• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sandhi Indraswara 1106021885 Adm Fiskal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sandhi Indraswara 1106021885 Adm Fiskal"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

REVIEW : PROPERTY TAX REFORM IN INDONESIA: EMERGING CHALLENGES FROM DECENTRALISATION- ROY KELLY

Sandhi Indraswara/1106021885/Ilmu Administrasi Fiskal/Fisip UI

Pembukaan

Reformasi desentralisasi di Indonesia, penggatian Subsidi Daerah Otonom (SDO), menjadi DAU memberikan perubahan yang sgnifikan dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pembagian porsi bagi hasil pajak, PPh 20 %, kehutanan, pertambangan, dan perikanan 80%, perminyakan 15 %, dan pajak atas BBM 30%, memberikan suatu peluang yang besar untuk daerah dalam mengembangkan daerahnya melalui bagi hasil pajak. Hal ini memberikan dampak negatif dimana Pemerintah Daerah menjadi bergantung pada Pemerintah Pusat. PAD hanya berkontribusi 5-15% dari total penerimaan daerah.

Sejak diberlakukannya sistem desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah justru semakin mendapatkan dana yang lebih banyak dari Pemerintah Pusat. Akibatnya, Pemda menjadi bergantung dengan Pempus. Sebagai perwujudan dari desentralisasi kekuasaan, Pemda diberi kewenangan untuk mengembangkan potensi pendapatan dari daerahnya. Pemda akhirnya memperkenalkan banyak jenis pajak daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Pemda memperkenalkan banyak jenis pajak daerah yang malah menghambat pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuatlah suatu sistem pajak properti yang sepenuhnya dikelola oleh Pemda, dengan harapan Pemda dapat meminimalisasi jenis-jenis pajak yang kurang potensial, dan mengembangkan serta mengelola pajak properti dengan baik, karena pajak properti ini memilki potensial yang baik. Untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dari pajak properti, Pemda harus dapat menerapkan tarif pajak properti yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya.

Reformasi pajak atas properti tahun 1986-2003

(2)

pemilik properti dan / atau penerima manfaat, yang ikut bertanggung jawab atas pajak properti. Secara keseluruhan, struktur UU disederhanakan untuk memfasilitasi penerapan dan mendorong keadilan dan administrasi yang transparan. Dalam UU pajak properti ini, diatur secara rinci tentang objek pajak, non-objek pajak, tenggang waktu, denda, dan sistem administrasi yang lebih baik. Sistem penilaian terhadap objek pajak properti pun dibuat secara sederhana dan terstruktur. Pembagian pendapatan atas pajak properti, 90% daerah, 10 % Pempus. Dari struktur pembagian ini juga sudah terlihat bahwa daerah memilki hak yang lebih besar atas pajak properti.

Reformasi UU PBB (properti) memberikan implikasi berdampak positif. Refomasi UU PBB menjadi fondasi reformasi administratif, dimana terjadi perubahan jumlah dan nama kantor wilayah (dari “Kantor Pemeriksaan Pajak Properti” menjadi “Kantor Pelayanan Pajak Properti”). Hal ini mulai diberlakukan sejak tahun 1989, dimana pemerintah memperkenalkan Sistem Tempat Pembayaran (SISTEP). Sistem yang mempermudah wajib pajak untuk membayar pajak yang terutang. Sistem SISTEP diimplementasikan secara penuh di seluruh Indonesia sejak tahun 1992, memungkinkan sektor perbankan untuk secara efisien menerima dan melaporkan penerimaan pajak secara tepat.

Untuk melengkapi kesuksesan reformasi pemungutan yang sukses ini, pemerintah memperkenalkan sistem manajemen administrasi pajak properti berbasis komputer (Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak atau SISMIOP) yang memadukan prosedur administrasi secara rasional dengan informasi yang memproses teknologi untuk mengatur seluruh aspek kadaster fiskal, penilaian, penagihan, pemungutan, penegakkan, dan pelayanan pembayar pajak secara komprehensif.

Perkembangan Penerimaan Pajak Property

Pajak properti memainkan peran penting dalam keuangan pemerintah provinsi dan daerah. Menurut standar internasional, tingkat absolut pendapatan pajak properti di Indonesia masih rendah.

(3)

bergantung pada dinamika pasar penawaran dan permintaan properti. Tax Rate (TR) adalah tarif pajak yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus Indonesia, itu adalah tarif pajak sebesar 0,5% dikalikan dengan rasio penilaian. Saat ini rasio penilaian dibedakan oleh nilai properti dan sektor, 20% untuk properti nilai rendah dan 40% untuk properti nilai lebih tinggi. Tingkat pajak yang berlaku sehingga berkisar antara 0,10-0,20%.

Coverage Ratio (CR) adalah jumlah property terhutang, dibagi dengan total properti kena pajak, mengukur ketepatan dan kelengkapan informasi pajak. Valuation Ratio (VR) adalah nilai properti yang tercatat pada penilaian dibagi dengan nilai pasar riil properti. Hal ini mengukur tingkat ketepatan penilaian properti secara keseluruhan. Collection Ratio (CLR) adalah penerimaan pajak yang dikumpulkan atas total kewajiban pajak yang ditagih tahun itu, dimana mengukur efisiensi penagihan. CLR dipengaruhi baik oleh kewajiban saat ini dan tunggakan pajak.

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa Indonesia harus dapat meningkatkan pendapatan pajak properti hingga minimal setara dengan 0,5 persen dari PDB, yang berarti mungkin meningkat 43 persen dalam penerimaan pajak properti.

Restrukturisasi Pajak Properti untuk lebih lanjut Mendukung Desentralisasi

Pajak properti di Indonesia dikenakan pada nilai modal tanah dan bangunan, dengan pengecualian minimal yang diberikan kepada basis pajak. Sejak tahun 1999, sistem pajak properti Indonesia telah berada di bawah pengawasan diperbaharui, memunculkan pertanyaan kunci tentang cara terbaik untuk merestrukturisasi properti pajak dalam rangka dukungan desentralisasi yang lebih baik.

(4)

pemerintah tingkat desa di bawah pemerintah Dati II. Kedua, untuk meningkatkan pendapatan pajak properti yang tersedia dan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan biaya administrasi, Indonesia harus mengkaji, mengurangi dan mengalokasikan porsi 9 persen dari pendapatan pajak properti saat ini dialokasikan untuk menutup biaya yang terkait dengan pengumpulan pajak tersebut (cost collection).

Meskipun alokasi murni 9 persen sudah dibentuk (berdiri) sejak tahun 1986 kemungkinan telah dihasilkan yang sesuai jumlah untuk menutup biaya administrasi marjinal, pendapatan pajak property (PBB) telah meningkat 40 kali lipat tanpa peningkatan yang sepadan dalam biaya administrasi. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa total pajak properti struktur biaya administrasi sekitar 2-5 persen dari total koleksi mungkin menjadi target yang wajar bagi Indonesia. Mengurangi dan realokasi 9 persen biaya koleksi ini berdasarkan pada struktur biaya relatif untuk tanggung jawab pajak pusat dan daerah administrasi akan memberikan insentif yang tepat untuk administrator tingkat pusat dan daerah dan meningkatkan pendapatan pajak properti yang tersedia bagi pemerintah daerah.

Ketiga, Indonesia harus mengalokasikan semua pendapatan pajak properti berdasarkan lokasi properti murni untuk meningkatkan kepemilikan pajak daerah dan hubungan yang lebih baik antara properti-layanan terkait dengan perpajakan properti. 6,5 persen saat ini dialokasikan di seluruh negeri untuk tujuan "perimbangan" bisa dieliminasi dalam pemerataan komponen besar yang jelas yang terkandung dalam Pinjaman Alokasi Dasar yang baru / Dana Alokasi Umum (DAU).

(5)

Setidaknya dalam jangka pendek dan menengah, pajak properti harus tetap menjadi bagian pajak di bawah administrasi pemerintah pusat, meskipun penyesuaian harus dilakukan untuk pembagian tanggung jawab administrasi relatif antara tingkat pemerintah pusat dan daerah.

Meskipun pemerintah pusat harus bertanggung jawab secara keseluruhan atas administrasi pajak, pemerintah daerah secara bertahap harus menjadi lebih terlibat dalam berbagai komponen administrasi pajak yang mempengaruhi cakupan tax basic, penilaian properti, pengumpulan pendapatan, penegakan dan pelayanan wajib pajak.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

masing-masing variabel penelitian, maka di- susun definisi operasional sebagai berikut: (1) Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPP) adalah dana transfer dari pemerintah

SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bulungan, harus diparaf terlebih dahulu oleh pada pejabat secara berjenjang untuk bertanggung jawab terhadap substansi, redaksi dan

masayarakat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan secara jujur dan.

Secara umum Editor in Chief bertanggung jawab pada keseluruhan atau terbitnya produk majalah Car & Tuning Guide, termasuk di dalamnya bertanggung jawab pada isi

Tujuan utama kebijakan fiskal adalah bertanggung jawab atas warga negaranya dari kemiskinan dan krisis ekonomi ,maka dari itu pemerintah membuat progam

Tujuan utama kebijakan fiskal adalah bertanggung jawab atas warga negaranya dari kemiskinan dan krisis ekonomi ,maka dari itu pemerintah membuat progam

Dengan perkataan lain, otonomi merupakan manifestasi atau perwujudan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi