i
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
FIRMANANDA RAHMANDIKA
LAZUARDI
(111211132005)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
ii
Lembar Hak Cipta
Pengambilan Keputusan
oleh Firmananda Rahmandika Lazuardi Hak cipta © 2017
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Ilustrasi sampul oleh Firmananda Rahmandika Lazuardi
Website : firmananda-r-l-fpsi12.web.unair.ac.id E-mail : firmananda.r.l-12@psikologi.unair.ac.id Whatsapp : +6285735767177
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayahnya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan sesuai harapan penulis. Terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung setiap harinya, dan juga kepada Prof. Hadi sebagai pembimbing, serta teman-teman dengan segala bentuk dukungannya. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat menjadi berguna bagi pembaca.
Dengan segala kekurangan pada tulisan ini, penulis meminta maaf sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat membantu, menambah wawasan, pengetahuan bagi para pembaca. Dengan demikian penulis akan termotivasi untuk membuat karya tulisan yang jauh lebih baik lagi kedepannya. Saran dan kritik sangat diperlukan penulis untuk membuat karya tulis ini menjadi lebih baik lagi.
Surabaya, Januari 2017
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ...iv
Pendahuluan ... 2
Pengambilan Keputusan ... 3
Identifikasi Masalah ... 9
Analisis Berdasarkan Teori ... 13
Hal-Hal Lain Yang Berhubungan ... 15
Potensi Manusia ... 16
Hal-Hal Lain Yang Mendukung ... 17
Proses Pengambilan Keputusan ... 19
Nilai-Nilai Kebenaran ... 19
English Version ... 25
Preface ... 26
Decision Making ... 27
Idintifying Problem ... 33
v
Related Things ... 38
Human Potential ... 39
Another Supporting Things ... 40
Decision Making Process ... 42
Value Of Righteousness ... 42
2
PENDAHULUAN
Sering terdapat keadaan – keadaan yang ambigu. Dimana jika mengikuti satu aturan, aturan lain akan menyalahkan. Satu contoh adalah berada di lingkungan yang dipenuhi oleh orang-orang yang tidak pernah mengindahkan aturan lalu lintas. Jika mengikuti aturan lalu lintas, kita akan berakhir menghalangi jalan mereka karena berhenti saat lampu merah; tapi jika mengabaikan lampu merah dan terus jalan, itu berarti melanggar peraturan.
3
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Nama saya adalah Firmananda, biasa dipanggil Firman. Pria kelahiran tahun 1995, anak kedua dari dua bersaudara. Saya terlahir dalam keluarga yang dapat dikatakan kurang harmonis. Kedua orang tua saya jarang bertengkar, tapi mereka memiliki pemikiran yang berbeda satu sama lain. Sehingga dari kecil saya sering dihadapkan pada suatu keadaan dimana harus memilih menuruti perintah ibu atau ayah.
Ayah dan ibu tidak pernah memberi perintah yang bertentangan secara norma sosial maupun agama. Hanya saja, mereka sering mengharapkan hal yang berbeda dari perilaku saya. Salah satu contohnya adalah ayah saya berharap saya memiliki banyak teman, aktif di luar rumah bermain bersama teman-teman, dimana disaat yang bersamaan, ibu saya mengharapkan saya untuk menjadi seorang anak yang baik, diam di rumah, rajin belajar, tidak sering bermain bersama teman. Hal tersebut saya alami saat masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 3.
4 teman-teman, dimana ayah mendukung saya bermain bersama teman, tapi ibu saya tidak menyetujuinya. Semua ini belum menjadi beban fikiran bagi saya, hingga pada suatu titik saya menyadari bahwa ayah dan ibu saya sering berdebat mengenai saya, bagaimana saya seharusnya. Sejak saat itulah saya mulai merasakan beban, dimana jika mengikuti perkataan ibu, perilaku saya tidak cocok dengan harapan ayah, jika mengikuti perkataan ayah, perilaku saya tidak cocok dengan harapan ibu. Akhirnya saya mulai mengambil keputusan untuk berdiri sendiri. Saya tidak ingin memihak satupun diantara mereka, jadi mulai saat itu saya memacu pemikiran saya untuk mengambil jalan yang saya anggap benar, dengan konsekuensi-konsekuensi yang telah saya pikirkan.
