• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ekstrak Etanol Herba Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ekstrak Etanol Herba Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.)."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Paku (Pteridophyta)

Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas

mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga

bagian pokoknya, yaitu akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan

paku belum dihasilkan biji. Alat perkembang-biakan tumbuhan paku yang utama

adalah spora (Tjitrosoepomo, 1994).

Tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu organ

vegetatif yang terdiri dari akar, batang, rimpang, dan daun. Sedangkan organ

generatif terdiri atas spora, sporangium, anteridium, dan arkegonium. Sporangium

tumbuhan paku umumnya berada di bagian bawah daun serta membentuk gugusan

berwarna hitam atau coklat. Gugusan sporangium ini dikenal sebagai sorus. Letak

sorus terhadap tulang daun merupakan sifat yang sangat penting dalam klasifikasi

tumbuhan paku. Menurut Tjitrosoepomo (1994) divisi Pteridophyta dapat

dikelompokkan kedalam empat kelas yaitu Psilophytinae (paku purba),

Lycopodiinae (paku kawat), Equisetinae (paku ekor kuda) dan Filiciane (paku

sejati); dan menurut Steennis (1988), tumbuhan paku-pakuan dapat dibagi ke

dalam 11 famili yaitu Salviniceae, Marsileaceae, Equicetaceae, Selagillaceae,

Lycopodiaceae, Ophiglossaceae, Schizaeaceae, Gleicheniaceae, Cyatheaceae,

Ceratopteridaceae dan Polypodiaceae.

Tumbuhan paku-pakuan yang tergolong dalam kelas Filiciane (paku sejati)

(2)

paku sejati sebagian besar di darat pada daerah tropis dan subtropis. Paku sejati

diperkirakan berjumlah 12.000 jenis dari kelas Filicinae. Filicinae memiliki akar,

batang, dan daun sejati. Batang dapat berupa batang dalam (rizom) atau batang di

atas permukaan tanah. Daun Filicinae umumnya berukuran besar dan memiliki

tulang daun bercabang. Daun mudanya memiliki ciri khas yaitu tumbuh

menggulung (circinnatus) (Tjitrosoepomo, 1994).

2.2 Tumbuhan Kelakai 2.2.1 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan kelakai merupakan jenis tumbuhan paku yang memiliki

panjang 5 – 10 m. Akar rimpang yang memenjat tinggi, kuat, pipih persegi. Tangkai daun 10 – 20 cm, kuat. Daun menyirip tunggal 1,5 – 4 cm, mengkilap, daun mudanya berwarna merah muda, merah kerap kali keungu-unguan,

bertekstur lembut dan tipis, semakin dewasa daunnya mengalami perubahan

warna menjadi kecoklatan dan pada akhirnya menjadi hijau tua dan keras. Daun

berbentuk lanset, ujungnya meruncing, tepinya bergerigi dan pangkalnya

membulat (Steenis, 2003).

2.2.2 Daerah tumbuh

Tumbuhan kelakai tumbuh hingga pada ketinggian 900 meter dibawah

permukaan laut dan merambat pada hutan-hutan bekas penebangan kayu terutama

dekat air tawar, air payau, hutan bakau, di tanah pasir, khususnya disepanjang tepi

sungai dan sumber air. Paku ini didapati di mana-mana seperti di dataran rendah,

di tempat terbuka, hutan sekunder dan umum ditemukan di wilayah rawa-rawa

(3)

2.2.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan kelakai hasil identifikasi Herbarium Medanense

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Filicopsida

Ordo : Filicales

Suku : Blechnaceae

Genus : Stenochlaena

Spesies : Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd.

Sinonim : Polypodium palustris Burm. f., Onoclea scandens Sw.,

Lomaria scandens (Sw) Willd (Anonimb, 2012)

Nama asing : Miding, melat, akar pakis (Malaysia) (Anonima, 2013).

Nama daerah : Kelakai atau kalakai (Kalimantan Tengah/Kalimantan Selatan),

Lemiding, miding (Pontianak), paku bang (Jawa), maja-majang,

wewesu, bampesu (Sulawesi), lemidi (Sumatera) (Anonima,

2013).

