• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAHLAW AN KECIL TEMA CINTA TANAH AIR IND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PAHLAW AN KECIL TEMA CINTA TANAH AIR IND"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PAHLAWAN KECIL

TEMA : CINTA TANAH AIR INDONESIA

OLEH:

VIOLA FIORENTINA

SISWA KELAS VI (ENAM)

SD NEGERI MAGERSARI 2 KOTA MAGELANG

▸ Baca selengkapnya: apa tema dari cerpen tanah air

(2)

Aku Rania, siswa yang masih diperintah ayahku untuk mengantar jemputku dan mengantar kemanapun aku pergi. Akan tetapi aku tidak suka jika diperlakukan bak tuan putri, aku ingin hidup normal seperti yang lainnya. ”Pak Wardi nanti jemput saya seperti biasa ya!” kataku. “Baik non.” Pak Wardipun mengiyakan permintaanku. “Terima kasih pak,” balasku.

Aku berjalan menuju kelasku dengan riang gembira. Sebelum masuk ke kelas, aku sudah disapa oleh banyak temanku sampai tidak bisa dihitung jumlahnya. Aku berjalan dan terus berjalan, aku pun melihat sebuah ruang kelas, dan ternyata itu adalah ruang kelasku. “Eeh ....itu dia ruang kelasku yang sekarang,” kataku sambil menunjuk nunjuk ruangan itu.

Saat sampai di kelas, aku melihat sebagian para temanku baik laki laki maupun perempuan sedang memamerkan barang barang barunya yang diimpor langsung dari luar negeri, seperti alat tulis, tas, sepatu, atau aksesoris lainnya. Mereka lebih bangga mempunyai barang yang diimpor langsung dari luar negri. Akupun bertanya kepada diriku sendiri, ”Mengapa mereka tidak sadar akan apa yang telah warga Indonesia lakukan untuk bertahan hidup? Apa jadinya jika rakyat Indonesia dulunya tidak mempunyai semangat patriotisme? Dan pastinya sekarang kita hidup di bawah perintah para penjajah bangsa lain. Kita juga tidak bisa menginjakkan kaki kita di sekolah sebagus ini. Hemm.”

“Aku semakin mengerti, memang barang yang berasal dari luar negeri katanya berkualitas, tapi kualitas Indonesia jauh lebih berkualitas dari negeri luar”. Para rakyat Indonesia dengan pandainya memanfaatkan kekayaan alamnya yang telah disediakan oleh Tuhan. Akan tetapi jika kekayaan alamnya terus menerus dikuras habis, itu juga akan berdampak buruk untuk alam maupun makhluk hidup yang tinggal di sekitarnya.

Saat aku melamun, ”Hai!!” Aku tersentak kaget, suara itu memekakkan telingaku dalam sekejap saja. ”Eeh...ternyata, dia adalah sahabatku Luna namanya.”Dia adalah sahabatku dari Taman Kanak-Kanak, dia adalah orang yang tidak sombong dan suka menolong. Luna pun berkata ”Hai Rania mengapa kamu melamun?” “Tidak apa apa kok, hanya saja aku sedang memikirkan tentang mereka semua yang sedang memamerkan barang barang baru mereka,” jawabku. “Aku juga berpikiran sama denganmu, ada apa dengan mereka semua? Mengapa mereka bersifat seperti itu?” Jawab Luna.

“Sudahlah Ran jangan pikirkan mereka lagi! Kamu akan duduk dimana?” tanya Luna. “Sebelahmu saja Lun, Eeh..ngomong ngomong dimana Sila? ia akan duduk d isebelah mana?” balasku.“Ha itu dia, ia akan duduk persis di belakang kita. Dia akan duduk bersebelahan dengan murid baru di sini.” Luna menjawab pertanyaanku. “Ooh.., memang siapa murid baru tersebut?” tanyaku kepada Luna “Kata teman-teman sih dia bernama Amber, dia pindahan dari Yogyakarta,” jelas Luna. “Wah jauh banget dari kota Jakarta, kita ini di kota metropolitan dan pasti dia tidak akan betah tinggal di sini,”

(3)

keluhku. “Ia jakarta ini sangat padat penduduknya, apalagi ditambah kemacetan dimana-mana,” ujar Luna.

