• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KADAR GULA, KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BOLU KUKUS SUBSITUSI TEPUNG KEDELAI (Glycine L. Merr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KADAR GULA, KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BOLU KUKUS SUBSITUSI TEPUNG KEDELAI (Glycine L. Merr)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR GULA, KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BOLU

KUKUS SUBSITUSI TEPUNG KEDELAI (Glycine L. Merr)

Retno Dewi Noviyanti1), Indah Kurniawati2), Mughni Efendi3) 1

Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta email : retno.arvi2211@yahoo.com 2Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta email : indah.kurniawati12@gmail.com 3

Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta email : mughniefendi7@gmail.com

Abstract

Steamed sponge cakes are cake that can be consumed from children to the elderly, steamed sponge cakes are not always made from wheat flour, but it can be modified by substitution soybean flour that low carbohydrates (sugars) but high protein content, which can be used as an alternative and varied healthy snack high in protein content. Quality steamed sponge cakes are determined by organoleptic test included taste, texture, smell and colour. The aim of this study is to analyze and evaluate the sugar content, protein content and organoleptic of steamed sponge cakes substitution soybean flour with different concentrations. This research method using a completely randomized design with three treatments with a concentration of soybean flour and wheat flour (50%: 50%, 75%: 25%, 100%: 0%). The parameters measured were characteristics of soybean flour, sugar, protein content and organoleptic steamed sponge cakes. Analyze using Kruskal Wallis test to analyze the differences of sugar content, One Way Anova to analyze the differences of protein content and Friedman to analyze the differences of organoleptic on the three treatments. The results of characteristics soybean flour has a moisture content of 6.45%, ash content of 4.7%, sugar content of 5.35% and protein content of 26.76%. The analyze were no difference in sugar content (p = 0.102), there are differences in protein content (p = 0.000) and organoleptic no differences in smell (p = 0.005) and texture (p = 0.001) and there are no difference colour (p = 0.430) and taste (p = 0.139) on three treatments.

Keywords: steamed sponge cakes, soybean flour, sugar content, protein content, organoleptic

1. PENDAHULUAN

Makanan berbasis gandum atau tepung terigu telah menjadi makanan pokok banyak negara, salah satunya adalah kue bolu kukus yang ada di Indonesia. Kue bolu kukus sudah sejak lama dikenal masyarakat sebagai jajanan yang cukup mengenyangkan dan dapat bertahan 2-3 hari tanpa bahan pengawet, tidak seperti jajanan atau kue tradisional yang rata-rata hanya mampu bertahan satu hari. Pembuatan kue bolu kukus relatif mudah, bahan mudah didapat dan menggunakan peralatan yang sederhana (Sufi, 2009).

Kue bolu kukus adalah makanan yang lembut yang dapat dikonsumsi oleh semua kalangan dari anak-anak sampai orang tua. Bolu kukus biasanya terbuat dari tepung terigu yang diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Seiring dengan berkembangnya cara pengolahan

makanan, bolu kukus tidak selamanya berbahan dasar tepung terigu, tetapi dapat dimodifikasi dengan subsitusi bahan dasar salah satunya dengan tepung kedelai sehingga bolu kukus memiliki kandungan gizi yang lebih banyak. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kandungan gluten yang dibutuhkan dalam pembuatan kue bolu. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki karbohidrat 36,3 gram, kadar air 14 gram, kadar protein 8-12 gram, kadar abu 0,25-0,6 gram dan gluten basah 24-36 gram (Astawan, 2008).

Seperti telah disebutkan bahwa selain tepung terigu, bolu kukus dapat dimodifikasi dengan jenis tepung lain yaitu tepung kedelai, tetapi hal ini masih jarang dilakukan oleh

masyarakat. Kacang kedelai memiliki

kandungan karbohidrat, serat/dietary fiber, vitamin, protein, mineral yang lebih tinggi daripada tepung terigu. Setiap 100 gram

(2)

kedelai mengandung karbohidrat 30,1 gram dan protein 30,2 gram dalam keadaan basah, namun pada saat kering menjadi 34,8 gram karbohidrat dan 34,9 gram protein (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2000).

Pengolahan biji kacang kedelai menjadi tepung telah lama dikenal oleh masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan mutu tepung kedelai yang dihasilkan. Pembuatan tepung kedelai dapat dilakukan dengan cara mengeringkannya di bawah sinar matahari. Kacang kedelai kering kemudian dilepas kulitnya, disangrai, digiling dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).Tepung kedelai merupakan salah satu bahan pengikat yang dapat meningkatkan daya ikat air pada bahan makanan karena di dalam tepung kedelai terdapat karbohidrat (pati) dan protein yang dapat mengikat air. Daya ikat air mempengaruhi ketersediaan air yang diperlukan oleh mikroorganisme sebagai salah satu faktor penunjang pertumbuhannya. Semakin meningkat daya ikat air maka ketersediaan air yang diperlukan untuk

pertumbuhan mikroorganisme semakin

berkurang, sehingga aktivitas bakteri dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan kebusukan menurun (Virgo, 2007).

Adanya substitusi tepung kedelai dalam pembuatan bolu kukus akan meningkatkan nilai gizi terutama protein. Protein sangat dibutuhkan oleh semua golongan umur, terutama anak-anak. Sehingga dengan adanya substitusi tepung kedelai pada pembuatan bolu kukus akan menjadi alternatif makanan jajanan yang bernilai gizi tinggi dan memperbanyak variasi makanan jajanan. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Sumber protein yang lengkap adalah protein yang mengandung kesembilan asam amino esensial dalam jumlah cukup. Protein yang terdapat pada hewan seperti daging,

ikan, hasil ternak, dan hasil lainnya

merupakan contoh protein lengkap. Tanaman pangan terutama serealia dan biji-bijian sering kekurangan satu atau lebih asam amino esensial, tetapi bisa menjadi lengkap bila digabungkan dengan sumber protein lainnya.

Sebagai contoh, mengkombinasikan sereal

dengan biji-bijian menghasilkan protein

lengkap, dimana kedua sumber protein tersebut saling melengkapi asam amino yang dimilikinya (Hartandria, 2004).

Subtitusi tepung kedelai dalam

pembuatan bolu kukus akan mempengaruhi ataupun akan merubah sifat- sifat organoleptik bolu kukus tersebut, sehingga perlu dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik merupakan

cara menguji sebuah produk yang

menggunakan indera manusia yang dihitung skalanya dengan tingkat kesukaan. Dalam uji

organoleptik, panelis bertindak sebagai

instrumen atau alat. Panelis adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif (Susiwi, 2009). Melalui pengujian ini dapat membantu mengetahui persen tingkat kesukaan panelis terhadap bolu kukus kedelai. Uji organoleptik akan menjadi parameter mutu bolu kukus kedelai meliputi rasa, tekstur, aroma dan warna.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik meneliti tentang “Analisis Kadar Gula, Kadar Protein dan Organoleptik Bolu Kukus Subsitusi Tepung Kedelai (Glycine L. Merr)?”

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 (tiga) perlakuan penambahan tepung kedelai 50%, 75% dan 100%.

Pembuatan tepung kedelai dan analisis nilai zat gizi tepung kedelai di Laboratorium Fakultas Teknologi Pangan dan Industri UNISRI, untuk analisis kadar gula, kadar protein bolu kukus kedelai di Laboratorium Fakultas Teknik Industri USB dan untuk

pembuatan bolu kukus dan pengujian

organoleptik di laboratorium penyelenggaraan makanan Prodi S1 Gizi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

Penentuan kandungan gizi dan mutu tepung kedelai meliputi kadar air, kadar abu dan kadar protein tepung menggunakan metode AOAC (Association of Official Analytical Chemist). Analisis kadar gula bolu kukus tepung kedelai menggunakan metode Nelson-Somogyi dan kadar protein dilakukan

(3)

menggunakan metode Kjeldahl sedangkan untuk uji organoleptik dilakukan oleh 26 panelis.

Analisis data menggunakan Kruskal Wallis untuk menganalisis perbedaan kadar gula, One Way Anova untuk menganalisis perbedaan kadar protein dan Friedman untuk

menganalisis perbedaan daya terima

berdasarkan ke-3 perlakuan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a.

