• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL (7)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

1. Pengertian Hukum Internasional

Dalam menjalin hubungan internasional, setiap negara dibatasi oleh hukum yang mengatur kepentingan suatu negara dengan negara lain. Hukum tersebut adalah hukum internasional. Hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hukum publik internasional dan hukum privat internasional.

o Menurut Para Ahli : 1. Mochtar Kusumaatmadja

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara, negara dan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara yang satu dengan yang lain.

2. J.G Strke

Mendefinisikan hukum internasional sebagai sekumpulan hukum ( Body of Law ) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lain.

3. Ivan A. Shearer

Hukum internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh negara-negara ( subjek hukum internasional ) dan hubungannya satu sama lain, yang meliputi :

a. Aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan fungsi-fungsi instusi atau organisasi-organisasi, hubungan antara instusi dan organisasi-organisasi tersebut, serta hubungan antara instusi dan organisasi-organisasi tersebut dengan negara dan individu-individu.

b. Aturan-aturan hukum tertentu yang berhubungan dengan individu-individu yang menjadi perhatian komunitas internasional selain entitas negara.

o Jadi, Hukum Internasional adalah merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara dan negara,negara dan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.

2. Asas Hukum Internasional

Hukum internasional haruslah memperhatikan asas-asas berikut :

a. Asas Teritorial

(2)

terhadap semua orang atau barang yang berada diluar wilayah tersebut, berlaku hukum asing ( internasional ) sepenuhnya.

b. Asas Kebangsaan

Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga negara, di mana pun dia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstrateritorial. Artinya, hukum negara tersebut tetap berlaku bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.

c. Asas Kepentingan Umum

Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut asas ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

d. Asas Persamaan Derajat

Hubungan antara bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa negara yang berhubungan adalah negara yang berdaulat. Secara formal memang negara-negara di dunia sudah lama derajatnya, tetapi secara faktual dan substansi masih terjadi ketidaksamaan derajat, khususnya dalam bidang ekonomi.

e. Asas Keterbukaan

Dalam hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya ketersediaan masing-masing untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Sehingga masing-masing pihak mengetahui secara jelas manfaat, hak, serta kewajiban dalam menjalin hubungan internasional.

f. Ne Bis In Idem

Maksud dari asas tersebut yaitu :

1. Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang untuk itu uang bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan.

2. Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan dimana orang tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana Internasional.

3. Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu pengadilan disuatu negara mengenai suatu perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 boleh diadili berkenaan dengan perbuatan yang sama.

g. Pacta Sunt Servanda

Merupakan asas yang dikenal dalam perjamjian Internasional. Asas ini menjadi kekuatan Hukum dan Moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian Internasional.

h. Jus Cogent

Dalam perjanjian Internasional dikenal asas Jus Congents. Maksudnya ialah bahwa perjanjian Internasional dapat batal demi hukum jika ada pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar dari hukum Internasional Umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969).

i. Inviolability dan Immunity

(3)

perlengkapan Negara penerima dan sebaiknya negara penerima berkewajiban mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi penjabat diplomatik yang bersangkutan.

3. Konsep Dasar Hukum Internasional

Hukum internasional dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Hukum Publik Internasional , adalah kumpulan peraturan hukum yang mengatur hubungan antarnegara merdeka dan berdaulat. Hukum publik internasional disebut juga hukum antarnegara atau hukum internasional.

b. Hukum Privat ( Perdata ) Internasional , adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum antar seseorang dan orang lain yang berlainan warga negaranya dalam sebuah negara yang berkenaan dengan keperdataan. Hukum privat ( perdata ) internasional disebut juga dengan istilah hukum antar bangsa.

4.

Sumber-Sumber Hukum Internasional

Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Hukum Internasional Humaniter ( 1980 ), sumber hukum internasional dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum internasional formal diatur dalam Piagam PBB. Sumber hukum internasional material membahas tentang dasar berlakunya hukum suatu negara.

Sumber hukum material

Terdiri dari dua aliran berikut :

1. Aliran Naturalis. Aliran ini bersandar pada Hak Asasi atau hak-hak alamiah yang bersumber pada hukum Tuhan, sehingga menempati posisi lebih tinggi dari hukum nasional ( Grotius ). 2. Aliran Positivisme. Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan

bersama negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servada (Hans Kelsen)

Sumber hukum formal

Sumber Hukum Internasional dalam arti Formal merupakan sumber Hukum Internasional yang paling Utama dan memiliki Otoritas tertinggi serta otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut :

(4)

Perjanjian internasional adalah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat antar negara-negara sebagai anggota Organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu. Konvensi-konvensi atau perjanjian internasional merupakan sumber utama hukum internasional. Konvensi tersebut dapat berbentuk Bilateral maupun Multilateral. Konvensi-konvensi Internasional yang merupakan sumber utama hukum Internasional adalah konvensi yang berbentuk Law Making Treaties adalah perjanjian-perjanjian Internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku secara umum, yaitu sebagai berikut :

a. Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai hukum perang dan penyelesaian sengketa secara damai.

b. General treaty for the renunciation of war, 27 Agustus 1928. c. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

d. Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik 1961 dan Hubungan Konsuler 1963. e. Konvensi PBB tentang hukum laut, 1982.

2. Hukum Kebiasaan Internasional

Hukum kebiasaan berasal dari prakti Negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Terbentuknya suatu hukum kebiasaan didasari oleh Praktik yang sama, dijalankan secara konstan tanpa adanya pihak yang menentang serta diikuti oleh banyak negara.

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum

Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksud adalah dasar-dasar sistem hukum pada umumnya,yang berasal dari asas hukum Romawi. Menurut Sri Setianingsih Suwardi, S.H., fungsi prinsip-prinsip hukum umum ini terdiri atas tiga hal berikut :

1. Sebagai pelengkap hukum kebiasaan dan perjanjian internasional. 2. Sebagai penafsiran perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. 3. Sebagai pembatas perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.

4. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapan Para Ahli Hukum Internasional

Yurisprudensi Internasional ( Judicial Decisions ) dan anggapan-anggapan para ahli hukum internasional hanya digunakan untuk membuktikan dipakai tidaknya kaidah hukum internasional berdasarkan sumber hukum primer, seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan internasional, banyak yang segan menyelesaikan masalahnya melalui pengadilan internasional. Mahkamah internasional tidak berwenang memaksa negara yang berselisih untuk membawa masalahnya ke hadapan pengadilan internasional.

(5)

Sumber umum hukum internasional, yaitu :

Sumber hukum internasional dapat dikategorikan dalam lima bentuk yaitu sebagai berikut : 1. Kebiasaan internasional.

2. Traktat ( Treaty ) : Perjanjian Internasional.

3. Asas hukum umum yang diakui bagi Negara-negara yang beradab. 4. Doktrin : Ajaran Para Ahli terkemuka.

5. Yuris Prudensi : keputusan hakim terdahulu yang dijadikan sebagai dasar Hukum Pengambilan Keputusan Hakim.

5.Subjek-subjek Hukum Internasional

Berikut ini subjek-subjek hukum internasional :

a. Negara

Negara yang dapat menjadi subjek hukum Internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan bukan merupakan bagian dari negara lain. Negara yang berdaulat artinya negara tersebut mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh atau mempunyai kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.

b. Tahta Suci ( Vatikan )

Tahta Suci ( Heilige Stoel ) adalah Gereja Khatolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun Vatikan bukan merupakan negara seperti pada umumnya, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan sebuah negara sebagai subjek hukum internasional.

c. Palang Merah Internasional

Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional diperkuat dengan adanya beberapa perjanjian. Di antaranya, Konvensi Jenewa tentang perlindungan korban perang.

d. Organisasi Internasional

Dalam pergaulan internasional yang menyangkut hubungan antarnegara, banyak sekali organisasi yang diadakan ( dibentuk ) oleh negara-negara itu. Menurut perkembangannya, organisasi internasional yang berdiri tahun 1815 dinyatakan menjadi lembaga hukum internasional sejak Kongres Wina.

e. Orang Perseorangan ( Individu )

(6)

f. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa

Pemberontak dan pihak dalam sengketa dianggap sebagai salah satu subjek hukum internasional karena merekan memiliki hak yang sama untuk :

1.) Menentukan nasibnya sendiri ;

2.) Memilih sistem ekonomi, politik, sosial sendiri ;

3.) Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.

