• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI IDENTITAS KULTURAL DALAM LAGU-LAGU POP MANGGARAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI IDENTITAS KULTURAL DALAM LAGU-LAGU POP MANGGARAI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

32

PROLITERA Jurnal Penelitian Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Santu Paulus Ruteng, e-mail: jurnalproliterapbsi@gmail.com

Available online: http://jurnal.stkipsantupaulus.ac.id/index.php/jpro/

REPRESENTASI IDENTITAS KULTURAL

DALAM LAGU-LAGU POP MANGGARAI

Ans. Prawati Yuliantari, Siprianus Sion, Hilaria Serlina Galung,

Maria Trifina Endang, Oktavianus Agung Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

STKIP Santu Paulus Ruteng E-mail: tia.yuliantari@gmail.com

Abstrak

Salah satu cara orang Manggarai untuk melukiskan dinamika yang terjadi dalam kehidupan sosial, politik, dan budayanya adalah melalui lagu tradisional yang berakar dari tradisi tutur (oral tradition). Hal itu berkaitan dengan fungsi lagu dalam masyarakat Manggarai sebagai sarana untuk meneruskan nilai-nilai dari para orang tua kepada anak-anaknya. Selain berfungsi sebagai alat penerus tradisi dan sarana untuk mengekspresikan dinamika masyarakat, lagu-lagu itu juga menampilkan identitas kultural orang Manggarai. Representasi identitas berupa kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai, dan norma-norma itu ditampilkan dalam lirik lagu pop daerah Manggarai. Berdasarkan fenomena itu maka terdapat dua pertanyaan penelitian, yaitu: apa bentuk-bentuk identitas kultural yang diperlihatkan dalam musik pop Manggarai dan bagaimana identitas kultural itu ditampilkan dalam lirik lagu-lagu pop Manggarai. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dipergunakan metode discourse analysis guna mengidentifikasi, mengungkap, dan menganalisis identitas budaya yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bentuk-bentuk identitas kultural yang terdapat dalam lagu-lagu pop daerah Manggarai.

Kata Kunci: discourse analysis, lagu, pop, Manggarai

Abstract

One of the ways Manggaraian describes the dynamics of social, politics, and cultural life are through traditional songs that are rooted in oral tradition. It is related to the song function in the Manggarai community as a means to pass on the values of the parents to their children. More than means of succession of traditions and expressing the dynamics of society, these songs also display the cultural identity of Manggarai people. The representation of identity in the form of customs, values, and norms are displayed in the lyrics of Manggarai pop songs. Based on this phenomenon, there are two research questions, namely: what are the forms of cultural identity shown in Manggarai pop music and how the cultural identity is displayed in the lyrics of Manggarai pop songs. To answer these questions, discourse analysis method is used to identify, reveal, and analyze the cultural identity associated with community life. The results of this study is the forms of cultural identity contained in Manggarai pop songs.

▸ Baca selengkapnya: seorang penilai dapat mengidentifikasi harmoni dalam sebuah lagu melalui ….

(2)

33 PENDAHULUAN

Tindakan para pemusik Manggarai untuk menggambarkan situasi sosial sekaligus menyatakan pendapat terhadap kondisi yang mereka lihat melalui berbagai karya sebenarnya merupakan bagian integral dari fungsi musik dalam kehidupan masyarakat (Merriam, 1964). Lagu atau nyanyian dalam budaya Manggarai tak hanya sebagai sarana hiburan, namun juga untuk meneruskan nilai-nilai dari generasi yang lebih tua kepada anak-anaknya. Penggunaan lagu-lagu ini berhubungan dengan tidak dikenalnya budaya tulis dalam masyarakat Manggarai. Beberapa bentuk nyanyian tradisional seperti dere juga berisi hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta (Deki, 2011). Orang Manggarai melukiskan dinamika yang terjadi dalam kehidupan sosial, politik, dan budayanya melalui berbagai kesenian tradisional. Salah satu sarana yang paling banyak digunakan adalah lagu tradisional yang berakar dari tradisi tutur (oral tradition).

Selain berfungsi sebagai penerus nilai-nilai dari para orang tua kepada anak-anaknya, lagu-lagu itu juga menampilkan identitas kultural orang Manggarai. Representasi identitas itu berupa kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai, dan norma-norma yang membedakan masyarakat Manggarai dengan komunitas yang berasal dari wilayah lain. Identitas kultural itu dapat dilihat dalam lirik lagu-lagunya.

Dalam musik populer Manggarai (musik pop Manggarai) pola-pola lagu tradisional tetap dipertahankan. Nilai-nilai lama yang telah direaktualisasikan sesuai dengan perkembangan jaman menjadi tema-tema dalam teks syairnya. Pemunculan nilai-nilai itu secara tidak langsung memperlihatkan kondisi masyarakatnya. Berbagai perubahan dan pergeseran orientasi hidup penduduk lokal mengubah juga sebagian identitas kulturalnya. Kenyataan sosial itu terekam dalam lirik-lirik lagu pop Manggarai, sehingga musik pop Manggarai dapat dikatakan sebagai gambaran mutakhir tentang kondisi masyarakatnya.

Berdasarkan fungsi dan peran lagu dalam masyarakat Manggarai serta posisi lagu-lagu pop daerah Manggarai di tengah masyarakat, maka terdapat dua permasalahan yang perlu dijawab, pertama, apa bentuk-bentuk identitas kultural yang diperlihatkan dalam musik pop Manggarai? Kedua, bagaimana identitas kultural itu ditampilkan dalam teks lagu-lagu pop Manggarai?