Analisis Nilai Gizi Tepung Kedelai

Dari hasil analisis nilai gizi tepung kedelai dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Tepung Kedelai

Parameter Nilai Gizi Rata-rata Ulangan I Ulangan II Ulangan III Kadar Air 6.5% 6.4% 6.45% 6.45% Kadar Abu 4.6% 4.8% 4.7% 4.7% Kadar gula 5.4% 5.3% 5.35% 5.35% Kadar Protein 27.6% 25.93% 26.76% 26.76%

Berdasarkan hasil analisis tepung kedelai pada tabel diatas kadar air tepung kedelai masih tergolong aman untuk disimpan. Kadar air yang baik untuk tepung adalah 3-8%. Untuk kadar abu tergolong aman dan kualitasnya baik karena standar mutu untuk kadar abu dalam makanan adalah dibawah 10%. Untuk nilai gizi antara kadar gula dengan kadar protein tepung kedelai, lebih tinggi kadar protein.

b. Analisis Kadar Gula Bolu Kukus Kedelai

Berdasarkan hasil analisis terhadap kadar gula bolu kukus kedelai di Laboratorium Fakultas Teknik Industri USB (Universitas Setia Budi) menunjukkan bahwa kadar gula bolu kukus kedelai berturut-turut adalah 20.8 %, 18.65%, 15.25% pada penambahan tepung kedelai 50%, 75% dan 100%. Kadar gula pada

bolu kukus kedelai meningkat karena

pembuatan bolu kukus ada penambahan beberapa bahan yang dapat meningkatkan kadar gula seperti gula pasir dan susu kental manis.

Kadar gula tertinggi pada penambahan tepung kedelai dengan prosentase 50% apabila dibandingkan dengan prosentase 75% dan 100 %, hal ini dikarenakan jumlah tepung

terigu lebih banyak pada prosentase

penambahan tepung kedelai 50%

dibandingkan dengan penambahan tepung kedelai 75% dan 100%. Pada tepung terigu memiliki kadar karbohidrat (gula) yang lebih tinggi yaitu 36.3 gram dan protein 8-12 gram (Astawan, 2008). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan karakteristik tepung kedelai memiliki kadar gula yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu yaitu sebesar 5.35% dan kadar protein yang lebih tinggi sebesar 26.76%. Sehingga pada perlakuan 50% jumlah tepung terigu lebih banyak dibandingkan dua (2) perlakuan lainnya, maka secara otomtais kadar gula lebih tinggi pada perlakuan 50%. Secara manual terdapat perbedaan kadar gula pada ke-3 perlakuan,

namun berdasarkan h

asil analisis statistik

dengan menggunakan uji Kruskal Wallis

menunjukkan tidak ada perbedaan kadar

gula (p = 0.102) pada ke-3 perlakuan, hal

ini disebabkan karena selisih perbedaan

kadar gulanya tidak terlalu besar,

c. Analisis Kadar Protein Bolu Kukus Kedelai

Berdasarkan hasil analisis terhadap kadar protein bolu kukus kedelai di Laboratorium Fakultas Teknik Industri USB (Universitas Setia Budi) menunjukkan bahwa kadar protein bolu kukus kedelai berturut-turut adalah 7.89%, 11.06%, 14.25% pada penambahan tepung kedelai 50%, 75% dan 100%.

Kadar protein tertinggi pada penambahan tepung kedelai dengan prosentase 100% apabila dibandingkan dengan prosentase 50% dan 75 %, hal ini dikarenakan perbandingan tepung kedelai paling banyak bahkan tanpa tepung terigu pada perlakuan prosentase 100% sehingga kadar protein maksimal dan kadar protein bolu kukus kedelai berikutnya dengan prosentase 75% dan terakhir 50%. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada tepung terigu memiliki kadar protein lebih rendah dibandingkan kadar karbohidrat (gula) yaitu 36,3 gram dan protein 8-12 gram (Astawan, 2008). Berdasarkan

(4)

hasil penelitian menunjukkan karakteristik tepung kedelai memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan tepung terigu yaitu sebesar 26,76% dan kadar gula yang lebih

rendah sebesar 5,35%.

Hasil analisis

statistik dengan menggunakan uji Way

Anova menunjukkan ada perbedaan kadar

protein (p = 0,000) pada ke-3 perlakuan.

d. Analisis Organoleptik Warna Bolu Kukus Kedelai

Hasil uji organoleptik warna ketiga bolu kukus tepung kedelai dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Daya Terima Penilaian Warna 040 Warna 140 Warna 004 Nilai p* Warna n % n % N % Sangat Tidak Suka 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Tidak Suka 1 3.8 1 3.8 1 3.8 Biasa 7 26.9 10 38.5 7 26.9 Suka 15 57.7 13 50.0 17 65.4 Sangat Suka 3 11.5 2 7.7 1 3.8 Total (N) 26 100 26 100 26 100 0.430 Keterangan : N = Jumlah keseluruhan dari panelis * = uji Friedman

Uji organoleptik terhadap warna ke-3

perlakuan berdasarkan hasil penilaian

Hedonic Scale Test terhadap kesukaan warna

bolu kukus kedelai pada tabel 2

memperlihatkan bahwa nilai tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa warna pada bolu kukus kedelai yang paling banyak disukai oleh panelis adalah pada perlakuan penambahan tepung kedelai 100% (P3) yaitu sebanyak 65.4%. Sedangkan untuk nilai terendah menunjukkan warna bolu kukus kedelai yang dinilai biasa oleh panelis adalah pada perlakuan penambahan tepung kedelai 75% (P2) sebanyak 38.5 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang disukai oleh panelis adalah warna asli dari tepung kedelai. Hal ini didukung dengan pernyataan Nurhadi dan Nurhasanah (2010) karakteristik warna bahan pangan sangat berhubungan dengan kualitas bahan tersebut. Kualitas pangan tersebut yang nantinya menjadi penilaian disukai atau tidak oleh konsumen.

Warna merupakan salah satu atribut penampilan suatu produk yang seringkali menentukan tingkat penerimaan konsumen

terhadap produk tersebut secara lengkap (Meilgaard et al, 2007). Meskipun kandungan gizinya baik namun jika warnanya tidak menarik dilihat dan memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka konsumen akan memberikan penilaian yang tidak baik (Winarno, 2002).

Berdasarkan hasil uji organoletik yang paling disukai adalah bolu kukus kedelai

dengan konsentrasi penambahan tepung

kedelai 100% dan dari nilai gizinya konsetrasi penambahan tepung kedelai 100% memiliki kadar gula paling rendah dan kadar protein paling tinggi hal ini semakin meningkatkan nilai penerimaan dari produk bolu dengan

konsentrasi penambahan tepung kedelai

100%.

Berdasarkan uji statistik Friedman Test pada ke-3 perlakuan diperoleh nilai p= 0.430, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan warna dari ke-3 kelompok

perlakuan bolu kukus kedelai, sehingga perbedaan konsentrasi penambahan tepung kedelai tidak mempengaruhi warna bolu kukus kedelai. Pada dasarnya warna pada bolu kukus kedelai dipengaruhi oleh telur, pada produk-produk bakery telur berfungsi sebagai bahan pengikat, leavening (pengembang), tenderisasi dan emulsifier dari campuran, memberikan flavor, warna dan nilai gizi dari produk pangan.

e. Analisis Organoleptik Aroma Bolu

Kukus Kedelai

Hasil uji organoleptik aroma ketiga bolu kukus tepung kedelai dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Daya Terima Penilaian Aroma 040 Aroma 140 Aroma 004 Nilai p* Aroma n % n % n % Sangat Tidak Suka 0 0.0 0 0.0 0 0 Tidak Suka 3 11.5 1 3.8 5 19.2 Biasa 4 15.4 4 15.4 11 42.3 Suka 14 53.8 17 65.4 8 30.8 Sangat Suka 5 19.2 4 15.4 2 7.7 Total (N) 26 100 26 100 26 100 0.005 Keterangan : N = Jumlah keseluruhan dari panelis * = uji Friedman

Uji organoleptik terhadap aroma ke-3

perlakuan berdasarkan hasil penilaian

(5)

bolu kukus kedelai, pada tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa aroma bolu kukus kedelai yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan dengan konsentrasi penambahan tepung kedelai 75% (P2) sebanyak 65.4%. Aroma bolu kukus kedelai yang kurang diminati oleh panelis adalah pada perlakuan konsentrasi penambahan tepung kedelai 100% (P3) yaitu sebanyak 19.2 %.

