BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada akhir abad 20 prevalensi penyakit menular mengalami penurunan,
sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak
menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor
risiko yang sama (common underlying risk factor). Penyakit tidak menular mengalami peningkatan karena perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola
konsumsi yang lebih mementingkan makanan berlemak, kurang serat, maupun yang
diproses seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap (DepKes RI, 2008).
Menurut Organisasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) 8-9 % wanita akan
mengalami kanker payudara.Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker
yang paling banyak ditemui pada wanita. Laporan WHO tahun 2005 jumlah
perempuan penderita kanker payudara mencapai 1.150.000 orang,dan 700.000
diantaranya tinggal dinegara berkembang termasuk Indonesia (DepKes RI, 2008).
Berdasarkan data Globocan (IARC) di negara maju kanker payudara
menempati urutan pertama seluruh kanker pada perempuan (incidence rate 38 per
100.000 perempuan), kasus baru ditemukan 22,7% dengan jumlah kematian 14% per
tahun dari seluruh kasus kanker pada perempuan didunia Kanker leher rahim
menempati urutan kedua dengan incidence rate 16 per 100.000 perempuan, kasus
kasus kanker pada perempuan di dunia (DepKes RI, 2010). Di Indonesia data dari
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010 kanker payudara menempati
urutan pertama dari seluruh kanker dengan proporsi sebesar 28,7 % dan kanker leher
rahim menempati urutan kedua sebesar 12,8 % (PusKom RI, 2013).
Di Inggris setiap tahunnya 24.000 wanita terdiagnosis kanker payudara
dan 15.000 diantaranya meninggal dunia karena penyakit ini. Di Amerika jumlah
penderita payudara tidak begitu banyak dibanding dengan jumlah penderita kanker
jenis lainnya. Hal ini dikarenakan di negara tersebut kesadaran untuk melakukan
deteksi dini sudah berkembang baik. Kebanyakan kanker payudara ditemukan di
stadium awal, sehingga bisa diobati dan disembuhkan. Sedangkan di negara
Indonesia, kebanyakan kasus kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut, ketika
penyembuhan sudah sulit dilakukan (Tilong, 2012).
Di Swiss Angka kejadian payudara berkisar 70-75 kasus per-1000, penduduk
setiap tahun. Di benua Australia, satu dari sebelas wanita meninggal akibat kanker
payudara setiap tahunnya. Sebaliknya, di Asia, kanker payudara mempunyai insiden
rendah. Diperkirakan di Jepang berkisar 15 hingga 18 kasus per-100.000 penduduk
pertahun. Kuwait sekitar 15 hingga 17 per-100.000 penduduk, dan di Cina kejadiannya
di bawah 10 kasus per-100.000 penduduk per-tahun (Suryaningsih,2009).
Untuk menanggulangi masalah penyakit kanker akibat transisi epidemiologi
di Indonesia, maka perlu dilakukan peningkatan pengendalian penyakit kanker secara
menyebabkan kematian pada perempuan di Indonesia sehingga memerlukan
intervensi yang memadai melalui pencegahan dini atau deteksi dini.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan
Nomor 796/MENKES/SK/VII/2010 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim, penanggulangan secara terpadu harus
dilaksanakan agar keberhasilan program pengendalian kanker dengan deteksi dini
dapat dilaksanakan dengan baik dan diikuti dengan pengobatan adekuat. Hal ini
berdasarkan fakta bahwa lebih dari 50% perempuan yang terdiagnosis kanker tidak
pernah melakukan penapisan atau deteksi dini.
Di Negara-Negara Asia, insiden kanker payudara mencapai 20 per 100.000
penduduk (Medicastore, 2002). Disamping itu, berdasarkan data Globocan,
International Agency for Research on Cancer (IARC) (2002), didapatkan estimasi
insiden kanker payudara di Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan
(Depkes RI, 2008).
Dalam Hopkins (2008) menyebutkan kanker payudara adalah penyebab
kematian akibat kanker paling besar bagi perempuan pada usia 18 hingga 54 tahun,
dan perempuan yang berusia lebih muda dari 45 tahun memiliki resiko terjangkit
kanker payudara kembali, berjumlah 25% lebih tinggi dibandingkan perempuan yang
lebih tua. Serta usia yang paling umum terdeteksinya tahap-tahap pertama kanker
payudara adalah 5 tahun atau lebih sebelum menopause. 30% kanker payudara adalah
sebanyak 99%. Dan dalam Tilong (2012) disebutkan sekitar 8 dari 10 kanker
payudara adalah jenis IDC (Invansif Duktal Carcinoma).