Dengan melihat permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: pertama: mengidentifikasi identitas kultural Manggarai yang terdapat dalam teks lagu-lagu pop Manggarai. Kedua, mengkaji dan menganalisis bentuk-bentuk identitas kultural yang terdapat dalam teks lagu-lagu itu. Ketiga, mengkaji dan menganalisis identitas kultural yang ada dalam teks itu dengan menggunakan teori discourse analysis. Keempat, mendorong penelitian lanjutan yang menggunakan lirik-lirik lagu sebagai obyek kajian.

Penelitian ini perlu dilakukan karena kurangnya kajian budaya pop, terutama musik pop lokal di Indonesia. Penelitian dengan menggunakan metode discourse analysis dalam lirik lagu pop Manggarai diperlukan karena melalui penelitian ini dapat diketahui bentuk-bentuk identitas kultural masyarakat Mnggarai yang terkandung dalam lagu-lagu itu.

Penelitian ini menargetkan identifikasi nilai-nilai kultural yang terdapat dalam lagu-lagu pop Manggarai yang menjadi obyek kajian. Kedua, mengidentifikasi reaktualisasi identitas kultural Manggarai dalam obyek kajian. Ketiga, melakukan interpretasi terhadap hasil-hasil temuan tentang identitas budaya Manggarai dalam lirik lagu-lagu itu. Dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan ini, maka kontribusi penelitian ini terhadap bidang keilmuan, khususnya kajian musik dan teks adalah penggunaan metode discourse analysis tidak hanya dapat diterapkan dalam teks karya sastra, tetapi juga dalam teks lagu-lagu. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk bahan kajian terhadap budaya pop, terutama lagu-lagu pop daerah.

Terdapat dua manfaat pada penelitian ini, yaitu manfaat secara teoretis dan praktis. Manfaat Teoretisnya adalah penelitian ini dapat dipergunakan oleh para peneliti lain sebagai salah satu referensi untuk mengkaji berbagai permasalahan sosial budaya yang ada kaitannya dengan musik popular. Kedua, penggunaan metode discourse analysis dalam kajian lirik musik pop daerah dapat menjadi alternatif bagi kajian musik, terutama yang berbicara dalam konteks masyarakat lokal. Manfaat Praktis: pertama, sebagai daerah yang berada jauh dari pusat pemerintahan informasi mengenai Manggarai sulit diperoleh, oleh karenanya penelitian ini berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang masyarakat Manggarai. Kedua, syair-syair lagu pop Manggarai yang mencerminkan aspirasi, kondisi, dan situasi masyarakat menjadi sumber informasi atas dinamika

(3)

34 masyarakat, sehingga dapat menjadi masukan bagi para stakeholder di Manggarai dalam menetapkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Sementara luaran yang diharapkan dari penelitian ini berupa laporan penelitian dan artikel pada jurnal yang belum terakreditasi.

Seni tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Seni merupakan bentuk ekspresi individu maupun kelompok di dalam masyarakat. Dinamika kehidupan sebuah masyarakat terlihat dalam karya seninya, hal itu menurut Merriam (1964) merupakan salah satu fungsi seni. Selain itu, seperti terlihat dalam berbagai peristiwa penting di dunia, seni juga dapat mengubah sebuah kondisi dan mendorong perubahan sosial.

Musik sebagai salah satu bagian dari seni juga mempunyai fungsi yang berhubungan dengan masyarakatnya. Dalam kajian tentang musik rakyat, Lomax dalam Roy (2010) mengatakan bahwa fungsi pertama musik adalah menciptakan perasaan aman untuk para pendengarnya dengan menyuarakan kondisi wilayah dan kehidupan masyarakatnya. Penggambaran kondisi wilayah dan kehidupan masyarakat itu merupakan bagian dari konstruksi identitas melalui hasil karya seni.

Lebih jauh dikemukakan oleh Connell & Gibson (2003) bahwa para seniman, bahkan seluruh komunitas dapat merepresentasikan diri mereka sendiri dan pengalaman-pengalamannya melalui musik, termasuk lirik-lirik yang dituliskannya, seperti halnya karya sastra. Tujuan sebuah masyarakat merepresentasikan dirinya melalui lagu adalah untuk kepentingan strategis tertentu, seperti melawan hegemoni musik transnasional, melakukan indigenisasi dan reteritorialisasi, serta melakukan hibriditas antara musik lokal dan global (Yuliantari, 2016).

Dalam penelitian itu dikemukakan bahwa arti musik adalah sebuah sistem interaksi, artinya arti dari musik baru dapat ditemukan dalam konteks hubungan antara individu-individu dalam sebuah kelompok, karena interpretasi terhadap musik terjadi setelah adanya interaksi (Tekman, Boer, & Fischer, 2012). Masyarakat Manggarai menggunakan musik untuk berinteraksi dengan sesamanya secara tradisional, dan konsep-konsep itu masih terdapat dalam lagu-lagu musik pop daerah, meskipun terdapat pergeseran orientasi dan tujuan dari pewarisan nilai-nilai budaya

dari generasi ke generasi menjadi media hiburan dan komoditas budaya pop.

