• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA SENSORIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA SENSORIS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA SENSORIS

KELOMPOK 6 Nama Anggota Kelompok :

1. Dinda Ayu Eka Muri (H0915022) 2. Desti Kurnia Sari (H0915019) 3. Leonardo Kevin K (H0915044) 4. Linta Qisthi Novia (H0915045)

5. Padma Wijaya (H0915061)

6. Yuliana Ispriyanti (H0915087) 7. Fatimah Muhammad ` (H0913032)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

ACARA I UJI SEGITIGA

(2)

A. Tujian

Tujuan dari praktikum acara 1 “Uji Segitiga” ini yaitu untuk memahami cara menjadi panelis dan melakukan seleksi panelis menggunakan uji segitiga.

B. Tinjauan Pustaka

Analisis sensorik adalah pemeriksaan produk melalui evaluasi atribut jelas oleh lima indra (atribut organoleptik), seperti warna, bau, rasa, sentuhan, tekstur dan kerenyahan. Digunakan di berbagai bidang, analisis sensorik memungkinkan untuk menetapkan profil organoleptik beragam produk (makanan, kosmetik, farmasi, tekstil, produk rumah tangga), dan dapat berguna untuk mengetahui bagaimana mereka dirasakan oleh konsumen. Sampai tahun 1960-an, teknik analisis sensorik pada dasarnya bergantung pada pengalaman pribadi dari penilai ahli (Piana, 2004).

Analisis sensorik dapat dianggap sebagai ilmu interdisipliner yang menggunakan manusia sebagai panelis persepsi sensorik terkait dengan ambang batas penentuan atribut, varians dalam menanggapi desain eksperimental sensorik individu untuk mengukur karakteristik sensorik dan akseptabilitas produk makanan, serta banyak bahan lainnya karena tidak ada satu instrumen yang dapat mereplikasi atau mengganti respon psikologis dan emosional manusia. Evaluasi komponen sensorik setiap penelitian makanan sangat penting dan pentingnya desain eksperimental yang baik tidak dapat diabaikan dalam percobaan sensorik. Analisis sensori berlaku untuk berbagai bidang seperti pemeriksaan bahan baku, pengembangan produk, perbaikan produk, pengurangan biaya, kontrol kualitas, pemilihan bahan kemasan, studi hidup/ penyimpanan, membangun analitis/ instrumen/ hubungan sensorik dan proses pembangunan. Untuk semua metode penilaian sensorik, manusia adalah alat ukur. Agar penilaian sensorik memberikan hasil yang dapat diandalkan dan valid, panel sensorik harus diperlakukan sebagai instrumen ilmiah yaitu, anggota panel harus disaring, dikalibrasi dan divalidasi. Pengujian menggunakan panel sensorik harus dilakukan di bawah kondisi yang terkendali, dengan menggunakan desain eksperimen yang tepat, metode uji dan

(3)

analisis statistik. Uji pembedaan termasuk uji segitiga, adalah uji dimana panelis diminta mendeteksi satu di antara tiga sampel yang berbeda dengan dua sampel lainnya. Panelis adalah alat yang kuat yang mengidentifikasi dan mengkuantifikasi sifat sensori suatu produk. Profil sensorik adalah yang sederhana seperti memiliki beberapa penilai rating sejumlah sampel untuk diidentifikasi sebagai atribut sensorik (Ackbarali and Rohanie, 2014).

Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panelis terlatih perlu dilakukan tahap-tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi panelis adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini. Selain itu, panelis harus dapat menyediakan waktu khusus untuk penilaian serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan. Pemilihan dan pelatihan panelis semi terlatih dilakukan dengan uji segitiga dan menggunakan flavor sintetik standar. Kepada calon panelis semi terlatih, sebelum dilakukan uji segitiga, diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai flavor yang akan diujikan sehingga panelis dapat mengenali bau-bauan yang disajikan dan dijelaskan pula deskrpsi baunya. Kriteria pemilihan panelis berdasarkan hasil uji segitiga yang diberikan dimana panelis yang terpilih dapat mengenali minimal 2 kelompok sampel secara benar (Apriyantono, 2006).

