• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antara Qadha Qadar Dan Kehendak Bebas Ma (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Antara Qadha Qadar Dan Kehendak Bebas Ma (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Antara Qadha’, Qadar Dan Kehendak Bebas Manusia

Disusun oleh :

Nama : Adam Arafat

Kelas : 1-B

Program : Diploma III

Spesialisasi : Kebendaharaan Negara

NPM : 143010004522

1

Sekolah

Tinggi

Akuntansi

(2)

Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh

Alhamdulillah wa syukurilah penulis ucapkan pada Allah Al-jabbaar yang kehendaknya tidak dapat diingkari, yang telah menghendaki penulis dapat menyelesaikan paper ini. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Kuasa, penulis menulis kata pengantar ini sebagai tulisan pengenalan paper yang insyaallah bermanfaat bagi pembaca.

Pada paper yang penulis tulis ini, pembaca diajak untuk mengenal lebih dalam tentang takdir. Mulai dari pengertian Qadha Qadar dari tingkat pemula, sampai dalil-dalil untuk beriman kepada Qadha Qadar yang boleh dikatakan sebagai bukti autentik pentingnya iman kepada Qadha Qadar. Pembahasan dalam isi insyaallah dapat menjelaskan Qadha Qadar secara lebih terarah terutama dalam aspek “Kehendak Bebas Manusia”.

Pembaca diajak berikhtiar dan memahami bersama tentang bahasan Qadha Qadar atau bisa disebut dengan takdir. Karena sejatinya penulis juga sambil belajar bagaimana konsep iman kepada Qadha Qadar dalam

kehidupan sehari-hari.

Terima kasih pada pembaca yang telah meluangkan waktu untuk

membaca paper ini. Mohon maaf sebesar-besarnya jika ada salah kata dan banyak kekurangannya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis

(3)

Daftar Isi

Antara Qadha’, Qadar Dan Kehendak Bebas Manusia...0

Kata Pengantar...ii

Bab I Pendahuluan...1

A. Pengertian Qadha dan Qadar...1

B. Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar...2

C. Dalil – Dalil Tentang Beriman Kepada Qadha dan Qadar...2

Bab II Isi……….3

A. Takdir...3

B. Takdir Mua’llaq dan Takdir Mubram...3

C. Ikhtiar...3

D. Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar...4

E. Sunnatullah...5

F. Tawakal...6

G. Antara Qadha’, Qadar Dan Kehendak Bebas Manusia...7

Bab III Kesimpulan...10

Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar...10

DAFTAR PUSTAKA...12

(4)

Bab I Pendahuluan

Takdir adalah salah satu rukun iman dalam agama islam. Sebagai orang islam kita harus percaya dan mengimaninya dengan sepenuh hati. Umat Islam

memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.

Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu

takdirnya setelah terjadi.

Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk mengubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23).

A. Pengertian Qadha dan Qadar

(5)

qadha adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya), meliputi baik dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya.

Menurut bahasa, qadar berarti kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah perwujudan ketetapan (qadha) terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya yang telah ada sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya. Qadar disebut juga dengan takdir Allah SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun akan terjadi.

B. Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar

Beriman kepada qada dan qadar adalah menyakini dengan sepenuh hati adanya ketentuan Allah SWT yang berlaku bagi semua mahluk hidup. Semua itu menjadi bukti kebesaran dan kekuasan Allah SWT. Jadi, segala sesuatu yang terjadi di alam fana ini telah ditetapkan oleh Allah SWT.

C. Dalil – Dalil Tentang Beriman Kepada Qadha dan Qadar

1. Q.S Ar-Ra’d ayat 11 :

Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

(6)

Bab II Isi

A. Takdir

Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.

Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.

B. Takdir Mua’llaq dan Takdir Mubram

a. Takdir mua’llaq

Yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contohnya seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.

b. Takdir mubram

Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. adapun salah satu contohnya adalah kematian dan sebagainya.

C. Ikhtiar

(7)

mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.

D. Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar

Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya :

”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia

(8)

telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar.

Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan.

Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.

Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.

E. Sunnatullah

Menurut bahasa sunnatullah berasal dari kata sunnah yang

(9)

Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :

1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.

2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.

Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu : 1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.

2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.

3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.

Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Qur’an. Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur. Lain halnya dengan

sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.

F. Tawakal

Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu

kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.

(10)

Berdasarkan al-Qur’an Surah At-Talaq ayat 3, Allah SWT akan mencukupkan segala keperluan orang-orang yang bertawakal dan keistimewaanya adalah :

1. Mendapatkan limpahan sifat ‘aziz atau kehormatan dan kemuliaan.

2. Memiliki keberanian dalam menghadapi musibah atau maut.

3. Menghilangkan keluh kesah dan gelisah, serta mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kegembiraan.

4. Mensyukuri karunia Allah swt. serta memiliki kesabaran apabila belum memperolehnya.

5. Memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam menghadapi setiap persoalan.

6. Mendapatkan pertolongan, perlindungan, serta rezeki yang cukup dari Allah swt.

7. Mendapatkan kepercayaan dari orang banyak karena budi pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang bermanfaat bagi orang lain.

G. Antara Qadha’, Qadar Dan Kehendak Bebas Manusia

(11)

Dengan kata lain, sebagaimana wujud setiap fenomena itu bersandar kepada ijin dan kehendak cipta (takwiniyah) Allah Swt., dan tanpa izin dan kehendak-Nya, maka seluruhnya tidak akan mungkin mencapai pelataran eksistensi. Demikian pula wujud dan terbentuknya segala sesuatu bersandarkan kepada qadha’ dan takdir Ilahi; yang tanpa keduanya segala realitas tidak akan sampai kepada bentuk dan batasan-batasannya yang khas serta ketentuan ajalnya. Penjelasan atas

penyandaran dan penisbahan ini pada dasarnya lebih merupakan

pengajaran secara bertahap tentang Tauhid dalam arti Pengaruh Mandiri; sebuah derajat tauhid yang paling tinggi, yang memiliki peranan besar dalam membentuk kepribadian seseorang, sebagaimana telah kami jelaskan.

Adapun disandarkannya seluruh makhluk kepada izin Allah, atau bahkan kepada kehendak-Nya itu lebih mudah dan lebih dekat kepada pemahaman. Dibandingkan dengan menyandarkan tahap terakhir dan kepastian wujud mereka kepada qadha’ Ilahi adalah sulit dan lebih banyak menjadi topik perdebatan, karena sulitnya mengkompromikan antara keimanan terhadap qadha’ Ilahi ini dan keimanan terhadap kehendak bebas yang ada pada manusia dalam menentukan jalan dan nasib hidupnya.

Oleh karena itu, kita melihat sebagian kaum mutakalim, yaitu para teolog Asy’ariyah, tatkala mereka menerima kemutlakan qadha’ Ilahi pada perbuatan-perbuatan manusia, tampak kecondongan mereka kepada pemikiran Jabariyah (determinisme). Lain halnya ketika kita melihat teolog lainnya, yaitu kaum Mu’tazilah. Madzhab teologi ini tidak menerima pandangan Jabariyah. Kaum Mu’tazilah mengingkari qadha’ Ilahi pada seluruh perbuatan manusia yang bersifat sengaja dan berkehendak bebas.

(12)

Masing-masing kelompok menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang saling berlawanan satu dengan yang lainnya, sebagaimana hal ini tercatat di dalam ilmu Kalam dan dalam risalah-risalah yang membahas secara khusus masalah jabr dan tafwidh, keterpaksaan dan kebebasan (mutlak).

Titik inti persoalan yang mengemuka di sini adalah bahwa perbuatan manusia itu, apabila ia bersungguh-sungguh dengan sifat kebebasan kehendaknya, dan bahwa per-buatannya itu bersandar kepada

kehendaknya sendiri, maka bagaimana mungkin hal itu dapat disandarkan kepada kehendak dan qadha’ Allah swt. Sebaliknya, apabila perbuatan manusia itu disandarkan kepada qadha’ Ilahi, bagaimana mungkin hal itu tunduk kepada kehendak bebas manusia itu sendiri.

(13)

8. Bab III Kesimpulan

9. Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar

10. Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:

a. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.

Firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 53 yang artinya : “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah

(datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan.”

b. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa

Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.

11. Firman Allah SWT dalam QS.Yusuf ayat 87 yang artinya : Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.

(14)

c. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja

Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.

Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar

senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.

Firaman Allah dalam QS Al- Qashas ayat 77 yang artinya :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

d. Menenangkan jiwa

Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

Firman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya :

(15)

12. DAFTAR PUSTAKA

1. Syeikh Dr. Sayyid Ahmed al-Musayyar, “Fatawa al-Aqidah al-Islamiyah”. 2. Prof Dr. Mohamad Rabi’ Jawhari, “Aqidatuna”.

3. Syeikh ‘Abd ar-Rahman Hasan Habnakah Maidani, “Al-Wajizatu fi al-Aqidah al-Islamiyah”.

4. Tuan Guru Haji Abdul Hadi Awang, “Muqaddimah Aqidah Muslim”. 5. Al-Qur’anul Kariim

6. http://wikipedia.com/takdir

13. 14.

15. 16.

17.

18.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi sensor PIR tidak akan menghasilkan output apabila sensor ini dihadapkan dengan benda panas yang tidak memiliki panjang gelombang inframerah antar 8 sampai

Call to action adalah sebuah seruan dari anda sebagai presentasi untuk mengajak audiens melakukan suatu tindakan yang diharapkan tergantung dari tujuan

materi tersebut. Penelitian ini dapat memotivasi guru untuk membuat media. pembelajaran sendiri dan juga membuat guru kreatifitas

Penentuan konsentrasi besi pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan spectronic-20 yang merupakan instrumen spektrofotometer dengan rentang panjang gelombang

Pengaruh langsung Gaya Kepemimpinan (X1), Komitmen Organisasi (X2) dan Kinerja Karyawan (Y) secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Z) adalah sebesar 0,676 atau berkontribusi

kecemasan akan datangnya penjajah, atau bangsa akan tcr- belah-belah, dengan men^damkan sebuah bahasa persatu- an. Bukankah kini, 35 t^un setelah ejaan baru diperke- nalkan,

Cara kerja dari metode gradien terdiri dari gradien horizontal arah x menghasilkan tepi objek berupa garis vertikal dan diagonal dari citra input, gradien arah vertikal

Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan masih belum efisien, terjadi redundant data dan duplikasi kegiatan, dan kualitas data yang dikumpulkan masih rendah, bahkan ada yang