5
„anggapan‟ bahwa anak yang harus menurut kepada
orang tua, membuat saya semakin terbebani. Semakin saya percaya pada diri saya sendiri untuk mengambil keputusan sendiri, semakin saya dianggap sebagai anak yang tidak nurut kepada orang tua. Namun hal itu secara sadar tetap saya lakukan, dengan satu tujuan saya tidak ingin ada pertikaian diantara kedua orang tua saya, jadi saya berpikir biar saya yang disalahkan. Sekalipun ada pertikaian diantara mereka, setidaknya itu bukan karena saya.
Pengambilan keputusan atau lebih tepatnya memaksa diri untuk mengambil keputusan sendiri memang tidak semudah itu, apalagi awal pemikiran itu muncul sejak SD. Saya sadar bahwa untuk suatu keputusan diakui oleh orang lain terutama orang tua saya
6 saya sering mengoreksi, memodifikasi pemikiran saya, membenarkan suatu pemikiran yang awalnya saya anggap tepat namun ternyata tidak dianggap tepat oleh kedua orang tua saya, ini sudah saya lakukan sejak SD.
Perubahan pola pikir yang sering saya lakukan, termasuk sering memodifikasi nilai-nilai kebenaran sehingga diakui orang tua saya, berimbas pada pelajaran saya. Semua nilai-nilai saya turun sejak kelas 4 SD, dari sebelumnya kelas 1 hingga 3 saya selalu ranking 10 besar, kelas 4 SD dan seterusnya saya tidak lagi ranking 10 besar di kelas. Hingga titik perubahan terbesar dalam hidup saya, adalah penjurusan IPA/IPS saat jenjang SMA. Saya bilang terbesar, karena berdampak pada jurusan kuliah yang saya pilih, juga karena saat SD sebagian besar waktu saya masih mencari nilai-nilai kebenaran yang diakui orang tua saya, dan SMP saya mampu masuk salah satu SMP favorit di region Surabaya Barat.
7 disaat saya ingatkan beliau menolak, dimana saat itu pembuktian ada dari berbagai sumber di internet. Selain itu, saya juga pernah diremehkan karena menggunakan cara hitungan saya sendiri yang seharusnya sama, tidak mengerjakan PR, yang sebenarnya saya menguasai pelajaran kimia. Hingga akhirnya saya dihukum mengerjakan soal di papan tulis cukup banyak dan memakan waktu lama, dimana saya bisa mengerjakan semuanya, beliau tetap meyakini saya sebagai anak bodoh dan pemalas. Selain kebencian saya terhadap salah satu guru kimia tersebut, bukti lain bahwa saya menonjol di bidang IPA pada rapor saya, nilai IPA jauh lebih baik dibanding IPS.
8 semacam minat-bakat yang mengarahkan minat-bakat anak di IPA atau di IPS. Sehingga disaat itu, sekali lagi saya mengambil keputusan saya sendiri yang saya anggap benar.
9
IDENTIFIKASI MASALAH
Apa
masalahnya?
Kedua orang tua yang memiliki pemikiran berbeda dan selalu kekeuh pada pemikirannya masing-masing,
Di rumah, di dalam keluarga.
Kapan itu terjadi?
Masalah itu ada sebelum saya lahir, namun baru saya sadari semenjak kelas 4 SD.
Siapa saja yang berperan dalam masalah itu?
Ibu, Bapak, dan diri saya sendiri.
Mengapa itu menjadi masalah?
Karena jika saya mengikuti salah satu dari kedua orang tua saya, maka yang tidak saya ikuti pada saat itu akan menyalahkan, mengkritik, bahkan memarahi saya karena apa yang saya lakukan tidak sesuai dengan
10 Sebagai contoh jika saya mengikuti konsep ibu saya sebagai anak baik yang selalu di rumah belajar dengan rajin, ayah selalu menegur karena seolah saya tidak punya teman karena tidak pernah bermain keluar rumah bersama teman.
Bagaimana saya menghadapi masalah itu?
Saya mengambil
11 harus mampu mengambil keputusan sendiri dengan pertimbangan terbaik. Bahkan alasan pengambilan
keputusan yang saya anut dibenarkan oleh orang lain, belum tentu
memuaskan untuk saya. Saya harus terus mengevaluasi diri saya, apa yang seharusnya saya lakukan dan tidak.
Untuk lebih jelasnya, masalah tersebut dapat digambarkan dengan pemetaan seperti berikut:
Saya
Mengikuti Keinginan Bapak
Ibu Kecewa Karena Saya Tidak Memenuhi
Harapannya
Mengikuti Keinginan Ibu
Bapak Kecewa Karena Saya Tidak Memenuhi
13
ANALISIS BERDASARKAN TEORI
Salah satu teori yang dapat menjelaskan pengalaman saya di atas adalah teori dari Privette (2001) dalam Handbook of Humanistic Psychology, mengenai
Peak experiences atau pengalaman puncak. Privette
(2001) menjelaskan bahwa pengalaman puncak adalah sebuah pengalaman yang merupakan puncak tertinggi dari sebuah kebahagiaan, bahkan menakjubkan. Dari pengalaman yang dialami oleh penulis, peak experience– nya adalah saat diterima di Universitas Airlangga jurusan S1 Psikologi. Selain pengalaman diterima di Universitas Airlangga, terdapat pengalaman puncak lain juga, yaitu diterimanya peneliti di salah satu SMP favorit di wilayahnya dan masuk SMA negeri. Dari pengalaman-pengalaman puncak tersebut, menghasilkan sebuah kemampuan intelektual pada diri penulis, sehingga lebih mampu memprioritaskan mana yang sebaiknya didahulukan dan mana yang tidak (Privette, 2001).
Leach (dalam Privette, 2001) mendefinisikan
peak experience sebagai “highly valued experience
14 cause it to stand out, in the subject's mind, in more or less permanent contrast to the experiences that surround it in time and space” Yaitu pengalaman yang ditandai oleh perasaan yang mendalam, atau perasaan yang begitu hebat hingga menjadi benar-benar signifikan dan terekam jelas dalam pikiran subjek. Sehingga kurang lebih ingatan itu akan menetap secara permanen. Pengalaman itulah yang dialami oleh penulis disaat diterima menjadi mahasiswa Psikologi.
Selain peak experience, Privette (2001) juga membahas mengenai inner process. Dikatakan inner
process berbeda dari proses yang biasanya. Proses
15
HAL-HAL LAIN YANG BERHUBUNGAN
Setiap manusia memiliki potensi yang tidak terbatas. Hal ini didasari oleh pengalaman penulis, meski sibuk mempelajari tentang alasan-alasan dalam pengambilan sebuah keputusan yang benar, hal-hal yang sebelumnya tidak dimengerti sama sekali dapat dipelajari. Mempelajari setiap hal bergantung pada waktu yang dialokasikan. Namun tidak dapat dipungkiri adanya bakat, yang membuat seseorang dapat mempelajari bidang-bidang tertentu lebih cepat dibanding orang lain.
16
Potensi Manusia
Manusia „tidak memiliki batasan‟ dalam
berkembang. Tidak memiliki batasan di sini berarti khusus karena tidak ada batas jelas dalam manusia mempelajari suatu hal secara mendalam. Olah raga misalnya, yang paling terlihat adalah body building dimana semakin dilatih maka otot semakin menonjol. Semakin dilatih otot akan semakin bertambah besar dan besar, dengan suplai protein tertentu. Dari contoh body
building ini, meski secara samar seolah tidak mungkin
menjadi raksasa dengan kekuatan super jika dilatih terus-menerus, tapi tidak ada batas spesifik terhadap kemampuan manusia membesarkan ototnya.
17 Bakat dan fasilitas akan membuahkan hasil yang optimal jika keduanya hadir dalam proses pembelajaran seseorang. Orang yang berbakat sebagai seorang pengemudi, akan lebih cepat menguasai dibanding yang tidak berbakat. Dalam hal ini, jika dia difasilitasi secara optimal, akan sangat membantu proses pembelajarannya dalam mengemudi.
Sudah menjadi perdebatan lama mengenai mana yang lebih berpengaruh antara nature (bakat) dengan
nurture (fasilitas), namun penulis menegaskan keduanya
saling berkaitan dalam porsinya masing-masing. Daripada memikirkan lebih berpengaruh mana, sebaiknya diketahui sejak dini apa bakatnya dan difasilitasi se-optimal mungkin untuk mencapai hasil yang optimal.
