• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revolusi Digital dan Ketenagakerjaan pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revolusi Digital dan Ketenagakerjaan pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

I. PENDAHULUAN

Salah satu isu nasional yang saat ini masih menjadi masalah bersama adalah pengangguran. Berdasarkan survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 128,3 juta jiwa tergolong masyarakat kategori tenaga kerja pada tahun 2015, namun disayangkan 7,4 juta di antaranya menganggur. Jika dilihat trennya, tingkat pengangguran pada umumnya mulai menurun, namun persentasenya terhadap jumlah tenaga kerja masih tetap signifikan.

Jenis Kegiatan 2012 2013 2014 2015

Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari

Angkatan Kerja 121819813 119849734 123170509 120172003 125316991 121872931 128301588

Bekerja 114061982 112504868 115929612 112761072 118169922 114628026 120846821

Pengangguran 7757831 7344866 7240897 7410931 7147069 7244905 7454767 Tabel 1.1 Jumlah Angkatan Kerja di Indonesia (2012-2015)

Grafik 1.1 Persentase Pengangguran terhadap Angkatan Kerja (2012-2015)

Penurunan tingkat pengangguran di Indonesia lima tahun terakhir ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi makro negara. Hal tersebut memberi dampak positif bagi pembukaan lapangan kerja baru di Indonesia. Namun, setiap tahunnya sekitar dua juta penduduk Indonesia terjun ke dunia kerja. Pertambahan angkatan kerja ini tidak dapat diimbangi oleh lapangan kerja yang tersedia. Akibatnya, pengangguran akan terus ada di Indonesia––dan mayoritas lulusan sarjana yang baru menyelesaikan studi (fresh graduates). Jumlah pengangguran sarjana secara spesifik meningkat dari 5,34% menjadi 6,22% dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menjadi krusial mengingat para lulusan sarjana masuk dalam kelompok usia 15-24 tahun, yang menurut

Macunovich (2012), berperan signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ukuran kelompok usia tersebut memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto suatu negara dan ekonomi global.

0% 2% 4% 6% 8%

Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari

2012 2013 2014 2015

(3)

Dari perspektif hukum, pada Pasal 27 UUD 1945 ayat (2) disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan dan layak” dan ketenagakerjaan adalah tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab untuk menangani isu pengangguran dan menciptakan kehidupan masyarakat yang layak. Selain itu, pada UU No. 13 Tahun 2003, terdapat konsep “pembangunan ketenagakerjaan”, yang berarti pewujudan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Dari dua hukum tersebut, pemerintah dituntut untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah pengangguran di Indonesia.

Secara empiris, proyeksi oleh BPS, Badan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan United Nations Population Fund dua per tiga populasi akan tinggal di wilayah rural pada tahun 2035. Dengan laju urbanisasi yang tinggi di Indonesia, diperkirakan 85 juta jiwa akan tinggal di wilayah rural. Hal ini berarti dua hal. Pertama, partisipasi tenaga kerja rural cenderung akan lebih tinggi dari partisipasi tenaga kerja urban. Kedua, sebagai dampaknya adalah tingkat pengangguran di wilayah urban akan lebih tinggi dari wilayah rural. Jika tren ini terus berlangsung, maka akan berisiko partisipasi tenaga kerja semakin rendah dan pengangguran semakin tinggi (Allen, 2016).

Penyelesaian masalah pengangguran di Indonesia menjadi semakin krusial dengan adanya prakarsa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tingkat regional yang mempermudah arus tenaga kerja di antara negara- negara anggota ASEAN. Fenomena ini tentunya meningkatkan persaingan antar-masyarakat Asia Tenggara dalam mencari pekerjaan. Indonesia selaku regional power dituntut untuk mampu mempertahankan prestisenya sebagai pionir, termasuk dengan memenangkan MEA. Sebagai negara berpopulasi terbesar keempat dunia dan terbesar pertama di Asia Tenggara, Indonesia tentu memiliki potensi besar untuk mempertahankan kepemimpinannya di antara negara anggota ASEAN lain dalam kompetisi ini. Namun demikian, potensi tersebut akan sia-sia jika pengangguran masih ada. Oleh karena itu, pengangguran adalah masalah penting yang perlu segera diselesaikan oleh

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini melakukan tinjauan pustaka atas literatur-literatur yang membahas mengenai revolusi digital dan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk menganalisis dampaknya terhadap ketenagakerjaan secara umum. Literatur lain yang juga termasuk ke dalam tinjauan pustaka ini membahas mengenai literasi digital serta kaitannya dengan penyediaan akses terhadap tenaga kerja. Melalui tinjauan pustaka, basis konseptual dari penelitian dapat dibangun dan dikembangkan.

