RESPON PEMBERIAN DOSIS MINYAK SEREH (Cymbopogon citratus) UNTUK
ANESTESI IKAN BOTIA (Chromobotia Macracanthus Bleeker) DENGAN METODE
TRANSPORTASI TERTUTUP
RESPONSE OF OIL LEMONGRASS (Cymbopogon citratus) FOR BOTIA FISH
(Chromobotia Macracanthus Bleeker) ANESTHESIA WITH TRANSPORTATION
CLOSED METHODE
Hastiadi Hasan
1,
Eka Indah Raharjo
2, Saplidan Zamri
31. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
2. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
3. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
hatiadi.hasanbasri@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui dosis yang optimal selama pembiusan dengan minyak sereh pada ikan botia dengan transportasi sistem tertutup.Pelaksanaan Penelitian ini diawali dari laboratorium basah Universitas Muhammadiyah Pontianak kabupaten Kubu Raya menggunakan transportasi darat pada pukul 07.00 WIB kemudian menuju kabupaten Pemangkat setelah itu menuju ke kabupaten Sambas dan kembali lagi ke laboratorium basah Universitas Muhammadiyah Pontianak di Pontianak, kabupaten Kubu raya pada pukul 20.00 WIB dan penelitian ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 8 febuari 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan dosis minyak sereh yang dipergunakanantara lain adalah perlakuan A (kontrol), B (1ml/L), C (2ml/L), dan D (3ml/L). Parameter pengamatan yang dilakukan adalahtingkah laku ikan selama penelitian, masa induksi dan sedatif, kelangsungan hidup dan kualitas air.Hasil penelitian ini menunjukkan respon dan tingkah laku ikan botia setelah menggunakan pembiusan minyak sereh menunjukan gejala ikan mulai panik, operculum agak cepat, aktifitas mulai melamban, serta respon ikan melemah pada saat minyak sereh mulai bereaksi. Kecenderungan konsentrasi pembiusan yang paling efektif untuk pengangkutan ikan botia dengan ukuran 3-5 cm adalah perlakuan B dengan dosis 1 ml/L dengan kelangsungan hidup rata-rata 76%.
Kata kunci :minyak sereh, anestesi, ikan botia
ABSTRACT
This study aims to determine the optimal dose during anesthesia with lemongrass oils in fish Botia to transport a closed system. Implementation of this research starts from wet labs Muhammadiyah University Pontianak district Kubu Raya using ground transportation at 07.00 am and then headed the district Pemangkat then headed to the Sambas district and back again to the wet lab Muhammadiyah University Pontianak in Pontianak , the district Kubu highway at 08:00 pm and this research carried out on Sunday, February 8th, 2015. This study uses a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 replications with a dose of lemongrass oil that is used , among others, treatment A (control) , B (1 ml / L) , C (2ml / L) , and D (3ml / L) . Parameter observations made are fish behavior during the study , the induction period and sedatives , survival and quality of water. Results of this study indicate the response and behavior of fish Botia after using lemongrass oil anesthesia fish began to show symptoms of panic , operculum rather quickly , activity slowing , and the response of fish weakened during lemongrass oil began to react. The tendency of the concentration of anesthesia is most effective for transporting fish Botia with size 3-5 cm is treatment B at a dose of 1 ml/ L with an average survival of 76 %.
PENDAHULUAN
Ikan botia (Chromobotia macracanthus) atau lebih dikenal dengan nama clown loach merupakan spesies ikan hias air tawar dari Famili Cobitidae yang distribusinya terbatas hanya di pulau Kalimantan dan Sumatera saja. Di Kalimantan, Ikan Botia menghuni Sungai Barito, Kahayan, Kapuas, Bongan dan Mahakam. Sedangkan di Sumatera, ikan hias ini menghuni Sungai Pangabuang, Kwanten, Batanghari, Teluk Betung, Musi dan aliran sungainya, Danau Minanjau (Weber and de Beaufort, 1916 dalam
Kusumah, 2007), serta Sungai Tulang Bawang. Produksi ikan botia masih bergantung hasil tangkapan dari alam, sedangkan keberhasilan upaya budidayanya sendiri masih berlangsung dalam skala laboratorium.Hal ini sesuai dengan laporan Satyani dkk. (2006) yang menyatakan bahwa pembenihan ikan botia di habitat buatan sudah berhasil dilakukan sejak tahun 2004 di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT), Depok milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Indonesia yang bekerjasama dengan Institut de Recherche pour le Developpement (IRD), Perancis, namun masih dalam skala laboratorium dan sampai dengan saat ini, induk dan calon induk masih tetap didatangkan dari hasil tangkapan alam. Di Indonesia, setiap tahunnya ikan botia diperjual belikan atau di ekspor dalam jumlah jutaan ekor ke mancanegara. Ukuran siap ekspor paling kecil adalah sekitar 1-2 inci atau 2,5-5,0 cm.
Minyak sereh merupakan minyak atsiri yang banyak mengandung senyawa geraniol dan sitronelol mampu menurunkan tingkat metabolisme ikan dengan cara membuat ikan pingsan atau menenangkan ikan. Senyawa geraniol dan sitronelol berperan penting dalam mekanisme anestesi melalui jaringan pernafasan (Pirhonen & Schreck, 2002).
Salah satu kendala pemasaran ikan botia adalah transportasi dan waktu. Permintaan yang banyak namun karena komoditi usaha masih mengharapkan tangkapan dari alam untuk daerah Kalimantan Barat banyak terdapat didaerah danau Sentarum Kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai tempat pemasaran yaitu di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Pontianak. Oleh karena itu, untuk efektifitas dan efesiensi dibutuhkan upaya pembiusanatauanestesi dengan metode transportasi tertutup dengan menggunakan transportasi darat.
Pembiusan ikan dengan menggunakan senyawa kimia sangat sering dilakukan seperti obat bius
Methane tricaine Sulphonate (MS-222), Hydroxy quinaldine, Tertiary Amyl Alkohol, Sodium Amytal, Novacine dan Methyl paraphynol. Senyawa-senyawa tersebut mungkin berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan karena dikhawatirkan dapat terakumulasi didalam tubuh ikan dan penggunaan anastesi dari bahan kimia tersebut dikhawatirkan akan meninggalkan residu yang berdampak negatif terhadap
kesehatan ikan tersebut. Selain itu bahan-bahan kimia tersebut biasanya cukup mahal dan sulit didapat karena memerlukan proses pembuatan yang rumit dan sebagian bahannya merupakan bahan yang diimpor. Untuk itu diperlukan bahan alami yang dapat diproduksi dengan mudah, murah dan tidak menimbulkan efek negatif sebagai obat bius dan tetap efektif untuk membius ikan.Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai anastesi adalah minyak sereh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis yang optimal selama pembiusan dengan minyak sereh pada ikan botia dengan transportasi sistem tertutup.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini diawali dari laboratorium basah Universitas Muhammadiyah Pontianak kabupaten Kubu Raya menggunakan transportasi darat pada pukul 07.00 WIB kemudian menuju kabupaten Pemangkat setelah itu menuju ke kabupaten Sambas dan kembali lagi ke laboratorium basah Universitas Muhammadiyah Pontianak di Pontianak, kabupaten Kubu raya pada pukul 20.00 WIB dan penelitian ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 8 febuari 2015.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :kantong plastik berukuran 50cm x 39cm, Thermometer, pH indikator, water testkit untuk mengukur oksigen terlarut dan spektofotometer untuk mengukur amoniak. Sedangkan alat penunjang dipergunakan seperti blender, timbangan, serokan kecil, ember,akuarium, plastik packing, alat tulis, alat dokumentasidan alat penunjang lainnya serta bahan yang digunakan yaitu ekstrak minyak sereh, ikan botia ukuran 3-5 cm.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangandengan dosis minyak sereh yang dipergunakan adalah :
A : Perlakuan.A, tanpa pembiusan (kontrol).
B :Perlakuan B, Dosis minyak sereh 1 ml/L.
C :Perlakuan C, Dosis minyak sereh 2 ml/L.
D:Perlakuan D,Dosis minyak sereh 3 ml/L.