Hal-hal lain yang mendukung
18 berasal dari dalam diri, atau luar. Disamping kemauan, penulis juga meyakini adanya proses pengambilan keputusan sebelum melakukannya, mencari alasan kenapa harus melakukan/mempelajarinya dan kenapa tidak, yang penulis golongkan menjadi motivasi internal.
Kemauan dipengaruhi oleh motivasi. Dikatakan motivasi terkuat datang dari dalam diri, karena biasanya didasari oleh alasan-alasan yang kuat dan tidak cepat pudar. Yang dimaksudkan adalah sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan atau tidak, selayaknya orang akan memikirkan alasan-alasan, mempertimbangkannya hingga mendapat kesimpulan yang dianggap benar. Proses pengambilan keputusan atau pencarian alasan-alasan hingga mencapai suatu kesimpulan ini akan dibahas lebih mendetail di bagian lain. Poin pentingnya adalah dengan dasar atau alasan yang kuat, seseorang akan melakukan sesuatu/mempelajari sesuatu dengan yakin dan dalam jangka waktu lama.
19 berubah. Salah satu contoh adalah jika seseorang membuatkan rumah-rumahan untuk seekor anak kucing. Faktor eksternal yang tidak terkontrol begitu banyak, salah satunya jika anak kucing tersebut mati sebelum rumahan itu jadi, motivasi untuk membuat rumah-rumahan akan hilang, sehingga besar kemungkinan proses pembuatannya akan berhenti di tengah jalan.
Proses pengambilan keputusan
Selain dibutuhkan potensi, fasilitas, dan motivasi, untuk berkembang individu perlu memutuskan untuk melakukannya. Bukan tidak mungkin individu memiliki potensi/bakat, fasilitas tersedia, dan motivasi yang besar, namun tidak melakukannya. Contoh nyata adalah penulis yang memilih jurusan IPS pada waktu SMA, karena beberapa pertimbangan, walaupun nilai IPA jauh lebih baik dibanding IPS, minat awal juga IPA dan baik keluarga, guru maupun teman mendukung untuk masuk jurusan IPA.
Nilai-nilai kebenaran
20 kebenaran. Sedangkan kebenaran itu sendiri tidak ada yang mutlak. Sesuatu bernilai benar karena ada tolok ukurnya, ada taraf, ada perbandingan sehingga sesuatu hal dikatakan benar atau salah. Satu contoh kecil adalah
„anak kecil melompat‟, tidak ada kebenaran di dalamnya,
hingga disandarkan pada suatu norma. Jika anak kecil yang melompat itu kakinya sedang cidera, ia salah melompat, karena itu bisa memperparah cideranya.
1. Hukum
Satu pertimbangan yang jelas untuk menentukan suatu nilai kebenaran adalah hukum. Hukum merupakan suatu pertimbangan yang paling mudah karena sudah tertulis secara jelas. Terdapat berbagai jenjang hukum, mulai dari negara hingga suatu aturan dalam sebuah organisasi. Penulis tidak membahas secara detail karena dirasa sudah jelas.
2. Budaya
21 seberapa enak. Budaya dipandang penulis sebagai suatu pertimbangan yang samar, kurang jelas, karena penyampaiannya secara lisan. Berbeda dengan hukum yang disampaikan secara jelas, tertulis, dengan sanksi yang jelas pula. Sanksi tidak mematuhi norma budaya adalah dicap oleh masyarakat.
3. Agama atau keyakinan
Tiap-tiap agama memiliki pedomannya masing-masing. Untuk beberapa agama yang memiliki pedoman tertulis, akan lebih mudah untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Jika keyakinan yang dianut bukanlah agama yang diakui, bahkan tidak memiliki pedoman tertulis, biasanya akan meminta jawaban dari orang yang dipandang lebih ahli dalam menentukan nilai kebenaran dari suatu masalah. Bahkan untuk agama yang dianut penulis, meski sudah ada pedoman tertulis, masih ada perbedaan golongan dengan perbedaan norma untuk hal-hal yang tidak tertulis pada kitab.