Contohnya : Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) yang melakukan perundingan dengan Pemerintahan Indonesia di Swedia.

6.

Lembaga Peradilan Internasional

a. Mahkamah Internasional

Mahkamah internasional merupakan pengadilan tertinggi dalam kehidupan bernegara di dunia ini. Sebagai alat perlengkapan PBB, Mahkamah Internasional beranggotakan 15 orang hakim yang dapat dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Masa jabatan para hakim Mahkamah Internasional adalah 9 tahun dengan ketentuan dapat dipilih kembali. Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag ( Belanda ). Sebagai pengadilan internasional, Mahkamah Internasional bertugas menyelesaikan perselisihan internasional negara-negara anggota PBB karena semua anggota PBB adalah ipsofacto Piagam Mahkamah Internasional menurut pasal 93 ayat 1 Piagam PBB. Ayat 2 menyatakan bahwa “ negara yang bukan anggota PBB boleh menjadi peserta dari Piagam Internasional sesuai syarat-syarat yang ditetapkan oleh Majelis Umum atas anjuran Dewan Keamanan” . Berdasarkan ketentuan ini, Mahkamah Internasional dapat mengadili negara-negara bukan anggota PBB yang berselisih. Mahkamah Internasional mengadili masalah yang berkenaan dengan perselisihan kepentingan dan kepentingan hukum.

b. Pengadilan Internasional

Dalam penyelenggaraan Pengadilan Internasional, setiap negara anggota PBB tidak diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka hadapi ke pengadilan, kecuali bagi negara-negara yang telah menandatangai optional clause. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 36 ayat 2 Piagam Mahkamah Internasional, yang menyatakan bahwa “negara-negara peserta Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka mengakui kekuasaan Mahkamakh Internasional sebagai kekuasaan yang mengikat berdasar hukum dan dapat tidak mengikat berdasarkan perjanjian istimewa”.

(7)

B.

SENGKETA INTERNASIONAL

1.

Sebab-Sebab Sengketa Internasional

Sengketa adalah permasalah antara dua negara atau lebih

Tujuan hukum internasional ialah untuk mengatur hubungan-hubungan antarnegara berdasarkan keadilan, perikemanusiaan, kesusilaan, baik masa perang maupun masa damai. Hukum damai mengurus hubungan antar negara walaupun dalam keadaan damai. Peranan hukum internasional, misalnya mengatur batas negara, mengatur hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan, dan menghapus traktat. Selain mengatur masalah kepentingan bersama dalam ekonomi, sosial, dan budaya. Hukum damai juga mengatur cara memecahkan perselisihan dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi dengan meminta pihak ketiga sebagai perantara.

Hukum perang adalah hukum yang mengatur hubungan antarnegara yang berperang dan menentukan larangan-larangan cara berperang. Dalam konteks hukum internasional, sengketa internasional melibatkan hubungan antarnegara. Jika dilihat dari cakupannya, maka sengketa internasional mencakup sengketa antarnegara dan negara, negara dan individu, negara dan korporasi asing serta sengketa antarnegara dan kesatuan kenegaraan bukan negara. Dari beberapa permasalahan mengenai suatu tindakan yang dapat menimbulkan sengketa internasional dapat dibagi dalam pelanggaran internasional.

Macam-macam Pelanggaran Internasional, yaitu :

a. Pelanggaran Traktat atau berkenan dengan kewajiban-kewajiban kontraktual ; pengambilan hak milik. Prinsip hukum internasional adalah bahwa “ setiap pelanggaran atas perjanjian menimbulkan suatu kewajiban untuk mengganti rugi “

b. Pelanggaran-pelanggaran Internasional ( kesalahan-kesalahan yang tidak ada kaitannya dengan kewajiban-kewajiban kontraktual ).

c. Klaim-klaim.