Evaluasi sensori adalah merupakan suatu metode yang dilakukan oleh manusia menggunakan panca indera manusia yaitu mata, hidung, mulut, tangan dan juga telinga. Melalui lima panca indera dasar ini, kita dapat menilai atribut sensori sesuatu produk seperti warna, rupa, bentuk, rasa, dan tekstur dan telah banyak diteliti. Bidang penilaian sensori memerlukan subjek untuk menilai produk. Subjek ini kemudian disebut sebagai panelis, dan panelis dapat dibedakan menjadi panelis konsumen, panelis jenis konsumen, dan panelis laboratorium. Setiap pemakaian panelis sangat tergantung pada metode yang digunakan dalam sebuah penelitian (Hayati dkk., 2012).

Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka uji

(4)

organoleptik yang menggunakan panelis (pencicip yang telah terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya simpannya atau dengan kata lain untuk menentukan tanggal kadaluwarsa makanan. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya. Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan (Hartono, 2006).

Analisis sensori adalah metode yang dapat mengevaluasi kualitas produk makanan dan tanggapan manusia terhadap produk makanan. Analisis sensori adalah metode ilmiah yang menggunakan manusia sebagai panelis dan indera penglihatan, bau, rasa, sentuhan untuk mengukur karakteristik sensorik. Tiga analisis sensori yang umum digunakan adalah uji deskriptif, uji beda dan uji preferensi. Panelis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu sebagai panelis sangat terlatih atau panelis ahli, panelis laboratorium dan panelis tidak terlatih atau panelis konsumen (Silva et al, 2014).

Atribut sensori suatu produk yang diukur dengan menggunakan metodologi analitis yang menyiratkan pembentukan kelompok panelis. Panelis diharapkan peka stimulus yang sedang dievaluasi dan terlatih dalam pengukuran atribut mereka baik dengan memilih perbedaan (uji perbedaan) atau dengan menjelaskan atribut (uji penskalaan). Pemilihan panelis dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada tujuan dari penelitian. Kadang-kadang, screening singkat tentang sensitivitas produk mungkin cukup untuk memilih kelompok panelis. Dalam kasus lain, satu set lengkap uji mungkin diperlukan untuk mencari tahu tentang gaya hidup kebiasaan dan frekuensi makanan konsumsi. Dalam kedua kasus, informasi yang berhubungan dengan kesehatan, usia dan sensitivitas produk oleh panelis menjadi penting. Beberapa penulis menyarankan bahwa aspek-aspek seperti kecerdasan, pemahaman, konsentrasi dan motivasi harus dipertimbangkan saat pemilihan panel. Demikian pula korelasi antara kecemasan dan asupan garam. Singkatnya, tampak bahwa motivasi dan kepribadian ciri memainkan peran penting dalam perilaku konsumen (Gonzales et al., 2007).

(5)

Analisis sensorik merupakan evaluasi yang silakukan oleh panel ahli, dirasakan oleh indra manusia berupa penglihatan, bau, rasa, sentuhan dan pendengaran. Analisis sensoris secara luas digunakan dalam pemeriksaan mutu makanan dan tekstil untuk menentukan karakteristik secara sistematis oleh sekelompok panelis. Digunakan untuk studi pemasaran untuk memahami perilaku konsumen dan mengeksploitasi pasar baru, serta digunakan dalam proses rekayasa untuk memperbaiki mutu produk makanan (Martinez, 2007).

Menurut Hartono (2006), pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan (discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective test). Uji pembedaan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara contoh-contoh yang disajikan dan uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan panelis yang terlatih. Sementara itu, uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan atau penerimaan panelis. Uji ini membutuhkan panelis tidak terlatih dalam jumlah banyak untuk mewakili kelompok konsumen tertentu.

Uji pembedaan terdiri atas dua jenis, yaitu difference test dan

sensitifity test. Contoh uji pembedaan adalah uji perbandingan pasangan

(paired comparation test) dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh yang disajikan; dan uji duo-trio

(duo-trio test) dimana ada 3 jenis contoh (dua sama, satu berbeda) disajikan dan

para penelis diminta untuk memilih contoh yang sama dengan standar. Uji lainnya adalah uji segitiga (traingle test), yang sama seperti uji duo-trio tetapi tidak ada sampel baku yang telah ditentukan dan panelis harus memilih satu produk yang berbeda. Berikutnya adalah uji rangking (ranking test) yang meminta para panelis untuk merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya untuk suatu sifat sensori tertentu. Uji sensitivitas terdiri atas uji

treshold yang menugaskan para penelis untuk mendeteksi level treshold suatu

zat atau untuk mengenali suatu zat pada level tresholdnya. Uji lainnya adalah uji pelarutan (dilution test) yang mengukur dalam bentuk larutan jumlah

(6)

terkecil suatu zat dapat terdeteksi. Kedua jenis uji di atas dapat menggunakan uji pembedaan untuk menentukan treshold atau batas deteksi (Hartono, 2006).

Uji segitiga (triangle test) dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sensori di antara dua produk yang telah diberi perlakuan tertentu. Panelis disajikan tiga buah sampel uji dan diberitahukan bahwa terdapat satu contoh yang berbeda dari dua contoh yang lain. Kemudian panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel uji mana yang berbeda (Setyaningsih, 2010). Uji segitiga sering digunakan untuk menyeleksi panelis. Orang yang mampu membedakan sampel uji dengan ketepatan rata-rata 60% ke atas, lolos sebagai panelis. yang dilakukan (Suryono et al., 2005). Uji segitiga dipilih karena memungkinkan seseorang untuk membedakan antara sampel tanpa harus menentukan karakteristik sensorik yang berbeda. (Radovich et al., 2004).

Agar penilaian sensorik memberikan hasil yang dapat diandalkan dan valid, panel sensorik harus diperlakukan sebagai instrumen ilmiah yaitu, anggota panel harus disaring, dikalibrasi dan divalidasi. Pengujian menggunakan panel sensorik harus dilakukan di bawah kondisi yang terkendali, dengan menggunakan desain eksperimen yang tepat, metode uji dan analisis statistik (Ackbarali dan Rohanie, 2014). Sebelum mengevaluasi sampel, panelis menerima instruksi mengenai prosedur evaluasi dalam kedua format, tertulis maupun lisan. serta petunjuk untuk fokus pada rasa, mengevaluasi sampel satu per satu, menjaga sampel tetap tertutup ketika sedang tidak dirasakan, membersihkan mulut dengan air antar sampel (Radovich et al., 2004).

Menurut Soekarto (1981), untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Terdapat 7 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian organoleptik yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas, panel terlatih, panel tidak terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak.

(7)

Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis merupakan instumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat– sifat sensorik suatu produk. Dalam pengujian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Pengunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut (Ayustaningwarno, 2014).

Kriteria panelis menurut Soekarto (1981) antara lain memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi, panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara acak. Jumlah anggota penelis hedonik semakin besar semakin baik, berbadan sehat, tidak dalam keadaan tertekan, dan mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik. Sementara itu, syarat umum untuk menjadi panelis menurut Harmain (2012) adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap uji sensorik. Selain itu, panelis harus dapat menyadiakan waktu khusus untuk penilaian serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan, konsisten dalam mengambil keputusan, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan), tidak buta warna serta gangguan psikologis, tidak menolak makanan yang akan diuji (tidak alergi), tidak melakukan uji 1 jam sebelum makan dan menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet, makanan dan minuman ringan.

Panel pencicip perorangan disebut juga pencicip tradisional. Biasanya jenis panel ini digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, anggur, es krim atau penguji bau pada industri parfum. Panel ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia. Panel pencicip terbatas hanya terdiri dari 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi untuk menghindari ketergantungan pada pencicip perorangan. Biasanya panel ini diambil dari personal laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. Panel terlatih memiliki anggota panel berkisar antara 15-25 orang. Untuk menjadi panel ini perlu diseleksi terlebih dahulu. Panel tak terlatih biasanya dibutuhkan untuk menguji perbedaan (difference test) dan menguji kesukaan (preference test).

(8)

Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Panel agak terlatih mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan, tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur. Oleh karena itu, belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih. Jumlah untuk panel agak terlatih berkisar antara 15-25 orang. Semakin kurang terlatih, semakin besar jumlah panelis yang diperlukan. Panel konsumen biasanya mempunyai anggota dalam jumlah yang besar yaitu 30-1000 orang. Panel anak-anak biasanya digunakan dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Panel ini menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun (Soekarto, 1981).

Roti adalah produk yang dibuat dari biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi-umbian yang digiling ke dalam makanan, dibasahi, biasanya ditambahkan dengan agen ragi, diremas, dibuat menjadi roti dan dipanggang. Roti berkualitas baik, bagaimanapun, dapat dicapai dengan menggunakan jenis dan jumlah bahan yang cocok (yaitu, tepung, garam, ragi, gula dan air) tidak cukup untuk menghasilkan roti berkualitas tinggi. Dibandingkan dengan jenis lain dari produk panggang seperti kue dan biskuit, roti membutuhkan jumlah bahan-bahan yang relatif kecil (2-5%) (Artan et al., 2010).