“Seperti halnya Urbanisasi yang terjadi di kota besar, seperti Jakarta ini. Mereka yang hidup di desa mempunyai keinginan untuk menjadi sukses dan pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Padahal belum tentu mereka bisa mendapatkan pekerjaan sesuai yang diinginkannya,” Akupun berkata panjang lebar. He..he.. Luna pun membalas, “Benar sekali kata kamu Ran, apalagi jika mereka ingin hidup yang berkecukupan, dan apabila mereka ingin mendapatkan uang dalam waktu yang sangat singkat. Pastinya kamu tau, apa kelanjutan dari perkataan ku ini Ran .” “Ya!! Aku juga tau, mereka akan melakukan pekerjaan yang tidak layak disebut profesi. Mereka akan menjadi petindak kriminal, seperti mencuri, menjambret, atau menculik orang, dan meminta tebusan dengan jumlah uang yang dapat mencapai jutaan rupiah, ”kataku.

“Sudahlah, kita lanjutkan besok saja percakapan kita barusan!” pikir Luna. Tak lama kemudian bel sekolah pun berbunyi, semua murid dari kelas 1-6 pun masuk ke kelas masing masing. Sebelum pelajaran sekolah dimulai, masing masing anak di perkenankan untuk memperkenalkan diri kapada Ibu Guru, karena ini adalah hari pertama masuk sekolah. Sila dan Rania dengan tidak sengaja bisa bersamaan membisiki Luna. “Luna sekarang giliranmu!!”. Ya!! Sila adalah sahabat Rania dan Luna .Giliran Rania dan Sila pun sudah lewat, waktunya gadis centil dan sombong itu, ia bernama Tia setiap sekolah ia selalu saja memamerkan barang-barang mewah di kelas. Setelah semuanya selesai memperkenalkan diri, Bu Miranda akan segera memulai pelajarannya.

Bu Miranda sudah menerangkannya dengan panjang kali lebar bab yang terdapat di buku Bahasa Indonesia. Bu Miranda bertanya kepada murid-murid, “Apa semua sudah jelas?” dan dengan mantapnya, semuapun menjawab, “Jelas bu.” “Baik, pelajaran akan ibu sambung besok. Ooh iya bguru sampai lupa, besok kita akan membentuk organisasi kelas yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekertaris, Bendahara, dan Seksi-seksi.” Akhirnya waktunya pulangpun telah tiba.

Saat akan berpisah dengan sahabat-sahabatku aku selalu meluakukan tos dengan mereka dan berkata, WE ARE ONE yang berarti KITA ADALAH SATU. Ketika teman-teman mereka sudah pulang, Luna dan Sila melihatku dari kejauhan, mungkin mereka merasa kasihan karena sampai sekarang aku belum dijemput oleh Pak Wardi. Aku tak masalah karena aku yakin jalanan Kota Jakarta pasti macet. “Huuuh, tak apalah, harap maklum saja,” batinku. Mereka melambaikan tangan kepadaku, akupun membalasnya.

Di depan gerbang sekolah aku masih menunggu pak Wardi untuk menjemputnku, tidak lama kemudian, Pak Wardipun telah tiba, dan dengan ramahnya Pak Wardi menyapaku, “Non maaf saya terlambat, tadi terjebak macet di jalan.” “Tidak apa apa pak.” “Non tidak marah?” “Mengapa harus marah pak? Kan pak Wardi tidak salah, macet juga kan hanya gangguan, lagi pula pak Wardi kan bukan penyebab kemacetan tersebut.” “Eeh...iya, pak Wardi, jangan panggil saya dengan sebutan Non ya pak, panggil saja dengan nama saya!” “Ooh... baik non, Eeh..., maaf maksud saya baik non. Eeh...” “Terserah Pak Wardi sajalah.” Itulah percakapanku dengan Pak Wardi sebelum aku pulang.

(4)

terima kasih.” Bibi Jumi pun menawariku untuk makan, dengan berkata “Non mau makan?” “Tidak bi, saya sudah kenyang, tadi sudah makan di sekolah,” jawabku dengan sopan.

Sorepun telah berganti menjadi malam. Sampai tengah malam pun Ibu Ranty dan Bapak Rehan belum juga pulang, kasihan sekali ya War, non Rania seharian penuh belum bisa bertemu dengan ke dua orang tuanya. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya, apalagi non Rania itu gadis kecil yang baik dan pintar,” kata bibi Jumi kepada pak Wardi. Waktupun berlalu dan telah menunjukan pukul 01.03. Akhirnya pada pukul 01.29, Ayah dan Ibu dari Rania pulang. Merekapun masuk rumah tanpa mengucap salam atau sekedar menanyakan keadaan anaknyapun tidak mereka lakukan.