Perlakuan penambahan tepung kedelai

menghasilkan aroma yang khas yaitu

terjadinya degradasi asam organik berupa ester dan volatil (Winarno, 2002). Komponen volatil adalah komponen yang memberikan rasa bau, memberikan kesan awal (top notes) dan menguap dengan cepat (Novalina, 2013).

Pada perlakuan penambahan tepung kedelai 100% untuk aroma produk bolu kukus kedelai kurang diminati karena masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavour (menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki). Kelompok anti gizi dalam kedelai terdiri dari anti tripsin (jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin di

dalam tubuh), hemaglutinin, fitat dan

oligosakarida penyebab flatulensi, sedangkan kelompok senyawa penyebab off flavour antara lain penyebab bau langu (beany flavour), penyebab rasa pahit dan penyebab rasa kapur (chalky flavour) (Koswara, 1992). Pada perlakuan penambahan tepung kedelai 75% paling disukai dibandingkan perlakuan 50% dikarenakan pada prosentase 75% terdapat aroma khas tepung kedelai, namun untuk prosentase 50% aroma tepung kedelai tidak tampak sehingga seperti aroma bolu kukus biasa tanpa substitusi tepung kedelai.

Berdasarkan uji statistik Friedman Test pada ke-3 perlakuan diperoleh nilai p= 0.005, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan aroma dari ke-3 kelompok perlakuan bolu kukus kedelai. Hal ini dikarenakan semakin banyak proporsi penambahan tepung kedelai, maka semakin kuat aroma langu dari tepung kedelai yang dicium oleh indera pembau.

Aroma merupakan satu faktor yang menentukan kelezatan bahan makanan cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri

tiga komponen, yaitu bau, rasa dan

rangsangan mulut. Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk

diklasifikasikan dan dijelaskan, karena

ragamnya yang begitu besar, karena terdapat banyak sekali jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu sekitar 17.000 senyawa volatil, dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibanding indra pencicipan (10.000 kali) (Setyaningsih et al., 2010).

f. Analisis Organoleptik Rasa Bolu Kukus

Kedelai

Hasil uji organoleptik rasa ketiga bolu kukus tepung kedelai dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Daya Terima Penilaian Rasa 040 Rasa 140 Rasa 004 Nilai p* Rasa n % N % n % Sangat Tidak Suka 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Tidak Suka 0 0 0 0 5 19.2 Biasa 11 42.3 7 26.9 10 38.5 Suka 9 34.6 16 61.5 7 26.9 Sangat Suka 6 23.1 3 11.5 4 15.4 Total (N) 26 100 26 100 26 100 0.139 Keterangan : N = Jumlah keseluruhan dari panelis * = uji Friedman

Uji organoleptik terhadap rasa ke-3

perlakuan berdasarkan hasil penilaian

Hedonic Scale Test terhadap kesukaan rasa

bolu kukus kedelai, pada tabel 4

memperlihatkan bahwa nilai tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa rasa bolu kukus kedelai yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan dengan konsentrasi penambahan tepung kedelai 75% (P2) sebanyak 61.5%. Rasa bolu kukus kedelai yang kurang diminati oleh panelis adalah pada perlakuan penambahan tepung kedelai 100% (P3) sebanyak 19.2 % menyatakan tidak suka.

Hal ini disebabkan karena semakin tinggi proporsi penambahan tepung kedelai juga akan mempengaruhi rasa dari bolu kukus kedelai. Masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa anti gizi

dan senyawa penyebab off flavour

(menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki). Kehadiran kedua kelompok senyawa tersebut dalam produk olahan

kedelai menyebabkan mutunya menjadi

(6)

terdiri dari anti tripsin (jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh), hemaglutinin, fitat dan oligosakarida penyebab flatulensi, sedangkan kelompok senyawa penyebab off flavour antara lain

penyebab bau langu (beany flavour),

penyebab rasa pahit dan penyebab rasa kapur (chalky flavour) (Koswara, 1992).