Identitas budaya yang ditampilkan dalam hasil budaya sebuah masyarakat selalu merupakan gagasan ideal dari masyarakatnya, sesuatu yang harus dilakukan. Meskipun demikian realitas kehidupan juga dituangkan dalam lirik-lirik lagu. Hal itu yang ditampilkan dalam musik pop daerah di berbagai wilayah, sesuai dengan pendapat Frith (2006), “The experience of pop music is an experience of identity […] Music, […] symbolizes and offers the immediate experience of collective identity” (hlm. 122-123). Pop musik merupakan gambaran pengalaman sebuah masyarakat, termasuk di dalamnya identitas budaya yang dikontruksikan oleh masyarakatnya.

Dalam penelitian tentang musik, salah satu bentuk metode analisisnya dengan menggunakan discourse analysis. Menurut Shuker (2001) discourse analysis adalah metode untuk menganalisis pola-pola bahasa dan fungsi sosialnya. Metode ini berusaha mencari asumsi-asumsi, sistem kepercayaan, dan hubungan makna-makna yang tersembunyi dalam wacana tertentu. Oleh sebab itu metode ini dipergunakan dalam analisis lirik dalam lagu-lagu karena lirik lagu adalah bahasa tampilan. Penerapan discourse analysis secara praktis dilakukan oleh Gee (2011). Dalam bukunya diberikan contoh-contoh penggunaan metode ini untuk mengkaji berbagai obyek penelitian seperti lagu, film, dan bahan kajian teks. Buku lainnya adalah pengantar pada teori dan praktek discourse analysis juga ditulis oleh Gee (Gee, 2011 ). Dalam buku kedua dijabarkan dasar teoretisnya serta bagaimana hal itu diterapkan dalam kajian ilmiah.

Beberapa penelitian tentang lagu pop daerah di Indonesia telah dilakukan oleh para ahli. Hibriditas musik daerah dengan alat musik Barat yang menghasilkan musik pop daerah dilakukan oleh Sutton (2013). Obyek kajian dalam artikel ini adalah simponi kecapi yang berasal dari Sulawesi Selatan dan campur sari yang berasal dari Jawa Tengah. Keduanya mengalami hibriditas karena kepentingan pemasaran dan penyesuaian format dengan industri musik modern. Musik pop Manggarai disinggung dalam sebuah bagian tulisan Kanisius Teobaldus Deki dalam konteks tuturan sastra lisan (Deki, 2011). Melalui tulisan ini diperoleh periodisasi musik pop Manggarai dari awal kemunculannya sampai tahun

(4)

35 2000-an. Riset tentang lagu Minang dilakukan oleh Barendregt (2002), berisi konsep lagu Minang sebagai pelepas rindu terhadap kampung halaman dan memunculkan semangat kekerabatan bagi orang-orang Minang yang tinggal di dalam maupun luar wilayah Sumatera Barat.

Kajian tentang hubungan industri rekaman dan tradisi lisan dilakukan oleh Suryadi (2010). Obyek kajiannya adalah industri musik tradisional di Minangkabau. Persoalan yang diangkat adalah perekaman tradisi lisan menggunakan berbagai teknologi rekaman seperti VCD (Video Compact Disc) dan kaset dan dampaknya terhadap popularitas dan distribusinya dalam masyarakat. Tulisan Suryadi (2015) lainnya merupakan bagian dari disertasinya. Riset itu berbicara tentang pengaruh perusahaan rekaman yang ada di daerah terhadap budaya lokal dalam hubungannya dengan berbagai media lainnya.

Kajian tentang musik pop Indonesia dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Bodden (2005) tentang rap di Indonesia dan perannya dalam akhir masa pemerintahan Orde Baru. Kajian tentang modernitas dan musik Indonesia dilakukan oleh (Wallach & Clinton, 2013). Berbagai persoalan music di Indonesia dituliskan oleh keduanya, baik jenis musik sampai sampul lagu yang merepresentasikan genre tertentu. Penelitian Baulch tentang musik pria dewasa (Baulch, 2010) mengamati berbagai artikel tentang musik yang ada dalam majalah musik Rolling Stone Indonesia (RSI). Tenyata music yang didengar oleh para pria dewasa yang menjadi pangsa pasar majalah itu menampilkan relasi antara genre dan kelas sosial tertentu.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif terhadap lirik lagu-lagu pop daerah Manggarai dengan menggunakan metode discourse analysis. Menurut Shuker (2001) lirik lagu adalah bahasa tampilan sehingga metode ini dapat dipergunakan untuk menganalisis pola-pola bahasa dan fungsi sosialnya. Selain itu metode ini juga sesuai untuk menemukan asumsi-asumsi, sistem kepercayaan, dan hubungan makna-makna yang tersembunyi dalam wacana tertentu. Oleh sebab itu metode discourse analysis dapat mengidentifikasi identitas budaya yang termuat dalam lirik lagu dan mengungkap serta menganalisis identitas budaya yang ditampilkan oleh para penulis lagu pop daerah

Manggarai yang berhubungan dengan kehidupan masyarakatnya.

Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan: pertama, tahap pengumpulan sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah teks lagu-lagu pop Manggarai dengan rentang temporal antara tahun 1970-an-1990-an, seturut dengan periodisasi musik pop daerah Manggarai yang dirumuskan oleh Deki (2011), yaitu musik Manggarai yang telah menggunakan alat musik modern. Berdasarkan periodisasi itu maka sampel yang dipakai adalah lagu-lagu milik musikus Manggarai yang terkenal pada periode tersebut. Sumber sekunder berupa sumber-sumber pustaka yang berasal dari jurnal ilmiah, buku, serta majalah baik cetak maupun online. Tahap kedua berupa tahap olah data, pada tahap ini dilakukan pemilihan dan pemilahan, serta pembuatan kategori serta penyusunan catalog terhadap data-data yang diperoleh melalui analisis terhadap isi lirik lagu-lagu yang menjadi sampel penelitian. Tahap ketiga berupa tahap interpretasi, yaitu kategori yang sudah disusun dalam catalog kemudian dihubungkan dan diinterpretasikan sesuai dengan konteks yang ada sehingga dapat memperlihatkan identitas budaya yang berusaha ditampilkan oleh para penulis lagu-lagu pop daerah Manggarai.

Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Berdasarkan teknik ini maka diambil tiga orang penyanyi yang terkenal pada masanya yaitu Makarius Arus untuk periode 1970-an, Daniel Anduk pada masa 1980-an, dan Feliks Edon pada tahun 1990-an. Dari masing-masing penyanyi diambil 2 (dua) lagu dengan tema yang mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Selain sampel data primer yang telah ditentukan di atas, sebagai referensi dipergunakan juga sumber-sumber pustaka dari buku dan hasil penelitian dalam jurnal-jurnal ilmiah.

Data yang berupa teks lirik lagu-lagu pop daerah Manggarai dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan berdasarkan tema-tema yang ditemukan dan dirumuskan selama proses pengumpulan data. Setelah itu lirik lagu-lagu itu dimasukkan dalam katalog yang dibuat berdasarkan kategori tertentu. Pada tahap ini identifikasi terhadap nilai-nilai budaya lokal dapat diperoleh. Tahap

(5)

36 selanjutnya adalah menghubungkan masing-masing kategori yang sesuai untuk dilakukan interpretasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui identitas kultural yang berusaha ditampilkan dalam teks lirik lagu-lagu pop Manggarai.

REPRESENTASI IDENTITAS KULTURAL DALAM LAGU-LAGU POP MANGGARAI

Identitas yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat ditampilkan untuk menunjukkan perbedaannya dari masyarakat lainnya. Oleh sebab itu, identitas perlu direpresentasikan dalam simbol-simbol kultural yang dikenal oleh masyarakatnya. Berdasarkan definisinya dalam ilmu sosial:

“[representation] in

a more nuanced

meaning, which has

linked the practices and

norms

of

representing and which may,

for example, be used in the

mass media

, in

order to present

images of particular social groups.”

(Edgar & Sedgwick, 2008, hlm. 294)

Dalam hal ini, representasi dalam media

massa

yaitu

lagu

pop

daerah

yang

diperdengarkan kepada khalayak menggunakan

radio, tape recorder, maupun internet berfungsi

untuk menampilkan imaji atau gambaran tentang

kelompok sosial tertentu. Selain itu, bahasa juga

berfungsi sebagai “the representation of

thoughts in language, sekaligus “the linguistic

representation of the world of empirical

experience.” (hlm. 294)

Representasi identitas kultural yang ditampilkan melalui lagu pop Manggarai antara lain: aktivitas masyarakat yang terlihat dalam lagu-lagu Daniel Anduk berjudul “Daeng Tapa.” Dalam lagu itu digambarkan aktivitas masyarakat yang sedang membakar ubi kayu yang dalam bahasa lokal disebut daeng. Lagu “Daeng Tapa” menunjukkan hasil bumi lokal sebagai bagian dari identitas masyarakat. Aktivitas membakar ubi kayu menjadi penanda bagi aktivitas masyarakat yang penting sehingga diangkat dalam lagu, tetapi aktivitas itu bukan saja sebagai bentuk aktivitas, melainkan bermakna untuk

menikmati hidup. Memakan ubi menjadikan seseorang merasa menikmati hidup sekaligus menunjukkan kemauan untuk bekerja keras demi kehidupan mereka untuk memenuhi kebutuhannya.

Lagu itu juga menunjukkan bahwa ubi kayu menjadi representasi dari pola kehidupan masyarakat. Bahasan pertama, menunjuk daerah tertentu di Manggarai Barat, yaitu Kempo. Hal itu terlihat dalam teks, “Daeng kempo daeng o,” yang berarti ubi yang berasal dari wilayah Kempo. Pemilihan wilayah Kempo sebagai lokasi dapat berhubungan dengan kondisi wilayah yang subur. Hal ini terlihat dalam bagian lain teks yaitu, “lole daeng daeng e.” Kesuburan itu menimbulkan kenikmatan bagi masyarakat yang tinggal di daerah itu. Kata, “daeng a wusak koe tuka’g daeng e,” menunjukkan makanan dapat mendukung kehidupan dan menjamin kesejahteraannya.

Selain menampilkan hal bersifat harafiah, terdapat pula beberapa pesan secara filosofis seperti: “Neka na’as tombo data Nyia nuk nai rum,” dan “Neka imbis tombo nipi. Nyia nuk nai rum.” Dari dua teks itu dapat terlihat bahwa masyarakat Manggarai mengidealkan kehidupan yang harmonis dengan masyarakat sekitar. Omongan orang jangan menjadi penghalang relasi sosial, sesuatu yang telah terjadi tidak perlu dipersoalkan. Demikian juga kepercayaan yang tidak pada tempatnya dan cenderung kontra produktif seperti pembicaraan tentang mimpi. Hal-hal seperti itu menghambat relasi sosial dan aktivitas individu, sehingga setiap orang harus berpegang teguh terhadap prinsip dan hati nuraninya dalam menghadapi berbagai persoalan.