Setelah di lakukan pemberokan selama 72 jam,
kemudian perhitungan konsentrasi minyak sereh berdasarkan banyak air dalam plastik.Sehingga bila percobaan ini menggunakan air sebanyak 1 liter, maka konsentrasi minyak sereh dikalikan dengan liter air dalam wadah.Kemudian dilakukan pengukuran pH, Amoniak dan oksigen terlarut.Setelah itu memasukan ikan uji kedalam wadah plastik.
pecking, sebelum diikat harus diberi oksigen murni terlebih dahulu sebanyak 2 kali dari volume air untuk kebutuhan respirasi ikan.Kemudian ditransportasikan dari Desa Selimbau ke Pontianak selama 18 jam,
pengamatan tingkah laku ikan pada saat pembiusan diangkut menggunakan mobil dengan suhu didalam mobil stabil.
Adapun parameter yang diamati selama penelitian adalah tingkah laku ikan selama pembiusan, masa induksi dan sedatif, kelangsungan hidup ikan serta kualitas air.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkah Laku Ikan Selama Pembiusan
Hasil dari penelitian, ikan botia yangdimasukan kedalam wadah plastik yang berisi media air yang telah dicampur minyak sereh yang berbeda memperlihatkan tingkah laku yang sama pada setiap perlakuan,kecuali perlakuan kontrol, pada perlakuan kontrol ikan botia sampai menit ke 20 tingkah laku ikan masih tetap sama ditandai dengan pergerakan operculum normal,respon terhadap rangsangan luar tinggi dan gerak renang aktif.
Tabel 1. Respon dan Tingkah Laku Ikan Selama
tidak ada lagi respon dari luar
tidak ada lagi respon dari luar
tidak ada lagi respon dari luar
2ml/L pada kisaran 0-5 menit tingkah laku ikan normal, namun pada menit 6-10 minyak sereh mulai berpengaruh terhadap ikan, terlihat ikan mulai panik dengan operculum yang agak cepat, ikan sering muncul ke permukaan dan keseimbangan renang hilang sebagian. Pada menit 11-15 ikan telah mengalami fase pingsan yaitu ditandai dengan operkulum sangat lambat keseimbangan renang ikan mulai hilang total dan ikan tidak merespon rangsangan dari luar. Untuk perlakuan D konsentrasi 3ml/L,pada waktu 0-4 menit langsung mengalami perubahan, hal ini di sebabkan ikan langsung bereaksi dengan lingkungan di sebabkan juga minyak sereh langsung berpengaruh terhadap ikan di tandai ikan kelihatan mulai panik dengan gerak operculum yang agak cepat, kemudian pada menit ke 5-8 gerak operculum sangat lamban, keseimbangan ikan hilang total dan tidak ada lagi gerakan serta respon dariluar. Hal ini menunjukan ikan sudah pingsan (Daud
et al, 1997 dalam Yanto 2008). Perbedaan antara
perlakuan yang diberi minyak sereh hanya pada waktu induksi yang merupakan lamanya waktu sampai pingsan, perlakuan yang memiliki konsentrasi minyak sereh cenderung memiliki waktu induksi yang cepat.
Masa Induksi dan Sedatif
Masa Induksi
Pengamatan lama waktu induksi menunjukan bahwa perlakuan 3ml/L memiliki waktu tercepat dalam pemingsanan. Hal ini disebabkan dosis minyak sereh yang digunakan lebih banyak daripada perlakuan yang lain. Ikan pingsan diduga karena menyerap masuk zat pembius dari minyak sereh melalui insang dan jaringan otot (Gunn, 2001). Masuknya zat pembius yang berupa sitronenol dan geraniol kedalam tubuh ikan dalam sistem darah akan disebarkan ke seluruh tubuh termasuk sistem saraf otak (Pramono, 2002). Hal ini ditandai dengan tidak ada lagi respon rangsangan dari luar.
Tabel 2. Masa Induksi Selama Penelitian
Masa Sedatif
Lama waktu pulih sadar ikan (sedatif) dihitung pada saat ikan uji berada dalam wadah penyadaran
yang diaerasi, dimana waktu yang dihitung berakhir hingga ikan telah sadar dari pingsan.Ciri-ciri ikan telah sadar adalah ikan mulai berenang normal dan menerima respon rangsangan dari luar dengan keadaan tubuh yang terlihat tidak lemah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu penyadaran ikan tiap perlakuan berbeda-beda.Pada perlakuan B dosis 1 ml/L, ikan mulai sadar semua pada menit ke 6.Perlakuan C dengan dosis 2 ml/L, ikan mulai sadar semua pada menit ke 14. Sedangkan pada perlakuan D yaitu dosis 3ml/L waktu sadarnya lebih lama yaitu pada menit 21. Hasil penelitian setiap dosis pembiusan mempunyai tingkat waktu penyadaran yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robertson et al., (1987) pemakaian obat bius dengan dosis yang berbeda akan mempengaruhi tingkat kesadaran ikan.
Tabel 3. Masa Sedatif Selama Penelitian
Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan
Tingkat kelangsungan hidup ikan botia dipengaruhi oleh media transportasi yang mengandung carnpuran minyak sereh. Kelangsungan hidup ikan terendah dihasilkan oleh media transportasi yaitu pada perlakuan kontrol, namun hampir sama dengan perlakuan D dengan konsentrasi 3 ml/L dengan persentasi 16,7 %, dan yang tertinggi 80% dihasilkan oleh campuran minyak sereh 1 mI/L.
Tabel 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Selama Masa Pemeliharaan
Berdasarkan hasil penelitian, pembiusan menggunakan minyak sereh yang dilakukan menggunakan konsentrasi 0ml/L (Kontrol), 1ml/L, 2mI/L dan 3ml/L. Tingkat kelulusan hidup tertinggi Konsentrasi
Perlakuan Awal Akhir Survival Rate (%)
A 60 16 26
B 60 46 76
C 60 35 58
yaitu pada dosis 1ml/L dan kelulusan hidup terendah pada perlakuan kontrol 0mI/L. Konsentrasi 1 mI/L memberikan tingkat kelulusan hidup meneapai 80%, laju sintasan ini sangat diutamakan sebab pembiusan pada pengangkutan ikan bertujuan untuk mencegah kematian ikan. Pada konsentrasi 2ml/L mencapai 65 % dan pada konsentrasi 3 ml/L tingkat kelulusan hidup hanya meneapai 40%. Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah konsentrasi minyak sereh yang digunakan maka kelangsungan hidup hewan uji akan tinggi dan semakin tinggi konsentrasi minyak sereh yang digunakan maka kelangsungan hidup ikan uji semakin rendah. Dari konsentrasi yang diujikan tersebut konsentrasi minyak sereh optimal untuk transportasi selama 18 jam ikan botia adalah 1ml/L.
Berdasarkan uji normalitas Lilliefors didapatkan nilai L hitung maksimal 0,169 lebih kecil dari L tabel 5% (0,242) dan L tabel 1% (0,275) maka data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji homogenitas ragam bartlet didapat nilai X22,82 lebih kecil dari X2 tabel 5% (9,49) dan X2tabel 1% (13,28) maka data homogen. Selanjutnya dari hasil analisa keragaman (Anova) diperoleh nilai F hitung (61,89) lebih besar dari F tabel 5% (4,07) dan F tabel 1 % (7,59), hal tersebut berarti Hi diterima dan Ho ditolak atau antar perlakuan berbeda nyata.
Dari hasil BNJ bahwa perlakuan A (0) kontrol tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D (3) ml/L, perlakuan D (3) ml/L berbeda s a n g a t nyata terhadap perlakuan C (2) ml/L dan perlakuan C (2) ml/L berbeda nyata terhadap perlakuan B (1) ml/L.
Gambar 1. Hubungan Antara Tingkat Kelangsungan Hidup Dan Konsentrasi Minyak Sereh
Pengamatan Kualitas Air
Hasil dari pengukuran kualitas air sesudah pengangkutan dibandingkan sebelum pengangkutan mengalami perubahan untuk semua variabel, perubahan tersebut diakibatkan oleh bahan pembius minyak sereh dimedia air dan sisa metabolisme ikan sebagai akibat aktivitasnya selama transportasi (Clucal dan Ward1996
dalamYanto,2008).
