• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENUTUP. A. Simpulan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

85 A. Simpulan

Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis penulis dapat disimpulkan bahwa argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie salah menerapkan pembuktian dakwaan kesatu subsidair adalah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 253 KUHAP, khususnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP. Dalam perkara tindak pidana korupsi ini, Judex Factie telah salah dalam menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dengan menyatakan dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak dibuktikan Terdakwa adalah seorang Salesman yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan dan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut tidak terbukti secara sah tanpa mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Padahal berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dapat diketahui perbuatan Terdakwa Muhammad Said Madiu, menurut Penuntut Umum lebih tepat telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair yaitu Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagaimana yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum pada Analisa Yuridis dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas nama Terdakwa Muhammad Said Madiu, dalam analisa Yuridis tersebut terbukti bahwa Terdakwa telah melakukan “Perbuatan Melawan

(2)

Hukum” yakni Terdakwa selaku Salesman Semen dan Non Semen pada PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perushaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI) Nomor : 01/Dir HR & Admin/SKD/PPI/ 2006 tanggal 20 Januari 2006 yang dalam melakukan penagihan kepada para nasabah, sebagian hasil penagihan tidak disetorkan kepada kasir PT. PPI (Cabang Gorontalo) tetapi sebagian dipergunakan untuk kepentingan sendiri.

2. Berdasarkan analisis Penulis dapat disimpulkan bahwa terkait dengan argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara Tindak Pidana Korupsi adalah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 256 KUHAP.

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.

Berdasarkan Pasal 256 KUHAP, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor : 06/PID.SUS.TIPIKOR/2014/PT.Gtlo. tanggal 13 Juni 2014. yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Gorontalo : 24/Pid.Sus.Tipikor/2013/PN.Gtlo tanggal 11 April 2014 karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara pidana yang di lakukan Terdakwa Muhammad Said Madiu melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1818 K/Pid.Sus/2014.

Adapun pertimbangan Mahkamah Agung adalah sebagai berikut:

a. Bahwa unsur melawan hukum yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 adalah merupakan aturan umum yang berlaku bagi setiap orang yang memiliki

(3)

kewenangan maupun yang tidak memiliki kewenangan, dan bagi Terdakwa yang adalah seorang Salesman yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan dan terbukti tidak menyetor seluruh uang tagihan yang diperoleh yang adalah merupakan kewajiban Terdakwa adalah sebuah perbuatan melawan hukum ;

b. Bahwa dalam perbuatan Terdakwa in casu, Terdakwa telah secara aktif mengurangi uang yang harus disetorkan ke Kas PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), sehingga cara Terdakwa tersebut yang aktif menambah jumlah uangnya sendiri, atau menambah assetnya sendiri, tanpa melalui suatu proyek lain atau milik orang lain atau usaha orang lain, harus dianggap merupakan cara memperkaya diri sendiri sebagaimana dakwaan Primair ; Dalam perkara ini Judex Factie telah salah dalam menerapkan hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya dengan menjatuhkan putusan yang amarnya justru menyatakan Terdakwa Muhammad Said Madiu bukan seorang salesman/karyawan PT. PPI (Cabang Gorontalo) yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan dan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut tidak terbukti secara sah. Dalam pertimbangannya seharusnya yang dipertimbangkan Judex Factie adalah unsur melawan hukum dan unsur mengurangi uang atau menambah jumlah uangnya sendiri atau memperkaya diri sendiri, akan tetapi pada pertimbangan maupun kesimpulannya Judex Factie menyatakan unsur melawan hukum dan unsur menyalahkan kewenangan yang dijadikan dasar untuk Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Judex Factie dalam hal ini adalah tidak secara sistematis, cermat dan seksama mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan Jaksa

(4)

Penuntut Umum dan oleh karena terdapat kepentingan public yang dirugikan atas perbuatan Terdakwa maka perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan pidana. Sehingga sudah seharusnya apa yang didakwakan Penuntut Umum terbukti dan perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

B. SARAN

Berdasarkan simpulan yang telah penulis peroleh, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan agar Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap Terdakwa lebih sistematis, cermat dan seksama dalam mepertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan melalui bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan dan secara sistematis, cermat dan seksama pula dalam mepertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap hukum atau hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya oleh Hakim. Sehingga dapat tercipta rasa kepastian hukum dan rasa keadilan bagi semua pihak dan juga bagi masyarakat.

2. Diharapkan agar Hakim Mahkamah Agung dalam hal mengabulkan permohonan kasasi, dapat dengan cermat dan seksama memperhatikan alasan-alasan pengajuan kasasi baik dari segi formil dan materil. Selain itu argumentasi hakim dalam mengabulkan permohonan kasasi haruslah dapar mencerminkan nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan dalam masyarakat. 3. Diharapkan agar Hakim dalam membuat suatu putusan dapat bersikap

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andi Sofyan dan Abd. Asis. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Prenada Media Group.

Barda Nawawi Arief. 2010. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta: Genta Publishing.

Ermansjah Djaja. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika.

Hartanti, Evi. 2006. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Henry P. Panggabean. 2001. Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktek Sehari-hari, Upaya Penanggulangan Tunggakan Perkara dalam Pemberdayaan Fungsi Pengawasan Mahkamah Agung, Jakarta: Sinar Harapan.

Iskandar Kamil. 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI.

Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Muhammad Ray Akbar. 2008. Mengapa harus Korupsi. Penerbit: Akbar, Jakarta. M. Yahya Harahap. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP:Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group. Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti. Jurnal

Janpatar Simamora. 2014. “Kepastian Hukum Pengajuan Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Vonis Bebas”. Jurnal Yudisial. Volume 7 Nomor 1. 2014.

(6)

Otto Cornelis Kaligis. 2006. “Korupsi Sebagai Tindakan Kriminal yang Harus Diberantas: Karakter dan Praktek Hukum di Indonesia”. Jurnal Equality. Volume 11 Nomor 2. 2006.

Nopri. 2015. “Penerapan Pembuktian Putusan Hakim Tentang Unsur Merugikan Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Volume 3 Nomor 6. 2015.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Putusan

Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 24/Pid.Sus.Tipikor/2013/PN.Gtlo. Putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor 06/PID.SUS.TIPIKOR/2014/

PT.Gtlo.

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian argumentasi hukum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dalam kasus penggelapan dalam hubungan kerja secara

Serta argumentasi Mahkamah Agung mengabulkan permohonan upaya hukum kasasi yang diajukan oleh terdakwa, membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, mengadili

Argumentasi Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dalam perkara penganiayaan pada putusan Mahkamah Agung Nomor 191 K/PID/2012 telah memenuhi

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi Penuntut Umum, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 189/Pid.Sus/ 2014/ PN.Bgl., tanggal 27 Agustus 2014 yang

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek-aspek yang mendasari pertimbangan hakim Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi penuntut umum dan membatalan putusan

Serta argumentasi Mahkamah Agung mengabulkan permohonan upaya hukum kasasi yang diajukan oleh terdakwa, membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, mengadili

Pertimbangan Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan Kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Blora mengenai pembatalan putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor:

Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum kasasi, dalam pertimbangan hakim Mahkamah Agung RI menyatakan menolak kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa tidak