127
MAKALAH
PARALEL
PARALEL B
ISBN :978-602-73159-8
PROSPEK MODEL PEMBELAJARAN ECIRR DALAM
MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI
KESETIMBANGAN KIMIA
Mawaddah Muhlis
1*, Effendy
1, dan Aman Santoso
1 1Prodi Pendidikan Kimia, Pascasarjana Universitas Negeri malangJl. Semarang 5 Malang, Indonesia 65145
1Chemistry Education, Postgraduate State University of Malang Semarang street number 5 Malang, Indonesia 65145
* Untuk korespondensi HP 085298681014 e-mail: mawaddah0214@gmail.com
ABSTRAK
Kesetimbangan kimia memiliki karakteristik konsep yang abstrak dan berjenjang yang membutuhkan keterampilan berpikir ilmiah tinggi untuk memahaminya. Siswa dituntut untuk mampu membuat hubungan yang koheren antar konsep-konsep pada materi kesetimbangan kimia. Hal ini berpotensi menyebabkan materi kesetimbangan kimia sulit dipahami siswa. Kesulitan tersebut memungkinkan timbulnya pemahaman yang salah, jika pemahaman yang salah ini berlangsung terus menerus akan mengakibatkan miskonsepsi. Miskonsepsi yang tidak segera diatasi akan terbawa pada pembelajaran berikutnya dan berpotensi menyulitkan siswa memahami konsep-konsep selanjutnya. Menindaklanjuti problematika dalam pembelajaran kimia, khususnya mengenai materi kesetimbangan kimia, diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk mereduksi kesalahan tersebut. Penerapan model pembelajaran ECIRR dianggap sebagai langkah tepat untuk meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Selain dapat mereduksi miskonsepsi, beberapa penelitian menyebutkan bahwa model pembelajaran ECIRR dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Kajian ini bersifat deskriptif dan berbasis literatur yang bertujuan untuk mengetahui prospek model pembelajaran ECIRR dalam mereduksi miskonsepsi siswa pada materi kesetimbangan kimia.
Kata kunci: ECIRR, Miskonsepsi, Kesetimbangan Kimia
ABSTRACT
Chemical equilibrium has the characteristics as abstract and tiered concept which requires a high scientific thinking skills to understand it. Students are required to be able to make a coherent relationship between concepts in chemical equilibrium material.It tends to lead elusive in student.The difficulty allow the emergence of wrong understanding, then it will lead to misconceptions in students.Misconception which not solved immediately will be brought at the next chapter then it had potentially difficult learning for students to understand the concepts further.Based on this problems, appropriate learning model is necessary to reduce these errors.The implementation of ECIRR learning model is regarded as appropriate steps to minimize errors that occur in students' concept.Besides being able to reducing the misconceptions, some studies mention that ECIRR learning model can enhance student ability to understanding the
concepts.This study was descriptive using meta-analyzis of literature aimed toidentify opportunities of ECIRR learning models in reducing misconceptions of students in chemical equilibrium.
Key words: ECIRR, Misconception, Chemical Equilibrium
PENDAHULUAN
Salah satu topik dalam pembelajaran kimia adalah Kesetimbangan Kimia yang mencakup beberapa subtopik seperti konsep
kesetimbangan kimia, tetapan
kesetimbangan kimia, faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan kimia, dan aplikasi kesetimbangan kimia
dalam industri (proses Haber-Bosch).
Subtopik-subtopik tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan dibutuhkan untuk meramalkan seberapa banyak pereaksi dapat berubah menjadi produk reaksi dan
membahas faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesetimbangan serta
bagaimana pengetahuan tersebut digunakan pada optimasi proses industri.
Konsep kesetimbangan kimia dapat digambarkan ke dalam tiga representasi yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Representasi makroskopik berkaitan dengan fenomena yang dapat diamati oleh indera. Sebagai contoh perubahan warna yang menandai terjadi pergeseran kesetimbangan
kimia akibat penambahan konsentrasi,
misalnya CoH2O62+(aq) yang berwarna pink
berekasi dengan Cl-(aq) dalam keadaan
setimbang membentuk CoCl42-(aq) dan
H2O(l) yang merupakan larutan berwarna
biru, jika ditambahkan air kedalam
kesetimbangan maka terjadi pergeseran kesetimbangan kimia kearah kiri (kearah reaktan) sehingga pada keadaan setimbang warna larutan menjadi pink. Representasi submikroskopik berkaitan dengan atom,
molekul, ion, dan struktur. Sebagai contoh secara molekuler pada keadaan setimbang reaksi masih terus berlangsung karena
molekul selalu bergerak dan saling
bertumbukkan dimana laju reaksi maju sama dengan laju reaksi balik. Representasi simbolik berkaitan dengan simbol-simbol,
rumus kimia, persamaan, molaritas,
manipulasi matematika dan grafik.