Bentuk identitas lainnya yang ditampilkan adalah hubungan kekerabatan. Relasi terdekat dengan anggota keluarga ini terdapat dalam lagu “Katarina” oleh Makarius dan Daniel Anduk dengan lagu “Hop Hau Ngom,” dan Feliks Edon dengan lagu “So Aso.” Sistem kekerabatan pada lagu “Katarina” terlihat pada kata-kata,

Weta ge...a... Ee,,,e,,,e a Kata weong na’i ge...e...e

Ca’it weta leca ho’o gee....

Gelang ka’t benta’n

Saudariku Ee….e….e a Kata sedih hati ku Saudari tunggal Cepat dipanggil Tuhan Adikku tersayang Cepat sekali pergi

(6)

37 gea..

Cait weta momang ho’o gee....

Gelang ka’t mora’n ge a...

Pada lagu di atas ditunjukkan bahwa sang tokoh dan Katarina mempunyai hubungan kekerabatan sebagai kakak dan adik. Sebutan “weta” menunjukkan bahwa Katarina adalah saudara perempuan. Kata “weta leca” menyatakan bahwa Katarina adalah saudari satu-satunya, sehingga sesuai dengan teks keseluruhan lagu, kematiannya membawa kesedihan mendalam bagi saudara laki-lakinya.

Selain pada teks di atas, identifikasi kekerabatan juga terdapat dalam syair:

Kata weong nai ge....e...e Awo Bea Ngawang... Awo Bea Ngawang Bea Ngawang rei anak’n e...

Weta ge...a...

Kata merana hati ku Di Bea Ngawang Di Bea Ngawang Bea Ngawang tanya anakmu

Adikku

Di lagu itu juga menampilkan bahwa Katarina telah berkeluarga dan memiliki anak yang tinggal jauh dari orang tua. Kepergian Katarina ke rumah sakit yang berada di Goloworok menyebabkan anak-anaknya menderita dan selalu bertanya-tanya tentang kondisinya. Berdasarkan teks lagu di atas, ditunjukkan juga bila sang tokoh, yaitu paman dari anak-anak Katarina, mempunyai hubungan yang erat dengan keponakan-keponakannya, karena dalam budaya Manggarai, keluarga lelaki sebagai pemberi istri (wife giver) mempunyai kewajiban untuk melindungi saudara perempuan dan keturunannya (Deki, 2011).

Relasi kekerabatan juga terdapat dalam lagu “Hop Hau Ngom,” tulisan Daniel Anduk. Lagu itu menunjukkan peran ayah sebagai tokoh sentral dalam keluarga. Anak dalam lagu itu merasa kehilangan ketika ayahnya meninggal dunia karena kehilangan tokoh yang menjadi panutan dan pelindung keluarga. Posisi itu tidak tergantikan oleh orang lain. Hal ini dapat terlihat dalam bait,

Ho’o hau ngom ho kini engkau telah pergi

ema...

Ho’o hau ngom go ema ge....

Toe kin pung ca’n laki anak

imi amas deming ema ata kami ga Ho;o hau ngom ho ema....

Ho’o hau ngom go ema ge...

Toe ki pung ca’n laki anak

imi amas deming ema ata kami ga

ayah

kini engkau telah pergi ayahku

belum satu pun anakmu yang ambil istri

malu kami percayakan ayah orang lain kini engkau telah pergi ayah

kini engkau telah pergi ayahku

belum satu pun anakmu yang menikah

malu kami percayakan ayah orang lain

Selain memiliki peran sentral yang tidak tergantikan, kesedihan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua menyebabkan kehidupan sang tokoh menderita. Tokoh dalam lagu ini mendefinisikan kehilangan itu sebagai kemalangan yang menimpa hidupnya dan berpengaruh terhadap nasibnya di dunia.

Ho’o hau ngom go ema ge...

Toe di pung laki anak dading’m

kanang ata pait ami musi mai tenang ema

kini engkau telah pergi ayahku

belum satu pun anakmu yang ambil istri

duka selalu menimpa kami jika ingat ayah

Hal lain yang terlihat dalam lagu ini adalah posisi ayah yang penting dalam kehidupan sebuah keluarga. Kedudukan itu tidak tergantikan oleh orang lain, meskipun termasuk kerabat atau kenalan. Peran penting ayah ini berhubungan dengan relasi sosial dan kultural dengan masyarakat di lingkungannya. Ayah menjadi kepala keluarga, pemimpin, dan penghubung antara anak-anaknya dengan generasi sebelumnya. Peran ini terlihat dalam teks:

Ho’o hau ngom ho ema...

Ho’o hau ngom go ema ge....

Toe kin pung ca’n laki anak

imi amas deming ema

kini engkau telah pergi ayahku

kini engkau telah pergi ayahku

belum satu pun anakmu yang ambil istri

(7)

38 ata kami ga mengharapkan orang tua

orang lain

Selain lagu di atas, system kekerabatan juga terdapat dalam lagu Daniel Anduk lainnya, yaitu “Mose Lalo.” Dalam lagu yang berbicara tentang seorang pemuda yang hidup sebatangkara, ditunjukkan bahwa keluarga sebagai pusat kehidupan kekerabatan dalam masyarakat Manggarai mempunyai dimensi konflik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakharmonisan dalam keluarga, anak di luar perkawinan, atau berbagai persoalan lainnya. Dalam konteks lagu ini, anak lelaki dalam sebuah perkawinan ditinggalkan oleh keluarganya karena faktor penikahan yang tidak harmonis. Hal ini terlihat dalam teks:

deeee mose lalo deeee mose lalo lalo ledong one leso lalo pencang one wejang

deee mose hanang deee mose hanang mose hanang kaeng tana lingi-lengot kaeng lino kawe ema agu ameee coo ame toe haeng kawe laku ende bo ende toe repeng

mori baeng aku ta deee mori baeng anak meee

Hidup sebatang kara Hidup sebatang kara Sebatang kara hidup sengsara

Ditinggal sendirian Hidup sendiri Hidup sendiri

Hidup sendiri di dunia Sunyi senyap tinggal di dunia

Mencari bapa dan sanak saudara

Mencari sanak saudara tidak ada

Kucari ibu, tapi ibu tidak kutemukan Tuhan kasihanilah aku Tuhan kasihanilah anakmu

Dalam lagu di atas, sang anak laki-laki berusaha mencari sanak-saudara atau keturunan dari ayahnya, tetapi tidak ditemukannya seperti dalam teks, “kawe ema agu ameee, coo ame toe haeng.” Demikian juga ketika mencari ibu dan keluarga besarnya, “kawe laku ende bo ende toe repeng.”

Ekspoitasi kesedihan dalam lagu di atas menjadi tujuan utama, sehingga menghilangkan realitas, bahwa di Manggarai eratnya system kekerabatan menyebabkan anak-anak menjadi tanggung-jawab bersama seluruh klan. Ketiadaan seorang ayah atau ibu dapat digantikan secara

fungsional oleh paman atau bibi seorang anak atau kakek dan neneknya. Kondisi seorang anak seperti dalam lagu di atas termasuk hal yang jarang terjadi dalam realitas kemasyarakatan.

System kekerabatan juga terdapat pada lagu “So Aso.” Dalam lagu ini ditampilkan keluarga besar yang berhubungan dengan sang tokoh. Hal itu terlihat dalam teks di bawah ini:

So inang so amang so 4x Sooo inang sooo amang So aso inang so aso amang soo2x Inang dalu cibal le Amang dalu lamba ee Siri sok ee toe pening one peti manuk kiokok kiokok kiii oo

So inang so amang so 4x Sooo inang sooo amang So aso inang so aso amang soo2x

Hai bibi hai paman Hai bibi hai paman Hai bibi hai paman Bibi dalu Cibal

Paman dalu

Lambaleda Bisik-bisik tidak punya ayam peliharaan

Hai bibi hai paman Hai bibi hai paman Hai bibi hai paman

Melalui lagu ini Feliks Edon menggambarkan hubungan kekerabatan di luar keluarga inti. Melihat sebutannya, yaitu “Inang” dan “Amang” hal itu mengindikasikan hal yang serupa dengan lagu “Katarina,” yaitu pentingnya posisi “anak rona” dalam system kekerabatan di daerah ini. Anak rona sebagai wife giver berperan penting menentukan posisi seseorang dalam masyarakat. Penyebutan lokasi dalam konteks keluarga ini menunjukkan banyaknya hubungan kekerabatan yang dimiliki baik yang berasal dari Cibal maupun yang dari Lambaleda.

Selain hubungan kekerabatan hal lain yang dikemukakan di sini adalah kritik terhadap kebiasaan masyarakat tertentu yang menghabiskan waktunya dengan berbisik-bisik atau bergossip sehingga menghabiskan waktu. Akibat dari perbuatan itu adalah tidak tercukupinya kebutuhan hidup. Hal ini tercermin dalam syair lagu, “Siri sok ee toe pening one peti manuk.” Kebiasaan bergossip membuat keluarga paman dan bibi sang tokoh tidak dapat memelihara ayam.

Bagi masyarakat Manggarai hewan peliharaan sangat dibutuhkan karena berguna untuk kebutuhan sehari-hari maupun acara adat tertentu.

(8)

39 Ayam berguna untuk berbagai ritus adat seperti teing hang, memberi makan arwah nenek moyang, we’e mbaru, selamatan pendirian rumah, acara pergantian tahun, dan lain sebagainya. Keluarga yang tidak punya hewan peliharaan membutuhkan biaya lebih besar untuk mengadakan hewan kurban.

Terdapat identifikasi tempat tertentu yang berada di wilayah Manggarai seperti terlihat dalam lagu “Daeng Tapa” yaitu Kempo, seperti yang terdapat dalam syair, “Daeng kempo daeng o”. Dalam hal ini wilayah Kempo ditunjukkan sebagai daerah yang subur sehingga menghasilkan ubi kayu yang enak dan dalam jumlah besar sehingga menyejahterakan masyarakat seperti dalam teks, “De....daeng ngenggo lako na”.

Dalam lagu “Katarina” tempat yang ditampilkan adalah Lida, Goloworok, Bea Nawang. Lida menunjuk lokasi tempat tinggal sang tokoh yang berada di sebelah barat dari Goloworok. Hal ini terdapat dalam teks, “Sale Barat Lida... Sale Barat Lida...Barat Lida re’i inang’m....e”. Goloworok adalah tempat di mana adik perempuan satu-satunya itu di rumah sakit, hal itu terdapat dalam teks “Eta Golo Worok... Eta Golo Worok....Golo Worok do tombo’m e.” Sementara Bea Ngawang adalah tempat tinggal anak-anak Katarina, hal ini terlihat dari kata-kata “Awo Bea Ngawang... Awo Bea Ngawang, Bea Ngawang rei anak’n e.” Pemilihan Goloworok dan Lida tidak mempunyai konotasi tertentu selain menunjukkan jauhnya lokasi itu dengan sang tokoh sehingga menimbulkan kepedihan ketika Katarina meninggal dan sang tokoh tidak dapat mengunjunginya lebih awal. Sementara Bea Nawang menunjukkan jika anak-anak Katarina tinggal di tempat berbeda karena ibunya harus tinggal di rumah sakit seperti terdapat dalam teks, “Awo Bea Ngawang, Bea Ngawang rei anak’n e.”

Dalam lagu “So Aso” karangan Feliks Edon, lokasi yang ditunjuk meliputi dua wilayah yaitu Cibal dan Lamba. Hal ini dapat dilihat dalam teks, “Inang dalu cibal le, Amang dalu lamba ee.” Lagu ini menunjukkan banyaknya kerabat yang dimiliki oleh sang tokoh. Di sini Cibal dan Lamba(leda) adalah dua dalu yang cukup luas, sehingga mengindikasikan hubungan dengan orang yang berasal dari berbagai wilayah.

Dalu adalah system pemerintahan lokal yang setara dengan kecamatan dalam stuktur pemerintahan pusat. Berbeda dengan kecamatan

yang condong bersifat administratif, kedaluan bersifat geopolitik. Pemerintah kedaluan lebih mandiri dan mempunyai otoritas yang besar terhadap wilayahnya. Hal ini disebabkan karena dalu bertanggungjawab terhadap wilayahnya secara ekonomi, sosial, dan politis terhadap pimpinan yang lebih tinggi, yaitu raja (Toda, 2011). Kedaluan Cibal dan Lamba(leda) mempunyai kekuasaan politik yang besar di Manggarai sebelum kedatangan Belanda pada abad XIX. Kekuasaan keduanya surut setelah pemerintah Hindia Belanda memaklumkan system pemerintahan baru yang berpusat di Ruteng.

Pada lagu “Ngkiong Ta” tidak disebutkan lokasi secara spesifik, tetapi himbauan untuk menjaga lingkungan diberlakukan secara umum karena lokasi yang disebutkan tidak bersifat definitive. Hal itu terdapat dalam teks di bawah ini:

Senget Runing Ngkiong Neka Poka Puar

Boto Mora Usang Lawa Eee Eee Kudut Kembus Tedeng Wae Teku Aku Mboas Wae Woang Dite Gaa Runing Ngkong, Ngkong Ee Ie Aa Aoo Uoo Uoa Ngkiong Eee Senget Runing Ngkiong Neka Tapa Satar

Dengar suara Ngkiong jangan membabat hutan Agar tidak kurang hujan Supaya mata air tetap mengalir

Tetap mengalir air sumber kehidupan Suara ngkiong Ngkong Ee Ie Aa

Aoo Uoo Uoa Ngkiong Eee

Dengar suara Ngkiong jangan membakar semak-semak

Dalam teks di atas lokasi yang disebutkan adalah puar (hutan), wae teku (mata air), dan satar (semak-semak). Selain itu disebutkan juga poco atau hutan belantara. Keempat lokasi itu terdapat di seluruh Manggarai Raya dan identik dengan wilayah Manggarai yang subur.

Penempatan lokasi-lokasi dalam lagu Manggarai tidak hanya terdapat dalam lagu pop, tetapi hal itu terdapat juga dalam genre lagu lain seperti rap. Penggunaan tempat dalam rap Manggarai juga menjadi bagian untuk menunjukkan identitas para rapper (Yuliantari A. P., 2015). Jika para rapper menggunakan tempat sebagai usaha menunjukkan kredibilitasnya dalam ruang dan

(9)

40 tempat (Yuliantari A. P., 2016), para penyanyi pop daerah Manggarai menggunakan tempat sebagai representasi dari berbagai kepentingan seperti jarak, kemakmuran suatu tempat, dan geopolitics. Keanekaragaman representasi tempat dalam pop Manggarai disebabkan karena tidak adanya konvensi fungsi ruang dan tempat seperti dalam lagu rap Manggarai.

Bagian lain yang disebutkan dalam lagu pop Manggarai adalah pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dalam teks lagu “Ngkiong Ta,” lokasi yang disebutkan adalah puar (hutan), wae teku (mata air), dan satar (semak-semak). Tiga lokasi ini berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat Manggarai yang agraris. Hutan berfungsi untuk resapan air sehingga sumber mata air dapat terus hidup. Hal ini penting karena masyarakat di desa menggantungkan air minum dari mata air, bukan menggunakan sumur. Demikian juga semak-semak harus dijaga agar tidak terjadi tanah longsor. Hutan juga menjadi sumber kayu bakar. Pembabatan hutan dapat menyebabkan hancurnya ekologi. Termasuk hilangnya hewan-hewan penghuni hutan yang berperan membantu petani memberantas hama tanaman, seperti ular dan burung hantu yang menjadi lawan tikus.

Dalam teks lainnya disebutkan “Dere Ngkiong Taaa Ngkiong Le Poco.” Meskipun mempunyai terjemahan yang sama antara puar dan poco tetapi pada kenyataannya keduanya.

PENUTUP

Lagu atau nyanyian dalam budaya Manggarai tak hanya sebagai sarana hiburan, namun juga untuk meneruskan nilai-nilai dari generasi yang lebih tua kepada anak-anaknya. Penggunaan lagu-lagu ini berhubungan dengan tidak dikenalnya budaya tulis dalam masyarakat Manggarai.

Analisis terhadap lagu-lagu pop daerah Manggarai dapat dilakukan dengan menggunakan metode discourse analysis. Penggunaan metode ini memungkinkan untuk mengupas identitas kultural masyarakat yang ditampilkan dalam teks-teks lagu pop daerah. Identitas ini direpresentasikan dengan menggunakan lagu karena meluasnya penggunaan media massa baik audio maupun visual.

Identitas kultural masyarakat yang semula diwariskan dengan menggunakan cara konvensional, yaitu berbagai bentuk kesenian tradisional kemudian diganti oleh media modern. Melalui media yang baru representasi identitas itu dapat menjangkau berbagai kalangan di lokasi yang lebih luas, sehingga teks lagu pop daerah menjadi media efektif untuk merepresentasikan identitas kultural orang Manggarai.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Barendregt, B. (2002). The sound of longing for

home: Redefining a sense of community through Minang popular music. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 158 (2002), no: 3, Leiden, 411-450.

Baulch, E. (2010). Music for the Pria Dewasa: Changes and Continuities in Class and Pop Music Genre. Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities Vol. 3, 2010, pp. 99-130, 99-130.

Bodden, M. (2005). Rap in Indonesian Youth Music of the 1990s: ‘‘Globalization,’’ ‘‘Outlaw Genres,’’ and Social Protest. Asian Music: Summer/Fall 2005, 1-26.

Connell, J., & Gibson, C. (2003). Sound Tracks: Popular Music, Identity, and Place. London: Routledge.

Davis, H. (2004). Stuart Hall. London: SAGE Publication.

Deki, K. T. (2011). Tradisi Lisan Orang Manggarai: Membidik Persaudaraan Dalam Bingkai Sastra. Jakarta: Parrhesia.

Edgar, A., & Sedgwick, P. (2008). Cultural Theory: The Key Concepts. London: Routledge. Frith, S. (2006). Music and Identity. In S. Hall, & P.

d. Gay, Questions of Cultural Identity (pp. 108-127). London: SAGE Publications Inc. . Gee, J. P. (2011 ). An introduction to Discourse

Analysis: Theory and Method. London: Routledge.

Gee., J. P. (2011). How to do Discourse Analysis : a Toolkit . London: Routledge.

Merriam, A. P. (1964). The Anthropology of Music. Evanston: Northwestern University Press.

(10)

41 Procter, J. (2006). Stuart Hall. New York:

Routledge.

Roy, W. G. (2010). Reds, Whites and Blues: Social Movement, Folk Music, and Race in the United States. Princeton: Princeton University Press.

Shuker, R. (2001). Popular Music: The Key Concepts. New York: Routledge.

Suryadi. (2010). The Impact of the West Sumatran regional recording industry on Minangkabau oral literature. Wacana, Vol. 12 No. 1 (April 2010), 35—69.

Suryadi. (2015). The Recording Industry and “regional” Culture in Indonesia: The case of Minangkabau. Wacana Vol. 16 No. 2 , 479-509.

Sutton, R. A. (2013). Musical Genre and Identity in Indonesia: Simponi Kecapi and Campur Sari. Asian Music, Volume 44, Number 2, Summer/Fall 2013, 81-94.

Tekman, H. G., Boer, D., & Fischer, R. (2012). Values, Functions of Music, and Musical Preferences. Proceedings of the 12th International conference on Music Perception and Cognition and the 8th Triennial Conference Of the European Society for the Cognitive Science of Music (hlm. 372-377). Thessaloniki: Tanpa Penerbit.

Toda, D. N. (2011). Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi. Ende: Nusa Indah.

Wallach, J., & Clinton, E. (2013). History, Modernity, and Music Genre in Indonesia: Popular Music Genres in the Dutch East Indies and Following Independence. Asian Music Vol. 44 Number 2 Summer/ Fall 2013, 3-23.

Yuliantari, A. P. (2015). Ruteng is da City: Representasi Lokalitas dalam Musik Rap Manggarai. Resital Vol. 16 No. 2 Agustus 2015, 65-74.

Yuliantari, A. P. (2016). Hibriditas Budaya Amerika: Studi Transnasional Musik Rap pada Masyarakat Manggarai di Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, unpublished dissertation.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara mengoptimalkan kinerja karyawan adalah dengan pemberian balas jasa (insentif) secara tidak sengaja diberikan kepada karyawan agar di dalam diri

5 Melakukan sinkronisasi dengan unit kerja terhadap pemutakhiran data base Anggota AP2I di Kementerian/Lembaga Pusat, Wilayah Barat, Tengah dan Timur 6 Melakukan pengelolaan

200.000 per angsuran dan disetiap bulannya akan diadakan pertemuan dengan pihak lembaga koperasi untuk memastikan bahwasannya modal yang diberikan oleh pihak

(emua bahan atau material yang dapat digunakan memadamkan api dapat disebut media pemadam. ;amun media ini ada yang sesuai atau tepat digunakan untuk memadamkan api dan ada pula

Kelompok masyarakat pembudidaya ikan dan mitra yang mengikuti kegiatan Program Kemitraan Wilayah (PKW), sudah memiliki pengetahuan penerapan teknologi feminisasi ikan

Ini yang disebutnya sebagai pendekatan konfluens (confluence approach) terhadap studi tentang kreativitas. Ia mengemukakan teori investasi yang menyebutkan bahwa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan dan pendapatan pada usahatani cabai merah per hektar per satu kali musim tanam di Desa

Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas bimbingan kelompok dengan pengajaran formula ABCDE pendekatan rasional emotif behavior, sedangkan