(9)

1. Alat a. Bolpoin b. Borang penilaian c. Gelas sloki d. Label e. Nampan f. Pisau

g. Tempat sampel (piring saji kecil)

h. Tissue

2. Bahan

a. Air mineral

b. Roti tawar “Prambanan“

c. Roti tawar “TOP“

(10)

Pengaturan air mineral dan 5 piring yang berisi roti tawar ke dalam nampan serta borang penilaian .

Penyajian kepada panelis dan pemberian instruksi tentang pengujian yang dilakukan

Penarikan kembali borang jika panelis telah selesai. Setelah itu, penabulasian data

Penyampaian hasil tabulasi data kepada panelis, kemudian pembersihan tempat pengujian Persiapan 2 sampel roti tawar yang berbeda jenisnya

Pemotongan ukuran yang sama .

Penempatan pada piring penyaji (setiap piring berisi 2 sampel yang sejenis dan 1 sampel yang berbeda) .

Pemberian kode yang berbeda

Penyiapan air mineral yang digunakan sebagai penetral (dalam gelas sloki)

. Roti tawar Prambanan dan TOP

a. Penyaji

Gambar 1.1 Diagram Alir Persiapan Penyaji dalam Uji Segitiga

b. Panelis

Penulisan dalam borang penilaian yaitu nama, tanggal pengujian, dan produk yang diuji.

Pembacaan instruksi yang ada dalam borang penilaian dengan teliti kemudian memeriksa kelengkapan sampel yang telah disajikan. Jika belum lengkap, meminta pada

tim penyaji untuk dilengkapi.

Pengujian sampel mulai sesuai intruksi yang ada dalam borang penilaian. Penulisan hasil penilaian pada kolom

yang tersedia.

Apabila pengujian telah selesai, pemeriksaan kembali apakah hasil pengujian sudah ditulis seluruhnya. Bila sudah lengkap, penyerahan borang penilaian yang sudah

(11)

Gambar 1.2 Diagram Alir Prosedur Panelis dalam Uji Segitiga

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1.1 Tabulasi Data Hasil Uji Segitiga N

o.

Panelis Respon Prosent ase Benar Keterang an I I I II I I V 1 Agung Budi B S B S 50% TL 2 Agustina B S S B 50% TL 3 Angelina B S S S 25% TL 4 Antonia S S S S 0% TL 5 Eliza B S S S 25% TL 6 Farras B S B B 75% L 7 Fransisca B B B S 75% L 8 Gesit B B S B 75% L 9 Hayunda B S B B 75% L 10 Herlis S S S B 25% TL 11 Leonardo S S B S 25% TL 12 Mandasia S S B S 25% TL 13 Maydiana B S B B 75% L 14 Mustika B B B B 100% L 15 Naila B B B B 100% L 16 Nuha B B B B 100% L

(12)

17 Nurmawat i B S B S 50% TL 18 Padma B S B B 75% L 19 Rika B S B B 75% L 20 Salsabiila a B B B S 75% L 21 Salwa B S S S 25% TL 22 Hana Ayu B S S B 25% TL 23 Fatimah S S S B 25% TL 24 Dinda Ayu B B B B 100% L 25 Kurnia Sri B B B S 75% L 26 Khairunis a S B S S 25% TL 27 Atiqa Ulfa B S B S 50% TL 28 Berliani B B B B 100% L 29 Tiara Pinky B S S B 50% TL 30 Dea W. B B B S 75% L 31 Yuliana B S S S 25% TL 32 Rauda B B S S 50% TL 33 Rossa S S S B 25% TL 34 Kurniawa n B B S S 50% TL 35 Desty S S S B 25% TL 36 Suci B B S S 50% TL 37 Ramah B S B B 75% L 38 Bulan B S B B 75% L 39 Linta S S S S 0% TL

Sumber: Laporan Sementara Keterangan: B = Benar

S = Salah L = Lolos TL = Tidak Lolos

Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis merupakan instumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat– sifat sensorik suatu produk. Dalam pengujian organoleptik dikenal beberapa

(13)

macam panel. Pengunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut (Ayustaningwarno, 2014).

