• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAIDAH KAIDAH SITE PLANNING DAN THEMATIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAIDAH KAIDAH SITE PLANNING DAN THEMATIC"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KAIDAH-KAIDAH ‘SITE-PLANNING’ DAN ‘THEMATIC DESIGN’

DALAM PERANCANGAN KAWASAN PERUMAHAN YANG BERKELANJUTAN

Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI.

Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 Lantai 1 – Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124

E-mail : udjianto_pawitro@yahoo.com / udjianto@itenas.ac.id

ABSTRAK

Perencanaan dan perancangan kawasan perumahan di perkotaan, pihak perencana perlu untuk mengenal dan memahami landasan konseptual serta aspek teknis yang berkaitan dengan ‘site-planning’. Pengenalan dan pemahaman terhadap landasan konseptual yang berkaitan dengan kegiatan ‘site planning’ di kawasan perumahan pada dasarnya ditujukan untuk mengungkap ‘dasar-dasar pemikiran’ yang menjadi latar-belakang suatu kawasan perumahan direncanakan dan dirancang.

Selain hal diatas upaya mengenal dan memahami ‘thematic design’ juga diperlukan terutama untuk melihat ‘corak’ yang memberi warna atau ciri-khas pada kegiatan perancangan di kawasan perumahan. Pada masa sekarang ini, perancangan kawasan perumahan terutama di perkotaan, didukung oleh adanya pendekatan ‘thematic design’ sebagai salah satu unsur yang mengangkat ‘nilai-tambah’ proses perancangan.

Aspek teknik yang berkaitan dengan kegiatan ‘site-planning’ juga perlu diungkap, mengingat untuk memahami ‘peta scenario’ yang diambil atau diputuskan atau dipilih dalam kegiatan perancangan kawasan perumahan. Tujuan dari telaah atau kajian ini adalah untuk memberi masukan dan ‘nilai-tambah’ yang berguna dalam proses perencanaan dan perancangan yang dilakukan perencana dalam mewujudkan kawasan perumahan yang baik dan berkelanjutan.

Kata kunci : site-planning, thematic-design, kawasan perumahan.

ABSTRACT

Planning and design of housing in urban areas, the planners need to know and understand the conceptual basis and technical aspects relating to 'site-planning'. Recognition and understanding of the conceptual basis that related to site-planning 'in the housing area is basically aimed to uncover the' premises' is the background of a residential area is planned and designed.

In addition to the above efforts to know and understand the 'thematic design' is also needed, especially to see the 'pattern' that gives color or the hallmark of the design activity in residential areas. At the present time, the design of housing, especially in urban areas, supported by the existence of a 'thematic design' as one element that elevates the 'value-added' of design process.

Technical aspects relating to the activities of 'site-planning' also need to be revealed, given to understand 'scenario maps' drawn or decided or chosen in the design activities of a residential area. The purpose of the study or review is to provide input and 'value-added' are useful in the planning and design that made the planners in creating good and sustainable housing.

Keywords: site-planning, thematic-design, residential area.

I. PENDAHULUAN.

Dalam memasuki abad 21 pada saat sekarang ini, terlihat adanya trend bahwa pembangunan di kawasan perkotaan berkembang sangat pesat. Banyak pakar perkotaan membuat prediksi bahwa pada banyak wilayah di belahan dunia proses pembentukan kawasan perkotaan terlihat sangat menonjol dan dominan. Hal diatas dapat dilihat dari pembentukan kawasan perkotaan (urban areas) yang pada periode 2010 hingga

(2)

2025 mencapai angka 48% hingga 53%. Dengan demikian pada era 2020-an mendatang perbandingan areal perkotaan dibandingkan areal pedesaan adalah sekitar 53% : 47%. Dalam artian pada masa mendatang (memasuki abad 21) pembangunan di kawasan perkotaan menjadi semakin menonjol dan dominan.

Demikian pula seiring dengan peningkatan pembangunan kawasan perkotaan yang semakin menonjol dan dominan pada abad 21 ini, terjadi pula peningkatan akan tuntutan kualitas hidup dari masyarakat di lingkungan kawasan perkotaan. Ketersediaan akan infrastruktur dasar yang mendukung kehidupan kawasan perkotaan, sudah semestinya dipenuhi oleh kota - kota besar di dunia. Bahkan masyarakat kota-kota besar pada saat sekarang ini menuntut adanya peningkatan kualitas yang lebih baik atau lebih tinggi dari kondisi infrastruktur dasar perkotaan yang telah ada. Hal diatas dinilai wajar dan terus berkembang – yang salah satu penyebabnya adalah tuntutan akan gaya hidup di kawasan perkotaan. (lihat Peter Hall – 2000).

Kemudian jika kita lihat dalam kenyataan salah satu bentuk pembangunan kawasan perkotaan adalah kegiatan pembentukan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan. Pembentukan kawasan perumahan atau

residensial districtdi lingkungan perkotaan, pada kenyataannya merupakan kegiatan pembangunan yang cukup dominan dan menonjol dikarenakan pembentukan kawasan perumahan ini menggunakan areal lahan yang cukup besar. Diperkirakan proses pembentukan kawasan perumahan di areal perkotaan mencapai angka 40% hingga 45% dari seluruh areal perkotaan yang ada. Hal diatas dapat dimengerti karena pada kawasan perumahan ini sebagian besar penduduk perkotaan bertempat tinggal atau berhuni.

Dalam kegiatan pembangunan atau pembentukan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan, pada dasarnya masalah yang dihadapi tidak dapat lepas dari kontekstual latar belakang kegiatan pembangunan kawasan perkotaan yang muncul. Pembangunan kawasan perumahan di suatu kawasan perkotaan, apakah konteksnya kota kecil maupun kota besar, kegiatan pembentukan kawasan perumahan yang dilakukan sudah semestinya memperhatikan tautan atau kontekstual masalah-masalah perkotaan (the urban problems) yang dihadapi oleh kota yang besangkutan. Semakin besar skala atau luasan suatu kota, maka pada kenyataannya semakin kompleks masalah-masalah perkotaan yang dihadapi.

Mengenal dan memahami masalah - masalah perkotaan atau ‘urban problems’ diperlukan sebagai kontekstual dalam perhatian dan pertimbangan pada kegiatan pembentukan dan pembangunan kawasan perumahan Berikut dibawah ini masalah - masalah perkotaan atau ‘the urban problems’ yang penting dan menonjol yang patut dipertimbangakan, yaitu : (a) tingkat urbanisasi yang tinggi, (b) proses urbanisme yang sangat dinamis, (c) pengadaan infrastruktur dasar kota, (d) pengadaan sarana (fasilitas) pendukung kawasan perkotaan, (e) potensi kegiatan ekonomi perkotaan, (f) pengadaan kawasan perumahan (residensial district) yang mendesak, (g) kondisi lingkungan hidup yang terus menurun, (h) masyarakat miskin kota serta pengangguran, (i) fenomena kampong kota dan pembentukan kawasan kumuh di perkotaan.

Dua hal yang cukup menonjol dan juga dianggap penting yang perlu mendapat perhatian dan berkaitan dengan kegiatan perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan perumahan adalah: (a) tingginya tingkat permintaan (demand) masyarakat akan kebutuhan rumah tinggal atau perumahan, dan (b) makin menurunnya kualitas lingkungan hidup di kawasan perkotaan, sehingga terganggunya aspek ekologis di kawasan perkotaan akibat kegiatan pembangunan yang dilakukan. Dari dua hal diatas maka perlu kita mengenal dan memperhatikan serta mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dalam kegiatan perencanaan kawasan perumahan.

Dalam makalah ini terdapat penekanan pada tiga sub topik yang dibahas secara lebih mendalam, dimana satu sub-topik dengan sub-topik yang lain saling berkaitan dan berhubungan, yaitu: (a) site-planning atau perencanaan tapak, (b) pendekatan ‘perancangan tematik’ atau ‘thematic design’ dan (c) pembentukan kawasan perumahan yang berkelanjutan. Tujuan akhir dari makalah ini adalah untuk mengenal dan memperhatikan aspek-aspek ‘site-planning’ serta penggunaan ‘perancangan tematik’ dalam kawasan perumahan, sehingga diharapkan terdapat ‘nilai - tambah’ dalam kegiatan perencanaan dan perancangan serta tercapai pembentukan kawasan perumahan yang lebih baik dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA / TELAAH TEORITIK : ‘SITE-PLANNING’ DAN ‘THE THEMATIC DESIGN’.

(3)

Site-Planning), (b) Penggunaan Perancangan Tematik (The Thematic Design), dan (c) Pembentukan kawasan perumahan yang berkelanjutan (The Sustainable Housing).

a) Aspek-aspek ‘Site-Planning’ dan Perannya Dalam Perencanaan Kawasan Perumahan.

Site Planning atau dalam istilah bahasa Indonesia disebut ‘Perencanaan Tapak’ adalah salah satu bentuk kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan (menyeluruh) dari suatu tapak atau lahan atau kawasan yang diatasnya akan didirikan sarana bangunan atau fasilitas arsitektural, seperti: bangunan atau gedung, jalan dan jembatan, pengerasan muka lahan untuk areal parkir dan fungsi lain. Dalam site-planning pada dasarnya terdapat ‘usaha’ atau ‘intervensi’ manusia dalam merubah bentuk asal mula lingkungan alamiah (the natural environment) menjadi lingkungan binaan (the built environment) guna kebutuhan hidup manusia.

Pada pokoknya kegiatan site-planning difokuskan pada usaha-usaha perencanaan dan perancangan berkait dengan tapak (lahan) dimana bangunan atau gedung akan didirikan diatasnya. Akibat adanya perubahan yang terjadi dari lingkungan alamiah (asal-mula-nya) menjadi lingkungan buatan (hasil akhir-nya), maka terdapat ‘perubahan-perubahan’ yang semestinya dapat diprediksi atau ditanggulangi baik secara teknis-teknologis. Juga kemungkinan prediksi mengenai dampak negatif dari perubahan lingkungan alamiah yang terjadi dilihat dari aspek ekologis (lingkungan hidup). Tujuan kegiatan site-planning dalam kegiatan perencanaan-perancangan kawasan perumahan, meliputi: (a) tujuan aspek kegunaan / fungsional, (b) tujuan aspek struktural dan keteknikan, serta (c) tujuan aspek estetika / keindahan pada kawasan perumahan.

Karena menyangkut proses perubahan lingkungan tapak (lahan) pada kawasan perumahan dimaksud, maka kegiatan perencanaan tapak atau site-planning, terdapat dua aspek penting yang menjadi bahan pertimbangan didalamnya. Kedua aspek penting pertimbangan dalam site-planning ini adalah: (a) Aspek Alamiah atau Natural atau Ekologis (lingkungan hidup) yang bersifat fisikal, dan (b) Aspek Social-Kultural yang bersifat non-fisikal. Aspek alamiah atau ekologis, adalah aspek-aspek pertimbangan yang dipergunakan untuk memprediksi keadaan lingkungan hidup dari tapak (lahan) yang akan digunakan untuk keperluan hidup manusia. Sedangkan aspek sosio-kultural adalah aspek non-fisikal yang dipertimbangkan dalam perencanaan tapak, sehingga secara kultural manusia yang tinggal diatas lahan yang direncanakan akan merasa aman, nyaman dan bahagia.

Jika ditelaah lebih mendalam tentang aspek-aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam kegiatan

‘site-planning’ adalah : (1) Aspek Alamiah / Natural / Ekologis, yang terdiri dari: (a) Kondisi Tanah (Soil Condition), (b) Kondisi Pepohonan dan Tumbuh-tumbuhan, (c) Kondisi Hidrologi (Sumber Air Bersih), (d) Kondisi Iklim Setempat (Climate Condition), dan (e) Kondisi Topografi atau Keadaan Kelerengan Tanah. Sedangkan (2) Aspek Sosio-Kultural yang bersifat non fisikal, terdiri dari: (f) Tinjauan tentang Aesthetic

(Keindahan) Tapak, (g) Kondisi Sejarah / Historis dari Kawasan Tapak, (h) Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting, dan (i) Kondisi Physiographycyang berkaitan dengan retriksiretriksi perencanaan. (lihat Chiara – Koppelman -1978).

Selain menyangkut tujuan fungsional dan keteknikan, kegiatan site-planning juga melibatkan tujuan estetika atau keindahan sehingga site-planning disebut pula seni dalam perencanaan tapak. Dari sudut pandang keindahan, pola-pola bentuk site-planning dalam kawasan perumahan, direncanakan untuk menjadi lingkungan yang aman, nyaman dan menarik (indah). Dalam kegiatan perencanaan tapak yang merupakan bagian dari perancangan arsitektural kawasan, kita mengenal pola-pola bentuk site-plan, yaitu : (a) pola ‘gridiron’ atau ‘kisi-kisi’, (b) pola ’linier’ dan ‘parallel’, (c) pola ‘cul de sac’, (d) pola ‘loop’, (e) pola ‘culvelinier’, (f) pola ‘offset’, dan (g) pola ‘court’. (lihat Todd, W Kim – 1996).

(4)

density area(kawasan hunian dengan kepadatan rendah). Tingkat density hunian ini akan berakibat langsung pada bentukan atau wujud dari lingkungan kawasan perumahan yang direncanakan.

b) Pengunaan Perancangan Tematik (Thematic-Design) Dalam Perancangan Kawasan Perumahan. Pada awal tahun 1980 hingga 1995, industri property di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat. Banyak perusahaan pengembang kawasan atau developers yang muncul seiring dengan semakin luasnya industri real-estate yang tumbuh banyak kota-kota besar di Indonesia. Dalam kurun waktu 1980 hingga 1995, diperkirakan terjadi peningkatan pembangunan kawasan perumahan atau the residensial district yang berada di kota-kota besar di Indonesia. Selain pembangunan kawasan perumahan di kota – kota besar seperti: Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar, pada era 1980-1995 tersebut muncul pula kota metropolitan di Indonesia, seperti: Jabodetabek, Bandung Raya, Gebangkertosusilo, dsb.

Seiring dengan pesatnya perkembangan perusahaan real-estate dan industri property di Indonesia, maka untuk medorong percepatan pemasaran kawasan perumahan skala besar oleh perusahaan real-estate dibentuklah devisi marketing dan devisi perencanaan, yang keduanya meluncurkan apa yang dikenal dengan pendekatan ‘perancangan tematik’ atau the thematic design. Munculnya pendekatan ‘the thematic design’ di Indonesia terutama diluncurkan oleh pihak devisi marketing dalam dunia industry property dan perusahaan real-estate atau perusahaan pengembang (developers). Kemudian pada akhirnya perancangan tematik tersebut dijadikan suatu mendekatan oleh devisi perencanaan kawasan / perancangan bangunan arsitektur.

Pengertian perancangan tematik atau the thematic design adalah kegiatan perencanaan dan perancangan bidang arsitektur yang mengangkat ‘tema-tema’ tertentu dalam aspek design-nya guna meningkatkan nilai-tambah pada perancangan kawasan. Pada awal-mulanya, pendekatan perancangan tematik ini digunakan atau dipakai oleh pihak perencana yang tergabung dalam perusahaan real estate atau developers dan kemudian dijadikan alat utama mendukung aspek pemasaran dalam perusahaan real estate. Pendekatan ‘thematic design’ ini pada dasarnya mengusung atau mengungkap tema-tema tertentu guna dijadikan ‘trade-mark’ dan ‘nilai-jual’ kawasan perumahan yang dibangun.

‘Perancangan tematik’ dinilai cukup ampuh selain untuk mengarahkan pihak perencana di dalam memberi corak atau tema tertentu dalam perancangan bangunan dan perencanaan kawasan, pendekatan perancangan tematik juga diarahkan guna mendorong peningkatan aspek pemasaran dari industri property maupun perusahaan real-estate yang ada. Iklan - iklan atau poster - poster atau baligo - baligo dibuat sedemikian rupa menjadi lebih menarik dengan mengangkat ‘perancangan tematik’ dari kawasan perumahan skala besar yang direncanakan. Misalnya: perumahan resort yang bernuansa alami, perumahan kota yang high-comfort, perumahan kota baru yang bernuansa pendidikan, atau perumahan resort yang hijau dan nyaman……

Dalam bidang arsitektur, perancangan thematic atau the thematic design, mulai diperkenalkan dan diajarkan kepada para mahasiswa sejak tahun 1990-an hingga saat sekarang ini, yaitu di tahun ke empat program studi S1 Arsitektur. Perancangan tematik dalam dunia arsitektur pada dasarnya merupakan langkah lanjutan setelah para arsitek professional atau mahasiswa arsitektur mempelajari perancangan secara typologik. Dalam kenyataannya di lapangan maupun dalam exercise akademik tidak ada kontradiktif atau pertentangan yang mendasar dari pendekatan perancangan tematik dengan pendekatan perancangan typoligik. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi dan mendukung, dengan tujuan utamanya yaitu memberi nilai tambah (value-added) dalam proses perancangan arsitektur. (lihat Udjianto Pawitro – 2002).

(c ) Pembentukan Kawasan Perumahan Yang Berkelanjutan (The Sustainable Housing).

(5)

Konsep perumahan berkelanjutan atau ‘sustainable - housing’adalah konsep yang mempertimbangkan adanya unsur keberlanjutan dalam bidang perumahan. Di dalam konsep ini, termasuk didalamnya termasuk konsep perencanaan kawasan, konsep perendanaan tapak (site-planning), hingga perancangan bangunan perumahan, juga memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan baik secara social - ekonomi dan lingkungan (ekologis). Konsep ‘sustainable housing’ adalah konsep tentang perencanaan dan pembangunan perumahan yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan guna mendukung terjadinya peningkatan kualitas lingkungan hidup yang makin baik dan berlanjut (lestari) di masa depan bagi kehidupan generasi yang akan datang.

Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai atau dipenuhi dalam konsep ‘sustainable housing’terutama pada kegiatan pembangunan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan, yaitu: (a) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan masalah-masalah perkotaan (the urban problems) yang muncul, (b) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis, (c) perlunya mempertahankan daya dukung ‘lingkungan hidup’ (ekologis) bagi kawasan perumahan di perkotaan, (d) perlunya peningkatan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat kawasan perkotaan terutama dari segi ekologis, (e) perlunya upaya penurunan emisi karbon dan pengurangan berbagai bentuk polusi di kawasan perumahan di perkotaan, (f) penggunaan teknologi pada bangunan guna mendukung kenyamanan penghunian, (g) penggunaan bahan bangunan yang dapat didaur-ulang sehingga hemat bahan, serta (h) penggunaan teknologi bangunan guna menghenat energi yang digunakan.

Salah satu bagian penting dari konsep ‘sustainable housing’ adalah penerapan ‘sustainable architecture’, yang lebih fokus pada kegiatan perencanaan dan perancangan arsitektur atau bangunan atau gedung. ‘Sustainable architecture’ atau dalam bahasa Indonesianya adalah ‘Asitektur Berkelanjutan’ adalah istilah yang berkaitan dengan teknik-teknik perancangan (desain) yang sadar akan aspek lingkungan atau ekologis. Arsitektur berkelanjutan dibingkai dalam konteks diskusi yang lebih luas atau besar yaitu masalah-masalah ‘berkelanjutan’ dilihat dari isu–isu keberlanjutan aspek social, keberlanjutan aspek ekonomi dan keberlanjutan aspek lingkungan hidup (ekologis).

Dalam pengertian yang lebih dalam ‘Arsitektur Berkelanjutan’ adalah upaya-upaya desain atau perancangan arsitektur yang berupaya meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pembangunan, dengan cara: (a) pemilihan dan efisiensi yang tepat pada bahan bangunan, (b) penggunaan teknologi bangunan untuk menghemat energi yang digunakan, (c) penerapan prinsip-prinsip desain ekologis guna meningkatkan kenyamanan pengguna bangunan, hingga (d) penggunaan kaidah-kaidah perencanaan dan perancangan tapak (lahan) yang efisien dan ekologis. (lihat: www://http – arsitektur berkelanjutan /kaidah-kaidah perancangan /html.)

Dalam perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan perumahan atau ‘residensial district’, perhatian dan pertimbangan yang patut diberikan didalamnya meliputi banyak aspek. Aspek-aspek pertimbangan didalamnya antara lain meliputi: (a) aspek teknis – teknologis, (b) aspek social-budaya, (c) aspek social-ekonomi, (d) aspek politik dan peraturan / legal, dan (e) aspek ekologis atau lingkungan hidup. Guna mencapai tujuan dalam ‘sustainable housing’ dalam perencanaan, penataan dan pembangunan kawasan perumahan di lingkungan perkotaan, maka ke lima aspek-aspek tersebut diatas patut mendapat perhatian dan perlu dipertimbangkan secara seksama dan mendalam.

III. METODOLOGI PENELITIAN.

Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metoda ‘analisis deskriptif’ secara topikal dengan berbasis pada dua hal utama, yaitu (1) tinjauan pustaka / telaah teoritik dari tiga sub topik terkait, yaitu : (a) peran dari perencanaan tapak atau site planning, (b) penggunaan perancangan tematik atau the thematic design, dan (c) pembentukan kawasan perumahan yang berkelanjutan (the sustainable housing), dan (2) pembahasan studi kasus yaitu dua kawasan perumahan di wilayah kabupaten Bandung Barat. Pembahasan tentang tiga sub-topik diatas dilakukan pada bagian IV – yaitu bangian Diskusi dan Pembahasan, serta ditutup dengan bagian V yaitu bagian Penutup serta Kesimpulan.

(6)

Pada bagian ini akan dibahas dua kawasan perumahan sebagai studi kasus, yaitu : (a) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Tatar-Pitaloka’ pada Kota Baru Parahiyangan di Padalarang kabupaten Bandung Barat dan (b) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Villa Istana Bunga‘ di Lembang kabupaten Bandung Barat. Dimana pada kedua kasus kawasan perumahan ini diterapkan dua hal penting yang dibahas, yaitu: (1) kaidah-kaidah ‘perencanaan-tapak’ atau ‘site-planning’ pada kawasan perumahan, dan (2) penerapan perancangan tematik atau the thematic design sebagai peningkatan nilai-tambah kawasan perumahan.

(a) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Tatar Pitaloka’ di Kota Baru Parahiyangan – Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

Tatar Pitaloka adalah salah satu cluster dari delapan cluster perumahan atau kawasan dengan fungsi hunian yang ada di Kota Baru Parahiyangan – Padalarang kabupaten Bandung Barat. Penataan site-planning

pada cluster perumahan Pitaloka ini dengan kaidah-kaidah antara lain: (a) pola bentuk site-plan adalah pola ‘gridiron’ atau kisi-kisi hingga penggunaan pola ‘curvalinier’, (b) tingkat kepadatan bangunan atau BCR di cluster ini diperkirakan sekitar 30% hingga 40%, (c) ciri khas lainnya adalah luas kapling dibuat lebih besar pada lokasi kapling yang bertepi danau Saguling, (d) adanya konsistensi dalam pembangunan kawasan perumahan pada penerapan BCR, FAR dan ketinggian bangunan di seluruh kawasan.

Cluster perumahan Tatar Pitaloka ini adalah cluster perumahan yang berlokasi di dekat atau pinggir danau Saguling, dimana kondisi kelerengan lahan atau tapak sedikit curang (sekitar 3-8 % kelerengan tanah). Akibat lokasi cluster perumahan yang letaknya di pinggir atau di tepi danau Saguling, maka pertimbangan site-planning di kawasan ini lebih menekankan aspek ekologis yang berkaitan dengan permukiman atau perumahan di tepi danau. Seperti misalnya penggunaan garis sepadan danau yang cenderung lebar atau besar – guna mengantipasi naiknya muka air danau di musim penghujan. Demikian pula dengan penanganan arsitektur lansekap di cluster perumahan ini, diupayakan oleh pihak Town management untuk ditanami pohon-pohon besar yang berumur panjang (awet/ tahan lama) guna meningkatkan nilai-tambah lansekap pada kawasan.

Secara perancangan tematik, kawasan perumahan di cluster Pitaloka ini direncanakan dan diberi corak dengan tema ‘Taman bernuansa Astronomi’. Pada bagian-bagian tertentu di kawasan perumahan pada cluster ini dibuat taman-taman lingkungan skala perumahan yang bertujuan untuk menambah kenyamanan dan keasrian lingkungan perumahan. Sedang yang berkaitan dengan perancangan bangunan rumah, pada cluster Tatar Pitaloka ini dibuat rumah-rumah mewah dengan luas bangunan yang besar yaitu antara 180 hingga 360 meter persegi. Pada bagian tertentu di kawasan perumahan dibangun ruko atau ‘rumah toko’ guna mendukung kebutuhan sehari-hari di sekitar kawasan perumahan.

Photo 01 :

Kawasan Perumahan Di Cluster Tatar Pitaloka : Perancangan Perumahan dengan Tema Taman Bernuansa Astronomi.

(b) Kawasan / Cluster Perumahan ‘Villa Istana Bunga’ Di Lembang kabupaten Bandung Barat.

(7)

Selain lokasinya yang berada di lereng pegunungan, lokasi kawasan perumahan villa ini berdekatan dengan apa yang dikenal dengan ‘patahan geologi Lembang’, dimana pada daerah patahan ini, secara geologi merupakan daerah yang rawan gempa bumi. Sehingga untuk perencanaan tapak (lahan) di kawasan perumahan ini mempunyai tingkat batasan atau retriksi yang cukup tinggi. Retriksi - retriksi dalam perencanaan kawasan perumahan dimaksud antara lain adalah: (a) tingkat BCR (Building Coverage Ratio) di kawasan ini ditetapkan antara 20% hingga 25%, (b) jumlah lantai dan ketinggian bangunan ditetapkan antara 2 hingga 3 lantai (maksimum sekitar 12 hingga 15 meter), dan (c) secara struktural pada rancangan bangunan – perlu diperhatikan struktur yang tahan gempa.

Dalam tahapan awal pembangunan kawasan perumahan ini, ketentuan tentang tingkat tutupan lahan atau BCR dibuat ketat seperti apa yang telah ditentukan, yaitu: 20% hingga 25%. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dari pengamatan lapangan (hasil observasi dan survey) didapat data-data lapangan bahwa terjadi peningkatan tingkat tutupan lahan atau BCR di kawasan tersebut yaitu menjadi sekitar 35% hingga 45%. Secara mikro kejadian dari peningkatan tingkat tutupan lahan atau BCR yang terjadi akan berakibat pada masalah drainase air hujan. Secara makro, kawasan perumahan ini menjadi semakin berkurang menjalankan fungsi kawasan cadangan air tanah untuk kawasan kota Bandung.

Dari segi perancangan tematik, kawasan perumahan villa ini direncanakan dan dibangun dengan mengangkat tema ‘perumahan villa yang nyaman dan asri di kawasan Bandung Utara’. Bentuk tipologi dari bangunan-bangunan rumah yang direncanakan adalah ‘rumah villa’ atau ‘rumah peristirahatan’ – dimana mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumah biasa. Untuk ukuran kapling rumah villa yang relatif luas (besar), kondisi rumah villa yang dibangun mempunyai jumlah kamar yang banyak dilengkapi dengan ruang makan bersama ataupun ruang pertemuan. Kawasan atau cluster perumahan villa ini merupakan satu-satunya kawasan perumahan villa yang diberi ijin oleh Pemerintah kabupaten Bandung Barat – yang difungsikan sebagai rumah peristirahatan atau perumahan ‘villa’.

Photo 02 :

Bangunan Rumah Peristirahan (Villa) dengan tingkat BCR sekitar 20% hingga 25% dari luas tapak / kapling.

V. DISKUSI DAN PEMBAHASAN.

Pada kegiatan perencanaan dan perancangan kawasan perumahan di perkotaan, terdapat banyak tahapan perencanaan kawasan yang kurang memperhatikan kontekstual masalah-masalah perkotaan atau the urban problemsyang dihadapi. Karena itu kegiatan pembangunan kawasan perumahan di perkotaan, sebagian terlihat ‘terpisah’, ‘terasing’ dan ‘elitis’ dari konteks masalah-masalah perkotaan yang dihadapi di lingkungan yang lebih luas. Pengenalan dan pemahaman terhadap ‘latar-belakang’ masalah-masalah perkotaaan, pada pokoknya dapat memberi masukan dalam proses perencanaan dan perancangan kawasan perumahan sehingga dapat diambil solusi-solusi perancangan yang dianggap tepat atau sesuai.

(8)

dari Kawasan Tapak, (h) Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting, dan (i) Kondisi Physiographyc yang berkaitan dengan retriksi-retriksi perencanaan.

