• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pramuwisata adalah profesi di bidang kep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pramuwisata adalah profesi di bidang kep"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penegakan Hukum

Soerjono Soekanto mendefinisikan penegakan hukum sebagai kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup.

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum sangat tergantung pada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu:

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup[7]

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum

PENDAHULUAN

Perbincangan mengenai hukum dan penegakan hukum di Indonesia adalah sama dengan mempertautkan ke dua sisi normatif dan sisi empirik yang merupakan pasangan replektif (membias) mulai dari proses pembuatan hukum, perwujudan serta pelaksanaan fungsi hukum (penegakan hukum dan keadilan), dalam rangka merespon kebutuhan masyarakat yang sedang membangun di segala bidang, dalam mencapai tujuan hukum yakni mewujudkan keadilan, menciptakan kepastian hukum dan memberikan kegunaan (kemanfaatan) bagi masyarakat. Sorotan terhadap hukum dan penegakan hukum bukanlah merupakan sosok yang baru di tanah air kita, dia begitu penting untuk dibicarakan karena hal ini tidak saja merupakan tugas dan amanah konstitusi (UUD 1945), tetapi lebih jauh di sisi lain ia juga merupakan tonggak sekaligus benteng untuk tegaknya hukum dan keadilan. Hal ini berhubungan dengan kelangsungan masa depan pencari keadilan di Indonesia.[3]

(3)

Dalam bahasa indonesia dikenal beberapa istilah di luar penegakan hukum tersebut, seperti ”penerapan hukum”. Tetapi tampaknya istilah penegakan hukum adalah yang paling sering digunakan dan dengan demikian pada waktu-waktu mendatang istilah tersebut mungkin akan mapan atau merupakan istilah yang dijadikan (coined). Dalam bahasa asing kita juga mengenal berbagai peristilahan, seperti rechtstoepassing, rechtshandhaving (Belanda), Law enforcement, application (Amerika).

Dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas penegakan hukum itu dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh birokrasi dari eksekutif tersebut, sehingga sering disebut juga birokrasi penegakan hukum. Sejak negara itu mencampuri banyak bidang kegiatan dan pelayanan dalam masyarakat, maka memang campur tangan hukum juga makin intensif, seperti dalam bidang-bidang kesehatan, perumahan, produksi dan pendidikan. Tipe negara yang demikian itu dikenal sebagai welfare State. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan hukum yang menangani bidang-bidang tersebut.[4]

Satu hal yang perlu diingat proses bekerjanya hukum dalam masyarakat, tidak terlepas dari keberadaan hukum itu sendiri dalam sistem sosial yang lebih luas. Prosedur penegakan hukum tidak terlepas dari faktor-faktor sosial-kultural tempat hukum itu hendak diberlakukan.

Iklim penegakan hukum di Amerika misalnya tidaklah sama dengan iklim penegakan hukum di negara-negara dunia ketiga seperti di beberapa negara di Afrika, dimana campur tangan kekuasaan dan kelompok birokrasi begitu menguat, sehingga melemahkan dominasi hukum untuk hal-hal yang sebenarnya di bawah otoritas hukum.

Saat ini dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada pranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan, atau apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.[5]

Persoalan mengenai penegakan hukum juga disampaikan oleh Hikmahanto Juwana yang menjelaskan pada intinya bahwa pelaksanaan hukum akan melemah apabila hukum dijadikan komoditas politik, dilaksanakan secara diskriminatif, sehingga perlu dilakukan pembenahan dari berbagai aspek diantaranya Institusi penegak hukum, kesejahteraan penegak hukum dan memperbaiki subtansi hukum itu dengan kehidupan masyarakat dan dikatakan juga bahwa penegakan hukum merupakan faktor penting dalam kehidupan hukum di Indonesia[6]

(4)

Pramuwisata adalah profesi di bidang kepariwisataan. Pramuwisata disebut juga Pemandu Wisata atau

Tour Guide dalam Bahasa Inggris. Di Indonesia, secara nasional telah dibentuk organisasi yang mewadahi

profesi ini, yaitu Himpunan Pramuwisata Indonesia atau HPI. Organisasi ini telah memiliki jaringan ke

seluruh provinsi di Indonesia. Di beberapa daerah juga terbentuk sejumlah organisasi serupa yang

bersifat lokal.

