8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Donosepoetro (dalam Trianto, 2012: 137) pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai
produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim disebut metode ilmiah.
Selain itu, Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.
Menurut Wahyana dalam Trianto (2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Sedangkan menurut Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.
pengetahuan secara sistematis berkaitan dengan segala fenomena atau gejala di alam semesta yang dilakukan melalui proses observasi maupun eksperimen yang menuntut serangkaian proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan gagasan atau kesimpulan yang relevan.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran IPA merupakan salah satu yang wajib diberikan pada jenjang sekolah dasar. Pada hakikatnya IPA dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu IPA sebagai produk, proses, dan sikap (Susanto, 2013: 169). Pertama IPA sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian oleh para ilmuan yang sudah membentuk konsep yang
telah dikaji berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. kedua, IPA sebagai proses, yaitu menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menentukan fakta dan teori yang akan digeneralisaikan, seperti mengamati, eksperimen, atau mengklarifikasikan. Ketiga, IPA sebagai sikap, yang dimaksud sikap disini adalah sikap ilmiah yang perlu dikembangkan saat kegiatan pembelajaran seperti sikap ingin tahu, sikap kerja sama, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, dan tidak putus asa.
Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat IPA di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak hanya diberikan pengetahuan, konsep, atau prinsip saja. Akan tetapi, dalam kegiatan pembelajaran IPA dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui metode ilmiah sehingga menumbuhkan pula sikap ilmiah siswa.
2.1.1.3Tujuan Pembelajaran IPA di SD
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan tujuan IPA untuk jenjang sekolah dasar yang telah diuraikan di atas, dapat dikaji bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan menanamkan keimanan dan rasa syukur kepada Tuhan atas keagungan alam semesta bagi seluruh makhluk didalamnya. Kemudian dalam prosesnya (pembelajaran IPA) pada siswa sekolah dasar, untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan keingintahuan dan pemikiran mengenai konsep yang telah maupun masalah yang muncul berkaitan dengan peristiwa lingkungan alam sekitar untuk diselidiki melalui pengamatan, penyelidikan bersifat keilmuan agar dapat menemukan kesimpulan yang relevan. Dengan menekankan metode ilmiah dan sikap ilmiah bertujuan agar siswa memiliki bekal atau gagasan bijaksana dalam
memanfaatkan lingkungan di kehidupan sehari-hari.
2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana;
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD mencakup makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
2.1.2 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133), berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Suprijono (2012: 46) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (Hosnan, 2014: 234),
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian model pembelajaran tersebut, dapat dikaji bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) yang secara khas tersusun sistematis disajikan oleh guru guna menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2.1.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Model Make A Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari dari model dalam pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Menurut Rusman (2013: 223) berpendapat bahwa penerapan model Make A Match dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Dalam model pembelajaran Make A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Lie (2004: 55) Make A Match merupakan model pembelajaran yang salah satu keunggulannya siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Huda (2014: 251), Make A Match adalah salah satu model pembelajaran penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model pembelajaran ini antara lain: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3) edutainment.
Berdasarkan pengertian model pembelajaran Make A Match yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran yang menekankan siswa untuk belajar mengenai konsep atau materi tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Sehingga proses menjalin interaksi sosial antar teman dalam mengeksplorasi dan memecahkan suatu topik materi menjadi terbuka. Model pembelajaran ini
2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 252-253), mengemukakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.
b. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
c. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.
d. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan mencocokan kartu yang dipegang dengan kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka. e. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.
f. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul sendiri.
g. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
h. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi. i. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Sedangkan menurut Rusman (2013: 223), menjelaskan langkah-langkah kegiatan menggunakan model pembelajaran Make A Match yaitu sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang
b. Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. f. Kesimpulan.
Lie (2004: 55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran Make A Match antara lain:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review.
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.
Berdasarkan penjelasan tentang langkah-langkah pembelajaran model Make A Match oleh ketiga ahli di atas, secara keseluruhan belum dikelompokkan melalui tahap persiapan dan tahap pelaksanaan yang dilakukan guru. Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas dapat dikaji langkah –langkah pembelajaran menggunakan model Make A Match sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi:
i) Indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran sesuai dengan SK dan KD yang digunakan.
ii) Menyiapkan materi ajar yang relevan untuk siswa.
iii) Membuat kartu-kartu yang dibagi menjadi kartu yang berisi pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban. Sebaiknya antara kartu pertanyaan dengan
iv) Kartu-kartu yang disiapkan guru berdasarkan materi yang relevan untuk siswa sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
v) Menyiapkan reward sebagai apresiasi untuk siswa.
b. Tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, meliputi: i) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dengan
baik serta memberi motivasi siswa.
ii) Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pembelajaran.
iii) Guru menyampaikan materi kepada siswa dengan memfasilititasi siswa
untuk mengembangkan keingintahuannya tentang konsep yang dipelajari. iv) Guru membagi siswa secara heterogen menjadi kelompok soal, kelompok
jawaban,dan tim penilai. Setiap siswa mendapat satu buah kartu kecuali kelompok penilai.
v) Guru memberikan penjelasan aturan atau langkah Make A Match kepada siswa.
vi) Guru mengarahkan siswa untuk memikirkan soal/jawaban yang tepat dengan mencari pasangan kartu yang cocok dengan kelompok lain.
vii) Siswa yang sudah mendapat pasangannya mempresentasikan kepada tim penilai dan didiskusikan bersama apakah kartu tersebut memang tepat. viii) Siswa yang mendapat pasangannya dengan tepat dicatat guru atau
diberikan apresiasi.
ix) Kartu soal dan kartu jawaban yang sudah dipresentasikan, kemudian ditempel atau dipasang pada tempat yang disediakan sehingga seluruh siswa dapat mengoreksi jika ada kesalahan.
x) Bagi siswa yang belum mendapatkan pasangannya karena waktu yang
diberikan telah selesai, diberi hukuman dalam bentuk motivasi.
xi) Konfirmasi, pada kegiatan ini guru meluruskan pemahaman siswa tentang kebenaran dan kecocokan soal dan jawaban, memberikan kesimpulan pembelajaran, memberikan penghargaan kepada kelompok pasangan yang
Berdasarkan kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru di atas, secara garis besar langkah-langkah kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match yaitu:
a. Mengorganisasi pembelajaran. b. Menyajikan materi ajar.
c. Pembagian kelompok secara heterogen. d. Pembagian kartu.
e. Mencocokkan pasangan kartu. f. Laporan hasil kerja.
g. Konfirmasi.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 253), mengemukakan kelebihan dari model pembelajaran Make A Match diantaranya:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b. Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Adapun 5 kelemahan model pembelajaran Make A Match yang dikemukakan oleh Huda (2014: 253-254), yaitu sebagai berikut:
a. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.
b. Pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
e. Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpukan bahwa kelebihan model pembelajaran Make A Match antara lain:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. b. Model pembelajaran yang menyenangkan.
c. Dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam menangkan informasi atau materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif melatih siswa untuk berani presentasi serta dapat menghargai waktu.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu persiapan yang baik agar tidak banyak waktu yang terbuang.
b. Jika tidak dikondisikan dengan baik, dikhawatirkan banyak siswa kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
c. Jika digunakan terus-menerus, model ini menimbulkan kebosanan pada siswa.
d. Guru harus bijaksana dalam memberikan hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan.
2.1.2.5 Pengertian Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Hamdani (2011: 89) mengemukakan bahwa model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu pembelajaran yang menggunakan gambar dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri aktif,
Menurut Suprijono dalam Huda (2014: 236), model pembelajaram Picture and Picture adalah model pembelajaran yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau diurutkan menjadi bentuk dan urutan yang logis.
Model pembelajaran Picture and Picture dalam Afniafandi (2013) adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam
bentuk carta dalam ukuran besar.
Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran Picture and Picture tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu model pembelajaran yang penerapannya mengandalkan media gambar yang
relevan dengan materi ajar. Melalui gambar-gambar tersebut disusun atau dipasangkan antara gambar satu sama lain menjadi urutan yang logis dan sistematis.
2.1.2.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Picture and Picture
Sintak langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Picture and Picture menurut Huda (2014: 236-238) adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Penyampaian Kompetensi
Pada tahap ini, guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa dapat mengukur sampai sejauh mana kompetensi yang harus mereka kuasai. Di samping itu, guru juga harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi tersebut untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapainya.
Tahap 2: Presentasi Materi
Pada tahap penyajian materi, guru telah menciptakan momentum awal
pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dimulai dari sini.
