• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebijakan BI Rate terhadap Kond

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Kebijakan BI Rate terhadap Kond"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBIJAKAN BI RATE TERHADAP

KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA

Farisa Noviyanti

8D DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan email: chabadres@gmail.com

AbstrakDalam kondisi normal, Bank Sentral menggunakan instrumen suku bunga untuk menstabilkan harga (menahan laju inflasi). Menaikkan suku bunga secara tidak langsung akan mengurangi jumlah uang yang beredar di pasar melalui dua mekanisme: memberikan insentif kepada masyarakat untuk menabung dan mengurangi permintaan masyarakat untuk mengambil kredit. Karena jumlah uang yang beredar berkurang, otomatis nilai uang bertambah sehingga nilai barang secara relatif menurun, dan harga barang pun menurun sehingga laju inflasi bisa ditahan. Demikian juga sebaliknya dengan penurunan suku bunga. Paper ini memfokuskan dan menjelaskan bagaimana pengaruh kebijakan kenaikan dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap kondisi perekonomian di Indonesia.

Kata Kunci:BI Rate, suku bunga, inflasi, investasi, tabungan, moneter

1. PENDAHULUAN

a. Landasan Teori Penetapan Suku Bunga Menurut Samuelson (1990), suku bunga adalah harga yang harus dibayar bank atau peminjam lainnya untuk memanfaatkan uang selama jangka waktu tertentu. Suku bunga merupakan salah satu sasaran kebijakan moneter yang sangat besar pengaruhnya karena suku bunga memegang peranan penting di dalam kegiatan perekonomian. Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank.

Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil. Berikut adalah beberapa teori penentuan kebijakan suku bunga: 1). Teori Suku Bunga Klasik

Menurut kaum Klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang dilakukan dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama dengan yang dilakukan oleh pengusaha. Menurut pengertian kaum Klasik, bunga adalah “harga” dari penggunaan leonable funds.

Terjemahan langsung dari istilah tersebut adalah “dana yang tersedia untuk dipinjamkan”.

Dalam teori Fisher mengenai Leonable Funds Theory, bahwa tingkat suku bunga

umum ditentukan oleh interaksi kompleks dari dua faktor, yaitu total permintaan dana oleh perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan rumah tangga, atau individu-individu. Permintaan ini berhubungan negatif dengan suku bunga (kecuali dengan permintaan pemerintah yang sering tidak terpengaruh pada tingkat suku bunga).

Yang mempengaruhi tingkat suku bunga adalah total penawaran dana dari perusahaan-perusahaan pemerintah dan individu-individu. Penawaran berhubungan positif dengan tingkat suku bunga jika semua faktor ekonomi yang lain konstan. Berrdasarkan teori suku bunga klasik, tingkat suku bunga dalam keseimbangan (artinya tidak adanya dorongan untuk naik atau turun) terjadi apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha melakukan investasi.

2). Teori Suku Bunga Keynes

(2)

Perbedaan dengan teori klasik adalah Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian belum mencapai tingkat full employment. Oleh karena itu, produksi dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah maupun tingkat harga. Dengan menurunkan tingkat suku bunga, investasi dapat dirangsang untuk meningkatkan produksi nasional. Demikian halnya dengan investasi, investasi menurutnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lainnya selain tingkat bunga.

3). Teori Suku Bunga Sir John Hicks

Menurut Hicks, bahwa suku bunga berada dalam keadaan keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat suku bunga itu memenuhi keseimbangan diperoleh meningkat. Sedangkan menurut Keynes bahwa uang selain digunakan untuk tujuan produktif juga spekulatif untuk memperoleh keuntungan [1]. b. Peran Tingkat Suku Bunga dalam Kebijakan

Moneter

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Politik diskonto adalah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral dengan menambah atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikan atau menurunkan tingkat suku bunga. Jika Bank Sentral menaikan suku bunga diharapkan masyarakat tertarik untuk menyimpan uang di bank dan dengan demikian jumlah uang yang beredar berkurang. Selain itu kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku bunga kredit, dengan naiknya suku bunga kredit maka minat untuk mengajukan kredit akan berkurang.