Malampun berganti pagi. Jam dinding telah menunjukan pukul 05.30 dan akupun telah terbangun dan langsung menemui bibi Jumi untuk bertanya, “Dimana ibu dan Ayah bi?” “Mereka sudah berangkat kerja non” Jawab Bibi Jumi. Akupun menanggapi pertanyaan tersebut dengan wajah murung. Ya seperti biasanya, semua peralatan sekolahku, bibi Jumilah yang memberesinya. Sebenarnya Aku adalah anak yang sedikit manja, tapi kata teman-teman hatiku bersih, baik, tidak sombong, tidak suka bergaya, dan tidak suka barang yang mewah-mewah. “Ah, entahlah,” batinku.

Waktunya berangkat sekolah telah tiba. Aku keluar rumah dengan penuh kegembiraan. Aku membayangkan jika bertemu dengan kedua sahabatku. Seperti biasa Aku diantar oleh Pak Wardi dan juga Bibi Jumi yang sekalian akan pergi ke pasar. Kemacetan di jalan membuatku tak sabar untuk cepa-cepat bertemu dengan kedua sahabatku. ”Yeeee!! Akhirnya sampai juga ke sekolah, tapi aku masih saja di dalam mobil, aku terus memandangi gedung yang ada di hadapanku. Tak berapa lama akupun melihat dua sahabatku yaitu Luna dan juga Sila yang baru saja keluar dari mobil mereka.

Luna dan Sila yang melihatku masih di dalam mobil menyuruhku untuk segera turun. Akupun akhirnya turun dari mobil, disitulah kitapun berbincang-bincang tentang masalah pemilihan pengurus kelas sekaligus ketua dan wakilnya. Kamipun bertanya dengan saling bergantian, Sila bertanya padaku, “Kamu akan mencalonkan menjadi apa?” “Mungkin menjadi wakil ketua kelas,” jawabku dengan penuh percaya diri. “Wah kamu hebat Ran,” uji Luna dan Sila serempak.Pertanyaan pun terlontar dari mulutku, “kalau kamu Lun, bagaimana?” “Yang pasti jadi bendahara lah,” jawab Luna. “Wah berarti kamu pasti pegang banyak uang tu...” kata Sila dengan nada mengejek. Tak terasa, kamipun telah sampai didepan kelas.

(5)

Lima jampun telah kita lewati untuk belajar di sekolah, waktu belajar telah usai, dan seperti biasa sebelum Rania dan ke dua sahabatnya pulang, mereka melakukan tos. ”Sampai jumpa besok.” Ucapku, Luna, dan Sila bersamaan.

Untungnya, Pak Wardi telah datang. “Biar bapak saja yang membukakan pintu mobilnya non,” kata Pak Wardi. “Tidak usah pak, terima kasih, saya juga bisa kok membukanya sendiri,” sahutku. Akupun membuka pintu mobi sendiri. Saat sampai di rumah, Aku langsung masuk kedalam rumah sambil mengucap salam. Sebelum aku keluar dari kamarku, aku sudah mengganti pakaianku dengan baju yang bergambar batik tersebut, aku merasa bangga bisa memakainya.”Non, mau makan tidak?” tanya Bibi Jumi, tapi jawabanku sama seperti kemarin “Aku sudah kenyang, tadi sudah makan di sekolah.”

Aku sekarang sedang bercerita dengan bibi Jumi “Mengapa nasibku seperti ini ya bi? Aku tidak ingin hidup bermewah-mewah seperti ini, aku ingin hidup normal seperti orang orang lainnya.” Bibi Jumipu menasehatiku, “Huss... non tidak boleh berkata seperti itu, ini kan rejeki tidak bisa ditolak.” “Tapi aku ingin orang yang masih kekurangan di luar sana bisa hidup sepertiku, dan lagian juga Ayah dan ibu tidak pernah memperhatikanku,” keluhku.

Aku pun beranjak pergi ke kamarku, aku akan mengisi sebuah buku yang di dalamnya terdapat tulisanku sehar-hari. Semua curahan hatiku kutuliskan di dalamnya. Kubuka buku diary ungu itu, kutuliskan apa yang sedang ada di pikiranku. Lembar demi lembar telah aku tulisi dengan semua curahan hatiku.

Jalan-jalan dengan mereka saja jarang sekali, bermain saja aku hanya bisa dengan bibi atau boneka beruang yang dibelikan ayah untukku. Ibu juga, setiap harinya selalu saja merancang desain pakaian, semua pakainku saja ibu yang membuatnya. Bahan bahannya saja, semua di impor dari luar negri, tapi aku lebih suka pakaian Indonesia, seperti batik, muslim, pakaian adat dari beberapa suku bangsa Indonesia. Pakaian yang ibu buat itu, sangat rumit jika dipakai, aku saja sebenarnya tidak mau memakainya. Tapi aku tidak mau melihat ibu menjadi sedih. Tulisku dalam buku diary.

Pagi hari pun telah tiba, waktunya sekolah. Saat aku berangkat sekolah, aku melihat sejumlah gerombolan anak jalanan sedang meminta minta di pinggiran jalan. Aku yang menyaksikannya dari dalam mobil saja, menyaksikannya dengan mataku secara langsung ini, lama-kelamaan aku merasa kasihan pada mereka, “Tapi apa yang bisa aku lakukan?” batinku. “Mereka sendirilah yang bisa mengubah hidupnya, disertai dukungan dari para generasi penerus bangsa Indonesialah agar mereka bisa mencapainya keinginannya!”

(6)

Tak di sangka aku mendapat pujian dari bu Miranda, “Itu adalah cita cita yang paling mengagumkan, itulah cita-cita yang telah ibu tunggu tunggu sejak ibu mengajar disekolah ini.” Dengan pujian itu, aku tidak merasa bangga tetapi aku merasa tertantang untuk bisa mewujudkannya suatu hari nanti.

Hari demi hari telah terlewati, perkataanku tentang cita-citaku telah meresapi pikiran teman-temanku. Ternyata aku berhasil mengubah teman-temanku, mereka mulai mencintai Indonesia dengan sepenuh hati dan mencintai produk Indonesia. Bantuan demi bantuanpun sudah mulai menyebar untuk anak jalanan. Aku dan teman-temanku menyalurkan bantuan seperti memberi obat-obatan, pakaian, makanan, buku-buku pelajaran dan juga mengumpulkan dana untuk membuat rumah singgah, tempat untuk anak jalanan itu tinggal.

Para guru di sekolahpun telah rapat untuk membentuk sebuah program “DANA PEMBANTU ANAK JALANAN.” Para orang tua murid juga sudah menyepakati pembentukan program tersebut dan akan membantunya dengan sangat antusias. Orang tuaku juga sudah sadar, begitu berharganya Indonesia dari pada negri luar. Yang terpenting mereka semakin peduli dan perhatian kepadaku. Aku juga sudah mulai mengikuti kegiatan program DANA PEMBANTU ANAK JALANAN tersebut, dengan dibantu oleh ke dua sahabatku dan juga diberi semangat dan dorongan oleh para teman-temanku.Wali murid dari sekolah juga membantu menyalurkan dana-dana yang telah terkirim dari bank ke kepala pengurus program tersebut untuk diproses.

Pembangunan rumah singgah sudah akan dimulai, dibantu oleh ibuku yang seorang desainer untuk membuat dekor-dekor rumah singgah tersebut. Bu Nara selaku ibu Sila yang berprofesi sebagai arsitek itu pun merancang sebuah bangunan yang sederhana, tapi terkesan mewah itu. Yang terakhir adalah Pak Dahlan, ia adalah ayahnya Luna, ia yang akan membuatkan semua peralatan mulai dari meja, kursi, rak, ataupun almari pakaian.

Bu Nara berkata, “Paling satu bulan lagi tempat singgah tersebut akan bisa di tempati.” “Ooh... Baik bu Nara, terima kasih telah membantu merancang bangunan tersebut,” jawabku. ”Iya Rania, ibu juga sangat bangga pada kamu dan teman-temanmu, kalian sangat hebat,” puji bu Nara.

1,5 bulan kemudian

Semua wali murid sekolah dan juga diikuti oleh Bapak Gubernur D.K.I. Jakarta, meresmikan pembuatan rumah singgah tersebut, dan telah dinyatakan selesai. Aku yang juga ikut dalam peresmian tersebut juga akan berpidato.

Perkenalkan nama saya Rania Azzahra ,saya akan menjelaskan tentang penyelenggaraan program DANA PEMBANTU ANAK JALANAN ini.YA!! saya ingin semua anak Indonesia ,tak terkecuali anak jalanan harus bisa sukses seperti kedua orang tua saya.Saya biasanya kalau tidak ada pekerjaan dirumah hanya merenungkan nasib saya.Saya tidak suka hidup mewah mewah ,maka dari itu saya akan membagi harta saya untuk membantu Anak Jalanan.Tidak lupa juga saya dibantu oleh semua teman saya dan juga wali murid di sekolah.