2.2.4 Khasiat dan manfaat

Bagi masyarakat Dayak Kalimantan Tengah kelakai merupakan makanan

favorit, kelakai dimasak dengan cara dioseng-oseng, sayur bening atau direbus

untuk lalapan. Berdasarkan studi empiris daun dan batang kelakai muda

dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak sebagai suplemen penambah darah,

obat awet muda, penambah ASI pada ibu yang sedang menyusui, obat tekanan

(4)

2.2.5 Kandungan kimia 2.2.5.1 Steroida/triterpenoida

Steroid merupakan senyawa kimia yang memiliki kerangka dasar

siklopentanafenantren. Pada umumnya, gugus metil berada pada C10 dan C13.

Rantai samping alkil dapat juga berada pada C17. Sterol adalah steroid yang

memiliki gugus hidroksi pada C3.

Triterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai kerangka karbonnya

berasal dari enam satuan isopren, dimana kerangka karbonnya dibangun oleh dua

atau lebih satuan C5 tersebut. Senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan

tanaman, tetapi banyak diantaranya yang terdapat sebagai alkohol, aldehid

(Harbone,1987), glikosida dan ester asam aromatik (Sastrohamidjojo, 1996).

Pembagian triterpenoid berdasarkan jumlah cincin yang terdapat pada struktur

molekulnya (Robinson, 1995), antara lain triterpenoid asiklik, triterpenoid

trisiklik, triterpenoid tetrasiklik dan triterpenoid pentasiklik.

2.2.5.2 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat/senyawa tumbuhan sekunder yang

terbesar. Umumnya alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai

bagian dalam sistem siklik. Alkaoid sering kali beracun bagi manusia dan banyak

mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan luas dalam bidang

pengobatan (Harbone, 1987).

2.2.5.3 Glikosida

Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan

(5)

gula dikenal sebagai aglikon. Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan

penting di dalam kehidupan tumbuhan dan terlibat di dalam pertumbuhan dan

perlindungan tumbuhan tersebut. Beberapa glikosida mengandung lebih dari satu

jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida (Gunawan dan Mulyani,

2004).

Semua glikosida alam dapat terhidrolisis menjadi gula dan bukan gula

dengan cara mendidihkannya bersama asam mineral. Biasanya, glikosida juga

dapat terhidrolisis dengan mudah oleh enzim yang terdapat dalam jaringan

tumbuhan yang sama. Pengelompokan glikosida berdasarkan struktur bukan gula

terbagi atas : glikosida jantung, glikosida antrakinon, glikosida saponin, glikosida

sianogenik, glikosida isotiosianat, glikosida flavonol, glikosida alkohol, glikosida

alkohol, glikosida aldehida, glikosida lakton, glikosida fenol dan tanin (Tyler,

1988).

Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang

menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah:

a. C-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.

b. O-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

c. N-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom N. Contoh: Krotonosid.

d. S-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antar glikon dan aglikonnya

(6)

2.2.5.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang

tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.

Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri atas 15 atom karbon,

dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga

membentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006).

Flavonoida berfungsi dalam menarik burung dan serangga yang berperan

untuk proses penyerbukan bunga. Beberapa fungsi lainnya adalah untuk mengatur

fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta memiliki kemampuan dalam

mengusir serangga (Robinson, 1995).

Peranan beberapa senyawa fenol sudah diketahui misalnya antosianin

sebagai pigmen bunga yang menghasilkan hampir semua warna merah jambu,

merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru. Antosianin hampir terdapat

umum dalam tumbuhan berpembuluh seperti dalam beberapa lumut dan daun

muda paku (Harbone, 1987).

2.2.5.5 Tanin

Tanin adalah senyawa fenol dengan berat molekul yang cukup tinggi,

mengandung gugus hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil)

untuk membentuk kompleks yang efektif dengan protein dan makro molekul yang

lain dibawah kondisi lingkungan tertentu yang telah dipelajari. Tanin merupakan

bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral (Horvath, 1981).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang terhidrolisis dan

tanin yang terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis merupakan polimer gallic atau

(7)

terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan

karbon-karbon (Westendarp, 2006).

Tanin terbagi dalam dua golongan, yaitu berasal dari turunan pyrogallol

memiliki 3 gugus hidroksil pada inti aromatis dan berasal dari turunan

pyrocatechol yang memiliki 2 gugus hidroksil pada inti aromatis. Pyrogallol dan

catechol merupakan hasil peruraian glikosida tanin yangdapat digunakan sebagai

anti bakteri dan anti fungi dengan adanya gugus –OH. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan (Tyler, 1988).

2.3 Simplisia dan Ekstrak 2.3.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan

(Ditjen POM, 2000).

