• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK TANAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN K (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONFLIK TANAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN K (1)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK TANAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN

KEMISKINAN

1.Pendahuluan

Kalau menelaah judul di atas maka tak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa urgensi penanganan masalah pertanahan dan hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya perlu didorong pada perhatian bagaimana agar bangsa ini bersedia dan mampu menciptakan pra-kondisi bagi upaya menggulirkan reformasi kebijakan pertanahan fundamental yang berpihak pada rakyat kecil dan khususnya pada petani dengan secepatnya. Mengapa demikian ?, karena reformasi kebijakan pertanahan dalam konteks masyarakat agraris berposisi sangat fundamental dalam mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat secara keseluruhan, apalagi bila kemiskinan masih melilit kuat di dalamnya. Dimaksudkan dengan reformasi kebijakan pertanahan (RKT) dalam konteks ini adalah sebuah pembaruan tata penguasaan/pemilikan lahan (land reform) yang juga mencakup pembaruan berkerjanya berbagai institusi yang menyangkut relasi sosial antara manusia dan tanah, yang dinilai malfunction.

Namun tentu saja meyakinkan perlunya RKT sebagai gagasan alternatif dalam upaya menyejahterakan petani bukanlah hal mudah. Mengapa ?, karena arus utama pemikiran (mainstream of thought) dewasa ini di tanah air kita, khususnya pada para pengambil keputusan masih saja bertumpu, sadar atau tidak, pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang pada gilirannya dipercaya akan menghasilkan tetesan ke bawah trickle down effect. Atau mereka masih saja percaya secara sepihak bahwa kewirausahaan para petanilah yang semestinya harus dikuatkan dengan berbagai pelatihan, di samping dengan mengalirkan investasi ekonomi lewat berbagai kredit usaha kecil dan menengah.

(2)

Padahal kalau kita cermati lebih seksama, krisis industri pertanian yang melanda Indonesia seperti juga terjadi di beberapa negara berkembang lainnya adalah sempitnya kesempatan kerja dan berusaha non-pertanian. Oleh karena itu banyak desakan pada pemerintah untuk secara serius memperhatikan upaya menumbuhkan peluang kerja dan usaha non-pertanian tersebut. Hal ini memang memiliki legitimasi sejarah perkembangan negara-negara maju. Namun diakui tidak mudah melaksanakan hal itu di negeri kita ini, karena sektor industri dan jasa yang memiliki tradisi proteksi tidak mampu menyerap limpahan tenaga kerja pertanian, ataupun sekedar menciptakan efek usaha lanjutan bagi lapisan bawah desa.

Sebetulnya pada tahun 1991 struktur ekonomi industri telah memberi kontribusi setara dengan pertanian dalam GDP (Gross Domestic Product, Pendapatan Domestik Kotor) pada kisaran 20-an persen, namun tiada pernah diikuti pergeseran struktur tenaga kerja. Para petani juga mengemban kesulitan budaya dan ikatan sosial guna meloncat dari dunia pertaniannya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pula alternatif pengembangan sektor pertanian sendiri. Dalam kaitan ini sangat diperlukan reformasi kebijakan pertanahan (RKT) yang memberi tempat bagi peranan petani secara lebih luas.

Pembangunan pertanian memiliki arti strategis bagi penanggulangan kemiskinan, karena jumlah rakyat yang menjadi pekerja di tiap jenis pertanian selalu jauh lebih besar daripada yang bisa diserap oleh perusahaan swasta dan negara. Dengan demikian penanggulangan kemiskinan dari sektor pertanian memungkinkan hasil yang sangat besar. Sekalipun luas pengusahaan yang marjinal justru merugikan petani gurem ketika mengusahakan pertanian tanaman pangan, namun konversi lahan sawah ke peruntukan lainnya tetap meningkatkan kemiskinan rumahtangga petani. Hal ini menunjukkan masih pentingnya lahan sawah dalam pertanian tanaman pangan.

Dengan kata lain, faktor dominan yang menekan kehidupan petani tak lain karena adanya penyakit struktural yang inheren dalam masyarakatnya, yaitu ketimpangan penguasaan tanah. Penyakit ini telah mengakibatkan konflik pertanahan dan sumberdaya agraria secara lebih luas menjadi berkepanjangan dan tanpa arah. Segala bentuk perbaikan dan pengaturan baru yang mencoba mengatasi kemiskinan petani malahan hanya membuat lebih runyam, bila tidak mulai dilihat dari sisi strukturalnya. Masalah struktural tersebut pada intinya adalah masih hidupnya warisan sisa-sisa nilai kolonialisme dan feodalisme di

(3)

sebagian besar masyarakat kita, sehingga mereka tidak sanggup menata sebuah pola penguasaan tanah yang lebih sehat dan baru.

Malahan salah satu kesalahan pokok yang sering dibuat pemerintah di masa lalu yang juga masih tersisa hingga kini adalah mereka percaya masalah tanah bisa diselesaikan dan didekati lewat pendekatan keamanan (security approach). Protes masyarakat karena tanahnya digusur atau diberi ganti rugi yang rendah, ditanggapi dengan cara kekerasan dan intimidasi oleh aparat birokrasi dan militer. Bentuk tanggapan yang semacam ini lama-kelamaan menjadi sistemik dan absah di mata pemerintah. Semua pengurbanan kaum tani dan rakyat kecil tampaknya dianggap sebagai bagian yang tak terhindarkan dari strategi pembangunan. Ritual pembangunan memerlukan kurban-kurban, sebagaimana ungkapan Peter Berger yang terkenal. Kesudahannya adalah semakin semrawutnya masalah agraria.

Dengan diterapkannya strategi pembangunan pedesaan yang mengabaikan RKT, Indonesia sebetulnya telah memilih untuk mendayagunakan sektor pedesaan dan pertanian lewat campur tangan yang besar dari pihak-pihak non-pedesaan. Ini berakibat bahwa penentuan strategi dan prioritas bukan didasarkan atas kebutuhan dari masyarakat desa, akan tetapi diturunkan dari atas (birokrat). Birokrat memainkan peran yang sangat besar, baik dalam perumusan kebijakan, penentuan prioritas, alokasi biaya, pelaksanaan, keuntungan ekonomi, dan hasil-hasil dari seluruh proses pembangunan pedesaan.

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah lalu masih ada peluang bagi diadakannya RKT di negeri kita atau memang “sudah terlambat” ?. Apakah “nasi sudah menjadi bubur”, dan tidak ada jalan kembali? Inilah pertanyaan pokok, di samping pertanyaan lain, “Apakah kita ingin menjadi negara Kapitalis maju ? (Fakih,2003).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam perancangan ulang kemasan Maicih adalah Menggambarkan keunggulan produk, yaitu kealamiannya secara visual pada konsumen, Dapat

Excel ini sangat membantu Perusahaan Sinar Harapan dalam masalah pencatatan transaksi dan masalah hutang piutang sehingga dapat bekerja lebih cepat,tepat dan

Temuan ini tidak sesuai dengan pernyataan Patnoad, (2001) bahwa paparan dapat mencakup iklan baik di koran, televisi, radio, internet atau saluran komunikasi lainnya, dapat

Hariyadi Agah W,

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270

MA'HADUT THOLABAH Sejarah Kebudayaan Islam KAB.. LEBAKSIU Sejarah Kebudayaan

Pendapatan dari pen'ualan dia$ui pada saat dila$u$an pen-era!an baran" $epada pembeli.. 11