Tahap 3: Penyajian Gambar
Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukkan. Dengan gambar, pengajaran akan hemat energi, dan siswa juga akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya, guru dapat memodifikasi gambar atau menggantinya dengan video atau demonstrasi kegiatan tertentu.
Tahap 4: Pemasangan Gambar
Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk
memasang gambar-gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa cenderung merasa tertekan. Salah satunya adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan.
Tahap 5: Penjajakan
Tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang alasan/dasar pemikiran di balik urutan gambar yang disusunnya. Setelah itu, siswa bisa diajak untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai. Guru juga bisa mengajak sebanyak mungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi menjadi semakin menarik.
Tahap 6: Penyajian Kompetensi
Berdasarkan komentar atau penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru bisa mulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Selama proses ini, guru harus memberi penekanan pada ketercapaian kompetensi tersebut. Tahap ini, guru bisa mengulangi, menuliskan, atau menjelaskan
gambar-gambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Tahap 7: Penutup
Di akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 125-126) menguraikan langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture yaitu :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep atau materi sesuai kompetensi yang ingin dicapi.
g. Rangkuman atau kesimpulan.
Hal ini sama mengenai langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture dalam Hosnan (2014: 256) adalah:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan dengan materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan/rangkuman.
Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli di atas, maka langkah-langkah kegiatan menggunakan model Picture and Picture dapat dikaji bahwa model pembelajaran Picture and Picture yang mengandalkan gambar sebagai media utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum pembelajaran guru harus
akan dipelajari oleh siswa. Berikut penjelasan tentang langkah-langkah pembelajaran model Picture and Picture yaitu:
a. Guru menentukan kompetensi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Pada langkah ini diharapkan guru menyampaikan Kompetensi Dasar dan tujuan pembelajaran pada mata pelajaran yang bersangkutan. Hal ini bertujuan siswa dapat mengetahui dan mengukur sampai sejauh mana pembelajaran yang harus dikuasainya.
b. Menyampaikan materi pengantar sebagai kondisi pemula untuk mengarah pada kegiatan inti.
Langkah ini sangat perlu, pemberian motivasi belajar, atau topik yang menarik perhatian siswa, Sehingga guru dapat mengembangkan pengetahuan awal dan keingintahuan siswa pada topik yang diamati. c. Guru menyajikan gambar-gambar berkaitan dengan materi.
Pada langkah ini, guru mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang disajikan oleh guru maupun teman lainnya.
d. Guru menunjuk siswa secara personal atau berpasangan untuk mengurutkan gambar-gambar yang diperlihatkan sebelumnya menjadi urutan yang logis.
Pada langkah ini guru dapat mengetahui kemajuan berpikir siswa satu sama lain. Agar semua siswa tanggungjawab dan siap menerima perintah dengan tugasnya, maka saat menunjuk siswa dapat melalui cara undian. e. Guru menggali pengetahuan siswa atau dasar pemikiran dalam
mengurutkan gambar yang disusun atau dipasangkan siswa.
Pada langkah ini, guru harus menanyakan kepada siswa tentang alasan dalam mengurutkan atau memasangkankan gambar-gambar yang
f. Melalui gambar yang sudah diurutkan atau dipasangkan oleh siswa, guru memulai menanamkan konsep materi sesuai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Langkah ini harus didukung semua siswa memperhatikan dan fokus pada konsep atau materi yang dijelaskan guru, sehingga guru memfasilitasi siswa untuk mencatat atau mengulangi hal penting yang sudah dipelajari. g. Guru menyimpulkan pembelajaran.
Langkah untuk mengakhiri pembelajaran, guru dan siswa dapat menyimpulkan pembelajaran sebagai penguatan pemahaman siswa mengenai materi yang sudah dipelajari.
Sesuai langkah-langkah yang telah dijabarkan peneliti di atas, secara garis besar langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture adalah:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. b. Menyampaikan materi pengantar.
c. Menyajikan gambar.
d. Menunjuk siswa untuk mengurutkan atau memasangkan gambar. e. Menganalisa gambar yang diurutkan.
f. Menanamkan konsep. g. Kesimpulan.
2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani (2011: 8) kelebihan model Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu.
b. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari.
c. Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa
d. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar.
e. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.
Sedangkan menurut Huda (2014: 239) kelebihan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. b. Siswa dilatih berpikir logis dan sistematis.
c. Siswa dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek
bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir. d. Motivasi siswa untuk belajar semakin dikembangkan.
e. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran Picture and Picture, seperti
yang dikemukakan oleh Huda (2014: 239) yaitu: a. Memakan banyak waktu.
b. Membuat sebagian siswa pasif.
c. Munculnya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas.
d. Adanya beberapa siswa tertentu yang terkadang tidak senang jika disuruh bekerja sama dengan yang lain.
e. Kebutuhan akan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.
Sedangkan menurut Hamdani (2011: 90) kelemahan model Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Memakan banyak waktu. b. Banyak siswa yang pasif.
c. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas.
d. Banyak siswa tidak senang apabila sisuru bekerja sama dengan yang lain.
Dari uraian mengenai kelebihan model pembelajaran Picture and Picture di atas, dapat dikaji bahwa model pembelajaran Picture and Picture memiliki kelebihan:
a. Materi yang dipelajari menjadi terarah.
b. Siswa lebih cepat memahami materi malalui gambar-gambar yang disajikan oleh guru.
c. Melatih siswa berpikir logis dan sistematis.
d. Dapat meningkatkan daya pikir siswa karena siswa ditugaskan untuk mengurutkanmenganalisa gambar yang diurutkan.
e. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
Selain kelebihan yang diuraikan, adapun kelemahan model pembelajaran Picture and Picture sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu yang tidak sedikit pada penerapannya dalam pembelajaran.
b. Jika tidak terorganisir, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di dalam kelas.
c. Membutuhkan fasilitas, alat, maupun biaya yang cukup memadai. d. Terkadang siswa tidak suka disuruh sehinggan siswa menganggap
sebuah hukuman.
e. Sebagian siswa menjadi pasif.
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Ada beberapa pandangan dari para ahli tentang pengertian belajar. Menurut Kaluger (Hosnan, 2014: 3) memberi pengertian bahwa belajar adalah proses membangun pemahaman atau pemaknaan terhadap informasi dan atau pengalaman siswa.
Sedangkan, menurut Winkel (Suprihatiningrum, 2013: 15) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
Ahli berikutnya, Harold Sprears (Suprijono 2012: 2) mendefinisikan belajar adalah mengamati, membaca meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Kemudian Morgan (Suprijono 2012: 3) belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Sementara menurut Burton (Susanto, 2013: 3), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh peubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung sebagai pengalaman dalam interaksi individu tersebut dengan lingkungannya.
2.1.3.2 Pengertian Hasil Belajar
Berdasarkan uraian tentang pengertian belajar di atas, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di atas dipertegas lagi oleh Nawawi (Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan
Ahli lain yaitu Bloom (Suprijono, 2012: 6-7), mengemukakan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak
dilihat secara fragmatis atau terpisah melainkan komprehensif.
Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, dalam penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah aspek kognitif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nofiyanto, 2013 dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD di Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD. Penelitian ini telah dilaksanakan di SD Negeri 2 pada kelas 5 sebagai kelas eksperimen dan di SD Negeri 1 Babadan
perbedaan dengan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Perbedaan hasil belajar siswa ditunjukkan melalui nilai rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen yaitu 79,79 sedangkan kelas kontrol yaitu 60,24. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terbukti nilai t sebesar 8,041 dengan probabilitas signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Analisis data menggunakan uji beda mean untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA berbantuan SPSS 18,00 for windows.
Novianti, 2012. Dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar.” Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS sekolah dasar. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes
dengan subjek penelitian sebanyak 58 siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan penggunaan model pembelajaran Make A Match. Hasil penelitian tersebut, ditunjukkan dari Sig.(2-tailed) adalah 0,003 artinya sangat signifikan. Hasil belajar yang diperoleh bahwa pembelajaran dengan model Make a Match lebih baik daripada pembelajaran tanpa model menerapkan model tersebut. hal ini terlihat pada nilai rata-rata nilai post test kelas eksperimen adalah 85,17 sedangkan kelas kontrol adalah 77,93. Penelitian ini menyimpulkan., guru disarankan lebih memotivasi siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan kooperatif atau bekerja sama dalam kehidupan bermasyarakat siswa dan guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi belajar peserta didik.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widya, 2013 dengan judul penelitian “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N Regunung 01 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Tujuan dari penelitian ini adalah utuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan instrumen pengumpulan data dengan tes. Sebelumnya peneliti melakukan uji homogenitas menunjukkan nilai sig. 0,27>0,005. Artinya data data memiliki varian tidak berbeda secara signifikan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis pada nilai posttest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh nilai sig. (2-tailed) 0,001<0,005, berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Penelitian ini menyimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture lebih efektif dan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA daripada pembelajaran dengan model
konvensional.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Saleh, Ngatiyo, dan Aunurrahman dari FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak dengan judul penelitian “Penerapan Pembelajaran Picture and Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD N 27”, Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Hasil akhir penelitian yang diperoleh yaitu nilai rata-rata hasil belajar ilmu
pengetahuan alam siswa kelas IV SD N 27 Pontianak Tenggara pada pengamatan
awal 64,09, pada siklus I menjadi 70,76 dan 75,30 pada siklus II. Maka dapat
disimpulkan terdapat peningkatan terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan alam
siswa kelas IV SD N Pontianak Tenggara dengan menerapkan model
pembelajaran Picture And Picture.
2.3Kerangka Pikir
Kegiatan proses pembelajaran, perlu direncanakan secara sistematis agar menciptakan suasan belajar dan mengajar lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran perlu diterapkan oleh guru. Model pembelejaran Make A Match saat ini menjadi salah satu stategi penting dalam penerapnnya di ruang kelas. Menurut Huda (2014: 251), tujuan dari model ini adalah (1) pendalamanan materi; (2) penggalian materi; (3)
perbedaan karena memungkinkan siswa saling belajar menerima keragaman, baik suku, agama, ras, intelektual antar teman. Pelaksanaan pembelajaran yang utama dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match adalah siswa disuruh mencari pasangan kartu soal dan kartu jawaban sambil belajar mengenai konsep atau topik materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang menyenangkan.
Siswa dapat melakukan eksplorasi, mengembangkan keingintahuan pada materi IPA yang akan dicari jawaban yang tepat sehingga siswa melakukan diskusi, menghargai pendapat temannya, memberi tanggapan terhadap pasangan-pasangan kelompok soal dan jawaban. Penggunaan waktu yang telah ditentukan
memotivasi siswa untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugasnya.
Sementara itu, model pembelajaran Picture and Picture dalam penerapannya pada kegiatan pembelajaran dapat melatih siswa berpikir logis dan sistematis. Model ini, dimulai dari teknik memperlihatkan gambar-gambar yang
relevan dengan materi yang diajarkan untuk diurutkan dengan benar. Penerapan model pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk berani berpendapat untuk menganalisa gambar yang telah diurutkan sehingga mengembangkan cara berpikir dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan memberikan pembelajaran yang lebih berkesan untuk siswa. Agar tidak terlihat monoton tiap personal mengurutkan gambar, model ini bisa divariasi dengan menunjuk siswa secara acak melalui undian sehingga siswa memang harus menjalankan tugasnya. Hal ini bertujuan agar siswa berlatih untuk bertanggungjawab atas tugas yang diberikan oleh guru sehingga siswa menyadari akan tugasnya tanpa paksaan.
Berdasarkan penjelasan antara model pembelajaran Make a Match dengan Picture and Picture, keduanya akan diterapkan dalam pembelajaran IPA di kelas 5 sekolah dasar. Hal ini dirasa tepat, karena pembelajaran IPA di SD tidak hanya
diberikan pengetahuan, konsep, dan fakta saja tetapi siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung. Siswa difasilitasi untuk bereksplorasi pada materi pelajaran, berbagi pengetahuan dengan rekan siswa lain, dan saling bekerja sama siswa satu sama lainnya. Jika penerapan kedua model ini diterapkan dengan baik
Semarang sebagai pencapaian siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Bila digambarkan dalam bagan, maka kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Make A Match
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Picture and Picture Meningkatkan interaksi sosial
siswa
Meningkatkan kognitif siswa
Hasil Belajar
IPA Siswa Model
Pembelajaran Make A Match
Melatih keberanian siswa Belajar menghargai waktu
Meningkatkan motivasi belajar
Model Pembelajaran Picture and Picture
Pembelajaran yang bermakna Melatih siswa berpikir logis dan sistematis
Hasil Belajar
IPA Siswa
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan dan kerangka pikir maka dirumuskan suatu hipotesis :
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara penerapan model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran Picture and Picture pada siswa kelas 5 SD Negeri Lerep 02 dan SD Negeri Lerep 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara penerapan
model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran Picture