• Tidak ada hasil yang ditemukan

Corruption dapatkah masalah korupsi ditu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Corruption dapatkah masalah korupsi ditu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Nama

: Brigita P. Manohara

NIM

: 1406509901

Mata Kuliah

: Hukum Pidana & Kegiatan Perekonomian

No. Urut Kehadiran : 3 (tiga)

Pengajar

: Prof. Topo Santoso, SH, MH, PhD

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR

Sebagai salah satu tindak pidana khusus, korupsi disepakati memiliki dampak meluas bagi seluruh masyarakat. Ironisnya, korupsi di Indonesia dalam tulisan Prof. Selo Sumardjan untuk pengantar buku karangan Robert Klitgaartd disebutkan sudah membudaya1. Lebih lanjut dijelaskan, korupsi bukan hanya melanggar aturan yang

berlaku tetapi juga kaidah kejujuran, yang berdampak pada penurunan kewibawaan negara dan mengakibatkan high cost economy sehingga menaikkan harga produk dan menurunkan daya saing bisnis secara umum di negeri ini. Permasalahan mengenai Korupsi tak hanya dialami oleh Indonesia sebagai negara berkembang, tetapi juga dirasakan negara lain seperti Malaysia, bangladesh, Turkmenistan dan Chad. Angka kejahatan korupsi di negara berkembang dari hasil yang disampaikan Transparency

International (TI) jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di negara maju

contohnya Jepang dan Perancis.

Meski ada aturan yang tegas mengenai tindak pidana Korupsi, nampaknya tingkat pelanggaran yang tejadi masih terbilang tinggi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per tanggal 31 Oktober 2014 telah menangkap tersangka korupsi dari sejumlah elemen. Kepala lembaga/kementrian yang dijadikan tersangka sebanyak 8 (delapan ) orang, swasta sebanyak 12 (dua belas) orang, walikota/ bupati/ wakil sebanyak 9 (sembilan) orang, hakim sebanyak 2 (dua) orang, anggota DPR/ DPRD sebanyak 3 (tiga) orang dan Eselon I/II/III sebanyak 1 (satu) orang. Sehingga total tersangka yang ditangkap sebanyak 45 orang, nilai ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 59 orang, dan tertinggi di tahun 2010 sebanyak 65 orang2.

Sebelum menelaah lebih lanjut mengenai kaitan pengendalian korupsi dan kejahatan ekonomi di negara berkembang khususnya Indonesia, ada baiknya kita telah terlebih dahulu korupsi itu sendiri. Korupsi berasal dari bahasa latin yakni

corruptio memiliki arti penyuapan, sementara corruptore berarti merusak. Jika merujuk pada Ensiklopedi Indonesia, korupsi diartikan sebagai gejala ketika pejabat, badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,

1Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005, hal xiii

2Penanganan TPK berdasarkan Profesi/ Jabatan, http://acch,kpk.go.id, diakses pada minggu 14

(3)

pemalsuan, serta penyimpangan lainnya3. Beberapa literatur mendefinisikan korupsi

sebagai4 :

“tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi”

Sementara itu, definisi korupsi oleh para ahli yang dituliskan oleh Eva Hartanti yaitu5 :

 Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan negara;

 Baharuddin Lopa mengutip David M. Chalmers, korupsi menyangkur masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi dan menyangkut kepentingan umum. Financial manipulations and deliction injurious to the economu are often labeled corrupt;

Definisi lain mengenai korupsi yang dikutip Prof. Elwi Danil antara lain6 :

 A.S Hornby dan kawan-kawan , korupsi sebagai suatu pemberian atau penawaran dalam penerimaan hadiah berupa suap serta kebusukan atau keburukan;

 Henry Campbell Black, korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai denag kewajiban resmi dan hak pihak lain;

 David H. Baley mengkaitkan korupsi denan penyuapan yang merupakan istilah umum meliputii penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi tidak selalu berupa uang.

Dari definisi sejumlah ahli diatas, korupsi dapat dijelaskan sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang, wewenang, kekuasaan) demi kepentingan pribadi sehingga merugikan keuangan negara.

Tiga sektor paling rawan tindak pidana korupsi adalah partai politik, kepolisian, dan pengadilan. Sementara dari data yang dimiliki TI, suap yang kerap dilakukan paling banyak terjadi di sektor non konstruksi, pertahanan keamanan,

3Eva Hartanti SH, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika, cetakan kedua Juni 2006, hal 8

4Robert Klitgaard, Op Cit hal 31

5Eva Hartanti SH, Op Cit hal 9 - 10

6Prof. Dr. H. Elwi Danil, SH, MH, Korupsi Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya,

(4)

migas, perbankan, dan properti7. Syeid Hussein Alatas seperti dikutip Prof Elwi

menyampaikan ciri korupsi, yakni 8:

 Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang;

 Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan kecuali telah merajalela, mendalam, dan berakar;

 Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik;

 Mereka yang mempraktikkan cara korupsi biasanya berusaha menyelubungi perbuatannya denagn berlindung di balik pembenaran hukum;

 Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan tegs dan yang mampu memengaruhi keputusan itu;

 Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan;

 Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan;

 Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktid dari mereka yang melakukan tindakan itu;

 Suatu perbuatan korupsi melanggar norma tugas dan pertangungjawaban dalam tatanan masyarakat.

Faktor penyebab korupsi dijelaskan Eva Hartanti sebagai berikut :

 Lemahnya pendidikan agam dan etika

 Kolonialisme

 Kurangnya pendudukan (meskipun kebanyakan kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh mereka dengan tingka pendidikan dan intelektual tinggi)

 Kemiskinan (di Indonesia dasar korupsi adalah keserakahan)

 Tidak adanya sanksi yang keras

 Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelau antikorupsi

 Struktur pemerintahan

 Perubahan radikal

 Keadaan masyarakat

Empat tipe korupsi yang dijelaskan Piers Beirne dan James Messerschmidt seperti dikutip Prof. Elwi adalah :

Political bribery

Political kickbacks

Election fraud

Corrupt compaign practices.

Lebih lanjut dampak dan pengertian dari Korupsi dapat dirumuskan, antara lain9:  Korupsi umumnya merugikan pembangunan ekonomi, politik, dan

organisasi.

7Eva Hartanti SH, Op Cit 3

8Prof. Dr. H. Elwi Danil, SH, MH, Op Cit 7

(5)

 Korupsi yang menyangkur realokasi “barang-barang khusus milik swasta’ boleh jadi sedikit merugikan efisiensi ekonomi.

 Apabila korupsii dilakukan untuk melanggar suatu kebijakan yang tidak efisien dan tidak adil, korupsi daoat menimbulkan masalah sosial.

 Korupsi menimbulkan dampak eksternal yang negatif karena menghancurkan kepercayaan, keyakinan dan tegaknya hukum

 Korupsi amat merugikan apabila menyalahgunakan insentif. Kombinasi antara kekuatan monopoli dengan keleluasaan menentukan kebijakan yang mengundang berbagai ‘bentuk rente” atau kegiatan mecari untung tetapi secara langsung tidak produktif”

 Korupsi terkadang merupakan sarana untuk tujuan politik. Tetapi ia juga bisa menuntut biaya politik yang besar.

 Pemerasan adalah bentuk korupsi yang sangat melumpuhkan dan cenderung membuat masyarakat yang menjadi korban marah.

 Korupsi dapat melayani kepentingan organisasi terutama dalam menyingkirkan hambatan birokratis yang tidak perlu.

 Perlu diteliti siapa yang mendapat untung dan siapa yang dirugikan oleh tindakan korup.

 Kalau segala seseuatu sama, usaha anti korupsi harus diarahkan pada bentuk yang menimbulkan kerusakan paling berat.