 Tindakan-tindakan yang membahayakan atau dapat membahayakan Perdamaian Internasional, seperti :

- Agresi;

- Gangguan terhadap kemerdekaan nasional;

- Gangguan terhadap hubungan persahabatan negara-negara.

Pelanggaran internasional yang dapat menimbulkan sengketa, yaitu :

(8)

b. Mempertahankan dominasi kolonial dengan ketentuan ( yang bertentangan dengan penentuan nasib sendiri );

c. Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya serius terhadap larangan melakukan perbudakan , genocide,apartheid serta pencemaran besar-besaran terhadap atmosfer dan udara.

Faktor yang menyebabkan terjadinya Sengketa Internasional, yaitu :

a. Faktor Ideologi, yaitu pertentangan atau sengketa Internasional yang dipicu oleh perbedaan Ideologi. Misalnya, pertentangan antara Negara pendukung Negara Liberal dan Negara pendukung Ideologi Sosialis-Komunis.

b. Faktor Politik, yaitu pertentangan atau sengketa antar negara yang dipicu oleh adanya kepentingan untuk menguasai bagian wilayah Negara atau perbatasan wilayah Negara. Misalnya, sengketa antara Malaysia dan Indonesia mengenai Pulau Sipandan dan Ligitan.

c. Faktor Ekonomi, yaitu pertentangan atau sengketa antar negara yang dipicu oleh adanya perebutan Sumber Daya Alam ( SDA ). Misalnya ketika Amerika Serikat menyerang Irak, banyak pengamat politik yang menduga bahwa disamping faktor politik, juga faktor ekonomi, yaitu ingin menguasai Minyak di Timur Tengah.

d. Faktor Sosial Budaya, yaitu pertentangan atau sengketa yang terjadi karena perbedaan sosial budaya. Misalnya, Fanatisme Budaya Arab terhadap Dunia Non-Arab sehingga terjadi pemberontakkan dan teror ( Mesir, Iran, Aljazair, dan Libya )

e. Faktor Pertahanan dan Keamanan, yaitu pertentangan atau sengketa yang terjadi karena masing-masing pihak mempertahankan daerahnya atau kekuasaannya. Misalnya, saat Irak menduduki dan mempertahankan wilayah Kuwait, kemudian diserang oleh pasukan Amerika Serikat dengan pasukan multinasional dari berbagai negara.

2.

Batas Negara, Daerah Perbatasan, dan Sengketa

a. Batas Negara dan Daerah Perbatasan

Sejak awal peradaban, manusia merasa perlu membagi dunia atas teritorial-teritorial yang menyatukan anggota kelompok mereka dan memisahkannya dari kelompok lain. Pembagian awal ini sering didasarkan atas luas tanah pertanian atau pengaruh pusat kota atas daerah sekitarnya. Ketika kelompok-kelompok yang terbagi atas kerajaan mulai mengembangkan teritiorialnya, mereka melanggar batas kerajaan lain. Perang pun pecah yang akhirnya diikuti dengan perdamaian. Hasilnya adalah daerah transisi antardua wilayah kerajaan berupa daerah perbatasan.

b. Sengketa

Sengketa batas negara muncul ketika suatu negara mengklaim daerah yang berdekatan dengan negara yang lain karena hal-hal tertentu yang dimiliki oleh daerah tersebut. Hal-hal yang dimaksud meliputi catatan sejarah atau budaya, posisi strategis, atau sumber daya ekonomi seperti minyak bumi dan air tanah. Sengketa tidak akan terjadi sebelum konfllik militer atau upaya diplomatik terjadi, meskipun klaim informal oleh suatu negara juga dapat menimbulkan ketegangan.