Berdasarkan hasil pengamatan suhu, terjadi penurunan suhu pada kontrol maupun pada perlakuan dengan minyak sereh yang berkisar antara 27,3°C ‒
27,7 °C pada awal penelitian dan 25,5°C‒ 26,0°C pada akhir penelitian. Hal ini terjadi dikarenakan ikan uji sampai tujuan pada pagi hari.Konsentrasi oksigen terlarut cenderung menurun dari perlakuan awal sampai akhir.Penurunan disebabkan terbatasnya oksigen didalam plastik serta kurangnya difusi dari udara diatas permukaan air karena sempitnya luas permukaan (Haryanto et al., 2008). Oksigen terlarut pada akhir pengamatan yang terendah didapat di perlakuan kontrol yaitu 2,76mg/l. Diduga hal ini terjadi karena ikan uji di perlakuan kontrol mengalami stress pada saat penelitian berjalan sehingga ikan uji memerlukan banyak oksigen untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk aktivitas metabolisme. Sedangkan oksigen terlarut tertinggi didapat di perlakuan 3ml/l yaitu 4,78mg/l. Diduga hal ini terjadi karena ikan telah mengalami kematian pada saat proses transportasi akibat terlalu banyak menghisap kandungan kimia yang ada didalam minyak sereh yang berupa kandungan kimia geraniol yang tidak dapat larut dalam air serta memiliki aroma bau yang kuat (Nurlu’lu,
2012). Kisaran pH pada media uji pada waktu awal penelitian yaitu 7,0‒ 7,7 dan pada akhir penelitian 6,8‒ 7,1. Diduga penurunan pH air disebabkan oleh
banyaknya CO2 yang dihasilkan dari suatu respirasi
organisme air sehingga pH air akan turun (Irianto, 2005). Kadar amonia meningkat setelah transportasi dibandingkan sebelum transportasi, terlihat dari nilai amonia sebelum transportasi berkisar 0,15 - 0,26 dan setelah transportasi 1,30-1,75. Amonia pada perlakuan kontrol lebih tinggi di bandingkan dengan perlakuan yang diberi campuran minyak sereh.Supriyono (2010) menyatakan bahwa metabolisme ikan meningkat hingga tiga kali lipat dari dari pada biasanya pada saat pengangkutan.Peningkatan amonia dipengaruhi oleh rendahnya kandungan DO dalam air (Priatna, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan respon dan tingkah laku ikan botia setelah menggunakan pembiusan minyak sereh menunjukan gejala ikan mulai panik, operculum agak cepat, aktifitas mulai melamban, serta respon ikan melemah pada saat minyak sereh mulai bereaksi. Kecenderungan konsentrasi pembiusan yang paling efektif untuk pengangkutan ikan botia dengan ukuran 3-5 cm adalah perlakuan B dengan dosis 1 ml/L dengan kelangsungan hidup rata-rata 76%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian
lanjutan
dengan menggunakan ukuran yang lebih besar
y = -18,333x2+ 55,667x + 29,833R² = 0,8344
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
serta padat tebar yang lebih banyak.Serta
menggunakan ekstrak yang dijual dipasaran
(produk)
sebagai
tandingan
atau
perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Aras, A. K. 2011. Penggunaan Paparan Medan Listrik 10 Volt dan Salinitas 3 ppt terhadap Kinerja Produksi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) dengan Kepadatan Berbeda.Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1 hal. BRBIH. 2010. Pembenihan Ikan Botia Chromobotia
macracanthus Blekeer Skala Laboratorium. BRBIH. Depok. Jawa Barat.
Dayat, M dan M. Sitanggang. 2004. Budidaya Koi Blitar; Pengalaman dari Cianjur. Argomedia Pustaka. Jakarta. 7 hlm.
Djajasewaka. 1985. Pakan Ikan.(Makanan Ikan). Yasaguna. Jakarta.
Ferdiansyah. 2000. Toksisitas dan Daya Anestesi Minyak Cengkeh (Eugonol aromatic) terhadap Benih Ikan Patin (Pangasius hyphothalmus). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hariana, 2006, Identifikasi Senyawa-Senyawa Kimia Pada Tanaman Sereh, Jurnal Teknologi, Vol.10, No.4, 2006 : 15-18, Surakarta.
Hanafiah, K.A.1993. Rancangan Percobaaan Teori dan Aplikasi PT. Raja Grafmdo Persada, Jakarta
Jhingran,V.G. and R.S.Pullin.1985. A Hatcheri Manual for Common Chinese and Indian Mayor Carps. Asian Development Bank. InternatioanalCenter for Living Aquatic Resource Management. Kusumah, R. V. 2007. Struktur Populasi dan Sejarah
Kolonisasi Ikan Botia (Chromobotia macracanthus BLKR) Berdasarkan Sequence (Urutan Basa) Intron dari Gen Aldolase B. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.69 hal. Onggge, D. 2001. Penggunaan Ekstrak Biji Karet
(Hevea brasiliensis Muell,Arg) Sebagai Bahan Pemingsan dalam Transportasi Ikan Nila GIFT
(Oreochromis sp)Hidup Sistim Kering. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pirhonen J & Schreck CB. 2002. Effects of anesthesia with MS-222, clove oil and CO2 on Feed intake
and plasma cortisol in steelhead trout (OncorhynchusMykiss). Aquaculture 62248: 1-8.
Pramono,V. 2002. Penggunaan Ekstrak (Caulerpa
racemosa) Sebagai Bahan Pembiusan pada Pra
Transportasi Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus) Hidup.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwaningsih S. 1998. Sistem Transportasi Ikan Hidup. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol. V No. 1. Departemen Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, IPB.
Rini, P.S,Arthama,p. Paramhudita,P.S. Pemingsanan (Imotilisasi) Pada Biota Perairan dengan Berbagai Bahan Anestesi. Institut Pertanian Bogor. 2012.
Rochman. A., Wahyutomo. Rifa’i. E., Darsono, A.,
Suryaman dan Helmiansyah. 2008.Domestikasi Ikan Kelabau (Osteochilus Melanopleura Bllkr) DalamKaramba Apung yang Dipelihara di Perairan Umum.Seminar Indoaqua.Yogyakarta, 17-20 Desember 2008.
Satyani, D., Mundriyanto H, Subandiyah S, Chumaidi, Sudarto, Taufik P, Slembrouck J, Legendre M, Pouyaud L,. 2006. Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus
Bleeker) Skala Laboratorium.Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar.Depok.
Sagita,T. F. Sulmartiwi. L. Rahardja, B. S. 2008. Penggunaan Zeolit Dengan Dosis dan Waktu Pengamatan Berbeda Terhadap Sintasan Ikan Mas (Cyprinus Carpio L) dan Perubahan Parameter Kimia Air Media dalam Transportasi Sistem Tertutup. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Supriyono, E. Budiyanti, Budiardi.T. 2010. Respon Fisiologi Benih Ikan Kerapu Macan (Eplenophalus fuscogattatus) Terhadap Penggunaan Minyak Sereh dalam Transportasi Dengan Kepadatan Tinggi. Departemen Budidaya Perariran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Toth, R. 1978. Fish Anaestetics. Inland Fisheries Resource Agency. Departement of Agriculture. Willford, W.A. 1970. Effect of MS222 on Electrolyte
and Water Content in the Brain in Rainbow Trout. US Brureau of Sport Fisheries and Wildlife Investigation in Fish Control.
Wijayakusuma H M H. 2001. Tumbuhan berkhasiat obat Indonesia: rempah, rimpang, dan umbi. Jakarta: Milenia populer.
Wright, G. J. And L. W. Hall. 1961. Veterinary Anaesthesia and Analgesia. Bailleire, Tindal and Cox. London.
Yanto,H. 2008. Penggunaan MS-222 dan Larutan Garam pada Transportasi Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoevenii Blkr.) Ukuran Sejari.
Jumal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid 16, No. 1:47-54.