Dalam penerapan kaidah - kaidah perencanaan tapak atau site-planning, perlu diperhatikan aspek-aspek perencanaan untuk kawasan perumahan, salah satu diantara aspek-aspek penting dimaksud adalah ‘Land-Use Intensity’. Land-use intensityadalah aspek petimbangan yang berhubungan dengan intensitas tata guna lahan disekitar kawasan perumahan yang direncanakan. Berdasarkan pada aspek land-use intensity tersebut, kegiatan perencanaan tapak akan memperhatikan scenario yang berkaitan dengan ‘density’ atau ‘tingkat kepadatan penghunian’. Setidaknya dikenal tiga kategori tingkat kepadatan penghunian suatu kawasan, yaitu: (a) the high denstity area (kawasan hunian dengan kepadatan tinggi), (b) the middle density area (kawasan hunian dengan kepadatan menengah), dan (c) the low density area (kawasan hunian dengan kepadatan rendah).

Berhubungan dengan penggunaan perancangan tematik atau ‘the thematic design’, sejak tahun 1980-an hingga saat sekar1980-ang ini b1980-anyak pihak pengemb1980-ang kawas1980-an perumah1980-an, berupaya untuk mengungkap atau mengangkat tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan dan perancangan bangunan. Hal diatas ditujukan selain untuk meningkatkan nilai tambah (value-added) dari kawasan perumahan yang direncanakan secara design, juga ditujukan untuk peningkatan aspek pemasaran atau marketing – sehingga rumah-rumah di kawasan yang direncanakan dengan mudah dan lancar dapat terjual. Tema-tema yang diangkat atau diungkap, pada dasarnya adalah tema-tema yang menarik bagi para pengguna atau pihak konsumen perumahan.

Bagi pihak pengembang dari kawasan perumahan skala besar yang berada di perkotaan, penggunaan desain tematik pada saat sekarang ini, bukan lagi menjadi suatu kebutuhan atau tuntutan dari pihak konsumen perumahan, tetapi penggunaan ‘design tematik’ juga dijadikan alat promosi atau pemasaran yang paling ampuh. Hal ini dapat dimengerti mengingat para konsumen pengguna perumahan, sudah mulai sadar dan cukup mengerti tentang tren-trend perencanaan dan perancangan (design) arsitektural. Yang paling penting didalam penggunaan perancangan tematik ini, adalah : (1) konsumen perumahan merasa yakin atau percaya akan penerapan tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan maupun perancangan bangunan, dan (2) tema-tema tertentu yang diangkat atau diungkap – bukan lagi sebatas ‘lipstick’ atau ‘pemanis-rupa’ guna kepentingan marketing – tetapi sungguh - sungguh diterapkan dalam perencanaan kawasan dan perancangan bangunan.

Secara praktek di lapangan dan secara exercise di dunia akademik, tidak ada kontradiksi atau pertentangan yang mendasar yang membedakan antara pendekatan perancangan tematik (the thematic design) dengan pendekatan perancangan typologik (the typologic design). Keduanya merupakan dua pendekatan atau cara yang berbeda dengan tujuan masing-masing, namun kedua hal tersebut saling melengkapi dengan tujuan akhirnya berupa peningkatan ‘nilai-tambah’ dalam proses perancangan arsitektural. Saat sekarang ini penggunaan perancangan tematik sudah menjadi trend terutama bagi kegiatan perancangan yang dilakukan para pengembang (developers) yang bergerak di dunia industri property maupun dunia real estate.

VI. PENUTUP DAN KESIMPULAN.

Terdapat dua aspek penting yang menjadi pertimbangan atau kriteria dalam tahap perencanaan tapak (site planning) pada kawasan perumahan, yaitu: (1) Aspek Alamiah atau Natural atau Ekologis yang sifatnya fisikal, didalamnya meliputi : (a) Kondisi Tanah (Soil Condition), (b) Kondisi Pepohonan dan Tumbuh-tumbuhan, (c) Kondisi Hidrologi (Sumber Air Bersih), (d) Kondisi Iklim Setempat (Climate Condition), dan (e) Kondisi Topografi atau Keadaan Kelerengan Tanah. Serta (2) Aspek Sosio-Kultural yang bersifat non fisikal, terdiri dari: (f) Tinjauan tentang Aesthetic (Keindahan) Tapak, (g) Kondisi Sejarah / Historis dari Kawasan Tapak, (h) Kondisi Tata-Guna Lahan Eksisting, dan (i) Kondisi Physiographyc yang berkaitan dengan retriksi-retriksi perencanaan.

Perlu juga untuk memperhatikan apa yang disebut sebagai ‘Land-use Intensity’ dalam kegiatan perencanaan tapak atau site planning. Land-use intensity adalah aspek petimbangan yang berhubungan dengan intensitas tata guna lahan di sekitar kawasan perumahan yang direncanakan. Berdasarkan pada aspek

(9)

suatu kawasan, yaitu: (a) the high denstity area (kawasan hunian dengan kepadatan tinggi), (b) the middle density area(kawasan hunian dengan kepadatan menengah), dan (c) the low density area (kawasan hunian dengan kepadatan rendah).

Perancangan tematik atau the thematic designadalah kegiatan perencanaan dan perancangan bidang arsitektur yang mengangkat ‘tema-tema’ tertentu dalam aspek design-nya guna meningkatkan nilai-tambah perencanaan dan perancangan pada kawasan. Pada awal mulanya, pendekatan perancangan tematik ini digunakan atau dipakai oleh pihak perencana yang tergabung dalam perusahaan real estate atau dunia industri property. Pendekatan tematik pada mulanya dijadikan alat utama guna mendukung pemasaran dalam perusahaan real estate yang berupaya mengembangkan kawasan perumahan skala luas di kota-kota metropolitan. Pendekatan thematic design pada dasarnya mengusung atau mengangkat tema-tema tertentu guna dijadikan ‘trade-mark’ dan ‘nilai-jual’ kawasan perumahan yang dibangun.

Perancangan tematik dinilai sebagai alat cukup ampuh yang bertujuan untuk mengarahkan pihak perencana kawasan perumahan dalam memberi corak atau tema tertentu dalam kegiatan perencanaan kawasan dan perancangan bangunan. Pendekatan perancangan tematik juga diarahkan guna mendorong peningkatan pemasaran pada dunia real-estate dan industri property melalui pembuatan : brusur-brosur, Iklan-iklan visual, poster-poster atau baligo-baligo yang dibuat sedemikian rupa dan menarik dengan mengangkat tema-tema tertentu dalam perencanaan kawasan dan perancangan bangunan. Contoh-contoh perancangan tematik dari kawasan perumahan skala besar di kawasan perkotaan, miisalnya: perumahan resort yang bernuansa alami, perumahan kota yang high-comfort, perumahan kota baru yang bernuansa pendidikan, atau perumahan resort yang hijau dan nyaman……

Guna mencapai kondisi ‘perumahan berkelanjutan’ atau ‘sustainable housing’, terdapat berbagai cara atau solusi yang dapat dipergunakan, misalnya: (a) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan masalah - masalah perkotaan, (b) penataan kawasan perumahan yang memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis, (c) perlunya mempertahankan daya dukung ‘lingkungan hidup’ (ekologis) bagi kawasan perumahan di perkotaan, (d) perlunya peningkatan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat kawasan perkotaan, (e) perlunya upaya penurunan emisi karbon dan pengurangan berbagai bentuk polusi di kawasan perumahan, (f) penggunaan teknologi bangunan guna mendukung kenyamanan penghunian, (g) penggunaan bahan bangunan yang dapat didaur-ulang sehingga hemat penggunaan bahan, dan (h) penggunaan teknologi bangunan guna menghemat energi yang digunakan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN.

(1) Chiara, Joseph – Lee E Koppelman, 1978 :Site Planning Standards, Mc. Graw Hill Book, Co., New York. (2) Kevin Lynch, 1976 : Site Planning, MIT Press, Cambridge, USA.

(3) Hall, Peter & Pfieffer, Urlich, 2002, Urban Future 21 : A Global Agenda For Twenty First Century Cities, E and FN Spoon, Publishing Company, New York.

(4) Simonds, John O, 1963, Landscape Architecture: The Shaping of Man’s Natural Environment, Mc. Graw Hill Book, Co., New York.

(5) Todd, Kim W, Tapak,1996: Ruang dan Struktur, PT. Intermatra, Bandung.

(6) Udjianto Pawitro, 2002 : Pemahaman ‘Design Typologic’ Versus ‘Design Thematic’ Dalam Arsitektur.

(Makalah Pendukung), Seminar Pengalaman Desain Tematik Dalam Profesi Arsitek di Indonesia, Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Hyyti¨ al¨ ass¨ a mitattu ep¨ aorgaaninen aerosoli on pitk¨ alti kaukokulkeumaa, sill¨ a mets¨ a it- sess¨ a¨ an sis¨ alt¨ a¨ a hyvin v¨ ah¨ an ep¨ aorgaanisen aerosolin

Penambahan suplemen Spirulina platensis dan Curcuma longa serta kombinasi induksi Oodev dapat menghasilkan induk tengadak yang bertelur 100% dan induk matang gonad 60-220%

K/P: 770310 - 08 - 6666 dengan ini mengisytiharkan bahawasanya saya mempunyai kepentingan secara langsung atau tidak langsung dalam proses kerja atau perkara yang

Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida Noida

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikant sebelum dan setelah pembelajaran menyimak bahasa Jerman dengan menggunakan media audio visual

mengembangkan konsepsi alternatif atau disebut miskonsepsi [7]. Siswa memulai belajar di sekolah tidak dalam keadaan kosong sebagaimana teori Tabula Rasa. Akan tetapi,

Dalam molase masih banyak kandungan zat yang dapat dimanfatkan sebagai media pertumbuhan mikroba, hal tersebut dikarenakan molase masih mengandung

taylor terutama bidang kreatif pro- duktif dapat mengembangkan kete- rampilan berpikir kreatif. Modifikasi konten, proses, produk, dan lingkungan. Anak yang tinggi dalam