Dari awal penelitian mengenai keterkaitan perkembangan teknologi dan ketenagakerjaan, Edwards (1987) menyoroti bahwa risiko berkurangnya

lapangan pekerjaan karena teknologi yang semakin terkomputerisasi terlalu dilebih-lebihkan. Meskipun jenis pekerjaan tertentu dapat dilakukan tanpa kontribusi manusia, namun lini pekerjaan lainnya juga terbuka, khususnya di industri teknologi komputer.

Di samping itu, perkembangan teknologi juga menekan biaya dalam proses produksi sehingga dapat dialokasikan untuk membuka lapangan kerja baru. Dengan demikian, pengangguran dapat dikurangi dengan pemanfaatan teknologi secara tepat dan optimal untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran yang tinggi dituntut untuk menerapkan kebijakan untuk menyesuaikan perkembangan teknologi agar dapat menyediakan akses yang lebih terbuka ke lapangan kerja baru–– serta kemampuan untuk menggunakan informasi yang tersedia secara efektif (Beauvallet et al., 2006).

Namun demikian, keterbukaan akses dinilai masih tidak cukup untuk mengentaskan masalah pengangguran. Bach et al (2013) yang menggunakan kerangka Digital Human Capital menjelaskan keterhubungan antara digital divide dengan bentuk eksklusi sosial dan ekonomi lainnya. Oleh karena itu, pengangguran yang termasuk ke dalam bentuk eksklusi ekonomi memiliki kaitan dengan kesenjangan digital yang ada di masyarakat.

Bach et al menyarankan pelatihan operasi komputer dan konsumsi konten digital, tidak sekedar menyediakan akses dan konektivitas saja. Agar

(5)

dapat menerapkan kebijakan inklusi digital beserta diversifikasi kepemilikan media. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, diharapkan tingkat literasi digital dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan konten digital dapat ditingkatkan. Dalam hal ini, internet berperan sebagai kanal yang potensial. Intinya, kerangka Digital Human Capital menekankan pentingnya pelatihan TIK diarahkan pada praktik sosial dan kultural yang mendorong partisipasi masyarakat untuk menyelesaikan isu kesenjangan digital, termasuk masalah pengangguran yang disebabkan oleh ketidaksetaraan tersebut.

Revolusi Digital sebagai Solusi Masalah Pengangguran

Penerapan kebijakan pelatihan kemampuan TIK untuk mengurangi

tingkat pengangguran di Indonesia sesuai dengan kerangka Digital Human Capital tersebut selaras dengan temuan OECD Employment Outlook 2016 yang menyoroti lima isu utama terkait ketenagakerjaan global, antara lain:

1. Rendahnya kualitas pekerjaan dan kesempatan di pasar tenaga kerja yang tidak setara.

2. Tenaga kerja berketerampilan rendah (low-skilled labor) yang tidak memiliki akses secara langsung ke lapangan kerja semakin tertinggal di pasar tenaga kerja.

3. Penyedia pekerjaan (employer) perlu mendorong adanya penggunaan keterampilan dan kemampuan di lokasi kerja.

4. Reformasi struktural dapat berdampak pada pengangguran, namun pemerintah dituntut untuk dapat memitigasi risiko tersebut.

5. Kesenjangan gender di negara berkembang masih menjadi tantangan terbesar dalam isu ketenagakerjaan.

Dari kelima aspek tersebut, poin kedua dapat ditemukan di Indonesia––yaitu kondisi di mana tingkat literasi digital masih tidak merata, sehingga masih terdapat sejumlah kelompok yang tidak memiliki akses kepada informasi lapangan kerja dan akhirnya menjadi pengangguran. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kerangka Digital Human Capital dapat digunakan, yakni tak hanya mendorong penyediaan akses TIK yang menyeluruh, namun juga menuntut pemerintah menerapkan kebijakan berupa pelatihan kemampuan

(6)

Kemampuan TIK yang dimaksud adalah keterampilan yang terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan dalam profesi tertentu serta memiliki nilai dalam pasar tenaga kerja. Dalam laporan oleh

International Telecommunication Union (ITU), keterampilan TIK tersebut dibagi tiga. Pertama adalah literasi komputer, yang terdiri dari tiga tingkat: dasar, menengah, dan lanjutan. Seiring dengan perkembangan zaman serta ketergantungan pada teknologi, literasi komputer tingkat lanjutan semakin umum menjadi prasyarat utama suatu profesi, bahkan yang tidak berkaitan dengan TIK. Kedua, literasi digital yaitu kemampuan melakukan navigasi, evaluasi, dan pembuatan informasi menggunakan berbagai teknologi digital.

Jenis keterampilan TIK ini dibagi lagi ke dalam lima kompetensi: informasi, komunikasi, pembuatan konten, keamanan, dan pemecahan masalah. Ketiga, adalah literasi jejaring (web), yakni kemampuan membaca dan menulis aset digital berupa jejaring, baik berupa tulisan, dokumen, maupun multimedia.

Dengan memiliki ketiga jenis keterampilan TIK di atas, diharapkan masyarakat dapat memenuhi syarat untuk bekerja di sektor terkait teknologi informasi dan komunikasi. Mengutip laporan bertajuk Digital opportunities: innovative ICT solutions for youth employment oleh ITU, TIK telah terdifusi ke dalam berbagai sektor ekonomi dan kategori pekerjaan. Dampaknya, di pasar tenaga kerja sekarang ini, keterampilan TIK dasar menjadi prasyarat wajib dalam rekrutmen pekerjaan. Bahkan di Eropa, diprediksi dalam lima tahun ke depan, 90% dari seluruh pekerjaan akan menjadikan keterampilan TIK dasar sebagai prasyarat (European Commission, 2012)

(7)

Sesuai pernyataan Edwards (1987) bahwa risiko lapangan pekerjaan berkurang karena perkembangan TIK terlalu dilebih-lebihkan, munculnya sejumlah sektor lapangan kerja baru dan kesempatan wiraswasta di industri ini justru semakin memperluas dan mendiversifikasi lapangan kerja. Seperti yang dilaporkan oleh ITU, jenis pekerjaan yang dimaksud antara lain situs jasa dalam jejaring (daring/online) untuk mempermudah pencari pekerjaan mencari lowongan kerja yang cocok dengan kapasitas dan kemampuannya. Kemudian muncul juga jenis pekerjaan crowdsourcing yang berupa proses pengerjaan proyek tertentu yang didistribusikan kepada sekelompok orang. Proses ini dapat berlangsung secara daring maupun langsung. Perbedaannya

dengan model ousourcing tradisional, crowdsourcing membagi tugas pada publik secara acak alih-alih sekelompok karyawan tertentu. Serupa dengan crowdsourcing adalah microwork, yang berupa pekerjaan-pekerjaan ringan yang merupakan bagian dari proses atau proyek berskala lebih besar, namun dapat dikerjakan melalui internet.

Grafik 2.2 Peta Rute Perdagangan Aplikasi Dunia (2012) Sumber: ITU, 2014

Tidak hanya itu, akibat perkembangan TIK, muncul pula berbagai

(8)

III. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan melalui kajian literatur yang terkait dengan subjek penelitian. Konsep-konsep dasar yang dikaji meliputi revolusi digital dan perkembangan TIK untuk dianalisis dampaknya terhadap ketenagakerjaan secara umum. Literatur lain yang juga termasuk ke dalam tinjauan pustaka ini membahas mengenai literasi digital dan kaitannya dengan penyediaan akses terhadap tenaga kerja. Berdasarkan landasan konseptual yang dibangun dari tinjauan pustaka, penelitian ini akan memaparkan pengaplikasiannya kepada aspek-aspek yang berkaitan dengan ketenagakerjaan di Indonesia.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini melihat bahwa TIK telah digunakan dalam mengatasi masalah-masalah di sektor ketenagakerjaan, seperti 1) medium bagi pencari kerja untuk mencari pekerjaan yang tepat; dan 2) perkembangan teknologi digital sebagai penyedia lapangan kerja baru.