 Pengaruh korupsi terdiri dari empat kategori yakni efisiensi, pemeratan, perangsangan (insentif), dan politik.

1.2 INDONESIA DAN KORUPSI

Indonesia di usianya yang ke-69 masih belum bebas dari korupsi. Namun ada kemajuan besar dalam penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi. Sesungguhnya Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum telah memiliki Undang-Undang pemberantasan Korupsi yang disahkan pada tahun 1971, yakni UU No.3 Tahun 1971. Undang-undang ini memiliki beragam kekurangan dan kelemahan dalam menjerat para pelaku korupsi sehingga dilakukan perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah menelurkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Undang-Undang lainnya tentang pembentukan KPK dan Pengadilan Tipikor.

(6)

transparasi dan upaya pencegahan korupsi yang diajukan IMF ketika Indonesia mengajukan pinjaman saat krisis terjadi di tahun 199810.

Tindak pidana Korupsi di negara ini memiliki sejarah panjang. Korupsi sebenarnya menyangkut dua hal, yakni suap, serta penyalahgunaan wewenang11.

Dalam penegakannya, KPK terus berupaya mengungkap kasus korupsi yang terjadi di berbagai daerah. Dari data yang ada, sepanjang tahun 2014 hingga 31 Oktober 2014, KPK telah menangani 73 kasus penyelidikan, dimana 34 diantaranya telah inkracht. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan denagn tahun 2013 dimana kasus yang diselidiki mencapai 81 kasus, dan yang inkkracht sebanyak 41 kasus.

Tingginya angka korupsi yang terjadi di Indonesia, diduga akibat budaya yang melekat sejak jaman kerajaan yang kemudian dilanjutkan pada masa kolonial. Budaya yang melekat itu adalah budaya pemberian upeti yang kini identik dengan suap. Dalam bukunya, Klitgaard mengutip Emanuel Kant dan sejumlah pengamat yang menyatakan12 :

“ sebuah bangsa pedagang, tulis filsuf Imanuel Kant adalah bangsa penipu. Menurut sejumlah pengamat, termasuk banyak cendekia di negara berkembang, biang keladi korupsi adalah kapitalisme serta sekutu sejarahnya, yakni kolonialisme....Julius K. Nyerere dari Tanzania mengeluhkan korupsi yang tumbuh sebagai kanker. Mereka menyatakan bahwa suatu gerakan menjauhi nailai kapitalisme sekarang ini dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.”

Hal ini senada dengan W. F. Wertheim seperti dikutip Boesono Soedarso bahwa meluasnya korupsi di Indonesia ada hubungannya dengan feodalisme13. Lebih

lanjut Boesono menjelaskan 14:

“perlu diingat bahwa antiquanted preserve itu selain berupa keadaan masyarakat lahiriyah yang serba underdeveloped, terutama terwujud pandangan atau sikap hidup serta pola kuno yang telah bersatu dengan kepribadian kita, interorganized in the individual’s personality

structure...Apabila setiap pejabat tidak bisa hidup dari penghsilannya yang

sah dan ia hanya bisa hidup berkat adanya kekacauan administrasi dan kekacauan moral dalam lingkungan pekerjaannya, siapakah yang memusingkan misalnya tentang pertumbuhan tradisi sehat yang mengatur wewenang, kekuasaan dan wibawa jabatan. Bahkan kalau ada seorang pejabat yang akan menumbuhkan tradisi demikian, dalam keadaan serba

10Disarikan dari kuliah Prof. Mardjono Reskodiputro mengenai KPK pada mata kuliah Sistem

Peradilan Pidana di Fak. Hukum universitas Indonesia tanggal 25 November 2014.

11Dalam kuliahnya mengenai Tindak Pidana Ekonomi, di Fakultas Hukum Univ. Indonsia tanggal

18 November 2014, Prof Mardjono sempat menyinggung korupsi yang dijelaskan bahwa Korupsi terdiri dari dua tindakan utama, yaitu suap atau penyalahgunaan wewenang.

12Robert Klitgaard, Op Cit hal 86

13Boesono Soedarso, Latar Belakang Sejarah dan Kulturan Korupsi di Indonesia,

Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 2009, hal 121

(7)

kekurangan itu berarti ia membahayakan rezeki rekan-rekannya juga membahayakan dirinya sendiri.”

Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki pertumbuhan ekonomi yang tergolong tinggi yakni dikisaran tujuh persen per tahun. Kondisi modernisasi ini berdampak pada tumbuh suburnya korupsi seperti rumusan yang disampaikan Samuel P. Huntington yang disadur Klitgaard sebagai berikut:

 Korupsi cenderung meningkat dalam suatu periode pertumbuhan serta modernisasi yang cepat karena perubahan nilai, sumber baru kekayaan dan kekuasaan, dan perluasan pemerintahan.

 Di negara dengan lebih banyak stratifikasi sosial, lebih banyak polarisasi kelas, dan lebih banyak kekecenderungan feodal, korupsi cenderung berkurang.

 Rasio akses politik dan ekonomi di suatu negara mempengaruhi sifat korupsi.

 Apabila banyak ditemukan perusahaan asing di suatu negara maka korupsi cenderung meningkat

 Semakin partai politik kurang berkembang mekar semakin meluas korupsinya lantaran lemahnya kontrol.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya sudah berinteraksi dengan korupsi sejak ia masih berbentuk kerajaan dan dilanjutkan ketika jadi negara jajahan. Korupsi yang sudah membudaya, tentunya butuh waktu lebih lama untuk bisa memerangi tindak pidana ini. Pertumbuhan korupsi di Indonesia pun makin subur karena adanya modernisasi yang begitu cepat seperti apa yang disampaikan Samuel P. Huntington.

1.3 TINDAK PIDANA EKONOMI DI INDONESIA

(8)

lingkungan hidup, tindak pidana di bidang kekayaan intelektual, tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.

Ada tiga karakteristik atau features of economic crime, yaitu pelaku menggunakan modus operandi yang sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha sukses dalam bidangnya; tindak pidan ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara khusus dan aparatur penegak hukum pada umumnya. Tiga tipe tindak pidana ekonomi yakni property crimes; regulatory crimes; dan tax crimes15.

Sebagai extra ordinary crime, korupsi merupakan bagian tindak pidana ekonomi, dimana ada sejumlah kegiatan di dalamnya. Pada kasus korupsi Biro Pendapatan Negeri (BIR) Filipina, terdapat sejumlah kegiatan yang termasuk dalam kasus tersebut, yakni pemberian uang pelicin dan pembayaran bagi catatan dan persetujuan yang seharusnya gratis, menurunkan kewajiban pajak, menggelapkan dana yang dikumpulkan luas, dan meminta uang suap besar pada posisi basah di dalam BIR. Tak jauh berbeda dengan BIR, pada kasus korupsi di dalam NFO (Organisasi Pangan Nasional di Ruritania) juga terdapat sejumlah tindak pidana di dalamnya, yakni suap menyuap dalam proses penagdaan di distrik Dipawa, menjadi korupsi karena ada kerugian negara yang terjadi akibat perilaku pegawai tersebut.

1.4 UPAYA PENANGGULANGAN

Dalam bukunya Klitgaard menyampaikan hasil Laporan Komisi Santhanam tentang korupsi di India dimana laporan itu menyarankan semakin banyak peraturan akan menolong mengurangi korupsi. Suatu peraturan dapat juga mempermudah pertanggung jawab yang kiranya akan menolong mengurangi korupsi. Peraturan dapat membatasi atau meningkatkan kewenangan efektif16.

Di Indonesia aturan menenai korupsi termaktub dalam UU No. 3 Tahun 1971 lalu diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan

15Tindak Pidana Di Bidang Ekonomi; Suatu Tinjauan Kriminologi, http://qolbi.wordpress.com,

diakses pada minggu 14 Desember 2014

(9)

Tindak Pidana Korupsi yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001. Kerap kali, dalam menjerat pelaku korupsi, digunakan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010.

Tak hanya dengan menguatkan perundangan guna menjerat para pelaku korupsi, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana ini. Klitgaard menjelaskan lebih detail langkah memerangi korupsi dengan sebuah analisis kebijakan sebagai berikut17 :

 Memilih pegawai yang “jujur” dan “cakap”

 Mengubah imbalan dan hukuman bagi pegawai

a. Mengubah imbalan dengan cara menaikkan gaji guna mengurangi kebutuhan akan korupsi; memberikan imbalan tindakan khusus bagi pegawai yang berprestasi; gunakan korntrak aksidentil untuk menghadiahi pegawai; gunakan hadiah bukan uang (pelatihan, mutasi, perjalanan, publisitas, pujian)

b. Hukumlah tingkah laku korup dengan menaikkan hukuman formal; menaikkan kewenangan atasan untuk menghukum; menyesuaikan hukuman dalam rangka pencegahan; menggunakan hukuman non formal (pemindahan, publisitas, hilangnya reputasi profesional, munculnya suara negatif)

 Kumpulkan dan analisis informasi untuk dapat menaikkan peluang bahwa koupsi akan terdeteksi, ini dapat dicapai dengan perbaiki sistem audit dan sistem manajemen informasi; memperkuat “agen-agen” informasi; menggunakan informasi yang diberikan oleh pihak ketiga (media, bank); menggunakan informasi yang diberikan oleh klien dan masyarakat; menggeser beban pembuktyian agar orang yang diduga korupsi harus membuktikan bahwa mereka tidak bersalah.

 Menyusun hubunga atasan-pegawai-klien untuk menghilangkan kekuasaan monopoli plus kewenangan bertindak plus dengan mendorong kompetisi dalam menyediakan jasa; dan mengurangi kekuasaan pegawai.

 Menggilir para pegawai secara fungsional maupun geografis.

 Mengubah misi, produk, atau teknologi organisasi hingga membuatnya tahan korupsi.

(10)

 Mengubah sikap terhadap korupsi dengan cara menggunakan pelatihan, program pendidikan dan contoh teladan pribadi; permaklumkan suatu kode etik; dan mengubah budaya organisasi.

Meski sudah dilakukan sejumlah upaya penanggulangan, di sejumlah negara tindak pidana korupsi masih saja terjadi. Hal ini memicu keprihatinan dunia Internasional. Tindak pidana ini oleh sebagian orang dikenal sebagai salah satu bentuk ‘crime as bussiness, economic crimes, white collar crime, official crime” atau sebagai bentuk “abuse of power”18. Sejumlah kongres internasional dilaksanakan

guna membahas tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime ini, diantaranya dalam Kongres PBB ke-6 tahun 1980 di Caracas Venezuela, Kongres Internasional Anti Korupsi ke-7 tahun 1995 di Beijing. Tak berhenti disana, sebagai kejahatan yang meresahkan karena menimbulkan dampak luas terhadap masyarakat, Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1996 membahas hal ini dan menghasilkan sebuah dokumen United Nations Declarations Against Corruption and Bribery in

International Commercial Transaction. Kerja sama dalam pemberantasan tindak

pidana korupsi ini menguat hingga ditandatanganinya Declaration of 8th

International Conference Against Corruptions tahun 1997 di Lima Peru. Akhirnya

pada Desember 2003 dideklarasikanlah United Declarations Convention Against

Corruption (UNCAC) yang disahkan dalam Konferensi Diplomatik di Merida

Mexico.