KODE ETIK PRAMUWISATA

KODE ETIK

HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA PEMBUKAAN

Himpunan Pramuwisata Indonesia ( Indonesian Tourist Guide Associations), telah

memformulasikan prinsip- prinsip dan standar etika yang akan mengikat pramuwisata Indonesia mengenai tanggungjawab profesi , sikap tingkah laku dalam melaksanakan profesi pramuwisata. Bahwa didalam melaksanakan profesi pramuwisata wajib menjauhkan diri dari segala perbuatan yang dapat merugikan dan merendahkan martabat Negara, Bangsa dan Masyarakat serta sesame pramuwisata yang tergabung dalam satu wadah asosiasi Pramuwisata Indonesia .

Bahwa guna menjaga dan mertabat ‘ Himpunan Pramuwisata Indonesia” ( HPI) sebagai wadah berkumpulnya profesi pramuwisata di seluruh Indonesia, maka memohon anugrah Tuhan Yang Maha Esa, para pramuwisata sebagai salah satu ratai dalam jajaran industri pariwisata Indonesia sepakat untuk membuat Kode Etik Pramuwisata Indonesia sebagai upaya menciptakan citra bagus pramuwisata Indonesia dalam menjalankan tugasnya, sekaligus yang wajib ditaati , dilaksanakan dan mengikat anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia.

Bahwa menghadapi persaingan Global profesi pramuwisata, agar tidak berdampak negative terhadap budaya, adat istiadat, lingkungan serta masyarakat setempat, oleh para pengurus dan anggota HPI baik ditingkat nasional maupun didaerah perlu membentuk Dewan Kode Etik Himpunan Pramuwisata Indonesia ( Dewan Kode Etik HPI) baik di tingkat Pusat, Daerah dan Cabang dengan ketentuan sebagai berikut:

BAB I

(5)

Pengertian dan Batasan-Batasan

1. Himpunan Pramuwisata Indonesia atau disingkat HPI adalah wadah berhimpunannya individu-individu profesi Pramuwisata berlisensi di Indonesia ;

2. Pramuwisata adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penjelasan dan petunjuk tentang obyek wisata Indonesia serta membantu segala sesuatu yang diperlukan oleh wisatawan, (Peraturan Menparpostel Nomor: KM. 82 / 102- MPPT/ 88.

3. Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata / KTPP (Lisensi) adalah tanda ijin oprasional yang dikeluarkan oleh pemerintah setelah mengikuti pelatihan pramuwisata.

4. Kode Etik atau tata karma adalah serangkaian pernyataan mengenai sikap, pengetahun dan tingkah laku yang harus diikuti oleh pramuwisata Indonesia dalam menjalankan tugasnya.

5. Biro Perjalanan wisata ( BPW ) adalah perseroan terbatas yang bergerak dalam jasa usaha pariwisata sesuai denga akte pendirian dan telah mendapatkan ijin oprasional dari

pemerintah;

6. Wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalan dari daerahnya ke daerah lain dengan tujuan berlibur kurang dari satu tahun.

7. Dewan Kode Etik adalah dibentuk dari anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia yang memiliki pengetahuan tentang kode etik pramuwisata yang dipilih oleh anggota HPI sesuai dengan tingkatannya.

8. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ( SKKNI) pramuwisata adalah

serangkaian pernyataan-pernyataan tentang pengetahuan, ketrampilan dan sikap terhadap profesi pramuwisata.

BAB II

PRINSIP-PRINSIP DASAR Pasal 2

Kode Etik

Akan menjadi pengikat dan acuan dari pramuwisata berlisensi dalam rangka melaksanakan tugas serta tindakan jika melakukan kesalahan dalam menjalan tugas profesi pramuwisata ;

Pasal 3

(6)

Adalah kemampuan pramuwisata untuk meningkat terus menerus pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam melaksanakan kewajiban pramuwisata sesuai dengan SKKNI Pramuwisata;

Pasal 4 Integritas;

Pramuwisata Indonesia harus jujur, bersikap adil dan saling menghormati dalam memberikan pelayanan jasa pramuwisata;

BAB III

KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB Pasal 5

Tanggungjawab

1. Tanggungjawab Hak asazi: Menghormati hak orang lain adalah pramuwisata Indonesia harus menghargai kemanusiaan dan tidak memberikan toleransi terhadap deskriminasi berdasarkan usia, kelamin, suku, warga Negara, agama, ketidakmampuan seseorang. 2. Tanggungjawab social bahwa Pramuwisata harus peka terhadap kehidupan social

masyarakat dan selalu menjaga lingkungan alam semesta.