Teknologi Digital sebagai Media Pencarian Lowongan Pekerjaan

Berdasarkan kajian literatur, terdapat peningkatan paparan TIK pada

penduduk Indonesia. Survei yang dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan

Internet Indonesia (APJII) menemukan bahwa 132,7 juta orang Indonesia

memiliki akses ke internet. Angka tersebut cukup signifikan mengingat total

penduduk Indonesia sebanyak 256.2 juta orang (Kompas, 2016). Artinya

lebih dari setengah penduduk Indonesia terhubung ke internet. Sementara

itu, pengguna internet Indonesia juga didominasi oleh usia produktif. Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel 1.1 yang merinci pengguna internet berdasarkan usia.

Usia Presentase

18-25 tahun 49.00%

26-35 tahun 33.80%

36-45 tahun 14.60%

46-55 tahun 2.40%

56-65 tahun 0.20%

(9)

Selain usia produktif, pengguna internet Indonesia juga didominasi kelompok yang berlatarbelakang pendidikan siap bekerja/siap melanjutkan pendidikan. Sebanyak 64,70% pengguna internet tergolong lulusan Sekolah Menengah Atas/sederajat, sedangkan 16.90% dari sarjana/S1 (Kementerian Kominfo, 2014). Data pengguna internet berdasarkan tingkat pendidikannya secara lebih jelas diilustrasikan oleh tabel 1.2.

Tingkat Pendidikan Presentase

SMU/SMA sederajat 64.70%

Sarjana/S1 16.90%

SMP/Mts sederajat 9.70%

Akademi/D1/D2/D3/D4/Vokasi 6.80%

SD/MI sederajat 1.20%

Pasca Sarjana/S2/S3 0.40%

Tidak ada 0.40%

Tabel 4.2 Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber: Statistik Kominfo, 2014

Temuan lain yang menarik adalah konsentrasi persebaran pengguna internet di Indonesia yang tidak hanya terfokus di perkotaan. Dari tahun ke tahun, pertumbuhan angka fasilitas internet Indonesia justru lebih signifikan

di pedesaan. Menurut data BPS, jumlah warung internet di pedesaan pada tahun 2005, 2008, 2011, dan 2014 secara berturut-turut adalah 359; 466; 5,609; dan 6,756 (Kementerian Kominfo, 2014). Titik balik jumlah fasilitas internet di Indonesia terjadi pada transisi tahun 2008 ke tahun 2011, di mana jumlah warung internet (warnet) bertambah 1,103%. Dari sini, dapat dilihat bahwa seluruh penduduk memiliki kesempatan yang setara untuk mencari informasi di internet. Namun, sangat disayangkan dalam mencari pekerjaan, pemanfaatan internet masih didominasi kelompok berpendidikan tinggi.

(10)

membantu percepatan karier mereka (CNN Indonesia, 2015). Hal lain yang menjadi indikator peningkatan pemakaian internet untuk mencari pekerjaan juga dapat ditemukan dalam riset yang dilansir oleh JobsDB. Sejak Januari 2011 hingga Januari 2013, jumlah pengakses situs lowongan kerja JobsDB meningkat 266%.1 Rata-rata yang mengakses JobsDB berusia antara 18-40 tahun (Suara Pembaruan, 2013).

Meskipun demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengguna internet untuk peningkatan karier didominasi oleh kelompok yang berketerampilan tinggi. Rosenberg mencatat bahwa 71% pengguna LinkedIn Indonesia menyandang jabatan manajer atau lebih senior, sedangkan 22%

bertanggung jawab membuat keputusan di dalam organisasi mereka (CNN Indonesia, 2015). Di sisi lain, hasil survei JobsDB menemukan 25% pencari pekerjaan di Indonesia belum pernah bekerja atau fresh graduate, dan 41% telah bekerja namun menginginkan pekerjaan baru yang lebih baik. Sisanya, 34% adalah orang-orang yang sudah betah dengan pekerjaan lama dan tidak mau mencari pekerjaan baru (Suara Pembaruan, 2013). Bidang pekerjaan yang diminati pencari kerja daring ini terdapat di sektor yang memerlukan pendidikan yang tinggi. Survei JobsDB menyatakan lima bidang pekerjaan yang paling diminati pencari kerja di Indonesia adalah pekerjaan di bidang administrasi, TIK, penjualan, dan keuangan (Suara Pembaruan, 2013).

Kesenjangan penggunaan internet sebagai media pencarian kerja ini tentu menjadi suatu masalah. Memang terjadi peningkatan jumlah pengguna internet untuk mencari kerja, namun kelompok berpendidikan tinggi masih mendominasi. Hal ini menunjukkan kesenjangan perkembangan teknologi. Bagaimana mereka yang berpendidikan rendah dapat menemukan lowongan pekerjaan melalui internet menjadi tantangan tersendiri dalam upaya peng-urangan jumlah pengangguran di Indonesia.

Teknologi Digital sebagai Pencipta Lapangan Pekerjaan

Berdasarkan studi literatur, penelitian ini menemukan adanya usaha

pemerintah memanfaatkan teknologi untuk memperluas lapangan pekerjaan.

Sebagai contoh adalah peluncuran Gerakan Nasional 1000 Startup Digital.

(11)

Gerakan ini diluncurkan pada 17 Juni 2016, dengan bertujuan pembentukan 1000 startup pada tahun 2020. Diperkirakan, nilai dari keseluruhan startup

ini adalah 10 milyar dolar AS. Inisiator dari program ini adalah Kementerian

Komunikasi dan Informasi serta Kibar, sebuah organisasi yang menamakan

diri sebagai wadah ekosistem pembangun startup. Program ini terdiri dari

serangkaian lokakarya, pelatihan pemrograman, dan program inkubasi yang

diadakan di sepuluh kota besar di Indonesia: Jakarta, Jogjakarta, Surabaya,

Bandung, Semarang, Malang, Medan, Pontianak, Denpasar, dan Makassar.

Usaha pemerintah ini perlu diapresiasi. Akan tetapi, masih terdapat

sejumlah tantangan yang menghambat tujuan mulia program ini. Pertama,

terdapat keterbatasan pendanaan program. Pemerintah Indonesia sama sekali

tidak memberikan dana dan hanya berperan sebagai pemberi rekomendasi.

Kibar yang memimpin dalam pencarian sponsor dari komunitas-komunitas

berdasarkan goodwill. Usaha ini lebih kurang bergantung pada respons dari

pihak ketiga, yang tidak bisa sepenuhnya dikendalikan baik oleh pemerintah

maupun Kibar. Hambatan kedua adalah overestimasi pelaku startup dalam

pembuatan usaha. Hal yang paling penting adalah membangun usaha yang

berkelanjutan, jika ingin tujuan gerakan 1000 startup tercapai. Hanya saja,

pebisnis kerap kali menunjukkan pesimisme terhadap startup yang muncul

sebagai entitas yang menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang.

Rata-rata tingkat kegagalan startup adalah 90% (Forbes, 2015). Apaila 10% dari

seluruh startup yang ditargetkan terus bertahan, paling tidak mereka harus

menjadi “centaur”, perusahaan yang berharga paling tidak 100 juta dolar AS

untuk mencapai target valuasi. Alternatifnya, valuasi yang ditargetkan akan

tercapai jika satu startup program ini mampu menjadi “unicorn”, perusahaan

yang berharga 1 milyar dolar AS. Akan tetapi, digital startup di Indonesia

yang dapat mencapai tingkat perusahaan “unicorn” sampai sekarang hanya

Traveloka dan Tokopedia (Techinasia, 2016; Bloomberg, 2016).

Bagaimanapun, kita telah menyaksikan startup-startup di Indonesia

membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat. Seiring dengan melemahnya

ekonomi global, gelombang pemutusan hubungan kerja mulai menghampiri

(12)

2015). Pada Februari 2016, sudah 12,680 pekerja mengalami PHK (Rafki

Hidayat, BBC, 2016). BPS diwakili oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi

dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo, menilai bahwa kehadiran startup seperti

Gojek (penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi daring) dapat menekan

angka pengangguran di saat krisis (Merah Putih, 2015). Para pekerja yang

bekerja di sektor formal bergeser ke sektor informal dengan menjadi mitra

Gojek. Berdasarkan wawancara dengan Cut Dina, Kepala Pemasaran Gotix

di bawah Gojek, hingga tahun 2016 ini jumlah mitra Gojek (tidak hanya

pengendara Gojek, namun juga penyedia layanan lain seperti perawatan

kecantikan dan pemindahan barang) mencapai 500.000 orang.

Selain startup, penyerapan tenaga kerja juga dilakukan e-commerce.

Berdasarkan hasil riset Google dan Temasek yang diterbitkan dalam laporan

bertajuk “eConomy SEA: Unlocking the US$ 200 Billion Opportunity in

Southeast Asia”, Indonesia menyumbangkan 92 juta pengguna internet dari

total 600 juta pasar internet di Asia Tenggara (Sigit Kurniawan, Markeeters,

2016). Pada tahun 2015 saja, persentase e-commerce Indonesia terhadap

e-commerce ASEAN mencapai 31%, dan diprediksi akan bertumbuh menjadi

52% pada tahun 2025. Asumsi ini diperkuat dengan fakta bahwa masyarakat

Indonesia menggunakan internet untuk pelbagai kegiatan ekonomi, seperti

menjual dan membeli barang serta jasa. Survei BPS sendiri mencatat bahwa

seperlima aktivitas pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencakup

kegiatan-kegiatan ekonomi (Kementerian Kominfo, 2014).

Terakhir, perkembangan TIK dewasa ini juga mendorong terbukanya

lapangan kerja baru dalam bidang yang tidak akan pernah ada tanpa

internet: keamanan siber. Hingga kini, kebutuhan ahli di bidang keamanan

teknologi informasi di Indonesia belum mencukupi. Paling tidak, Indonesia

baru memiliki 50 orang ahli TI yang benar-benar mumpuni dalam keamanan

siber. Padahal dengan pesatnya perkembangan teknologi membuat serangan

siber di Indonesia semakin banyak (Pikiran Rakyat, 2013). Kepala Sub

Direktorat Keamanan Teknologi dan Informasi Kementerian Komunikasi

dan Informatika, Riki Gunawan, menyebutkan bahwa setidaknya Indonesia

(13)

V. KESIMPULAN

Pada akhirnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa telah terjadi revolusi digital dalam masyarakat Indonesia. Terjadi pergeseran kebiasaan dalam melakukan berbagai aktivitas dengan semakin mudah dan murahnya akses internet. Revolusi ini memengaruhi beberapa aspek ketenagakerjaan. Penelitian ini menyoroti bagaimana perkembangan teknologi digital mampu membantu masyarakat Indonesia mencari pekerjaan dan membuka lapangan pekerjaan itu sendiri. Di sisi lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa terdapat kesenjangan yang ada dalam kemampuan memanfaatkan teknologi digital: teknologi ini sangat menguntungkan mereka yang memiliki akses sumber

daya yang lebih luas. Perusahaan-perusahaan yang melakukan perekrutan secara daring, misalnya, jarang melakukan perekrutan itu untuk mengambil pekerja keterampilan rendah. Startup-startup yang tumbuh juga memerlukan pendidikan yang tinggi dan keahlian spesifik, yang harus diperoleh dengan bertahun-tahun pendidikan dan keahlian. Selain itu, dalam menumbuhkan startup, masyarakat masih memerlukan sumbangan dana dari masyarakat lainnya––baik itu swasta maupun komunitas.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

––. “Angka PHK Melonjak.” Koran SINDO. Terakhir diperbarui 1 Oktober 2015, http://nasional.sindonews.com/read/1049539/16/angka-phk-melonjak-1443684117.

––. “BPS: GoJek Bantu Tekan Angka Pengangguran.” Merah Putih. Terakhir diperbarui 14 September 2015,

http://news.merahputih.com/keuangan/2015/09/14/bps-gojek-bantu-tekan-angka-pengangguran/26410/.

––. “Jumlah Pencari Kerja Indonesia Terbesar di Asia.” Suara Pembaruan.

Terakhir diperbarui 27 Maret 2013, Developing a Framework for Understanding the Economic Impact of Digital Exclusion in Low-Income Communities.” Journal of Information Policy 3, (2013): 247-266.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan United Nations Population Fund. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013.

Beauvallet, Godefroy, Marie-Christine Le Garff, Anne-Laure Negri, dan Francesco Cara. “L’usage d’Internet par les demandeurs d’emploi.” La Revue de l’IRES 3, No. 52, (2006): 41-69.

Edwards, Ron. “Computer Technology and Unemployment.” The Australian Quarterly 59, No. 1 (1987): 84-90.

European Commission, "e-Skills week 2012: There is a job waiting for Indonesia. Terakhir diperbarui 1 Maret 2015,

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150228162017-185-35673/linkedin-punya-4-juta-pengguna-di-indonesia/.

Hidayat, Rafki. “Dua bulan pertama 2016, belasan ribu orang di-PHK.” BBC Indonesia. Terakhir diperbarui 16 Februari 2016,

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160216_in donesia_buruh_phk.

International Labour Organization. Indonesia Labour Market Outlook. 2016 International Labour Organization. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di

Indonesia 2014-2015. Jakarta: ILO, 2015.

International Telecommunication Union. Digital Opportunities: Innovative ICT Solutions for Youth Employment. 2014.

(15)

2016,

http://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1466&dat a-data_page=2.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. “Jumlah desa/kelurahan yang ada fasilitas warung internet menurut klasifikasi daerah tahun 2005, 2008, 2011, dan 2014.” Diakses pada 4 November 2016,

http://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1473

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. “Persentase pengguna internet berdasarkan usia tahun 2014.” Diakses pada 4 November 2016,

http://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1321&dat a-data_page=3

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. “Persentase pengguna internet berdasarkan pendidikan tahun 2014.” Diakses pada 4

November 2016,

http://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1330&dat a-data_page=7

Kurniawan, Sigit. “Peluang Digital Indonesia di Mata Google.” Marketeers.

Terakhir diperbarui 25 Agustus 2016,

http://marketeers.com/peluang-digital-indonesia-di-mata-google/.

Lee, Yoolim. “How Indonesia’s Tech Boom Poster Child Proved His Doubsters Wrong.” Bloomberg. Terakhir diperbarui 21 Februari 2016, https://www.bloomberg.com/news/articles/2016-02- 21/indonesia-s-alibaba-wannabe-moving-from-underdog-toward-unicorn.

Macunovich, Diane J. “The role of demographics in precipitating economic downturns.” Journal of Population Economics 25, No. 3 (2012): 783-807. http://www.jstor.org/stable/41488367.

Organization for Economic Cooperation and Development. OECD Employment Outlook 2016. Paris: OECD Publishing, 2016.

Patel, Neil. “90% of Startups Fail: Here’s What You Need to Know About the 10%.” Forbes. Terakhir diperbarui 16 Januari 2015,

http://www.forbes.com/sites/neilpatel/2015/01/16/90-of-startup

s-will-fail-heres-what-you-need-to-know-about-the-10/#3f33412d55e1

Suryadarma, Daniel, Asep Suryahadi, dan Sudarno Sumarto. “Measuring Unemployment in Developing Countries: The Case of Indonesia.” LABOUR 21, No. 3, (2007): 541-562.

Widiartanto, Yoga Hastyadi. “2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta.” Kompas. Terakhir diperbarui 24 Oktober 2016,

http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Angkatan Kerja di Indonesia (2012-2015)
Grafik 2.1 Persentase Penggunaan Program TIK (1991-2011)
Grafik 2.2 Peta Rute Perdagangan Aplikasi Dunia (2012)
Tabel 4.1 Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Usia Sumber: Kominfo, 2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Doakan para wanita di Indonesia, Kenya dan negara lain yang mengalami kemiskinan yang menghancurkan yang menyebabkan mereka menjadi pekerja migran di Timur Tengah untuk

Proses kehilangan energi tersebut dapat terlihat dari tingginya penurunan kadar glukosa dan pati pada batang tanaman padi yang peka terhadap cekaman rendaman,

Beberapa penelitian yang revelan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Handayani & Isnaniah, (2020). Penelitian tersebut mendeskripsikan kelayakan isi

Himpunan semua polinom atas aljabar max- plus yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan polinomial merupakan semi grup komutatif dengan elemen netral, sedangkan dengan operasi

dari Kelurahan Periuk harus diwaspadai karena konsentrasi logam Cu dalam beras sama dengan batas maksimum logam Cu dalam makanan yang ditetapkan oleh Dirjen POM, sedangkan beras

Masih menurut Dwijoseputro (1979) jka medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis

Puji dan syukur yang sebesar – besar nya saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Redesain Rumah

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian dari prototype sistem pengukur daya semu (apparent power) peralatan listrik rumah-tangga berbasis Arduino Uno diperoleh