22 budaya yang pernah ditemui penulis sewaktu KKN (Kuliah Kerja Nyata), dimana selalu ada acara mengkonsumsi minuman keras setelah konser dangdut. Hal tersebut tidak menjadi masalah jika semua yang ikut acara adalah usia 18 tahun ke atas, namun nyatanya tidak sedikit yang masih dibawah umur, sehingga secara hukum seharusnya dilarang. Namun, jika tidak mematuhi, masyarakat sekitar yang menganut budaya tersebut akan mengucilkan yang tidak mengikuti acara tersebut, dipandang aneh, penakut, atau julukan lain dengan tujuan mengucilkan.
25
DECISION MAKING
FIRMANANDA RAHMANDIKA
LAZUARDI
(111211132005)
FACULTY OF PSYCHOLOGY
AIRLANGGA UNIVERSITY
26
PREFACE
There are always ambiguous conditions, where if we follow only one rule, others‟ will arraign it. One example is in a neighborhood that was filled by people who have never obeyed traffic rules. If we follow the traffic rules, we will end up blocking their path due to stop when the red light; but if we ignore red lights and keep going, it means we are breaking the rules.
Sometimes things like that often happened in our
daily activity until we don‟t really aware about it. It is
like we followed our cousin to eat ice cream that stored in the refrigerator, where it should be stored and should only be eaten after dinner. Maybe things like that just ended by the anger of our parents or practically just a little problem in a family. But, there are also conditions where the values that overlap will provide psychological burden. One example is experienced by the writers himself are values differences that shared between both
27
DECISION MAKING
My name is Firmananda, usually called as Firman. I was born in 1995, second child from 2 relative. I was However, they often expect something difference from my behavior. In example is my father expects that I should have a lot of friends, active outside, and play together with my friends. Meanwhile, my mother expects me to become a good boy, stay at home for study, and not too often plays outside with my friends. Those things always happen to me when I was in 3rd grade of elementary school.
28 with my friends where my father gives support for me,
but my mother doesn‟t. All of this has not become a
burden to my mind, until at some point I realized that my father and mother often argue about me, how I should be. Since then I begin to feel the burden, which if I followed my mother's words, my behavior does not match with
what my father expect, and if I followed my father‟s
words, my behavior will not accepted by my mother. Finally I begin to take my own decision to stand alone. I
do not want to be in my mother or my father‟s side, so
from then on I spurred my mind to take the way that I think is right, with consequences that I have think before.
29 between my parents, so I thought let me be the blamed one. Even if there are conflicts between them, at least it is not because of me.
Decisions or maybe forced myself to take the decision is not that easy, especially that early thinking emerged since elementary school. I am aware that a decision to be recognized by others, especially my parents at that time, should have a reason as a true'. 'True' which I mean at the time was leading to a scientific or rational, it's just I am not familiar with these terms. Often I am being doubt because of the assumption that I was a rebel from my parents, another reason is my reason in that time is not satisfied enough for them. So I often correcting, modifying my thinking, justify an initially thought that I believe it was appropriate but it was not considered appropriate by both my parents, I've done this since elementary school.
30 am no longer become ranking of the top 10 in the class. Until it comes to the biggest change in my life, is of majors IPA / IPS when in the senior high school. I say most, because the impact on my chosen subject, as well as current SD most of the time I was looking for truth values recognized by my parents, and when I am on my junior high school age, i was able to enter a favorite junior high school in the region of West Surabaya.
31 stand out in the field of IPA is on my report card, IPA much better value than the IPS.
33
IDINTIFYING PROBLEM
What‟s the
problem
Both father and mother have different thinking and always stick to their believe, make me think that I should make my own decision.
The problem was there before I was born, but I just realized it since 4th grade in elementary school.
Because when I follow one of their (father or mother) decision, then the other one could blame me, criticize, or blamin me for doing things not like his/her wants.
For example, when I follow my mother like always stay at home and study,
father will be disappointed like I don‟t
34 outside.
How I solve the problem
I make my own decisions in my life, without making dissension between my father and my mother. But, I realized that bad decision will make me wrong in front of them. So right
after I know there‟s a problem like
that, I always thinking about how to make decisions, with social‟s value
and religion‟s value in mind, until I
have my own frame about what is right
and what‟s not about the social. So I
have to make my own decision with the best reasoning. Although people
acknowledge my decisions, it won‟t
make me satisfied. I should evaluate myself better and better, so I know what to do and what not to.