Panelis adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif (Susiwi, 2009). Panelis dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk (Hartono, 2006). Panelis melakukan persepsi sensorik terkait dengan ambang batas penentuan atribut, varians dalam menanggapi desain eksperimental sensorik. Panelis merupakan individu yang mengukur karakteristik sensorik dan akseptabilitas produk makanan (Ackbarali and Rohanie, 2014). Menurut Rahmadanni dan Kiki (2016), tahap seleksi panelis terdiri dari perekrutan, pengisian kuisioner, wawancara dan uji seleksi sensori. Setelah lolos, panelis kemudian mengikuti tahap pelatihan menggunakan uji segitiga sebagai penentu ambang mutlak.

Penyaji bertugas menyajikan sampel kepada para panelis, sebelum sampel disajikan sampel diberi kode perlakuan menggunakan angka 3 digit menggunakan tabel random untuk memperkecil sifat subyektif. Kemudian penyaji membuat borang penilaian atau formulir instruksi kerja yang berisi nama panelis, tanggal pengujian, nama/jenis sampel yang diuji, instruksi dan cara-cara melakukan penilaian atau cara menyampaikan respon dan bagian untuk respon panelis. Penyaji juga menyiapkan gelas yang berisi air yang digunakan sebagai penetral oleh panelis. Kemudian penyaji juga mengubah data hasil pengamatan oleh panelis. Panelis adalah sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan kesan subyektif (Suradi, 2007).

Menurut Soekarto (1981), untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Terdapat 7 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian organoleptik yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas, panel terlatih, panel tidak terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak.

(14)

Panel pencicip perorangan disebut juga pencicip tradisional. Biasanya jenis panel ini digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, anggur, es krim atau penguji bau pada industri parfum. Panel ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia. Panel pencicip terbatas hanya terdiri dari 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi untuk menghindari ketergantungan pada pencicip perorangan. Biasanya panel ini diambil dari personal laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. Panel terlatih memiliki anggota panel berkisar antara 15-25 orang. Untuk menjadi panel ini perlu diseleksi terlebih dahulu. Panel tak terlatih biasanya dibutuhkan untuk menguji perbedaan (difference test) dan menguji kesukaan (preference test). Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Panel agak terlatih mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan, tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur. Oleh karena itu, belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih. Jumlah untuk panel agak terlatih berkisar antara 15-25 orang. Semakin kurang terlatih, semakin besar jumlah panelis yang diperlukan. Panel konsumen biasanya mempunyai anggota dalam jumlah yang besar yaitu 30-1000 orang. Panel anak-anak biasanya digunakan dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Panel ini menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun (Soekarto, 1981).

Hasil analisa suatu uji sensori dapat diakui kebenarannya jika instrument/panelis memenuhi persyaratan sebagai berikut: mengetahui sifat sensorik dan contoh makanan; mengetahui cara penilaian inderawi; mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi; telah dilatih sebelum pengujian; panelis valid dan reliable; selain itu panelis juga harus dalam keadaan sehat jasmani rohani serta bersedia menjadi panelis (Indriani, 2013). Kriteria panelis menurut Soekarto (1981) antara lain memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi, panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara acak. Jumlah anggota penelis hedonik semakin besar semakin baik, berbadan sehat, tidak dalam keadaan tertekan, dan mempunyai pengetahuan

(15)

dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik. Sementara itu, syarat umum untuk menjadi panelis menurut Harmain (2012) adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap uji sensorik. Selain itu, panelis harus dapat menyadiakan waktu khusus untuk penilaian serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan, konsisten dalam mengambil keputusan, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan), tidak buta warna serta gangguan psikologis, tidak menolak makanan yang akan diuji (tidak alergi), tidak melakukan uji 1 jam sebelum makan dan menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet, makanan dan minuman ringan.

Pada praktikum Acara I, dilakukan seleksi panelis dengan menggunakan uji segitiga atau triangle test. Uji ini merupakan salah satu bentuk uji pembedaan pada uji sensoris. Uji segitiga mulanya dikembangkan oleh Bengtsson untuk pengendalian mutu dan riset. Namun sekarang uji segitiga juga digunakan untuk seleksi panelis. Pada uji segitiga yang bersifat sederhana, uji ini hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan 2 macam sampel. Pada pengujian yang lebih kompleks dan terarah digunakan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara 2 sampel tersebut (Kartika dkk., 1988). Uji segitiga atau triangle test bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sensori di antara dua produk yang telah diberi perlakuan tertentu. Prinsip dari uji ini yaitu mengidentifikasi adanya perbedaan pada sampel uji dan mencari sampel mana yang berbeda diantara ketiga sampel dalam satu seri yang disajikan (Setyaningsih dkk., 2010).