Berdasarkan uji statistik Friedman Test pada ke-3 perlakuan diperoleh nilai p= 0.139, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rasa dari ke-3 kelompok perlakuan bolu kukus kedelai. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan bolu kukus ada penambahan bahan lain selain tepung kedelai dan tepung terigu, sehingga rasa khas dari tepung kedelai tidak begitu kuat dirasakan oleh indera pencicip (lidah).

Rasa ini sangat erat kaitannya dengan indera perasa yaitu lidah yang timbul akibat adanya rangsangan kimiawi. Rasa merupakan salah satu penentu dari produk yang dihasilkan. Komponen aroma, warna dan tekstur baik akan tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka panelis tidak akan menerima hasil produk pangan tersebut. Pada kenyataannya, manusia selalu memberikan

respon yang berbeda-beda terhadap

rangsangan yang sama. Perbedaan sensasi yang terjadi di antara dua orang dapat disebabkan oleh adanya perbedaan sensasi yang diterima, karena perbedaan tingkat sensitivitas organ penginderaanya atau karena kurangnya pengetahuan terhadap rasa tertentu (Setyaningsih et al., 2010).

Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk. Rasa

makanan merupakan gabungan dari

rangsangan cicip, bau dan pengalaman yang banyak melibatkan lidah. Menurut Solihin (2005) bahwa umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa terpadu, sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.

g. Analisis Organoleptik Tekstur Bolu

Kukus Kedelai

Hasil uji organoleptik tekstur ketiga bolu kukus tepung kedelai dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Daya Terima Penilaian Tekst ur 040 Tekstur 140 Tekstur 004 Nilai p* Tekstur n % N % N % Sangat Tidak Suka 0 0.0 0 0.0 2 7.7 Tidak Suka 2 7.7 0 0.0 6 23.1 Biasa 6 23.1 4 15.4 7 26.9 Suka 11 42.3 15 57.7 10 38.5 Sangat Suka 7 26.9 7 26.9 1 3.8 Total (N) 26 100 26 100 26 100 0.001 Keterangan : N = Jumlah keseluruhan dari panelis * = uji Friedman

Uji organoleptik terhadap tekstur ke-3

perlakuan berdasarkan hasil penilaian

Hedonic Scale Test terhadap kesukaan tekstur bolu kukus kedelai dengan atau tanpa perlakuan penambahan tepung kedelai seperti pada tabel 5 menunjukkan bahwa tekstur bolu kukus kedelai yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan penambahan tepung kedelai sebanyak 75% (P2). Sedangkan untuk nilai terendah menunjukkan tekstur bolu kukus kedelai yang kurang diminati oleh panelis adalah pada perlakuan penambahan tepung kedelai 100% (P3). Hal ini dikarenakan adanya kandungan gluten atau glidin pada tepung terigu. Dimana tepung terigu mampu menyerap air dan dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat untuk menghasilkan bolu kukus dengan tekstur yang lembut.

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Subagjo (2007) hubungan antara tepung gandum (flour), protein, gluten jaringan, dan produk adalah mutu produk yang dihasilkan ditentukan oleh kandungan gluten jaringan tepung tersebut. Mutu jaringan tersebut ditentukan oleh kuat gluten (daya ikat air oleh gluten). Kuat gluten ditentukan oleh jumlah protein yang ada dan jumlah protein ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan. Zat gluten pada tepung terigu menyebabkan pengembangan untuk adonan kue dan memungkinkan tertahannya carbondioxide yang dihasilkan oleh busa yang beragi, sehingga menimbulkan susunan kue yang baik

mutunya (Sediaoetama, 2006). Menurut

(7)

produk pangan berperan penting dalam proses penerimaan produk oleh konsumen.

Berdasarkan uji statistik Friedman Test pada ke-3 perlakuan diperoleh nilai p = 0.001, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tekstur dari ke-3 kelompok perlakuan bolu kukus kedelai. Hal ini

dikarenakan semakin banyak proporsi

penambahan tepung kedelai, maka teksturnya

menjadi sedikit kurang mengembang

sempurna. Hal ini sesuai dengan pernyataan Virgo (2007) yang menyebutkan bahwa tekstur kue bolu yang dihasilkan semakin menurun yang disebabkan oleh banyaknya air yang diikat oleh tepung kedelai karena di dalam tepung kedelai terdapat pati dan protein yang dapat mengikat air.

Penilaian tekstur produk dapat dilakukan perabaan dengan menggunakan ujung jari tangan. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga

elemen yaitu mekanik (kekerasan,

kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al., 2010).

4. KESIMPULAN

a. Semakin tinggi prosentase

penambahan tepung kedelai semakin rendah kadar gulanya yaitu 15.25%.

b. Semakin tinggi prosentase

penambahan tepung kedelai semakin tinggi kadar proteinnya yaitu 14.25%. c. Tidak ada perbedaan kadar gula bolu

kukus kedelai dari ketiga perlakuan (p = 0.102)

d. Ada perbedaan kadar protein bolu kukus kedelai dari ketiga perlakuan (p = 0.000).

e. Ada perbedaan aroma (p = 0.005) dan tekstur (p = 0.002) bolu kukus kedelai dari ketiga perlakuan.

f. Tidak ada perbedaan warna (p = 0.430) dan rasa (p = 0.139) bolu kukus kedelai dari ketiga perlakuan.

g. Nilai dari Hedonic Scale Test

menunjukkan bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai suka pada aroma (65.4%), rasa (61.5%) dan tekstur (57.7%) paling banyak pada perlakuan 75% (P2). Sedangkan nilai

suka pada warna (65.4%) paling banyak pada perlakuan 100% (P3).

5. REFERENSI

Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hartandria F. 2004. Uji Kadar Protein Pada Pembuatan Bolu Kukus dari Tepung Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Dan Penambahan Ekstrak Buah Naga

Merah (Hylocereus Polyrhizus)

Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. Skripsi. Surakarta : Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Lawless, L.T. dan Heymann, H. 2010. Sensory Evaluation of Food. New York: Springer.

Meilgaard M, GV Civille dan BT Carr. 2007. Sensory Evaluation Techniques. New York: CRC Press.

Nurhadi, B dan Nurhasanah, S. 2010. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bandung: Widya Padjajaran.

Novalina, Y. 2013. Pengaruh Penambahan

Tepung Terigu Terhadap Daya

Terima, Kadar Karbohidrat Dan Kadar Serat Kue Prol Bonggol Pisang (Musaparadisiaca). Skripsi. Jember :

Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Jember.

Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

Setyaningsih, D., Apriyanto, A dan Sari, MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Solihin, M.A. 2005. Subsitusi Tepung Terigu

(8)

Pembuatan Cake. Skripsi. Riau:

Fakultas Teknologi Agrikultur

Universitas Riau.

Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sufi, SY. 2009. Sukses Bisnis Roti. Jakarta : Kriya Pustaka.

Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Virgo, S. D. Hanela. 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Kedelai Terhadap Daya Simpan Nugget Ayam Ras

Afkir. Tesis. Padang: Fakultas

Peternakan Universitas Andalas. Widya Pangan dan Gizi. 2000. Manfaat

Tepung Terigu.

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/ Jur._Pend._Kesejahteraan_Keluarga/ 196005041986012. Akses Tanggal 1 September 2015

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Utama.

_______. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Rendahnya tingkat regenerasi diakibatkan adanya pemanfaatan buah aren sebagai kolang-kaling oleh masyarakat sehingga aren dewasa tidak dapat beregenerasi dengan baik.Selain

Dari hasil pembahasan diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling bermasalah terhadap produktivitas adalah faktor material karena mempunyai tingkat indeks produktivitas

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan hukum kepegawaian dengan lembaga kepegawaian di Indonesia, bagaimana mutasi PNS serta tugas pokok dan fungsi jabatan

impuls adalah turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nosel. tekanannya adalah sama dengan tekanan

results of Duncan’s test showed that the oleic acid content of steamed mollusc muscle was different with mollusc muscle which was boiled and boiled with salt. Oleic acid content

“…seluruh uang yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu menjadi hangus dan tidak dapat dituntut kembali…” klausula tersebut sangat merugikan

Perawatan atau pengobatan yang tidak diperlukan secara medis atau tidak berhubungan dengan pengobatan suatu penyakit atau cedera. Penyakit atau cedera yang timbul