Jika suku bunga turun, tentu keadaannya mencerminkan keadaan bahwa di masyarakat jumlah uang harus ditambah. Dengan bunga yang rendah masyarakat tidak tertarik untuk menabung dan suku bunga kredit akan turun dan mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman ke bank. Dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah. Penurunan suku bunga biasanya dilakukan pada saat perekonomian mengalami kelesuan (resesi). Di Indonesia, kebijakan moneter terhadap penyesuaian tingkat suku bunga tersebut dilakukan melalui

kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. b. Kebijakan Penetapan BI Rate

BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan mekanisme sebagai berikut:

1) Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan. 2) Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan

berlaku sampai dengan RDG berikutnya

(3)

kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam mempengaruhi inflasi.

4) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.

Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin

(bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. Berikut adalah tabel perubahan BI Rate selama tahun 2013

(Berdasarkan hasil dari Rapat Dewan Gubernur):

Tanggal BI Rate 12 Nov 2013 7.50%

8 Okt 2013 7.25% 12 Sept 2013 7.25% 29 Agust 2013 7.00% 15 Agust 2013 6.50% 11 Juli 2013 6.50% 13 Juni 2013 6.00% 14 Mei 2013 5.75% 11 April 2013 5.75% 7 Maret 2013 5.75% 12 Feb 2013 5.75% 10 Jan 2013 5.75%

Sepanjang lima bulan terakhir ini, BI cenderung agresif menaikkan level BI Rate sebesar 150 bps. Sejak 13 Juni 2013 lalu, BI Rate memang sudah mulai naik 25 bps ke level 6 %. Secara bertahap kemudian naik lagi 50 bps di 11 Juli 2013, di 15 Agustus 2013 bertahan di 6,5 % dan 29 Agustus 2013 naik lagi 50 bps ke level 7 %. Terakhir, BI menaikkan BI Rate sebesar 25 bps ke 7,25 % di 12 September 2013 dan 12 November lalu, BI Rate kembali naik ke 7,50 %.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 November 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga

Deposit Facility masing-masing naik menjadi 7,50% dan 5,75%. Kebijakan ditempuh dengan mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi berjalan di tengah risiko ketidakpastian global yang masih tinggi. Dengan demikian, keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat dan inflasi tetap terkendali menuju ke sasaran 4,5±1% pada tahun 2014 sehingga tetap dapat mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi [3] [4].

c. Pengaruh Penyesuaian BI Rate

1). Hubungan BI Rate dengan Defisit Transaksi Berjalan

Kenaikan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50% dinilai oleh Menteri Keuangan sebagai langkah antisipatif Bank Indonesia dalam menghadapi kondisi perekonomian pada tahun depan. Tujuannya agar defisit transaksi berjalan bisa digiring di bawah 3% terhadap PDB dan untuk membuat dana asing tetap bertahan di Indonesia. Mengingat dengan laju inflasi tahun kalender (Januari-Oktober) sebesar 7,66% dan BI Rate 7,25%, selisih suku bunganya menjadi negatif.

Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi diberlakukannya tapering off (pengurangan) stimulus moneter Federal Reserve, BI harus membuat jarak keduanya relatif dekat untuk menahan keluarnya arus modal asing [5]. Dengan naiknya BI Rate kali ini, harapannya BI dapat menghimpun kembali uang yang sudah terlalu banyak beredar di masyarakat untuk membantu mengurangi defisit tersebut dan laju inflasi pun dapat kembali ditekan.