Semua orang pun berdiri dan bertepuk tangan untuk Rania “PROK PROK PROK.”

(7)

Luna dan Sila. Sila pun bertanya kepada Rania “Enak tidak menjadi duta kecil?” Akupun menjawab sambil cekikikan, “Enak sih enak, tapi pekerjaanku menumpuk seperti gunung.” “Kamu ini ada ada saja Rania” kata Luna. “Sini biar aku dan Sila yang membantumu” kata Luna “Kalian berdua ya...” (ha..ha..ha..ha..ha..ha..ha..) mereka pun tertawa bersama dengan suka ria.

“Aku merasa bosan di dalam kelas terus,” keluhku. Raniapun memutuskan untuk pergi ke atas atap sekolah, tak disangka ternyata Luna dan Sila mengikuti Rania sampai di atas atap gedung sekolah. Luna dan Sila mengintip Rania dari kejauhan, Luna dan Sila tidak sengaja mendengar perkataan Rania sambil cekikikan.

“Akhirnya semua yang telah aku impikan bisa tercapai, semua teman-temanku juga sudah berubah secara drastis,” teriak Rania dengan suara yang keras. “Bekerja keraslah Rania, kamu pasti bisa!!” Suara yang terdengar oleh Rania itu pun semakin dekat, dekat, dan semakin mendekat. Ternyata itu adalah suara kedua sahabatnya. ”Luna, Sila, kalian? Mengapa bisa sampai ke sini?” “Kami mengikutimu tau.” “Benarkah?” “Benar!!” “Kami tadi tertawa cekikikan saat kamu bicara sendiri tau, ”kata Sila.

(8)

BIODATA PESERTA

LOMBA MENULIS CERITA SISWA SD/MI (LMC-SD/MI) TAHUN 2015

1. Nama Lengkap : VIOLA FIORENTINA 2. Tempat, Tanggal Lahir : MAGELANG,

3. Agama : ISLAM 4. NISN : 0042595024 5. Kelas : VI (ENAM)

6. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan 7. Judul Naskah : PAHLAWAN KECIL

8. Nama Sekolah : SD NEGERI MAGERSARI 2 9. Alamat Sekolah

- Jalan : JALAN LOGAM NO. 22

- Dusun/Desa/Kel/RT/Rw*) : KEL. MAGERSARI, RT 02 / RW 02 - Kecamatan : MAGELANG SELATAN

- Kabupaten/Kota *) : KOTA MAGELANG - Provinsi : JAWA TENGAH - Kode Pos : 56126

- Telepon Sekolah/Faks. : 0293(365908) , (sdnmagersari2mgl@yahoo.co.id) 10. Alamat Rumah/Tempat tinggal

- Jalan

- Dusun/Desa/Kel/RT/Rw*) : KEL. MAGERSARI - Kecamatan : MAGELANG SELATAN - Kabupaten/Kota *) : KOTA MAGELANG - Provinsi : JAWA TENGAH - Kode Pos : 56126

- Telepon Rumah/Pribadi (HP) : 085740168128 - Alamat Email :

Magelang, 25 Agustus 2015 Peserta

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sophie dkk., [9] ditemukan bahwa tikus betina yang kekurangan GDF-9 mengalami infertilitas akibat adanya sebuah blok dalam

Pernyataan bahwa MUI memakai istishhab dalam beristinbat, secara implisit terungkap dari pernyataan lembaga ini yang tidak menolak, bahkan memakai, semua metode

3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan; dan 4. pelaksanaan administrasi Pusat. Indikator

Salah satu cara untuk  mendapat ketebalan yang tepat adalah dengan membuat garis – garis plesteran/patok pada dinding dengan arah vertikal dari atas ke bawah dengan jarak 1 -

Pada bab ini akan dipilah dari makna ikon, makna indeks dan simbol dalam pernikahan ponoragan dari interpretasi yang diperoleh hasil dari data di

Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa untuk specimen dengan dimensi 50 mm x 25 mm x 15 mm tepat untuk diberikan tegangan sebesar 26A.Lama waktu

Tujuan penelitian ini adalah memetakan lokasi dan kapasitas dari informasi inventarisasi mata air di Kecamatan Cidahu, mengkaji variasi dari data deret waktu mata air yang

Meskipun pemupukan NPK nyata mempengaruhi bobot kering polong dibanding kontrol, namun penambahan pupuk hayati pada dosis N yang lebih rendah (1/4–1/2 N), meningkatkan hasil