To be cleared to see the problem, it‟s ilustrated
35 So I decided to make my own decision in order to not making them disappointed in me.
I
Do What Dad Wants
Mom Disappointed For Not Fulfilling Her Hope
Do What Mom Wants
36
THEORY-BASED ANALYSIS
One theory that can describe my experience is the theory of Privette (2001) in Handbook of Humanistic Psychology, about Peak experiences or peak experiences. Privette (2001) explains that the peak experience is an experience which is the highest peak of happiness, even
stunning. From author‟s experience, his peak experience
is when he received at Faculty of Psychology Airlangga University. Beside that, there were another peak experience. Those were being received in good (considered popular) Junior High School and Senior High School. From those experience, writer gained intellectual prowess. Since then, writer could prioritize things better (Privette, 2001).
37 mind of the subject. With the result that the memory will settle permanently. That was the experience that experienced by the author when he accepted as a psychology student.
38
RELATED ISSUES
Every human being has unlimited potential. This is based on the author's experience, though the writer is busy learning about the reasons in making a right decision, things that were previously not understood at all, can be learned. Learn everything depends on the time that has been allocated. But it cannot be denied the existence of talent, which can made a man study certain areas more quickly than others.
39
Human Potential
40 Talent and facilities will produce optimal results if both are present in one's learning processes. People, who are gifted as a driver, will be faster to master than the untalented one. In this case, if they facilitated optimally, would greatly assist in his learning.
It has become an old debate about which is more influential among nature (talent) and nurture (the facility), but the author insists the two are interrelated in their respective portions. Instead of thinking about where the more influential, should be known early what his talent and facilitated as optimal as possible in order to achieve optimal results.
Another Supporting Things
41 learn it and why not, the authors classified into internal motivation.
Willpower is influenced by motivation. Said to be the strongest motivation comes from within, because usually based on strong reasons and does not quickly something with certainty and in the long term.
42
Decision Making Process
In addition potential, facilities, and motivation, to develop individuals need to decide to do so. It is not impossible for an individual may have the potential / talent, available facilities, and a great motivation, but they did not do. A concrete example is the writer himself who majored in social studies at the high school, due to several considerations, although the value of exact science much better than social science, the first interest
also exact sciences and even writer‟s family, teachers and
friends support to major in exact science.
Value of Righteousness
One obvious consideration in making a decision is truth values. While the truth itself is not absolutes. Something can be called as true because there are criterions, levels and a comparison that something is said to be right or wrong. One small example is the 'little boy jump', there is no truth in it, to rest on a norm. If the children whom his leg are being injured are jumping, he was wrong, because it could aggravate his injuries.
43 One obvious consideration to determine a truth value is the law. Law is a consideration of the most convenient because it is written clearly. There are various law levels, ranging from the state to a rule in an organization. The author does not discuss in detail because it is already obvious.
5. Culture
Every culture has its own values. Like the Javanese culture where the author grew up, a woman is considered as good women when she is able on cooking and rarely leaves the house, it is considered bad if the taste of her food is not delicious. Culture is seen by the author of a judgment that is vague, unclear, because it is oral delivery. In contrast to the law that submitted clearly, written, with clear sanctions anyway. Sanctions do not adhere to cultural norms are labeled by society.
6. Religion or Belief
Each religion has its guidance respectively. For some religions have written guidelines, it will be easier to determine what is right and what is wrong. If the belief
44 written guidelines, typically will demand answers from those who are seen as more expert in determining the truth value of a problem. Even for the religion that affiliated by the authors, despite a written guidelines, there are still differences groups with different norms for things that are not written in the book.
46
Reference:
Schneider, K. J., Bugental, J. F. T. & Pierson, J. F. (2001). The Handbook of Humanistic Psychology: Leading Edges in Theory, Research,
47
TENTANG PENULIS
Nama saya adalah Firmananda Rahmandika Lazuardi. Saya lahir di Surabaya, 15 Februari 1995. Saat ini saya sedang menjalani studi sebagai mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. Saya anak kedua dari dua bersaudara.