Uji segitiga (triangle test) dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sensori di antara dua produk yang telah diberi perlakuan tertentu. Panelis disajikan tiga buah sampel uji dan diberitahukan bahwa terdapat satu contoh yang berbeda dari dua contoh yang lain. Kemudian panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel uji mana yang berbeda (Setyaningsih, 2010). Uji segitiga sering digunakan untuk menyeleksi panelis. Orang yang mampu membedakan sampel uji dengan ketepatan rata-rata 60% ke atas, lolos sebagai panelis. yang dilakukan (Suryono et al, 2005). Uji segitiga dipilih karena memungkinkan seseorang untuk membedakan antara sampel tanpa harus menentukan karakteristik sensorik yang berbeda. (Radovich et al, 2004).

(16)

Berdasarkan pengamatan pengujian triangle ini memiliki kelemahan yaitu tidak adanya sampel standar atau sampel baku sehingga kadang sulit memberikan penilaian. Sedangkan kelebihannya adalah panelis tidak perlu mengingat sampel standar karena memang tidak disediakan sampel standar, selai itu ketiga sampel ada disediakan bersamaan sehingga masih dapat diamati berulang-ulang serta memiliki ketelitian yang tinggi terhadap penilaian (Kartika dkk., 1988).

Sampel yang digunakan adalah 2 buah roti tawar dengan merk sama dan 1 buah roti tawar dengan merk yang berbeda yaitu merk Prambanan dan Top. Pada seleksi panelis mengunakan uji segitiga, setiap panelis di sajikan sebuah borang, empat piring yang masing-masing piring berisi tiga potongan roti tawar dan tiap sampel diberikan kode yang berbeda-beda serta penetral seperti air mineral. Sebelum pengujian, panelis diminta untuk mengisi pada borang terlebih dahulu serta membaca baik-baik instruksi yang tertulis dan member tanda lingkaran pada kode sampel yang berbeda.

Pada Tabel 1.1, dapat diketahui total panelis berjumlah 39 orang. Selain itu, dapat diketahui bahwa jumlah panelis yang menjawab benar pada respon I berjumlah 30 orang (76.92%). Jumlah panelis yang menjawab benar pada respon II berjumlah 14 orang (35.6%). Jumlah panelis yang menjawab benar pada respon III berjumlah 21 orang (53.85%). Jumlah panelis yang menjawab benar pada respon IV berjumlah 20 orang (51.28%). Seleksi panelis dengan menggunakan uji segitiga ini diikuti oleh 39 orang. Panelis dapat dinyatakan lolos seleksi bila persentase benar ≥ 60% dari 4 kali percobaan. Dari data tersebut, diperoleh panelis yang lolos sebanyak 17 orang dengan persentase benar ≥ 60% dan yang tidak lolos sebanyak 22 orang dengan persentase benar ≤ 60%. Sehingga dapat diperoleh persentase panelis yang lolos seleksi sebesar 43.59% dan yang tidak lolos seleksi sebesar 56.41%.

Menurut Setyaningsih dkk. (2010), uji segitiga merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sensori diantara dua produk yang telah diberi perlakuan tertentu. Panelis diminta mengidentifikasi sampel mana yang berbeda. Sedangkan untuk uji duo-trio merupakan uji yang mirip dengan uji segitiga, yaitu untuk mengetahui apakah ada berbedaan

(17)

diantara dua contoh. Pembeda antara uji segitiga dengan uji duo-trio yaitu pada uji duo-trio terdapat referens, sehingga panelis diminta untuk menentukan sampel mana yang sama dengan referens. Uji pembedaan adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan karakteristik atau sifat sensori antara dua atau lebih contoh. Uji ini digunakan untuk menilai pengaruh perubahan proses produksi atau pengantian bahan dalam pengolahan pangan, juga untuk mengetahui perbedaan antara dua produk dari bahan baku yang sama. Selain uji segitiga, uji perbedaan yang lainnya yaitu uji A-bukan A, uji perbandingan pasangan, uji duo-trio, uji pembandingan ganda, uji perbandingan jamak, uji dua dari lima, serta uji