2.3.2 Ekstrak

Ekstrak yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

(Depkes RI, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

(8)

Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan

senyawa yang tidak dapat larut (Ditjen POM, 2000).

Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserai yang dilakukan dengan cara pengadukan dan pengulangan penambahan

pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya

disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperature kamar.

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

(9)

3. Soxhletasi

Soxhletasi adalah proses penyarianatau ekstraksi dengan menggunakan

pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga

menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit.

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih

elektron tidak berpasangan, sehingga senyawa tersebut sangat reaktif mencari

pasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Senyawa ini terbentuk di dalam

tubuh dapat dipicu oleh berbagai faktor, misalnya ketika komponen makanan

diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Dalam kondisi

demikian mudah terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan

lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya

bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Winarsi, 2007).

Radikal bebas cenderung menangkap elektron dari molekul lain dan

kemudian membuat senyawa baru yang tidak normal yang akan menyebabkan

(10)

tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti

kanker, jantung koroner, katarak, serta penyakit degeneratif lainnya (Muchtadi,

2013).

Mekanisme reaksi radikal bebas terbentuk melalui 3 tahapan reaksi, yaitu:

(1) permulaan (inisiasi, initiation) suatu radikal bebas, (2) perambatan (propagasi,

propagation) reaksi radikal bebas; (3) pengakhiran (terminasi, termination) reaksi

radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikl bebas. tahap

propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara

sutau radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap

terminasi adalah tahap akhir, terjadi pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal

bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non radikal yang biasanya kurang

reaktif dari radikal induknya (Kumalaningsih, 2006).

Sifat radikal bebas yang tidak stabil menyebabkan reaksi menerima atau

memberikan elektron dengan molekul sekitarnya. Kebanyakan molekul ini bukan

radikal bebas melainkan makromolekul biologi seperti lipid, protein, asam nukleat

dan karbohidrat. Dengan reaksi ini timbulah reaksi radikal bebas beruntun yaitu

terbentuknya radikal bebas baru yang bereaksi lagi dengan makromolekul lain

(Kosasih, dkk., 2004).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus

(11)

reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi atau menetralkan

senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau

elektron (Silalahi, 2006).

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan

menjadi 3 yakni:

1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa

radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul

yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi.

Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai

pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.

2. Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap

senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin

E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

3. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel

dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim metionin

sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh

oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan

buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis daripada menggunakan

antioksidan tungggal. Hal ini mungkin dikarenakan oleh adanya komponen lain

dan interaksinya dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara

positif (Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

(12)

asam-asam organik. Senyawa polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi,

penangkap radikal bebas. Antioksidan alami yaitu antioksidan yang dapat

diperoleh dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten,

flavonoid dan senyawa fenolik (Kumalaningsih, 2006).

2.5.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190 - 192°C. Asam askorbat

mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur

putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat

laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Penyimpanan dalam wadah

tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai

antiskorbut (Ditjen POM, 1979).

Gambar 2.1. Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006)

Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner,

mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus

dan bakteri (Kosasih, dkk., 2004).

2.5.2 Karotenoid

Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga

(13)

tidak larut dalam air. Salah satu senyawa karotenoid adalah β-karoten, yaitu

senyawa yang akan dikonversikan menjadi vitamin A oleh tubuh sehingga sering

juga disebut sebagai pro-vitamin A (Kumalaningsih, 2006).

β-karoten mempunyai berat molekul 536,9 dengan rumus molekul C40H56.

Karakteristik β-karoten adalah hablur atau serbuk berwarna coklat-merah atau

merah kecoklatan, praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam sikloheksana,

kurang larut dalam etanol. β-karoten peka terhadap udara, panas dan cahaya,

terutama ketika dalam bentuk larutan. Rumus bangun β-karoten dapat dilihat

pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Rumus bangun β-karoten

Sebagai antioksidan, β-karoten memperlambat fase inisiasi radikal bebas

sehingga dapat melindungi tubuh terhadap berbagai penyakit, yaitu menghambat

pertumbuhan sel kanker, mencegah serangan jantung, mencegah katarak, serta

meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh (Silalahi, 2006).