Penelitian Prastiwi (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara
penggunaan kontrasepsi oral dengan peningkatan risiko kanker payudara dan
diketahui bahwa perempuan pengguna kontrasepsi oral memiliki risiko dua kali lebih
besar daripada perempuan yang bukan pengguna kontrasepsi oral untuk mengalami
kanker payudara (OR=2,20; 95%CI 0,78-6,21). Penelitian Urban, et al (2012) juga
menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya kanker payudara ( OR 1,66 95%CI 1,28 – 2,16, p < 0,001).
Insiden kanker payudara meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Usia
perempuan yang lebih sering terkena kanker payudara adalah diatas 40 tahun, yang
disebut dengan “cancer age group”. Namun usia muda juga bukan jaminan aman dari
kanker payudara (Luwia, 2003).
Saat ini telah banyak ditemukan penderita kanker payudara pada usia muda,
bahkan tidak sedikit remaja putri usia empat belas tahun menderita tumor di
payudaranya. Dimana tumor yang terjadi bisa menjadi kanker, bila tidak terdeteksi
lebih awal. Meskipun tidak semuanya ganas, tetapi ini menunjukkan bahwa saat ini
sudah ada tren gejala kanker payudara yang semakin tinggi di usia remaja
(Lily, 2008).
Data yang tercatat dari RSUP H. Adam Malik Medan periode
Januari-Desember 2008, tercatat 121 kasus kanker payudara tercatat pada stadium I-IV
wanita (83,1%) yang menderita kanker payudara dari sejumlah 267 orang yang
menderita neoplasma payudara (Taha, 2010). Tahun 2011 terdapat 292 orang yang
menderita kanker payudara pada usia < 20 tahun sebanyak 7 orang di RSUP H.
Adam Malik Medan (Mala, 2012). Data diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit
Haji Medan pada tahun 2010-2012 terdapat 168 kasus kanker payudara. Sedangkan
data dari RSUD. Dr. Pirngadi jumlah penderita kanker payudara yang berobat ke
RSUD dr. Pirngadi tahun 2006-2010 sebanyak 350 orang dan terjadi peningkatan
jumlah penderita setiap tahunnya. Dimana dari data tahun 2011 tersebut, ditemukan 2
kasus kanker payudara pada remaja usia 17 tahun dan 18 tahun (Rahma, 2009).
Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan fisik maupun
perubahan biologis yang dalam perkembangan selanjutnya berada di bawah control hormone-hormon khusus. Pada wanita, hormon-hormon ini bertanggung jawab atas
permulaan proses ovulasi dan mensturasi, juga pertumbuhan payudara. Pada masa ini
sudah seharusnya para remaja puteri mulai memperhatikan perubahan yang ada pada
dirinya, misalnya pada payudaranya.
Menurut Jane Wardle dari Badan Penelitian Kanker Amal Inggris, sebagian
besar remaja putri disetiap negara tidak menyadari faktor pola hidup dapat
mempengaruhi resiko mereka terserang kanker payudara. Hanya 5% yang menyadari
bahwa menyantap makanan, minuman alkohol serta kurang berolahraga beresiko
terserang kanker payudara (Kollinko, 2007).
Masa remaja adalah masa kritis bagi para remaja yang mengakibatkan kanker,
karena itu diperlukan upaya deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan payudara
sendiri (Sadari). Tindakan ini sangat penting sebelum terlanjur menjadi kanker pada
stadium lanjut. Ada sekitar 70% pasien kanker terlambat dideteksi dan baru datang ke
dokter pada stadium lanjut (Wibisono, 2009).
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang juga mengubah
norma-norma dan gaya hidup mereka, dimana gaya hidup dan pola makan merupakan faktor
penting yang dapat memicu kanker payudara. Untuk di Indonesia makanan yang bisa
memengaruhi remaja terkena kanker payudara adalah gorengan, fastfood dan junk food, ditambah lagi remaja saat ini kurang melakukan aktifitas fisik dan olahraga
(Setiati, 2009).