(9)

1.) Sengketa Posisi

Lokasi batas disengketakan oleh satu kelompok atau lebih. Suatu negara bisa tidak sepakat tentang suatu batas karena survei yang tidak akurat atau catatan yang sudah tua, atau karena alasan lain. Ciri-ciri geografis seperti sungai dan pegunungan sering digunakan sebagai batas alam karena posisisnya yang pasti. Namun, dari waktu ke waktu ciri-ciri geografis ini berubah karena proses geofisika. Sebagian Sungai Kongo yang membentuk batas antara negara Kongo dan Republik Demokratik Kongo dipersengketakan karena pergeseran pulau dan aliran sungai.

2.) Sengketa Teritorial

Terjadi jika suatu negara mengklaim sebuah wilayah yang berada di wilayah negara lain atau ketika batasnya dipersengketakan. Jenis sengketa ini sering terjadi karena alasan sejarah atau budaya. Kelompok budaya tertentu mungkin telah menempati sebuah daerah dalam jangka waktu yang lama dan mendasar klaim mereka atas hal ini. Contohnya, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990 dan sengketa Semenanjung Bsi antara Nigeria dan Kamerun.

3.) Sengketa Sumber Daya

Sangat lazim terjadi akhir-akhir ini. Sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia juga disebabkan adanya sumber daya minyak bumi di wilayah itu. Perubahan kecil terhadap suatu batas atau akuisisi pulau lain yang tidak signifikan ( dalam kasus ini Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia ) dapat menghasilkan banyak manfaat ekonomi di bawah hukum internasional, seperti diperolehnya Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE ) yang memberikan pemasukan kepada negara di perairan internasional. Contoh lain yang mirip adalah Rockall Island di Samudera Atlantik yang diklaim oleh Irlandia, Denmark, dan Eslandia. Selain itu, Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan juga diklaim oleh tidak kurang dari enam negara.

4.) Sengketa Budaya

Terjadi jika kelompok yang berbeda secara budaya memilih untuk memisahkan diri dari kelompok lain di wilayah mereka, bila perlu dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Sebuah kelompok dapat berbeda secara budaya karena berbagai faktor. Umumnya, faktor-faktor itu adalah latar belakang suku bangsa, afiliasi agama, keyakinan politik, dan bahasa. Sengketa budaya paling sulit diselesaikan karena mengandung nilai pribadi dan nasional.

3.

Cara Menyelesaikan Sengketa Internasional

a. Metode-metode Diplomatik

1.) Negosiasi

(10)

menemukan jalan keluar sengketa, maka setiap pihak memberikan konsesi kepada pihak lawan. Terkadang negosiasi merupakan cara pertama sebelum para pihak menggunakan cara-cara lain.

2.) Mediasi

Merupakan bentuk lain negosiasi. Perbedaannya, mediasi melibatkan pihak ketiga yang bertindak sebagai pelaku mediasi ( mediator ). Seorang mediator merupakan pihak ketiga memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat dalam melancarkan terjadinya kesepakatan di antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi hanya dapat terlaksana apabila para pihak bersepakat dan mediator menerima syarat-syarat yang diberikan oleh para pihak yang bersengketa.

3.) Inquiry

Metode ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan yang bersifat internasional guna mencari dan mendengarkan bukti-bukti yang relevan dengan permasalahan. Berdasarkan bukti-bukti-bukti-bukti yang ada, badan ini dapat mengeluarkan sebuah fakta disertai dengan penyelesaian permasalahan.

4.) Konsiliasi

Merupakan metode penyelesaian pertikaian yang bersifat internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik bersifat permanen atau sementara.

Perbedaan antara konsiliasi dan mediasi adalah mediasi merupakan perluasan dari negosiasi, sedangkan konsiliasi memberikan peran bagi pihak ketiga yang setaraf dengan inquiry atau arbitrase. Dalam konsiliasi, pencarian fakta bukanlah hal yang mutlak harus ada. Kemiripannya dengan mediasi terletak pada penyelesaian yang diajukan tidak memiliki kekuatan memaksa.

b. Metode-metode Legal

Metode ini merupakan cara penyelesaian sengketa internasional secara yudisial ( hukum ) dalam hukum internasional, yang tentu saja berbeda dengan sistem hukum nasional. Beberapa metode penyelesaian secara legal adalah sebagai berikut :

1.) Arbitrase

Metode ini digunakan dalam hukum nasional dan hukum internasional. Secara tradisional, arbitrasi digunakan dalam persoalan-persoalan hukum, biasanya dalam persengketaan mengenai perbatasan dan wilayah. Arbitrase memberikan keleluasaan kepada para pihak yang bersengketa untuk menentukan proses perkara. Hal ini terbukti dengan adanya kebebasan para pihak untuk memilih arbitrator.

2.) Mahkamah Internasional

(11)

38 ayat ( 1 ), yaitu memutus perkara sesuai dengan hukum internasional atau berlandaskan sumber-sumber hukum internasional. Dalam memutus perkara, Mahkamah Internasional harus memerhatikan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bagi Mahkamah Internasional untuk mengunjungi objek sengketa. Menurut Pasal 60, putusan Mahkamah Internasional bersifat final dan mengikat yang dibatasi oleh Pasal 59, yaitu putusan hanya mengikat para pihak yang terkait. Dalam hal salah satu pihak gagal menjalankan kewajibannya, pihak yang dirugikan dapat mengajukan ke Dewan Keamanan ( Pasal 94 ).

3.) Pengadilan-pengadilan lainnya

Salah satu persoalan hukum yang acapkali timbul dalam era globalisasi adalah persengketaan dalam perdagangan internasional. WTO sebagai sebuah organisasi perdagangan dunia memiliki sistem peradilan tersendiri untuk menyelesaikan sengketa. Sistem peradilan ini dibentuk tahun 1994 bersamaan dengan berdirinya WTO. Tujuannya untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan perjanjian-perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi-konsultasi antarpihak, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.

Contoh lain adalah pengadilan yang didirikan atas dasar Konvensi Hukum Laut 1982. Pengadilan ini ditujukan untuk menangani persoalan-persoalan yang timbul akibat hukum laut yang baru.

4.

Penyelesaian Sengketa Melalui Organisasi

a. Organisasi regional

Dalam Deklarasi Manila ( 1982 ) tentang penyelesaian sengketa secara damai, dinyatakan bahwa sengketa dapat diselesaikan melalui organisasi regional. Contoh organisasi regional adalah NATO, Uni Eropa, ASEAN, dan Liga Arab. Salah satu fungsi utama organisasi regional adalah menyediakan wadah yang terstruktur bagi pemerintah negara untuk melakukan hubungan-hubungan diplomatik.

b. PBB

Sebagaimana amanat Pasal 1 Piagam PBB, salah satu tujuan PBB adalah mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Tidak mungkin perdamaian dapat tercipta apabila sengketa antarnergara tidak terselesaikan. Oleh karena itu, sebuah mekanisme penyelesaian sengketa merupakan hal penting demi tercapainya tujuan PBB.

Institusi PBB yang berperan penting dalam penyelesaian pertikaian secara damai adalah Dewan Keamanan, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal.

C.

PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN

(12)

1.

Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional ( MI ) merupakan organ hukum utama PBB yang didirikan tahun 1945 berdasarkan Piagam PBB sebagai kelanjutan Mahkamah Permanen Keadilan Internasional Liga Bangsa-Bangsa. Lembaga ini bertugas memutuskan kasus hukum antarnegara dan memberikan pendapat hukum kepada PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum internasional. Markas besar MI terletak di Den Haag, Belanda.

Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota MI. Sebuah negara yang bukan anggota MI dapat menjadi pihak Statuta MI atau menggunakan MI jika menerima syarat-syarat yang ditetapkan oleh PBB dan setuju memberikan kontribusi dana kepada MI.

Sengketa dapat dibawa ke MI melalui dua cara :

Pertama, melalui kesepakatan khusus antarpihak, yaitu semua pihak setuju mengajukan persoalan kepada MI.

Kedua, melalui permohonan sendiri oleh suatu pihak yang bertikai. Ini terjadi, jika pemohon percaya bahwa lawannya diwajibkan oleh syarat traktat tertentu untuk menerima yuridiksi MI dalam hal sengketa. Atau, negara yang merupakan para pihak dalam statuta dapat menyatakan lebih dahulu penerimaan otomatis mereka atas yurisdiksi MI untuk suatu atau seluruh jenis sengketa hukum. Pernyataan ini dikenal sebagai menerima yurisdiksi wajib ( Compulsory Jurisdiction ). Setelah permohonan diajukan, diadakan pemeriksaan perkara. Pemeriksaan perkara dilakukan melalui :

a. Pemeriksaan naskah dan pemeriksaan lisan untuk menjamin setiap pihak dalam mengemukakan pendapatnya;

b. Sidang-sidang MI terbuka untuk umum, sedangkan sidang-sidang arbitrase tertutup. Rapat-rapat hakim-hakim MI diadakan dalam sidang tertutup.

Selanjutnya, sesuai Pasal 26 statuta, MI dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau beberapa kamar yang terdiri atas 3 hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu atas kasus-kasus, seperti perburuhan atau masalah-masalah yang berkaitan dengan transit dan komunikasi.

MI memberikan pendapat hukum tentang pertanyaan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan, dan organ serta lembaga khusus PBB lain yang telah diberi wewenang oleh Majelis Umum untuk meminta pendapat seperti itu atau yang diizinkan oleh konstitusi.

2.

Hakim dalam Mahkamah Internasional

(13)

3.

Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah

Internasional

Sengketa internasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut :

1.) Telah terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter ( kemanusiaan ) di suatu negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain.

2.) Adanya pengaduan dari korban ( rakyat ) dan pemerintahan yang menjadi korban terhadap pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter lainnya.

3.) Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya.

4.) Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan. Jika ditemui bukti-bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, maka pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.

5.) Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi. Sanksi dapat dijatuhkan apabila terbukti bahwa pemerintahan atau individu yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter; mempunyai wewenang untuk mencegah terjadinya pelanggaran itu, tetapi tidak dilakukan; dan tidak melakukan apa-apa untuk mencegah terjadinya perbuatan itu.

Mahkamah Internasioanl memutuskan sengketa berdasarkan hukum. Keputusan dapat dilakukan berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila disetujui oleh negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat, final, dan tanpa banding. Keputusan Mahkamah Internasional mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk perkara yang dipersengketakan.

Dalam Pasal 57 statuta, hakim Mahkamah Internasional dapat mengemukakan pendapat terpisah atau Dissenting Opinion ( pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan tersebut ).

4.

Dukungan Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan

Sengketa Internasional

(14)

dan memodernsasi sejumlah topik dalam Hukum Internasional termasuk Hukum Laut, Hubungan Diplomatik, Hubungan Konsular, Hukum Traktat antarbangsa, Hukum traktat antar bangsa-bangsa dan Organisasi Internasional, kekebalan Negara dari Yurisdiksi Negara lain keberlanjutan suatu negara dalam hal traktat, serta hukum perairan air tawar internasional.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan penambahan zat aditif dalam orde mg menurunkan efisiensi penandaan 99m Tc-CTMP hingga < 90%, sedangkan penambahan asam askorbat dan PABA dalam orde

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi karakteristik parkir pada pusat perbelanjaan di Jalan Kalimantan Kota Lubuklinggau dan menganalisis standar

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam semester

[r]

Menurut Lima (2012) pada penelitiannya tentang legum menyatakan bahwa perendaman benih yang paling efektif pada benih Leguminosa Centro dan Siratro adalah selama 10

Kendala yang Dihadapi Mahasiswa dalam Proses Akulturasi Budaya dalam Pergaulan Sosial di Kampus UPP Tegal UNNES adalah (1) Asal daerah, Diferensiasi asal daerah

Pada tabel 2 menyatakan bahwa senyawa 5 memiliki gap terbesar seperti yang terlihat pada gambar 2 dengan harga 5 eV, hal ini menandakan bahwa senyawa 5 adalah

Umpan balik terhadap kegiatan pengabdian diperoleh dari hasil wawancara satu arah dengan quisioner pada 30 rumah tangga masyarakat pesisir di sekitar Desa