Representasi ini merupakan jembatan antara
representasi makroskopik dan
submikroskopik. Contoh representasi
simbolik dari reaksi kesetimbangan larutan CoH2O62+ dan Cl- membentuk larutan CoCl42-
sebagai berikut:
CoH2O62+(aq)+Cl-(aq) ⇆ CoCl42-(aq) + H2O(l)
(pink) (biru)
Ketiga representasi diatas banyak terdiri dari konsep-konsep abstrak[1-2].
Pemerolehan pemahaman konsep yang bersifat abstrak sangat berkaitan dengan tingkat ketrampilan berpikir yang
dimiliki seseorang. Hasil penelitian
menyatakan bahwa konsep-konsep abstrak hanya dapat dipahami oleh siswa yang telah mencapai tingkatan keterampilan berpikir formal. Untuk dapat memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak, dibutuhkan kemampuan berpikir formal, karena tidak adanya contoh kongkrit yang dapat diamati. Siswa dengan kemampuan berpikir formal cenderung memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibanding siswa dengan kemampuan berpikir konkrit[3-4].
129
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IX (SN-KPK IX)
ISBN: 978-602-73159-8
Kesulitan dalam memahami topik yang abstrak, akan menyebabkan terjadinya
miskonsepsi. Konsep yang abstrak
merupakan salah satu penyebab terjadinya miskonsepsi[5]. Jika miskonsepsi ini terjadi
secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya kesalahan konsep pada siswa.
Kesalahan konsep pada materi
kesetimbangan kimia dapat mempengaruhi
pemahaman siswa mengenai
konsep-konsep selanjutnya, yaitu konsep-konsep-konsep-konsep pada materi elektrokimia, larutan asam basa, dan hasil kali kelarutan (Ksp). Apabila siswa mengalami kesalahan konsep pada materi
kesetimbangan kimia, maka siswa
cenderung kesulitan untuk memahami
konsep-konsep pada materi elektrokimia, larutan asam basa, dan hasil kali kelarutan (Ksp) sesuai dengan konsep yang benar. Oleh sebab itu, diperlukan analisis kesalahan konsep pada materi kesetimbangan kimia dan upaya perbaikannya agar siswa dapat memahami konsep-konsep pada materi kesetimbangan kimia secara utuh dan mencegah terjadinya kesalahan konsep yang berkelanjutan[6].
Pembelajaran kesetimbangan kimia disekolah saat ini umumnya cenderung dibelajarkan menggunakan metode-metode pembelajaran yang verbalistik. Topik pada
materi kesetimbangan kimia yang
seharusnya dibelajarkan menggunakan
metode pembelajaran berbasis eksperimen
seperti pengaruh suhu terhadap
kesetimbangan, pembelajarannya
menggunakan metode yang sama sepertii biasanya (metode ceramah). Selain itu,
sebagian besar guru berfokus pada
penyelesaian soal-soal hitungan untuk
mempersiapkan siswa dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi tanpa memikirkan apakah siswa tersebut paham atau tidak mengenai materi. Keadaan semacam ini
berpotensi menyebabkan siswa
mengembangkan konsepsi alternatif atau disebut miskonsepsi[7].
Siswa memulai belajar di sekolah tidak dalam keadaan kosong sebagaimana teori Tabula Rasa. Akan tetapi, siswa memiliki konsepsi tertentu yang diperoleh berdasarkan pengalaman sebelumnya baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Konsepsi yang dimiliki siswa tersebut dapat benar atau salah. Konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan pemahaman umum yang diterima secara ilmiah disebut sebagai konsepsi alternatif. Konsepsi alternatif dapat menjadi masalah karena merupakan kendala bagi siswa untuk menerima konsep-konsep baru, walaupun itu benar. Siswa lebih meyakini konsep yang sudah dipahami dibanding konsep yang diberikan oleh guru.
Sebaliknya konsepsi alternatif dapat
memberikan dampak positif ketika
pembelajaran mampu mengakomodasi
konsepsi alternatif tersebut menjadi modal dalam proses pembelajaran[8-10].
Keberadaan konsepsi alternatif pada berbagai jenjang pendidikan siswa. konsepsi alternatif yang muncul pada siswa sulit ditentukan dari mana asalnya. Hal-hal yang
memungkinkan menjadi penyebab
munculnya konsepsi alternatif ini dapat
berasal dari kesalahan pemahaman,
miskomunikasi, misedukasi, bahkan bisa karena kesalahan prinsip-prinsip materi yang telah terbangun dengan baik. Penyebab lainnya berasal dari pernyataan-pernyataan
Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21
salah yang dikenal siswa melalui lingkungan, orangtua, teman, bahkan guru[9].
Banyak strategi untuk mengatasi miskonsepsi telah dikembangkan, salah
satunya adalah menggunakan model
pembelajaran ECIRR[9].
Model pembelajaran ECIRR
merupakan model pembelajaran yang
mampu mereduksi miskonsepsi utamanya pada fase identify dan reinforce. Pada fase
identify, siswa menyadari akan miskonsepsi
yang dialaminya sedangkan pada fase
reinforce memberikan penguatan akan
konsep baru yang diterima untuk
menggantikan konsep lama yang
miskonsepsi.
Banyak penelitian yang telah
menunjukkan bahwa model pembelajaran
ECIRR merupakan salah satu model yang
efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mereduksi kesalahan konsep siswa[11-13].
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah
deskriptif berbasis kajian literatur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Miskonsepsi dan Pentingnya Upaya untuk Mengatasinya
Penelitian yang mengungkap bahwa sebagian besar siswa datang ke kelas dengan membawa pengetahuan awal atau kepercayaan yang mereka miliki mengenai suatu fenomena dan konsep telah banyak
dilakukan[14-15]. Pengetahuan awal atau
kepercayaan tersebut merupakan hal penting
untuk menentukan apakah dalam
pembelajarannya nanti dapat memahami materi yang akan mereka pelajari.
Pembelajaran kimia saat ini mulai mengarah pada pembelajaran konstruktivis yang menuntut siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya. Dalam membangun
pengetahuannya, tidak menutup
kemungkinan bila terjadi kesalahan dalam pemahaman suatu konsep yang disebabkan
karena keterbatasan siswa dalam
mengembangkan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga bisa menyebabkan miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan
pemahaman yang berbeda dengan
pemahaman ilmiah yang diterima secara
umum tentang suatu konsep[20]. Terdapat
beberapa alasan yang menyebabkan
terjadinya miskonsepsi. Gabel menyebutkan bahwa alasan siswa mengalami miskonsepsi adalah karena karakteristik konsep kimia yang kompleks dan cara pembelajaran konsep kimia di kelas. Secara umum miskonsepsi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: i) pengetahuan untuk penjelasan konsep mengenai pengembangan ilmu kimia yang terbaru belum cukup, ii) penjelasan konsep agar lebih sederhana masih kurang atau bahkan berlebihan, iii) penguasaan konsep kimia yang masih kurang, dan iv) terkadang penjelasan konsep kurang tepat
karena menggunakan bahasa (dialeg)
daerah yang tidak representatif. Selain itu, guru dan buku dapat menjadi sumber miskonsepsi di dalam sekolah. Sedangkan pengetahuan awal (prekonsepsi) siswa yang
131
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IX (SN-KPK IX)
ISBN: 978-602-73159-8
kehidupan sehari-hari dapat menjadi sumber miskonsepsi di luar sekolah[16-17].
Miskonsepsi yang dialami siswa cenderung resistan terhadap pembelajaran. Hal ini disebabkan karena konsep tersebut telah tertanam di benak siswa sebagai suatu hal yang masuk akal meskipun salah, terutama jika konsep tersebut telah tertanam kuat di dalam kehidupan sehari-hari [17]..
Akibatnya, jika siswa mendapatkan konsep baru yang menurutnya tidak masuk akal,
mereka akan memilih untuk tetap
menggunakan konsep salah yang dimilikinya dan menghubungkannya dengan konsep-konsep selanjutnya yang terkait. Miskonsep-konsepsi pada siswa yang tidak segera diatasi dapat menghambat siswa dalam mempelajari konsep-konsep lain yang berkaitan dan juga menghambat siswa dalam memahami suatu ilmu secara utuh dan benar. Siswa akan kesulitan untul mengintegrasikan informasi baru dengan informasi yang mereka miliki
sehingga tidak dapat memperoleh
pemahaman yang benar terhadap konsep baru tersebut.
Miskonsepsi Kesetimbangan Kimia
Identifikasi miskonsepsi dalam
pembelajaran sangat penting dilakukan untuk memperbaiki miskonsepsi yang terjadi.
Miskonsepsi-miskonsepsi yang berhasil
diidentifikasi dapat digunakan sebagai
sumber informasi dalam mendesain
pembelajaran yang dapat membantu
perubahan konsep siswa.
Miskonsepsi siswa pada topik
kesetimbangan kimia sebelumnya telah diteliti oleh beberapa peneliti, yang diawali dengan penelitian terhadap 30 siswa kelas
XII di Australia Selatan, dengan miskonsepsi yang ditemukan yaitu (1) laju reaksi meningkat terhadap waktu reaksi ketika reaktan-reaktan mulai dicampurkan sampai terbentuk kesetimbangan, (2) hubungan
matematik yang sederhana antara
konsentrasi-konsentrasi reaktan dan produk pada saat setimbang, dan (3) apabila kondisi suatu sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan diubah, maka laju reaksi yang satu akan meningkat sedangkan laju reaksi yang lainnya akan menurun[18].
Pada penelitian yang lainnya
ditemukan kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh siswa ketika mempelajari topik
kesetimbangan kimia. Kesulitan-kesulitan tersebut sangat berpotensi menimbulkan
miskonsepsi[19-21]. Siswa mengalami
kesalahan pada beberapa konsep seperti (1) jika tekanan dinaikkan konsentrasi produk atau reaktan sama, (2) perubahan suhu tidak mempengaruhi sistem kesetimbangan, (3) jika tekanan dinaikkan hanya laju reaksi yang
meningkat[6]. Banyaknya miskonsepsi yang
ditemukan oleh beberapa peneliti
menunjukkan bahwa topik kesetimbangan kimia memang benar-benar rentan terjadi miskonsepsi karena karekteristiknya yang abstrak.
Model Pembelajaran ECIRR untuk
Mereduksi Miskonsepsi Kesetimbangan Kimia
Konsepsi alternatif sukar dihilangkan karena sudah terlanjur terikat kuat dalam
memori siswa [8]. Oleh karena itu diperlukan
usaha yang kuat untuk membantu siswa menyelesaikan konsepsi tersebut dalam rangka pembentukan konsep yang baru.
Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21
Langkah membangkitkan adanya konsepsi alternatif saja tidak cukup, lebih dari itu diperlukan tindak lanjut agar pemahaman siswa tidak tersesatkan oleh konsepsi alternatif tersebut.
Pembelajaran harus membawa
siswa untuk menyadari adanya konsepsi
alternatif serta dampaknya terhadap
pemahaman mereka. Siswa harus tahu mengapa konsepsi alternatif itu salah atau tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah [10]. Oleh
karena itu, langkah penting yang harus
dilakukan untuk mengatasi konsepsi
alternatif adalah menyadarkan adanya
konsepsi alternatif dalam diri siswa. selain itu, ketika siswa memperoleh dan menerima pengetahuan baru sebagai pengetahuan benar memerlukan penguatan-penguatan yang harus diberikan oleh guru. Konsepsi alternatif lebih lama tersimpan dalam memori siswa dibandingkan pengetahuan baru yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan. Hal ini mengakibatkan konsepsi alternatif cenderung lebih mudah terpanggil daripada pengetahuan baru,
akibatnya siswa kembali kepada
pemahaman yang salah walaupun
sebelumnya sudah pernah menyadari bahwa pengetahuan yang baru adalah yang benar.
Oleh karena itu, pembelajaran harus
memfasilitasi siswa untuk lebih mudah melupakan konsepsi alternatif dan lebih mudah mengingatkan pada pengetahuan yang benar. Penguatan yang harus dilakukan sesering mungkin dan melalui berbagai situasi.
Suatu pendekatan atau model baru dalam mengatasi konsepsi alternatif yaitu
model ECIRR
(Elicit-Confront-Identify-Resolve-Reinforce) [9]. Model pembelajaran
ECIRR dilakukan melalui 5 tahap. Tahap pertama adalah Elicit, pada tahap ini guru menyelidiki konsepsi alternatif siswa melalui pertanyaan, dialog, atau meminta siswa menjelaskan suatu proses atau fenomena fisika. Selanjutnya pada tahap Confront, guru menunjukkan fenomena fisika tertentu dalam
rangka menciptakan kotradiksi atas
pernyataan siswa, kemudian memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan konsep yang sudah
menjadi konsepsi alternatif siswa dengan fenomena yang teramati. Ketidaksesuaian antara fenomena yang dilihat dengan konsep yang dipahami sebelumnya menimbulkan konflik kognitif dalam pikiran siswa, sehingga siswa mengalami ketidakseimbangan kognitif (disequilibrium). Tahap identify, merupakan tahap yang sangat penting. Konsepsi alternatif dapat menyesatkan pemahaman siswa, sehingga ada tahap identify guru harus dapat menyadarkan siswa tentang adanya konsepsi alternatif dalam dirinya. Selanjutnya pada tahap resolve, guru memberikan konsep-konsep yang benar dengan menunjukkan bukti-bukti yang dapat digali dari fenomena yang teramati. Siswa mengkonstruk konsep yang baru yang berbeda dengan konsep yang telah dipahami sebelumnya. Tahap terakhir reinforce juga merupakan tahap yang sangat penting.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
konsepsi alternatif sifatnya sukar
dihilangkan, sehingga pembelajaran
dilakukan bukan untuk menghapus konsepsi alternatif, tetapi dilakukan untuk menciptakan keadaan dimana pengetahuan baru menjadi
133
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IX (SN-KPK IX)
ISBN: 978-602-73159-8
lebih mudah terpanggil daripada konsepsi alternatif siswa. pada tahap ini guru harus memberikan penguatan secara berulang-ulang dan dengan berbagai cara. Cara
lainnya adalah dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan bersifat konseptual. Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh ECIRR dalam mereduksi miskonsepsi siswa misalnya, Wahyu, 2014, pada topik Redoks, Herni, 2014, pada topik Perpindahan Kalor dan Effendi, 2016 pada Konsep Fisika. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran ECIRR ini efektif dalam
memfasilitasi terjadinya perubahan
konseptual serta mereduksi miskonsepsi pada siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas
disimpulkan bahwa ECIRR merupakan model pembelajaran yang efektif untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi
sains karena ECIRR menekankan
perubahan konseptual pada siswa dengan cara menkonfrontasikan pemahaman siswa yang salah dengan konsep yang berbenturan dengan konsep yang telah dimiliki siswa, selain itu model ini mampu menyadarkan siswa tentang keberadaan miskonsepsinya pada fase identify, sehingga termotivasi untuk memperoleh konsep baru. Konsep baru yang telah diperoleh siswa juga diperkuat kembali melalui fase reinforce yang dilakukan secara berulang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada dosen
pembimbing saya Prof. Effendi, Ph. D dan Dr.
Aman Santoso, M. Si yang telah
membimbing dan mengarahkan selama proses penyelesaian laporan penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Talanquer, V. 2011. Macro, Submicro,
and Simbolic: The Many Faces of The Chemistry: Triplet”. IJSE, 7(2):22-31.
[2] Johnstone, Alex. 2000. Teaching of
Cemistry-Logical or Physchological.
Chemistry Education: Research and Practice in Europe, 1(1), 9-15.
[3] Lawson, A.E., & Renner, J.W. 1975. Relationship of Science Subject Matter and Developmental Levels of Learners.
Journal of Research in Science Teaching, 12(4), 347-358.
[4] Herron, J. Dudley., et. al. 1977. Problems Associated with Concept Analysis. Journal of Science Education, (61)2: 185 – 199.
[5] Taber, K.S. 2001. Constructing
Chemical Concepts in the Classroom?: Using Research to Inform Practice.
Chemistry Education: Reasearch and Practice in Europe, 2: 43-51.
[6] Sendur, G., Toprak, M., & Pekmez, E.S.
2010. Analyzing of Students’
Misconceptions about Chemical
Equilibrium. International Conference on
New Trends in Education and Their Implications November 2010. 1-7.
[7] Sahin, E. P., 2010. Using Analogies to Prevent Misconceptions about Chemical Equilibrium. Asia-Pasific Forum on
Science Learning and Teaching, Vol.11,
2(2).
[8] Baser, M., 2006. Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction on Students’ Understanding of Heat and Temperature Concepts. [Online]. Tersedia : http//www. ejmste. com [11 November 20016].
[9] Wenning, C.J. 2008. Dealing More Effecttively with Alternative Conceptions
Pengembangan Material Aplikatif sebagai upaya mendukung Pembelajaran Kimia Abad 21
in Science. Journal of Physics Teacher
Education, 34, (1), 11-19.
[10] Hava İpek and Muammer Çalık. 2008.
Combining Different Conceptual
Change Methods within Four-Step
Constructivist Teaching Model: A
Sample Teaching of Series and Parallel
Circuits. International Journal of
Environmental & Science Education.
Vol. 3, No. 3, July 2008,143-153. [11] Effendi, M. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran ECIRR terhadap
Penguasaan Konsep Fisika Ditinjau dari Pengetahuan Awal Siswa SMK Kelas XII. Malang: UM
[12] Juli, Wahyu Hastuti. 2014. Reduksi
Miskonsepsi Siswa pada Konsep Reaksi
Redoks melalui Model ECIRR.
Surabaya: UNESA
[13] Yuniarti, H.S. 2014. Peningkatan
Pemahaman Konsep dan Profil
Miskonsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Diagnosis Menggunakan Pembelajaran ECIRR Berbantuan Simulasi Virtual dengan Instrumen Three-Tier Test.
Bandung: UPI
[14] Treagust, D. F. & Duit, R. 2009. Multipke Perspectives of Conceptual Change in Science and the Challenges Ahead.
Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia, 32
(2):89-104.
[15] Tüysüz, C. 2009. Development of Two-Tier instrument and Assess Students` Understanding in Chemistry. Scientific
Research and Essay, 4 (6): 626-631.
[16] Gabel, Dorothy. 1999. Improving
Teaching and Learning through
Chemistry Education Research: A Look to the Future. Journal of Chemical
Education, 76 (4): 548-554.
[17] Kay, Chu. Chit. 2010. Misconception In
The Teaching of Chemistry in
Secondary Schools in Singapore & Malaysia. Department of Pre-University Programmes Sunway College Johor Bahru. hlm. 2-3.
[18] Hackling, M. W., & Garnett, P. J. (1985).
Misconceptions of Chemical
Equilibrium. European Journal of
Science Education. 7(2), 205-214.
[19] Mageswary Karpudewan. 2015.
Investigating High School Students’ Understanding of Chemical Equilibrium
Concepts. International Journal of
Enviromental & Science Education.
10(6),845-863.
[20] Ozmen, H. 2008. Determination of Students’ Alternative Conceptions about Chemical Equilibrium : A review of research and the case of Turkey.
Chemistry Education Research and Practice, 9(3), 225-233.
[21] Banerjee, Anil C. 1991. Misconceptions of Students and Teachers in Chemical Equilibrium. International Journal of
Science Education. Vol.13,(4) 487-494.
TANYA JAWAB
PEMAKALAH
: Mawaddah MuhlisPENANYA
: Martina R. S SetoPERTANYAAN:
1. Penerapan pembelajaran ECIRR dilaksanakan berapa kali untuk bisa mendeteksi miskonsepsi siswa?
2. Jika tidak terjadi miskonsepsi
bagaimana?
JAWABAN:
1. Pembelajaran yang dilakukan
disesuaikan dengan skenario yang disusun berdasarkan kemungkinan miskonsepsi yang terjadi pada materi terkait.
2. Selain untuk mereduksi miskonsepsi siswa, model ECIRR juga mampu meningkatkan pemahaman konsep serta penguasaan konsep siswa.