2). Hubungan BI Rate dengan Nilai Rupiah Terdapat sedikitnya dua cara pemerintah untuk secara langsung menyesuaikan nilai Rupiah: (a) intervensi pasar modal dengan menjual Dollar dan membeli Rupiah dengan menggunakan devisa negara, atau (b) dengan menaikkan suku bunga. Dari kedua cara tersebut, cara pertama cenderung lebih berisiko karena cadangan devisa Indonesia yang hanya sekitar beberapa miliar Dollar AS terbilang relatif kecil dalam takaran pasar uang. Selain itu, risiko dari strategi ini sangat besar karena cadangan devisa akan semakin tumpul (semakin defisit) jika dipakai. Ketika jumlah cadangan turun ke suatu level kritis di mana pasar tidak percaya metode ini akan berhasil, investor akan menyelamatkan diri sendiri, dan semakin melemahkah Rupiah dalam proses itu.

Cara kedua adalah yang lebih ideal. Apa yang terjadi ketika Bank Sentral suatu negara menaikkan suku bunga? Ada sekelompok investor yang hidup dengan mencari jejaring yang memberikan bunga lebih tinggi. Investor ini akan tertarik untuk menaruh modalnya ke negara tersebut sehingga menguatkan mata uang negara tersebut. Bila tindakan ini tidak bisa menarik investor seperti ini yang baru, paling tidak tindakan ini dapat mengurangi niat investor yang sudah di dalam untuk tidak pergi.

(4)

Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa. Sering terjadi ketika bank menaikkan bunga pinjaman kepada pihak yang mengajukan kredit dengan dasar BI Rate naik, namun di sisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabahnya tidak berubah. Sementara bagi BI sendiri, BI Rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI Rate naik ke 7,50%, maka pihak bank dapat menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga 7,50%.

Jika BI Rate dinaikkan, maka bank cenderung menaruh dana tabungan nasabah mereka di BI daripada menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sebab meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih kecil dari bunga kredit namun penjaminnya adalah pemerintah, sehingga resiko kredit macetnya sangat kecil, bahkan mendekati nol. Jika dana milik masyarakat yang dipegang para bank diendapkan di BI, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan pada akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Itulah sebabnya BI Rate merupakan instrumen yang biasanya cukup ampuh untuk menurunkan tingkat masyarakat berkurang, pertumbuhan inflasi memang akan tertekan. Namun di sisi lain juga beresiko menekan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika bank memilih untuk tidak memberikan pinjaman modal ke pengusaha karena lebih menguntungkan untuk menyimpan dana di BI, maka para pengusaha tentunya akan kesulitan mengembangkan usahanya, dan pada akhirnya akan menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Karena itulah, jika kemudian tingkat inflasi telah terkendali, maka BI bisa menurunkan kembali BI Rate-nya, agar dana yang tadinya diendapkan bisa kembali dikucurkan ke masyarakat, untuk menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit akan melambat seiring dengan kenaikan suku bunga, perlambatan permintaan domestik dan kebijakan makroprudensial yang ditempuh oleh Bank Indonesia.

4). Hubungan BI Rate dengan Pasar Modal Ketika inflasi mulai naik tidak terkendali, maka efeknya adalah biaya operasional para perusahaan yang terdaftar di

BEI menjadi membengkak, karena naiknya harga bahan baku dan gaji karyawan. Akibatnya, laba bersih para emiten dikhawatirkan akan turun. Alhasil, harga sahamnya pun turun. Dan jika hal ini terjadi pada banyak saham, maka IHSG secara keseluruhan juga akan turun. Jadi ketika BI Rate dinaikkan dan harapannya inflasi akan terkendali, maka IHSG juga bisa bangkit kembali.

Namun, naiknya BI Rate tidak akan serta merta menguatkan IHSG, karena yang menjadi concern investor bukanlah BI Rate-nya, melainkan tingkat inflasi. Dalam jangka pendek, naiknya BI Rate bahkan justru berpotensi semakin melemahkan IHSG. Karena dengan naiknya BI Rate, maka suku bunga di deposito dan sukuk akan cenderung naik. Selain itu, para investor di pasar modal kini punya alternatif investasi yang tidak kalah menguntungkan dibanding investasi saham dan tentu saja IHSG akan semakin tertekan.

5). Hubungan BI Rate dengan Investasi

Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi

Suku bunga yang tinggi akan menarik masyarakat untuk menyimpan kelebihan pendapatannya untuk menabung di bank daripada menambah konsumsinya sehingga ketergantungan akan modal asing dapat dikurangi. Namun investasi mengisyarakatkan tingkat suku bunga harus rendah dimana tingkat pengembalian modal investasi harus lebih tinggi dari pada tingkat bunga yang berlaku agar investasi tersebut menguntungkan. Hubungan antara investasi dengan tingkat keuntungan adalah positif artinya apabila keuntungan meningkat maka investasi juga akan meningkat. Dalam hal ini Timbergen (1938-1939) dan Klien (1951) mengungkapkan bahwa keuntungan merupakan faktor penentu utama dalam investasi.

(5)

yang memiliki hubunngan positif. Semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita masyarakat, maka semakin tinggi tingkat investasi. Kedua, tingkat suku bunga pinjaman dalam suatu negara memiliki hubungan negative dengan tingkat investasi.Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah tingkat investasi dan sebaliknya. Hubungan antara tingkat suku bunga dengan investasi adalah negatif artinya semakin rendah biaya – biaya bunganya maka makin banyak investasi yang akan diadakan dan sebaliknya makin tinggi biaya-biaya bunganya maka makin banyak pengusaha yang tidak terdorong untuk mengadakan investasi.

Di Indonesia investasi adalah salah satu cara untuk menambah pendapatan nasional. Jika dilihat dari kebijakan moneter, investasi lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga riil. Dan suku bunga riil dipengaruhi oleh BI Rate. Bila BI Rate tinggi maka suku bunga riil juga akan tinggi sehingga masyarakat memilih untuk menyimpan uangnya di bank daripada melakukan investasi dan begitu juga sebaliknya [6]. d. Risiko Penyesuaian BI Rate

Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam menaikkan dan menurunkan BI Rate yang semuanya harus berpihak pada kesejahteraan rakyat dalam negeri sebagai prioritas utama. Dampak ekonomi yang harus diwaspadai dalam perubahan BI Rate di antaranya adalah: 1). Gross Domestict Product (GDP)

Kenaikan BI Rate dikhawatirkan akan mengganggu target pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang dikeluarkan BI seharusnya memang diimbangi oleh kebijakan fiskal yang dirilis oleh Kementerian Keuangan. Harapannya, kondisi pasar akan stabil sesuai yang diharapkan oleh pemerintah. Kondisi stabilitas perekonomian bisa dilihat dari kondisi inflasi, nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS ataupun indikator perekonomian lainnya.

2). Kredit Perumahan Rakyat

Pengadaan perumahan merupakan bagian terpenting dalam menunjang kesejahteraan hidup manusia. Turunnya jumlah unit perumahan baru dapat memperlambat perekonomian dan mendorong ke arah resesi. Sebaliknya, peningkatan pada jumlah unit perumahan baru mengindikasikan tumbuhnya perekonomian. Namun, kenaikan BI Rate yang berdampak pada kenaikan bunga pinjaman mengambang yang ditetapkan oleh bank cenderung dapat menyebabkan potensi kredit macet, menghambat daya beli masyarakat terhadap perumahan baru dan

suku bunga pinjaman (KPR) yang masih dalam masa pembayaran jangka panjang. 3). Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)

Unemployment Rate adalah indeks tingkat pengangguran atau yang aktif mencari lowongan pekerjaan namun belum mendapatkan pekerjaan. Unemployment Rate berpengaruh terhadap sinyal perubahan tren perekonomian Negara. Dampak yang harus diperhatikan dalam kebijakan naik-turunnya BI Rate dan pada akhirnya berpengaruh pada fluktuasi suku bunga perbankan dan iklim investasi adalah ketidakpastian apakah kebijakan tersebut akan meningkatkan peluang usaha dan peluang kerja atau malah justru meningkatkan pengangguran dan PHK.

Hal-hal tersebut di atas menjadi dampak utama dari kebijakan kenaikan atau turunnya BI Rate yang dapat mempengaruhi makro ekonomi suatu negara [7].

3. PENUTUP

Terdapat hubungan jangka panjang yang stabil antara kebijakan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar dan kredit sebagai variabel moneter memiliki hubungan jangka pendek dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti dalam periode yang sama, jumlah uang beredar akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hipotesa Keynes, penawaran uang (Money Supply) memiliki pengaruh positif terhadap output dan pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan BI Rate akan membantu mengurangi defisit transaksi berjalan dan laju inflasi pun dapat kembali ditekan. Kenaikan BI Rate ini juga dilakukan untuk membuat dana asing tetap bertahan di Indonesia. Investor akan tertarik untuk menaruh modalnya ke Indonesia sehingga dalam menguatkan nilai Rupiah. Namun, dalam jangka pendek, naiknya BI Rate berpotensi melemahkan IHSG karena dengan naiknya BI Rate, maka suku bunga di deposito dan sukuk akan cenderung naik.

Di sisi lain, kenaikan BI Rate juga memiliki risiko yang harus diwaspadai seperti potensi kredit macet karena semakin meningkatnya suku bunga pinjaman perbankan dan jika tidak diantisipasi dengan baik dapat kembali berdampak pada meningkatnya pengangguran dan melemahnya pertumbuhan ekonomi.

DAFTAR REFERENSI

[1] Pengaruh Suku Bunga dan Mata Uang,

(6)

[2] Wikipedia, Kebijakan Moneter

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter diakses tanggal 24 November 2013.

[3] Bank Indonesia, Moneter

http://www.bi.go.id/web/id/Moneter diakses tanggal 24 November 2013.

[4] Bank Indonesia, Tinjauan Kebijakan Moneter November 2013diunduh melalui

http://www.bi.go.id/ tanggal 24 November 2013. [5] Kenapa BI Rate Terus Naik,

http://www.merdeka.com/uang/kenapa-bi-rate-terus-naik.html diakses tanggal 24 November 2013.

[6] Pengaruh BI Rate terhadap IHSG,

http://www.teguhhidayat.com/2011/02/pengaruh-bi-rate-terhadap-ihsg.html diakses tanggal 24 November 2013.

[7] Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang yang Beredar, dan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rujukan-rujukan utama yang digunakan pada berbagai publikasi ilmiah mengenai telaah kesalahan konsep, untuk mengetahui materi

Penyelenggaraan subsistem regulasi bertujuan terselenggaranya sistem regulasi kesehatan yang meliputi perijinan dan pengawasan serta registrasi, sertifikasi dan

Suatu sebab yang halal maksudnya apa yang menjadi tujuan bersama atau apa yang dikerjakan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut bukan hal yang dilarang oleh

Adobe Illustrator je softver koji se koristi za dizajn vektorske grafike i razvijen je od strane tvrtke Adobe Systems.. Prvi puta je razvijen za Apple

The aim of the study was to investigate the methylation status of TLR4 and IL6 promoter in peripheral blood of obese adolescent and its correlation to insulin resistance.. This was

To conduct th e ; specific mutu ally-agreed cooperative projects defined in accordance with th e provision of Articl e 3 of this Lol, th e Parties will

Setelah berakhirnya program KKN Tematik ini, diharapkan terjadi peningkatan dalam hal kesadaran akan kesehatan baik dari segi individu maupun dari

Warga negara dari masing-masing Pihak pemegang paspor yang berlaku, merujuk pada Pasal 1 dari Perjanjian ini, dan ditugaskan sebagai anggota misi diplomatik atau