2.5.3 Flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3

-C6. Kelompok terbesar flavonoid memiliki ciri adanya cincin piran yang

menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cinci benzen. Senyawa

(14)

(Robinson, 1995). Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung

terhadap serangan jamur ataupun radiasi sinar UV yang dapat merusak tumbuhan,

selain itu flavonoid juga terlibat dalam proses fotosintesis, transfer energi dan

respirasi pada tumbuhan. Struktur umum untuk turunan flavonoid dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Rumus bangun flavonoid (Silalahi 2006)

Senyawa ini adalah senyawa pereduksi yang dapat menghambat reaksi

oksidasi sehingga dapat dijadikan sebagai antioksidan (Robinson, 1995). Senyawa

ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil

(Silalahi, 2006).

2.5.4 Tokoferol

Tokoferol merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam

tumbuhan. Struktur α-tokoferol dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Rumus bangun α- tokoferol (Yoshida, dkk., 2007)

Beberapa tokoferol ada yang terdapat di alam, salah satunya α-tokoferol

yang merupakan senyawa paling aktif secara biologis (Silalahi, 2006). Aktivitas

(15)

anti aging dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya

dalam pengobatan Alzheimer (Yoshida, dkk., 2007).

2.5.5 Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat

ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.

Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang

berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang

dimiliki berbeda jumlah dan posisinya (Hattenschwiler, 2000).

Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas

dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas.

Polifenol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas

antioksidan dalam buah dan sayur (Hattenschwiler, 2000).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah sinar/cahaya dilewatkan

melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan

spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan

dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan

konsentrasi larutan didalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer

sebagai acuan (Ewing, 1985).

Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam

mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu

pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi

(16)

pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day,

1994).

Spektrofotometer UV/Visibel pada dasarnya terdiri atas sumber sinar

monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan

alat ukur atau pencatatt. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200 -

400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400 -

750 nm (Rohman, 2007).

2.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH

Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu:

(1). BCB Method (β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan β

-karoten, (2). DPPH (1,1-difenil-2- picrylhydrazil) Radical Scavenging Method

(Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric

Acid-Reactive Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical

Absorbance Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant

Capacity), (6). FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7).

Determination of Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid Hydroperoxides

(De la Rosa, 2010).

(17)

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna

ungu radikal bebas stabil DPPH. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan

tidak larut dalam air (Ionita, 2005).

Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana dan murah

yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung

dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan

juga dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH

memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna

ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron

ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa

antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia

(Prakash, 2001).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah

harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah

(Molyneux, 2004).

2.7.1 Pelarut

Pelarut yang digunakan dalam metode DPPH akan bekerja dengan baik

bila menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak akan

mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH

(18)

2.7.2 Pengukuran absorbansi panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λ maks) yang digunakan dalam

pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang

gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm, bagaimanapun dalam

praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang

gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai

absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang gelombang dapat diatur

untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan

(Molyneux, 2004).

2.7.3 Waktu pengukuran

Lamanya pengukuran menurut literatur bervariasi yakni 1 menit, 5 menit,

10 menit, 20 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit sampai 240 menit.

Waktu pengukuran yang direkomendasikan adalah 20 menit dan 30 menit.

Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di

Gambar

Gambar 2.5 Rumus bangun DPPH (Molyneux, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Seperti mendo’akan leluhur, tidak boleh mengambil pusaka-pusaka yang berada di tempat tersebut, membeli sesajen, dan ritual-ritual lainnya, dalam program acara Mister

Proyeksi cara ini beranggapan bahwa obyek atau benda yang akan digambar atau diproyeksikan seolah-olah berada dalam suatu kubus. Urutan Proyeksi Eropa : Pengamat,

Pernyataan keras Bandar muncul setelah Saudi membuat langkah mengejutkan pada 19 Oktober 2013, dengan menolak posisi sebagai anggota tak-tetap di Dewan Keamanan

Anak itupun menjawab "Iya, saya dilatih menjadi robot semenjak saya SMA." "saya menjadi jarang tidur, jarang makan dikarenakan saya harus menyelesaikan semua

Hasil penelitian sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan tentang seks pranikah yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 2 siswa (9,09%) dan

Mempertegas tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, Cholisin (Samsuri, 2011) berpandangan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan politik yang yang

Data yang dianalisis dalam kajian ini diperoleh dari hasil pengukuran karakteristik massa air, yakni temperatur dan salinitas dengan menggunakan CTD ( conductivity,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemahaman perpajakan, tarif pajak, sanksi pajak, mekanisme pembayaran pajak, kesadaran wajib pajak dan kualitas