ranking.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan panelis antara lain: 1) jenis kelamin, pada umumnya wanita lebih kepa disbanding laki-laki dalam merasakan senuatu. Akan tetapi, penilaian sensori wanita terhadap aroma dan flavor lebih cenderung tidak konsisten dibandingkan laki-laki. 2) Usia, pada umumnya kemampuan seseorang dalam merasa, mencium, mendengar dan melihat semakin berkurang seiring bertambahnya usia. 3) Sensitivitas fisiologis serta 4) Kesalahan psikologis (Kartika dkk., 1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan uji segitiga antara lain sangat tergantung pada terpeliharanya tingkat motivasi secara memuaskan, kesalahan psikologis pada panelis yang kurang paham dalam tipe pengujian. Selain itu posisi bias, pada uji segitiga akibat kecilnya perbedaan antarcontoh sehingga panelis cenderung memilih contoh yang ditengah sebagai contoh yang paling berbeda. Penyiapan sampel, keseragaman bentuk sampel sangat mempengaruhi presepsi panelis, sampel yang ukurannya tidak seragam cenderung menimbulkan bias. Serta situasi dan kondisi saat dilakukannya pengujian, panelis diharapkan tidak berdiskusi dengan panelis lainnya, karena nantinya akan menimbulkan bias pula sehingga hasil kurang valid (Setyaningsih et al., 2010).

Dalam bidang pangan terdapat banyak pengujian yang mengaplikasikan uji segitiga. Diantaranya adalah pengidentifikasian character impact odorants

(18)

buah kawista. Pengidentifikasian ini perlu dilakukan guna mengetahui pentingnya peranan suatu komponen atau beberapa komponen terhadap flavor yang ditimbulkan oleh suatu bahan pangan (Apriyantono, 2006). Contoh pengaplikasian lain uji segitiga adalah studi mengenai pengaruh bifidobakteria terhadap flavor yoghurt. Bifidobakteria dipilih karena bakteri ini merupakan bakteri asli penghuni saluran pencernaan manusia. Sehingga bakteri ini dapat berkembang biak dengan lebih baik pada saluran pencernaan manusia. Bila

flavor dinyatakan tidak berpengaruh maka bifidobakteria dapat digunakan

sebagai starter yoghurt sama seperti Lactobacillus casei dan Streptococcus

thermophilus (Suryono dkk., 2005).

E. Kesimpulan

Dari hasil praktikum Acara I “Uji Segitiga” dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :

1. Uji segitiga merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara dua produk yang telah dibuat sama dan sebagai seleksi panelis.

2. Dari 39 panelis yang melakukan uji segitiga ini persentase panelis yang lolos seleksi sebesar 43.59% (17 panelis) dan yang tidak lolos seleksi sebesar 56.41% (22 panelis).

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Ackbarali, Dimple Singh dan Rohanie Maharaj. 2014. Sensory Evaluation as a

Tool in Determining Acceptability of Innovative Products Developed by Undergraduate Students in Food Science and Technology at The University of Trinidad and Tobago. Journal of Curoculum and Teaching,

Vol. 3 (1): 10.

Apriyantono, Anton. Bakti Kumara. 2004. Identifikasi Character Impact

Odorants Buah Kawista (Feronia limonia). Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan. Vol. 15. No. 1.

Artan, Mohammad Yasin., Roselina Karim, Boo Huey Chern, Abdul Aziz Ariffin, Yaakob Che Mon dan Nyuk L. Chin. 2010. The Influence of Different

Formulations of Palm Oil/Palm Stearin-Based Shortenings on the Quality of White Bread. Middle-East Journal of Scientific Research, Vol 5 (6):

469-576.

Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan Aplikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Gonzales, Mata M. et al. 2007. Correlation Between Personality Traits and

Discriminative Ability of a Sensory Panel. Journal of Cienciay Tecnologia

Alimentaria. Volume 5. Nomor 4.

Hartono. 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri

Pangan. Ebook Pangan.

Hayati, Rita., Ainun Marliah dan Farnia Rosita. 2012. Sifat Kimia dan Evaluasi

Sensori Bubuk Kopi Arabika. Jurnal Floratek, Vol. 7: 66-75.

Harmain, Rita Marsuci., dan Nikmawantisusanti Yusuf. 2012. Formulasi Produk

Ilabulo Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurusan Teknolohi Perikanan. Fakultas

Ilmu-Ilmu Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo.

Indriani, Lyta Oktaviani. 2013. Studi Komparasi Penggunaan Tepung Jagung dari

Varietas yang Berbeda Terhadap Kualitas Kremus. Food Science and

Cuality Education Journal, Vol 2, No. 1, hal. 51-56.

