), PT. Raja

(31)

karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang dikumpulkan dan diolah65. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah66. Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai permasalahan hukum.

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.

Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka penelitian ini bersifat Deskriptif yaitu Penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau

Merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/ fakta yang ada.

2. Metode Pengumpulan Data

65Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Op.Cit., hlm 1 66Ibid., hlm 46

(32)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatif, dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Sumber Data

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yaitu yang mencakup67:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari:

a. Norma (dasar) atau kaidah dasar yaitu Pembukaan UUD 1945 b. Peraturan dasar :

- batang tubuh UUD 1945 c. peraturan perundang-undangan

d. bahan hukum yang tidak dikodofikasi seperti hukum adat e. yurisprudensi

Dalam penelitian ini sumber data primer yang berasal dari perundang-undangan khususnya UU No. 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok agraria, PP 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Peraturan Kepala BPN No. 3 tahun 2011, tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan,

(33)

Undang-undang nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya.

2. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum. 3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus. Untuk memperdalam data sekunder tersebut dilakukan wawancara terhadap responden yang ditentukan yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Dairi, Notaris dan pemegang sertipikat hak atas tanah yang tanahnya diklaim sebagai milik masyarakat adat dan tokoh masyarakat adat.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam penelitian ini maka dipakailah alat pengumpulan data sebagai berikut:

a. Study dokumen, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang relevan dengan masalah yang diteliti.

b. Wawancara, dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga diperoleh data yang dalam dan lengkap, sehingga dapat digunakan untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang dirumuskan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan 2 (dua) tahap penelitian yaitu:

(34)

a. Penelitian Lapangan

Dilakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh data primer yang merupakan bahan utama penelitian.

b. Penelitian kepustakaan

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, baik yang berupa hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

6. Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder dianalis secara kualitatif. Analisis data tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah itu dengan menggunakan metode deduktif, ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai dianalisis tersebut yang merupakan hasil penelitian, sehingga memungkinkan menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

1 Dengan menggunakan Blok Aljabar dengan model pembelajaran Course Review Horay saya menjadi lebih memahami materi faktorisasi bentuk aljabar. 2 Saya lebih percaya diri

BANK berhak mendebet rekening Tabungan Mudharabah/ Wadi’ah atau Giro Wadi’ah atas nama MUSTA’JIR yang ada pada BANK untuk pembayaran angsuran Uang Sewa atau

Pengetahuan responden tentang APD berpengaruh terhadap pelaksanaan pemakaian APD pada saat bekerja, atau dengan kata lain pengetahuan merupakan faktor yang

Setelah dilakukan pengujian pada penelitian “Rancang Bangun Sistem Monitoring Tegangan, Arus Dan Temperatur Pada Sistem Pencatu Daya Listrik Di Teknik Elektro Berbasis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa muatan nilai-nilai karakter kebangsaan yang dikembangkan oleh Kemendikbud dalam buku teks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Ini berarti bahwa hubungan antara partisipasi anggaran dengan slack menunjukkan bahwa dengan partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan berpengaruh

Nama Mahasiswa Magang RIZAL A.Z Mentor Perusahaan Saut M Pardosi Dosen Pembimbing Akademik

Setelah relokasi terlihat bahwa pola penunjaman menjadi lebih jelas dibandingkan sebelum relokasi dimana distribusi gempa bumi yang sebelumnya tersebar acak dan