3. Tanggungjawab ProfesiSetiap pramuwisata Indonesia memiliki kewajiban untuk

membangun citra positif dan penampilan profesi , sikap untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat umum.

4. Tanggungjawab Pelanggan: pramusita dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan jasa yang ditawarkan kepada pengguna jasa mereka. Sehingga dengan demikian

pelanggan akan memiliki kepercyaaan terhadap pramuwisata.

5. Tanggungjawab Lingkungan: Pramuwisata harus mempu mempromosikan dalam hal konservasi lingkungan dan usaha-usaha preventif yang dapat mengakibatkan lingkungan dan ekosistim rusak oleh perbuatan yang tidak bertanggungjawab baik dari pramuwisata, wisatawan.

Pasal 6

Kewajiban Pramuwisata

(7)

Pramuwisata Indoensia selalu menjaga Citra baik kepariwisataan Indonesia yang berdasarkan kepada falsafah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia .

Pasal 8

Pramuwisata Indonesia selalu taat memakai Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata ( KTPP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau pihak berwenang dalam menjalankan tugas .

Pasal 9

Pramuwisata Indonesia wajib peduli dengan lingkungan hidup berdasar atas masterplan yang telah menjadi keputusan pemerintah daerah dan Pusat.

Pasal 10

Pramuwisata Indonesia wajib memahami tentang kebudayaan masyarakat setempat, adat istiadat yang berlaku dalam pengembangan kepariwisataan daerah bersangkutan

Pasal 11

Pramuwisata Indonesia dilarang menjelekan reputasi sesama pramuwisata baik sengaja maupun tidak sengaja.

Pasal 12

Pramuwisata Indonesia dilarang keras memberikan informasi kepada wisatawan terhadap rahasia Negara yang bisa berdampak negative terhadap citra bangsa

Pasal 13

Pramuwisata Indonesia dilarang melakasanakan tugas guiding diluar ketentuan lisensi dan bahasa yang telah diterbitkan dalam sertifikat Pramuwisata oleh Pemerintah atau instansi yang berwenang.

BAB III

PENINGKATAN PROFESI Pasal 14

Pahamahan kode etik

Setiap Pramuisata harus paham terhadap kode etik yang telah mereka sepakati sehingga mengerti betul dalam setiap pelaksanaan.

(8)

Informasi

Pramuwisata harus belajar terus menerus pengembangan diri terhadap sumber-sumber informasi yang mampu membantu mereka dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pramuwisata.

Pasal 16

Himpunan Pramuwisata Indonesia

HPI akan selalu membantu dalam memfasilitasi Pramuwisata Indonesia untuk mendapatkan pengetahuan dan motivisi dalam melaksanakan tugas profesi secara professional.

Pasal 17 Peneltian

HPI akan selalu memasilitasi serta mengusahakan upaya dalam bidang penelitian, survey terhadap segala pengetahuan dalam rangka peningakatan kualitas pramuwisata Indonesia . Pasal 18

Pramuwisata Indonesia harus pernah menghadiri seminar, kursus-kursus untuk program

peningkatan pengetahuan dan berbagai tehnik pemanduan yang efektif sesuai dengan kebutuhan industri pariwisata.

BAB IV

PEDULI LINGKUNGAN Pasal 19

Pramuwisata harus mendukung dan belajar masalah konservasi lingkungan hidup yang berorientasi kepada program kerja penyelamatan habitat dan lingkungan.

Pasal 20

Pramuwisata Indonesia harus mampu memberikan pandangan kepada pihak terkait tentang daerah konservasi sehingga akan tidak dirusak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Pasal 21

Pramuwisata Indonesia selalu peduli terhadap sikap dan prilaku masyarakat local, nilai budaya, kepercayaan dan adat istiadat sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pariwisata

(9)

Pramuwisata Indonesia selalu menghormati dan menghargai konservasi tempat-tempat sejarah dan nilai-nilai keagamaan masyarakat setempat.

BAB V

KERJASAMA HPI DENGAN PRAMUWISATA Pasal 23

HPI dan Pramuwisata akan selalu berusaha untuk membantu mereka yang berkeinginan menjadi Pramuwisata untuk memiliki standar kompetensi Pramuwisata Indonesia termasuk proses perekrutan, tanggungjawab pramuwisata dengan memberikan informasi yang akurat kepada calon pramuwisata.

Pasal 24

HPI dan Pramuwisata selalu menghargai dan komit terhadap tanggungjawab profesi dan hubungan kerjasama yang baik antar pramuwisata Indonesia .

BAB VI

PENERIMAAN GUIDE ORDER Pasal 25

Pramuwisata sebelum mengambil “ Guide Order” harus paham terhadap karatkeristik wisatawan yang akan mereka handle , pemahaman betul terhadap program, ruang lingkup pelayanan yang diberikan yang sesuai dengan harapan wisatawan.

Pasal 26

Pramuwisata Indonesia dilarang mengambil pekerjaan yang bertentang dengan hukum, tata karma dan susila.

Pasal 27

Pramuwisata Indonesia sebelum menjalankan tugas akan paham betul terhadap pekerjaan yang akan dilakukan seperti program tour, keinginan pelanggan.

Pasal 28

Pramuwisata Indonesia akan tidak mengambil sebuah pekerjaan diluar kemampuannya untuk menghindari hal-hal yang fatal terhadap diri sendiri pramuwisata.

BAB VII

(10)

Pramuwisata Indonesia dilarang memberikan janji-janji kosong kepada pelanggan diluar program tour dan kemampuannya.

Pasal 30

Pramuwisata Indonesia harus cepat tanggap memberikan respon terhadap keluhan pelanggan Pasal 31

Pramuwisata dalam melaksanakan tugas harus selalu menaruh rasa hormat dengan cara bertanya sebelum memotrat seperti missal.

Pasal 32

Pramuwisata selalu hormat terhadap hal-hal yang sangat sensitive dalam adapatasi nilai budaya Pasal 33

Pramuwisata diharuskan menghidari penggunaan kata-kata yang kurang dipahami oleh pelanggan atau wisatawan

Pasal 34

Pramuwisata harus memiliki segudang pengetahuan tentang obyek wisata, sejarah, arsitek, kebudayaan, kehidupan politik dan cerita lokal yang terus menerus diperbaharui .

Pasal 35

Pramuwisata akan selalu berpenampilan tenang dan menarik dan menghidari konflik dengan sesame pramuwisata dan wisatawan.

Pasal 36

Pramuwisata akan selalu berusaha mempromosikan dan menggunakan produk-produk local kepada wisatawan

Pasal 37

Pramuwisata Indonesia tidak akan terlibat didalam kegiatan korupsi bertentangan dengan hokum Negara

Pasal 38

(11)

Pasal 39

Pramuwisata harus paham dengan rute-rute tours dalam melakasankan tugasnya Pasal 40

Pramuwisata Indonesia selalu mempromosikan produk-produk local yang dapat meningkatkan perekonimian masyarakat setempat.

Pasal 41

Pramuwisata Indonesia memberikan pelayanan secara professional sesuai dengan public services.

BAB VIII

SIKAP PELAYANAN DI OBYEK WISATA Pasal 42

Pramuwisata dalam menjalankan tours diempat-tempat bersejarah dan peninggalan purbakal harus memastikan kepada wisatawan tidak akan mengambil segala sesuatu yang terdapat dalam obyek wisata untuk kepentingan pribadi tanpa sepengetahuan penjaga obyek.

Pasal 43

Pramuwisata Indonesia harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap peninggalan warisan budaya atau cagar budaya dan alam.

Pasal 44

Pramuwisata Indonesia tidak turut andil dalam penjualan barang-barang yang terbuat dari pohon atau binatang langka yang dilindungi pemerintah

Pasal 45

Pramuwisata Indonesia harus mentaati aturan atau petunjuk-petunjuk yang terdapat di obyek wisata dan tidak merusak lingkungan alam sekitar

Pasal 46

Pramuwisata harus memberikan briefing kepada wisatawan apa yang boleh dan tidak dilakukan selama mengikuti perjalanan wisata.

(12)

Pramuwisata harus perduli dalam mempromosikan kesadaran terhadap konservasi alam dan akibat yang ditimbulkan oleh perusakan hutan.

Pasal 48

Pramuwisata selalu menjadi kebersihan dan kesehatan lingkungan kepada wisatawan. BAB IX

SURVEI OBYEK WISATA Pasal 49

Pramuwisata dalam mempromosikan obyek wisata potensial untuk peningkatan daya tarik program tur harus melakukan kajian dan survey lapangan dengan jalan mengumpulkan informasi dalam rangka pengembangan pengetahuan diri pramuwisata terhadap tradisi masyarakat

setempat. Pasal 50

Pramuwisata harus mampu memberikan informasi perjalanan terbaru dalam pengenalan obyek-obyek wisata terkini baik kepada pemerintah ataupun wisatawan.

Pasal 51

Pramuwisata harus memiliki laporan kegiatan tur dalam rangka evaluasi diri dan pengingkatan profesi lebih lanjut

Pasal 52

Pramuwisata Indonesia harus selalu siap mengikuti pengembangan kemampuan pribadi terhadap daya tarik wisata melalui pelatihan dan pendidikan kepada Lembaga Diklat Himpunan

Pramuwisata Indonesia (LDPPPI).

BAB X

REKONFIRMASI PROGRAM TOUR Pasal 53

Ketika menerima program tur dari pelanggan , pramuwisata harus memverifikasi program tur melalui evaluasi dan mempelajari isi program tur melalui pehaman rute, banyaknya

(13)

Pramuwisata setelah mengevaluasi dan mempelajari tur program dengan seksama penuh tanggungjawab akan segera memberitahukan pelanggan untuk klarifikasi jika ada perubahan-perubahan tur program.

Pasal 55

Pramuwisata dalam melaksanakan tugas “ meet and Greet” harus memastikan jadwal kedatangan, layanan yang diinginkan pelanggan, transportasi, secara details.

BAB XI

EKSEKUSI TUR PROGRAM Pasal 56

Pramuwisata dalam melaksanakan tur harus mengikuti standar pelayanan sehingga wisatawan merasa nyaman dalam penerimaan pelayanan.

Pasal 57

Pramuwisata dalam menjalankan tugasnya harus memperkenalkan diri serta sopir yang mendampingi selama melaksanakan tugas tur

Pasal 58

Ketika melakukan penjemputan, pramuwisata harus teliti dengan barang-barang wisatawan dan memastikan semua berjalan dengan lancer dan sesuai prosedur.

Pasal 59

Pramuwisata harus mampu menjelaskan tur program dengan pasti, jelas dan cekatan kepada wisatwan.

Pasal 60

Pramuwisata selalu memberikan pelayanan check in dan check out , membantu registrasi, memberikan kamar hotel, mendapatkan rooming list, penyembaran begasi dan pastikan bahwa wisatawan telah melunasi bill hotel yang telah mereka ambil.

Pasal 61

Pramuwisata dalam memberikan pelayanan ‘ check out” selalu mengerjakan boarding pass, kendaraan yang akan digunakan, serta memberikan informasi akurat dalam pekerjaan check out.

BAB XII

(14)

PASAL 62

Pramuwisata Indonesia akan menyampaikan informasi tentang geografi Indonesia kepada wisatawan dilengkapi dengan informasi poplasi, flora, fauna, cuaca, keadaan tanah, tata karma berpakaian yang sesuai dengan kondisi tur secara akurat dan efisien.

Pasal 63

Pramuwisata Indonesia dalam menyampaikan informasi tentang resor pegunungan meliputi: lokasi, ketinggian, cuaca, akses, akomodasi, fasilitas rekreasi, makan dan minuman, hiburan, obyek wisata,prosedur keselamatan, dan pakaian yang pantas di gunakan.

BAB XIII

DEWAN KODE ETIK HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA

Pasal 64

Dewan Kode etik Pramuwisata Indonesia akan dibentuk oleh Pengurus Dewan Pimpinan sesuai dengan tingakatannya. Keanggota Dewan Kode etik pramuwisata sekurang-kurangnya terdiri dari 5 orang dan maksimum 7 orang.

Pasal 65

Dewan Kode etik Pramuwisata bertugas merespond segala permintaan yang berhubungan dengan masalah-masalah Kode etik pramuwisata. Melakukan investigasi terhadap keluhan yang

disampaikan oleh wisatawan mengenai kualitas dari pramuwisata yang bersangkutan. BAB XIV

HUKUM ACARA KODE ETIK PRAMUWISATA Pasal 66

Semua orang atau yang berkepentingan berhak melaporkan pelanggaran Kode etik pramuwisata kepada Dewan Kode etik tingkat pertama dan kepada Dewan Kode etik Pusat dalam tingkat banding.

Pasal 67

Laporan pelanggaran kode etik terdiri dari tiga bagian yaitu: pertama duduk soal, kedua bukti-bukti dan ketiga kesimpulan.

(15)

Apabila formalitas laporan tidak memenuhi syarat , dewan kode etik Daerah dan Pusat berwenang memanggil pelaor untuk diberi nasehat tentang cara bagaimana menyempurnakan laporan itu.

Pasal 68

Dewan Kode etik menetapkan tiga orang dari anggotanya untuk memeriksa laporan yang sudah memenuhi syarat formil laporan, sebagai hakim dan seorang panitera, yang disebut Dewan Kode etik Pramuwisata.

Pasal 69

Dewan Kode etik harus usdah terbentuk selamat-lambtanya tujuh hari sejak laporan memenuhi syarat formil

Pasal 70

Dewan Kode etik bersidang ditempat yang ditentukan oleh Ketua Dewan Kode etik HPI. Pasal 71

1. Dalam tempo Enam hari setelah ditetapkan dewan kode etik HPI memanggil terlapor untuk didengar keterangannya ke tempat Majelis bersidang.

2. Bersama dengan panggilan itu , diserahkan pula kepada terlapor satu salinan atau foto kopi dari laporan

3. Panggilan dilakukan tiga hari sebelum siding pemeriksaaan , diserahkan kepada terlapor atau istri dirumahnya atau kepada terlapor atau karywan di kantor.

4. Terlapor berhak memakai pembela untuk mendampinginya.

5. apabila terlapor tidak hadir pada panggilan pertama , maka terlapor dipanggil untuk keduakalinya.

6. apabila terlapor tidak datang untuk kedua kalinya, maka kepadanya dikirmkan panggilan ketiga dengan pemberitahuan bahwa perkaranya akan diputuskan tanpa hadirnya, bila terlapor tidak hadir lagi

7. Dewan Kode Etik berwenang mengambil putusan tak hadir berdasarkan laporan dari pelarpo serta bukti-bukti yang dimilikinya.

Pasal 72

(16)

1. Teguran ringan 2. Teguran berat 3. Skorsing

4. Pemecatan sebagai anggota HPI

5. Pengusulan pencabutan Ijin Oprasional atau Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata ( KTPP) kepada Pemerintah

Pasal 73

1. Pelapor diberi kesempatan untuk memberikan keterangan lebih lanut setelah dewan Kode etik atau memberitahukan jawaban terlapor, dalam siding berikutnya yang disebut replik 2. Terlapor diberi kesempatan terakhir kali untuk mengajukan pembelaan dalam siding

replik. Pasal 74

Bukti-bukti dipakai adalah:

1. Surat , termasuk surat kabar atau majalah 2. saksi

3. Pengetahuan hakim 4. Pengakuan

5. Rangkaian fakta-fakta yang disebut persangkaan Pasal 75

1. Dewan Kode etik HPI berwenang untuk mendengar ketrangan saksi ahli secara lisan atau tertulis

2. Dewan Kode etik harus mengambil keputusan selambat-lambtanya dalam tempo 60 hari sejak pengangkatan Dewan Kode etik HPI

(17)

5. pembanding harus mengajukan memeori banding dalam tempao 1 ( satu) minggu setelah menyatakan banding

6. Terbanding diberi waktu satu kali mengajukan kontra memmori banding

7. DKE HPI Pusat menetapkan pengangkatan terdiri-dari 3 (tiga) orang halim , seorang menjadi ketua dan menetapkan pula seorang Panitera untuk mejelis dalam temapo 7 (tujuh) hari sejak permintaan banding diterima.

8. DKE HPI Pusat ditingkat banding adalah yang terakhir dan putusannya mempunyai kekuatan hokum yang pasti.

9. Putusan Dewan kode etik HPI ditingkat pertama atau tingkat bandiang dapat diumumkan kepada mass media.

BAB XV PENUTUP Pasal 76

1. Peraturan Dewan Kode etik HPI Pusat dan Hukun acara Dewan Kode etik ini merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPI.

2. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas dalam peraturan Dewan Kode etik atau ada yang belum diatur, Dewan Kode etik HPi Pusat berwenang memberi penafsiran atau mengatur secara tersendiri.

3. Kesepakatan-kesepakatan yang tekag diadakan sebelum berlakunya Kode etik dan Hukum acara Dewan Kode etik HPi Psat ini menjadi batal jika bertentangan dengan peraturan Dewan Kode etik HPI.

Pasal 77

Pearturan Kode etik HPI dan Hukum Acara ini disahkan oleh RAKERNAS VIII HPI di Manado-Sulawesi Utara tanggal 28-30 Nopember 2007 dan berlaku sejak tanggal pengesahan tersebut. Ditetapkan di : Manado- Sulawesi Utara

(18)

http://balipost.com/read/headline/2014/09/04/20651/puluhan-pramuwisata-bodong-terjaring-razia.html

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14001&val=944

http://tugaspariwisata.blogspot.co.id/2010/02/kode-etik-profesi-seorang-pramuwisata.html

http://wisatabali.com/aktivitas/wisata-budaya-di-bali.html

http://jogja.antaranews.com/berita/303673/hpi-bali-apresiasi-peradilan-pramuwisata-ilegal

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83025&val=908

Penertiban ''Guide'' Liar

Jangan Hangat-hangat Tahi Ayam

Denpasar (Bali Post) - Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Tramtib dan Satpol PP Bali diminta lebih ketat melakukan pengawasan dan penertiban terhadap pramuwisata atau guide ilegal (liar) yang membanjiri Bali. Selain itu, pihak penegak hukum juga diminta memberi sanksi tegas atas pelanggaran yang dilakuan. ''Pengawasan dan penertiban guide liar ini harus ketat dan berkelanjutan. Jangan ketika baru muncul kasus baru diadakan penertiban sehingga kesannya hangat-hangat tahi ayam,'' kata Humas DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali Amoslilo di Denpasar, Sabtu (8/9).

Ia mengapresiasi proses peradilan salah seorang guide ilegal yang telah diputuskan hakim Pengadilan Negeri Denpasar. Hakim telah menjatuhkan putusan denda Rp 500 ribu kepada Erianto, seorang guide dari sebuah biro perjalanan wisata (BPW) di Bali yang tertangkap basah membawa turis Cina tanpa kelengkapan administrasi sebagaimana yang diamanatkan dan diatur pada Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pramuwisata. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Erianto denda Rp 800 ribu subsider kurungan satu bulan penjara. ''Vonis itu merupakan sebuah proses awal yang baik dalam rangka memberi shock therapy dan kami harapkan dapat memberi efek jera kepada para guide liar yang semakin banyak di daerah ini,'' ujarnya.

(19)

Selain menindak guide liar tersebut, HPI juga berharap pemerintah mengawasi dan menindak tegas biro perjalanan wisata di Bali yang kedapatan mempekerjakan guide liar. Kemudian, membina biro perjalanan wisata yang ada agar bersama-sama menegakkan aturan. ''Biro perjalanan wisata yang menggunakan guide liar ini juga harus ditindak karena mereka ikut menyalahi aturan yang ada,'' tegasnya.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi program pendataan umat masih belum dapat mengintegrasikan antara kebutuhan dan mendokumentasikan program kerja bidang/seksi dan kelompok kategorial di tingkat

[r]

Mata Pelajaran Nilai

Sesuai dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada karyawan, artmya semakin baik kecerdasan emosi individu

Sediakan keluarga masuk dalam dukungan TUK 3: anggota keluarga mampu berperan dalam keluarga Parenting Performance:  Menyediakan kebutuhan bayi  Menyediakan nutrisi

1) Teori menetapkan adanya hubungan dari fakta yang ada. 2) Mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur konsep. 3) Teori harus dapat mengikhtiarkan fakta-fakta. Maka dari itu

Berdasarkan data di atas, maka dosis yang paling berpengaruh terhadap bobot testis dengan nilai signifikansi α ≤ 0,05 adalah antara kontrol negatif dengan dosis 15

kegiatan bagi peserta didik untuk mengamati, 2) memancing peserta didik untuk bertanya apa, mengapa dan bagaimana, 3) memfasilitasi dan menyajikan kegiatan bagi