(11)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ARTIKEL GERASIMOVA KSENIA

Artikel yang diberikan menjelaskan mengenai Tindak Pidana Korupsi, pencucian uang, dan penyuapan. Terkait tindak pidana yang meresahkan karena dampaknya luas ini, penulis artikel menjelaskan korupsi sebaai kejahatan transnasional maka diperlukan pendekatan oleh organisasi internasional. Tetapi upaya penegakan hukum yang dipilih oleh organisasi internasional ini ternyata tidak efektif karena pendekatan dan prioritasnya adalah denagn prinsip pencegahan bukan penghukuman, biaya pengendalian kejahatan ekonomi di negara berkembang tidak perlu tinggi dan tidak berharga sehingga korupsi ini tidak mungkin dihilangkan.

Korupsi dianggap sebagai kanker yang tidak hilang tetapi bahkan meningkat. Meski ada pesimistis didalamnya namun hal ini tidak kemudian menyebabkan kemalasan dalam upaya pemberantasannya.

2.2 TANGGAPAN ARTIKEL GERASIMOVA KSENIA

(12)

sebaliknya yang akan dilakukan yakni tetap menikmati kemudahan yang berbuntut pada keuntungan pribadi atau kelompok.

Budaya pemberian upeti yang terbangun selama ratusan tahun, secara logis tidak akan bisa berubah hanya dalam beberapa tahun penerapannya. Akan membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa merubah perilaku yang selama ini dianggap biasa dilakukan, tetapi kini menjadi tindak kriminal. Memang sudah ada upaya pencegahan yang dilakukan dengan sejumlah aturan yang dibuat sebagai wujud ratifikasi aturan internasional yang ada. Tetapi tentunya hal itu kembali pada kebijakan pemerintahan tiap negara terkait penanganan korupsi itu sendiri.

Kembali mengutip Klitgaard yang menyampaikan hasil Laporan Komisi Santhanam tentang korupsi di India dimana laporan itu menyarankan semakin banyak peraturan akan menolong mengurangi korupsi. Suatu peraturan dapat juga mempermudah pertanggung jawab yang kiranya akan menolong mengurangi korupsi. Peraturan dapat membatasi atau meningkatkan kewenangan efektif.

Hal ini memang menjadi salah satu solusi, namun kebenaran hasil laporan masih perlu dibuktikan kembali mengingat kondisi sosiologis tiap daerah berbeda. Masing-masing negara memiliki kekhasannya sendiri yang berimplikasi pada penanganan tindak pidana ini. Di Indonesia, ada sejumlah pihak yang mengusulkan hukuman mati bagi para koruptor, dan memiskinkan keluarganya. Hal ini mendapat sambutan beragam dari masyarakat. Di satu sisi, pihak yang menyetujui pemberatan hukuman ini sepakat bahwa hal tersebut bisa menjerakan seperti yang diajarkan aliran klaik dan neo klasik dimana criminal policy yang berlaku “kejahatan hilang kalau pelakunya diberikan hukuman setimpal”19. Tetapi di sisi lain pemberatan

hukuman belum tentu bisa memberikan efek jera dan mencegah terjadinya tindak pidana serupa. Dalam kuliahnya, Prof. Marjono Reksodiputro sempat menyampaikan bahwa pemberatan hukuman belum tentu bisa menjerakan pelaku dan membuat orang tidak mau melakukan hal tersebut20. Tentunya aturan jelas dan tegas

dibutuhkan untuk mengatasi korupsi yang dalam artikel disampaikan sudah seperti kanker sehingga sulit untuk dihilangkan.

19Disarikan dari kuliah Prof. Mardjono Reksodiputro mengenai Tiga Mahzab Kriminologi pada

mata kuliah Sistem Peradilan Pidana, tanggal 1 Oktober 2014

20Disarikan dari kuliah Prof Mardjono Reksodiputro mengenai HAM dan Kriminologi, pada mata

(13)

Dalam rangka menangani kasus ini, ada upaya yang bisa dilakukan, diantaranya21 :

 Tingkat korupsi yang sudah pada tahap kritis dan traumatis sehingga pihak berwenang dituntut membentuk badan penegak hukum yang sama sekali baru untuk melawannya.

 Guna menjamin kepercayaan rakyat terhadap organisasi tadi, maka keorganisasiannya mesti terpisah dari administrasi politik ataupun eksekutif.

 Staf dan organisasi ini harus jelas memiliki kejujuran dan integritas tinggi dan sanggup mempertahankannya.

 Korupsi sebagai tindak kejahatan sulit diberantas , maka kewenangan diberikan pada badan baru harus luas sekali kalau tidak mau dibilang kejam.

 Harus diciptakan lagi suatu sistem independen yang terpercaya untuk menangani keluhan terhadap badan baru itu.

 Semua pertimbangan ini melibatkan sumber dana yang besar dan negara mau menyisihkan dana guna mendorong pelaksanaannya.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan angka korupsi yang dinilai tinggi, kini sudah memiliki badan independen yang dimaksud yakni KPK. Tetapi memang dibutuhkan keberanian dan kejujuran dari lembaga ini untuk terus memerangi korupsi agar secara konsisten lembaga ini bisa terus bekerja sesuai dengan fungsinya. Dibutuhkan pula effort pemerintah sebagai eksekutif dan legislatif untuk mau dan melaksanakannya agar cita-cita memberantas korupsi ini dapat terealisasi dengan baik.

Sesuai dengan apa yang disampaikan dalam upaya yang diusulkan Klitgaard, butuh biaya besar untuk bisa mendorong melaksanakan program pemberantasan korupsi. Nominal angka yang digelontorkan untuk memerangi korupsi ini bisa dibilang merupakan investasi jangka panjang yang jika dilaksanakan dengan baik dan benar akan membawa dampak baik mengatasi kebocoran dana korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar.

(14)

BAB III

KESIMPULAN

Adalah benar bahwa korupsi sebagai tindak pidana sudah dalam kondisi kronis sehingga penanganannya pun harus ekstra, sehingga tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime. Dunia internasional yang prihatin dengan kondisi ini melalui organisasi yang ada berupaya memerangi dengan sejumlah program yang bersifat mencegah, namun memang hal ini belum cukup efektif mengingat peyakit bernama korupsi sudah mengakar. Sehingga butuh treatment khusus dalam penanganannya. Organisasi internasional sebagai lembaga yang hanya bersifat koordinatif, menurut saya sudah benar hanya berupaya mencegah meskipun program pencegahan ini juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena kebijakan masing-masing negara untuk menangani tindak pidana tertentu merupakan kewenangan dari masing-masing negara.

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan manajer dalam mengelola aset dalam investasi yang akan menghasilkan laba bagi perusahaan mempunyai peran penting terhadap kinerja perusahaan untuk

J.P Honig menggemukakan dalam jurnal internasionalnya bahwa adanya pemberian suatu tanda nasionalitas serta kewajiban pendaftaran pada negara tertentu, maka pesawat udra

Selain itu, daerah supraglotis memiliki sistem limfatik yang lebih banyak mengakibatkan tumor yang berada di daerah supraglotis cenderung bermetastasis.Penurunan berat badan

Dengan penugasan ini diharapkan konsultan perencana dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik untuk menghasilkan keluaran yang memadai sesuai

rata-rata sebesar 7,46 dengn kriteria kritis, indikator kemampuan menganalisis yang terdiri dari dua soal memperoleh rata-rata sebesar 7,60 dengan kriteria sangat

[r]

1. Tingkat persepsi konsumen dalam keputusan pembelian buah pepaya california di pasar swalayan yang dilakukan di Toserba Yogya Ciamis tergolong ke dalam kategori

Untuk daerah yang mempunyai prediksi sisa stok obat sedikt, maka dalam perencanaan penyediaan obat akan lebih banyak sehingga DAK ini membantu daerah untuk memenuhi