Kartika, Bambang., Pudji Hastuti, dan Wahyu Supartono. 1988. Pedoman Uji

Inderawi Bahan Pangan. UGM Press. Yogyakarta.

Martinez, L. 2007. Sensory Evaluation Based on Linguistic Decision Analysis. International Journal of Approximate Reasoning, Vol. 44: 148-164.

(20)

Piana, Maria Lucia., Livia Persano Oddo, Antonio Bentabol, Etienne Bruneau, Stefan Bogdanov dan Christine Guyot Declerck. 2004. Sensory Analysis

Applied To Honey: State Of The Art. Journal Apidologie. Vol. 35.

Radovich, Theodore J K. Matthew D. Kleinhenz, Jeannine F. Delwiche, and Rachel E. Liggett. 2004. Triangle Tests Indicate that Irrigation Timing

Affects Fresh Cabbage Sensory Quality. Journal of Food Quality and

Preference. Vol. 15 (10) : 50-64.

Rahmadhani A., Rosalia dan Kiki Fibrianto. 2016. Proses Penyiapan Mahasiswa

Sebagai Panelis Terlatih dalam Pengembangan Lexicon (Bahan Sensori) Susu Skim UHT dan Susu Kaya Lemak UHT. Jurnal Pangan dan

Agroindustri, Vol. 4 (1): 190-200.

Setyaningsih, Dwi., Anton Apriyantono dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis

Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.

Silva, A. Y. S. L., A. M. C. U Binduhewa., A. A. M Subodinee. 2014. A Study to

Recruit and Train the Product Oriented Sensory Panel. International

Journal of Multidisciplinary Studies, Vol. 1 (2): 83-86.

Soekarto, S. T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. IPB Press. Bogor.

Suradi, Kusmajadi. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging

Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 7 (1):

52-57.

Suryono, Adi Sudono, Mirnawati Sudarwanto, dan Anton Apriyantoro. 2005.

Studi Pengaruh Penggunaan Bifidobacteria sp. Terhadap Flavor Yoghurt.

(21)

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Persentase benar=jumlab jawaban benar

4 x 100

panelis yang lolos seleksi=jumlab panelis yang lolos total panelis x 100

panelis yang lolos seleksi=17

39x 100 =43.59

panelis yang tidak lolos seleksi=jumlab panelis yang tidak lolos total panelis x 100

panelis yang lolos seleksi=22

(22)

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1.3 Borang Penilaian Uji Segitiga

(23)

Gambar 1.5 Jumlah terkecil dari respon panelis untuk menyatakan beda nyata pada

(24)

Gambar

Gambar 1.1 Diagram Alir Persiapan Penyaji dalam Uji Segitiga
Gambar 1.2 Diagram Alir Prosedur Panelis dalam Uji Segitiga
Gambar 1.3 Borang Penilaian Uji Segitiga
Gambar 1.5  Jumlah terkecil dari respon panelis untuk menyatakan beda nyata pada

Referensi

Dokumen terkait

Diantara uji pembedaan adalah uji perbandingan pasangan (paired comparation test) dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh

Diantara uji pembedaan adalah uji perbandingan pasangan (paired comparation test) dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh

Berdasarkan uji pembeda segitiga yang telah dilakukan, didapati bahwa panelis dapat membedakan sampel puding kacang hijau dengan sampel pembanding yaitu puding kacang

Hasil evaluasi sensori menunjukkan bahwa es krim yang dapat diterima oleh panelis adalah es krim yang diberi penambahan tepung daun kelor blanching sebanyak 20

Nilai yang tertinggi yang diberikan panelis untuk karakteristik sensori hedonik adalah perlakuan p3 (50 g labu kuning dan 50 g buah naga super merah) sebesar 3,12 dengan

Nilai sensori aroma kamaboko dengan perlakuan perbedaan ekstrak dan lama penyimpanan KESIMPULAN Hasil nilai sensoris dengan parameter penampakan dan aroma kamaboko dengan perlakuan

UJI ORGANOLEPTIK Contoh woksheet Uji Ranking Hedonik 37 Yang harus ada pada scoresheet yang dibuat panel leader • Nama panelis • Tanggal pengujian • Jenis produk yang diuji •

Penerimaan acceptance test Tergantung pada kesukaan panelis, sifatnya subjektif, kesukaan panelis terhadap suatu sifat sensori pada produk pangan Contoh: Uji kesukaan, uji mutu