Saat ini program dari pemerintah belum terfokus pada promosi tentang
pengendalian dan pelaksanaan SADARI bagi remaja, tapi masih berfokus pada
pelaksanaan mamografi saja dan tekhnik SADARI masih dianggap awam karena
masih sedikitnya jumlah wanita yang rutin melakukan SADARI setiap bulan.
Penemuan dini kanker payudara dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
yang mudah dan dapat dilakukan sendiri, yaitu pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) Rasjidi, 2009).
SADARI merupakan metode yang paling efektif dan efisien untuk
menemukan kanker payudara pada stadium dini. Masalah utama pada SADARI
adanya intervensi berupa pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
praktik (Erniyati, 2006).
Menurut hasil penelitian Handayani dkk, (2012) menunjukkan bahwa hasil
penelitian diperoleh sebanyak 92 responden (45,5%) memiliki pengetahuan kurang
tentang prosedur SADARI. Hasil penelitian Siallagan (2010) menunjukkan bahwa
sikap remaja putri di SMA Surya Nusantara Kota Tebing Tinggi pada kategori baik
yaitu 33 responden (46,4%).
Umumnya, kanker payudara terdeteksi pertama kali oleh penderitanya sendiri.
Untuk itu, agar kanker tersebut dapat dideteksi lebih awal, pemeriksaan payudara
sendiri perlu dilakukan secara rutin setiap bulan oleh para wanita, baik wanita yang
beresiko tinggi maupun wanita tanpa resiko. Selain mudah untuk dilakukan,
pemeriksaan ini juga membuat para wanita merasa nyaman karena pemeriksaan ini
dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kanker payudara dapat ditemukan secara dini dengan pemeriksaan sadari.
Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30%. Pemeriksaan payudara
sendiri (Sadari) sangat penting dianjurkan kepada masyarakat karena hampir 86%
benjolan di payudara ditemukan oleh penderita sendiri (Saryono, 2009).
Salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap
kesehatan adalah melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang diberikan
secara dini, akan memudahkan remaja mencapai sikap dan tingkah laku yang
Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan
misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum
memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi siswa dan cenderung
membosankan. Maka perlu dilakukan metode lain seperti simulasi, hal ini cenderung
dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak monoton dan langsung berdasarkan
analisis kasus, dan melibatkan objek secara menyeluruh dan aktif.
Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk
menyampaikan materi pendidikan kesehatan dalam bentuk demonstrasi, permainan
curah pendapat dan dramatisasi serta menonton video. Metode ini bertujuan untuk
melatih dan memahami konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan
sehingga dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan
Survei awal pada 10 siswi di SMAN 1 Percut Sei Tuan, ditemukan 6 orang (60%)
yang tidak mengetahui tentang kanker payudara. Dalam wawancara tersebut terdapat 4
orang yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri, siswi juga mengatakan
kurangnya informasi yang didapat tentang SADARI sedangkan SADARI ini sangat
penting dilakukan pada usia remaja sebagai tindakan deteksi dini atau sebagai
tindakan pencegahan (preventif) untuk mencegah kanker payudara.
Adanya fakta bahwa kanker payudara dapat dicegah secara dini dengan
melakukan SADARI menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk meneliti
bagaimana efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap remaja putri
tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan SADARI di SMAN 1 dan SMA
1.2 Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah semakin meningkatnya
penderita kanker payudara sehingga peneliti ingin melihat pengaruh efektifitas
metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap remaja putri tentang upaya deteksi
dini kanker payudara dengan SADARI di SMAN 1 dan SMA Citra Harapan
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan
sikap remaja putri tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan SADARI di
SMAN 1 dan SMA Citra Harapan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang.
1.4 Hipotesis
Terdapat efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap remaja
putri tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan SADARI di SMAN 1 dan
SMA Citra Harapan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai sarana penambah pengetahuan bagi remaja puteri di SMAN 1 dan SMA
Citra Harapan Percut Sei Tuan agar melaksanakan program SADARI untuk
2. Bagi Dinas Kesehatan agar aktif untuk mensosialisasikan program pengendalian
kanker payudara dengan SADARI pada seluruh wanita usia subur.
3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan
pengembangan pengetahuan tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian