• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU MENURUT AL QURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU MENURUT AL QURAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU MENURUT AL QUR’AN DAN AL-HADIS

Jauharotun Naviah

Institut Agama Islam Negeri Metro

Jl. Ki Hajar Dewantara 15A, Iringmulyo, Kota Metro, Lampung 34111

Email:Naviahjauharotun@gmail.com

Abstrak

Sejak kehadirannya, agama islam telah banyak memberikan pengaruh yang besar terhadap ilmu pengetahuan yang ada di dunia. Terutama ilmu yang mengacu pada Al Qur’an dan Hadis, selain itu Al Qur’an juga dipergunakan sebagai bahan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan hadis sebagai pendukung sekaligus penopang dasar – dasar dari sebuah ilmu. Para ilmuan dan cendekiawan islam yang sadar akan keilmuan ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan hadis membawanya dalam pencapaian terbesar dalam kejayaan peradaban islam. Salah satu sifat ilmuan adalah sikap terbuka yang menjadikan penemuan dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat dan positif serta dapat menerima ilmu pengetahuan dari peradaban lain tanpa prasangka buruk yang menghantui hati mereka. Tujuan penulisan ini sebagai salah satu upaya membumikan Alquran dan Hadits agar setiap muslim dapat menghargai Al Qur’an dan hadis tanpa melemparkan pandangan sebelah mata bahwa itu hanya dalam ruang lingkup keislaman saja tanpa ada manfaatnya untuk kehidupan terutama dunia keilmuan dan segala perangkat yang mendasari ilmu pengetahuan yang dapat dijelaskan dengan logika dan dapat di lakukan uji coba dengan mengkaji secara tematik khususnya tentang ilmu pengetahuan dan mengkaitkannya dengan disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Diketahui bahwa dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epistemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengonfirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti.

Kata Kunci: Ilmu Pengetahuan, Alquran, Hadits dan Islam

Abstract

Since its presence, the religion of Islam has provided a great influence on science in the world. Especially science that refers to the Qur'an and the Hadith, the Qur'an besides it is also used as an ingredient to deepen science and tradition as well as supporters of the support base - the basis of a science. Scientists and scholars of Islam are aware of the scientific scientific sourced from the Quran and Hadith bring it into the greatest achievement in the heyday of Islamic civilization. One of its characteristics is the open attitude of scientists who made the discovery in the development of science is progressing very rapidly and positively and can receive knowledge of other civilizations without prejudice that haunts their hearts. The purpose of this paper as an effort to unearth the Koran and Hadith that every Muslim can appreciate the Qur'an and hadith without throwing eye view that it is only within the scope of Islam without any benefit for life, especially the scientific world and all its underlying science knowledge which can be explained by logic and test can be done by examining the thematic particularly about science and link it with other science disciplines. It is known that in Islam no one science is independent and separate from the building epistemological Islam, these sciences is nothing but a parrot or explanation confirming revelation, the truth for sure.

(2)

A. Pendahuluan

Hal mendasar yang penting dipahami dalam studi Islam adalah definisi Islam dan Agama.1 Keduanya tidak bisa dipisahkan karena jika berkaitan dengan agama pasti mencangkup kepercayaan yang dianutnya seperti agama islam misalnya. Islam memiliki banyak sejarah dari mulai jaman jahiliah (zaman kebodohan dan kegelapan, pra-islam) hingga semangat dan biografi kisah para tokoh penyebar agama islam di dunia maupun di Indonesia. Beliau – beliau itu memiliki kemampuan diatas manusia biasa dikatakan bahwa para Rasul dan Nabi merupakan orang – orang terpilih dan dianugrahi semua sifat mulia dari Allah sebagai pengemban tugas mulia yaitu menyampaikan wahyu dari Allah yang merupakan syafaat kelak di akhirat nanti. Mereka di banting dengan orang – orang kafir secara mental, batin dan fikiran di uji dengan cobaan yang tidak sederhana dan sangat kejam. Kobaran semangat juang yang terpancar sangatlah luar biasa dengan kokoh mereka berdiri setelah ditebas dan gigih saat di terjang badai iman yang begitu dahsyat yang tidak sedikitpun menggoyahkan tekad mereka untuk menyebarkan dan mengajak orang lain masuk dan memeluk islam.

Dari zaman ke zaman peradaban manusia terus meningkat, tidak lagi gencar berperang dan mulai melahirkan tokoh – tokoh penemu yang mereka berilmu dengan berlandaskan Al- Qur’an kitab suci Allah. Diterangkan bahwa dalam Al Qur’an terdapat sumber – dan cikal bakal dari dasar ilmu modern. Isi Al Qur’an tidak dapat ditelaah dengan telanjang otak tetapi memiliki banyak arti dan diperlukan sebuah tafsir dan tidak boleh sembarangan orang boleh menafsirkannya, sebagai bahan pertimbangan dan juga gudangnya jawaban dari permasalahan yang ada pada manusia. Setiap penggalan sejarah pemikiran Islam selalu melahirkan dan meninggalkan tokoh, ide, dan falsafah hidupnya sendiri, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan penemuan bermacam – macam teori yang digunakan saat ini.

Ide dan falsafah hidup inilah yang menjadi kebanggaan generasi berikutnya untuk senantiasa “ditoleh” untuk diambil ‘api’-nya dan dinyalakan kembali hari ini. Sebagai semangat yang tidak boleh padam semangat perjuangan dalam keadaan apapun dan wajib bagi para generasi penerus untuk mewariskan kebanggaan dan rasa cintanya terhadap agama islam dan mengetahui sejarah munculnya keislaman di dunia ini.2 Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika diutus oleh Allah SWT sebagai Rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu, zaman kebodohan dan mereka menyembah berhala meski tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sebenarnya

1 Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan Pendekatan Dalam Studi Islam Pembacaan atas Pemikiran Charles J.

Adams,” Islamica 2, no. 1 (September 2007): 28.

(3)

tahu dan sudah mencari keberadaan Allah tetapi mereka masi belum tahu bagaimana cara yang tepat untuk kembali kepada Allah. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang, yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab secara manusiawi maupun peradaban seperti aksara, bahasa, dan seni yang ada pada masa itu.

Salah satu pencerahan yang dibawa oleh Islam bagi kemanusiaan adalah pemikiran secara ilmiah, masyarakat Arab dan Timur tengah pra Islam tidak memperdulikan persoalan-persoalan mengenai alam semesta, bagaimana alam tercipta dan bagaimana alam bekerja, maka dari sinilah mereka belajar merenungi pertanyaan-pertanyaan ini dan untuk mencari jawabannya tentang itu semua, mereka merujuk kepada Alquran dan Hadits. Jibril yang datang saat nabi Muhammad SAW sedang merenung di dalam Gua Hira dengan cahaya yang sangat terang jibril berkata dan menyuruhnya untuk membaca dan menghafalnya yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad berkata bahwa beliau tidak bisa membaca kemudian Jibril mendekapnya dengan sangat erat dan mengulangi perkataannya sampai tiga kali, itu merupakan wahyu pertama yang turun ke bumi memberi petunjuk dan batasan yang ada di bumi ini.3

Allah memerintahkan memikirkan bagaimana langit dan bumi tercipta, cara fikir ini menggerakkan bangkitnya ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Ini adalah pengembangan ilmu pengetahuan yang istimewa dalam sejarah dunia, terutama tentang alam semesta. Dimulai dari turunnya wahyu Nabi Muhammad SAW yang pertama ini orang yang mendengarnya mulai berfikir dan membuatnya berusaha untuk menemukan jawabahnnya hingga muncullah tokoh – tokoh dan para cendekiawan yang berfilsafat dan melakukan banyak percobaan demi terjawabnya pertanyaan yang ada pada kepala mereka tentang ilmu pengetahuan seperti yang disebutkan diatas. Sebagai agama wahyu yang terakhir, yang sempurna dan bersifat universal, maka Islam mesti hadir untuk segala tempat dan zaman, untuk merespon dan menjelaskan setiap perkembangan dan perubahan yang muncul dalam panggung kehidupan.

Sehingga terbukti secara praktis bahwa Islam adalah agama abadi dan aplikatif di sepanjang masa, cocok untuk segala situasi dan kondisi kehidupan umat manusia di segala penjuru dunia dan keadaan yang sedang terjadi adalah salah satu keunikan Al Qur’an sebagai sumber utama bagi Islam, bahwa bahasanya yang mengatur kehidupan manusia lebih menonjol dengan bentuk global, tidak rigit dan saklek, ada yang berbentuk ‘am dan khas, mutlaq dan muqayyad, muhkam dan mutasyabih, mujmal dan mufashshal. Dengan segala ketentuan yang ada dalam Al Qur’an saat jelas dan tegas. Semnetara itu, al-Sunnah sebagai yang menjelaskan Al Qur’an, tidak selalu pula memberikan penjelasan yang detil bahkan tidak sedikit yang belum dijelaskan oleh sumber kedua

3 Dedi Wahyudi Rahayu Fitri AS, “Islam dan DialogAntar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat),”

(4)

ajaran Islam ini. Karena arti yang ada dilam isi Al Qur’an itu sangat luas dan tidak sembarangan orang boleh menafsirkannya.4 Dan ada sumber sejarah yang mengatakan juga bahwa isi Al Qur’an tidak sama persis dengan wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad SAW karena Al Qur’an sebelum di bukukan berada pada lembaran suhuf, kulit hewan yang kering, pelepah pohon, daun, batu, tulang binatang yang telah mengeras dan sebagian di hafal oleh sahabat nabi dan sebagian lagi di hafal oleh sahabat nabi yang lain dan mereka berpencar – pencar hingga sampai wafatnya nabi barulah dibukukan semua dikumpulkan dan para sahabat nabi dipanggil untuk ditanya tentang wahyu yang dihafalnya. Ada kemungkinan bahwa tidak semua wahyu yang allah berikan tertulis dalam Al Qur’an dan mungkin juga urutannya tidak begitu jelas karena itu Umar Bin Khattab menyusunnya berdasarkan urutan kejadian yang sedang terjadi kala itu.

Islam mempunyai ciri yang menonjol yaitu dari sifatnya yang hadir dimana – mana (omnipresence), sehingga Bakhtiar Effendi menyatakan bahwa “Islam merupakan sebuah totalitas (sempurna) yang integrated (padu) yang menawarkan pemecahan terhadap semua kehidupan.” Sehingga tidak berlebihan jika Philip K. Hitti, memaparkan bahwa bahwa kita harus pahami Islam dari tiga arti: agama, Negara, dan kultur, Pertama Islam sebagai agama adalah suatu sistem kepercayaan dan amalan yang diajarkan oleh nabi Muhammad, diwahyukan dalam al-Quran dan dilengkapi oleh hadits. Kedua Islam sebagai Negara adalah kesatuan politik berdasarkan hukum al-Quran, dikembangkan oleh para pengganti Muhammad, para khalifah dan kemudian pecah dalam beberapa Negara. Dan ketiga Islam sebagai kultur memperlihatkan bahwa perpaduan peradaban tingkat tinggi yang diperkaya dengan Negara Semit, Persia, Greko-Romawi, dan lain sebagainya, dikembangkan pada masa khalifah yang lahir dengan perantara bahasa Arab.5

Bukan islam yang membuat sebuah sejarah yang hebat tetapi para umat islamlah yang menjadikan agama islam itu dikenal dan berjaya, karena orang – orangnya yang pandai berfilsafat dan berpendapat dalam segala hal. Islam menuntut untuk umatnya dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang ada didunia. Semakin umat islam sadar bahwa segala sumber ilmu itu tertulis jauh sebelum ditemukan oleh para ilmuan saat ini. Kebenaran ilmiah yang telah digambarkan dalam Al Qur’an jauh berabad- abad sebelum dilakukan penelitian lebih mendalam oleh para kritis ilmiah saat ini. Itu artinya islam memiliki segalanya kitab suci yang ada telah memberikan petunjuk yang mencangkup segala hal dari hal duniawi, alam semesta dan akhirat.

4 Suryan A. Jamrah, “Ijdtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam,” AN-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam 40, no.

1 (Juni 2015): 70.

5 Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah,”

(5)

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kualitatif. Sumber data yang diperoleh dengan cara studi pustaka. Pertama, dengan cara mendeskripsikan hermeneutika sebagai sebuah pendekatan. Kemudian, dilanjutkan dengan pengertian, gambaran umum serta ciri khas dari pendekatan hermeneutika. Analisis data kualitatif merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dan dilaksanakan pada hampir semua fase. Dalam penelitian tersebut, data yang sudah diorganisasikan ke dalam satuan-satuan kategori dianalisis secara induktif-komparatif sejak tahap pengumpulan data dan dikerjakan secara lebih intensif lagi setelah data yang terkumpul memadai. analisis data penelitian kualitatif dilaksanakan pada waktu pengumpulan data dan setelah pengumpulan data berakhir.

Analisis data selama proses pengumpulan data dan setelah berakhir pengumpulan data, masing-masing mempunyai tujuan. Maksud analisis data yang dilakukan selama proses pengumpulan data adalah agar setiap data yang didapat tidak mudah terlupakan, seandainya ada data yang terlupakan akan dapat dikonfirmasikan dengan mudah kepada subjek penelitian. Analisis data tersebut juga dapat menghindarkan penumpukan data. Analisis data yang dilakukan setelah pengumpulan data berakhir maksudnya adalah mengorganisir dan mempelajari kembali semua analisis data yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti selama proses pengumpulan data. Kegiatannya adalah memperbaiki dan mempertajam analisis dan penarikan simpulan sementara. Dalam penelitian Prs-PM, proses pengumpulan dan analisis data dapat berpedoman pada langkah-langkah analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984:21-23) dan Hopkins, yaitu (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan simpulan.6

Reduksi Data

Reduksi data meliputi proses penyeleksian, pemilahan, penyederhanaan, dan pengategorian data. Reduksi data itu dimaksudkan untuk mempermudah pengorganisasian data, keperluan analisis data, dan penarikan simpulan. Kondisi data pada tahap ini masih berupa data mentah. Reduksi data tersebut berlangsung secara berkesinambungan dari awal sampai terwujud laporan akhir penelitian. Pada waktu berlangsung pengumpulan data di lapangan, peneliti melakukan reduksi data dengan cara membuat ringkasan data, membuat kode data, dan mengklasifikasikan data.

Reduksi data dilanjutkan secara lebih intensif dengan melakukan pemilihan dan pemilahan data, pengodean data, transformasi data, dan pengatagorian data. Pengklasifikasian data merupakan kegiatan pengelompokan data berdasarkan ciri klasifikasi data. Dalam penelitian Prs-PM, ciri-ciri klasifikasi data dapat berupa penahapan (pendahuluan, inti,dan penutup), strategi, metode, teknik dan lain-lain.

(6)

Pengodean data dalam penelitian Prs-PM merupakan kegiatan menandai setiap kelompok data yang telah dipilih dan dipilah menurut ciri kategori masing-masing. Tujuannya untuk keperluan kepraktisan dalam merujuk konteks data Prs-PM. Transformasi data maksudnya adalah mengalihkam atau memasukkan suatu bentuk data ke dalam suatu kategori yang memiliki substansi yang sama. Pengkategorian data adalah pengelompokan data yang ditujukan untuk keperluan analisis data berdasarkan ciri kategori data yang ada. Dalam penelitian Prs-PM, ciri kategori data dapat berbentuk penahapan, strategi, metode, teknik, dan sebagainya. Keseluruhan reduksi data yang diuraikan di atas merupakan bagian dari kegiatan analisis data kualitatif. Hal tersebut memungkinkan peneliti melakukan pengaturan dan pemfokusan data yang dapat mempermudah peneliti mengemukakan bukti lapangan dalam membuat simpulan.

Penyajian Data

Penyajian data merupakan pemaparan data secara sistematis dengan memperlihatkan keeratan hubungan alur data, dan sekaligus menggambarkan yang sebenarnya terjadi, sehingga mempermudah peneliti membuat simpulan yang benar. Penyajian data penelitian Prs-PM secara umum ditampilkan dalam uraian-uraian berbentuk teks naratif.

Penarikan Simpulan

Penarikan simpulan dilakukan sejak tahap pengumpulan data, yaitu dengan cara mencatat dan memaknai fenomena yang memperlihatkan keteraturan, kondisi yang berulang-ulang, dan pola-pola yang dominan. Pada tahap ini, simpulan belum jelas, belum menyeluruh, dan masih sementara. Kemudian, penarikan simpulan berlanjut ke tingkatan menyeluruh dan jelas. Simpulan akhir penelitian, akan jelas, tegas, dan menyeluruh setelah makna yang muncul teruji kebenaran (kesahihannya).7

Ilmu dalam Artian Sesungguhnya dan Para Tokoh Islam

Suatu ilmu menurut epistemologinya bermula dari pengalaman bersama yang tumbuh menjadi pengetahuan kemudian berkembang menjadi ilmu atas dasar ciri – ciri ilmiah. Hal ini berarti bahwa ilmu itu merupakan hasil kreasi manusia dengan daya penalarannya secara rasional berkenaan dengan hal-hal yang kongkrit dan abstrak. Tidak bisa dipungkiri orang yang berfikir kritis akan lebih banyak bertanya dan semakin dia berilmu tinggi maka dy merasa semakin bodoh karena ada banyak hal yang dia cari, seperti padi semakin berisi dia akan semakin merunduk. Keluasan ruang lingkupnya membuat ilmu itu terbagi-bagi menjadi bidang-bidang, cabang-cabang dan ranting-ranting dengan ruang lingkup yang terkadang tidak tegas perbatasannya. Misalkan Ilmu IPA yang

(7)

terdiri dari Ilmu Biologi, Fisika, Kimia dan ketiga bagian itu memiliki bagian – bagian lagi yang lebih spesifik dari sebelumnya. Seperti Ilmu Biologi yang terdiri dari Anatomi, Fisiologi, fungiologi dan lain sebagainya.8 Bagian-bagian ilmu yang berbeda tempo, keluasan dan kedalamannya mengalami laju perkembangan yang seirama dengan perjalanan waktu dan minat orang padanya. Kerumitan ramifikasi dan pertumbuhan bidang, cabang dan ranting kespesialisasian pun tidak sama untuk setiap bagian ilmu. Karena setiap ilmu yang ada pasti jika diperdalam akan menyisakan pertanyaan yang jawabannya di kembalikan lagi kepada kuasa Allah. Meskipun demikian, semua bidang, cabang ataupun ranting itu merupakan bagian integral dari pada ilmu sebagai suatu keseutuhan. Masing-masing unsurnya saling mengisi, saling terkait, saling mendukung dan saling bergantung satu sama lain.

Aneka ragam bidang, cabang dan ranting ilmu yang banyak itu digolongkan dan dikelompokkan.Secara umum penggolongan ilmu itu ke dalam tiga kelompok besar yaitu ilmu-ilmu eksakta, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Penamaan terhadap kelompok itu juga mengalami perbedaan antara suatu negara, bangsa dan orang sehingga dalam kepustakaan dikenal adanya ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan budaya atau ilmu-ilmu kemanusiaan. Adakalanya pula pengelompokan ilmu itu lebih dikokohkan lagi dengan menambahkan ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu kerohanian itu sebabnya agama sangat berperan penting dalam perlindungan hak untuk dapat menuntut ilmu dan mengembangkannya.9 Tanpa adanya agama ilmu tidak akan berkembang seperti pencipta alat – alat oprasi yang dibuat semasa kejayaan islam itu merupakan bukti nyata bahwa orang yang agamanya kuat maka keilmuannya juga bertambah. Tokoh – tokoh islam yang terkenal seperti Al – Khwarizmi, Al – Jabar, dan ibnu sina. Sebenarnya setiap bidang, cabang dan ranting ilmu itu mempunyai kedudukan, fungsi dan kepentingan yang sama jika dilihat dari perspektif ilmu. Tetapi dalam kenyataannya setiap ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) memiliki pandangan yang lain baik terhadap posisi dalam klasifikasi, nilai kepentingan maupun mengenai prioritas pengembangan disiplin ilmu yang ditekuni sebagai spesialisasinya.

Sungguhpun demikian, semuanya hampir sepakat bahwa orang menggunakan pendekatan yang rapi dan teratur dalam mengembangkan ilmu yang dipandu oleh etika ilmu masing-masing. Etika ilmu dimaksud adalah pola pikir deduktif dan induktif yang dilengkapi dengan metode ilmiah berdasarkan asumsi adanya keteraturan dalam alam semesta. Hanya sebagian ilmu-ilmu eksakta dan sebagian kecil ilmu-ilmu sosial menggunakan metode ilmiah sehingga mengenal kegiatan penelitian. Pengeetian Ilmu yang memiliki ruang lingkup yang luas dalam perkembangan di

8 Yedi Purwanto, “Islam Mengutamakan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,” Jurnal Sosioteknologi 10, no. 22 (2011):

1043–1060.

9 Wahyudi Dedi dan Azizah Habibatul, “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolusion,”

(8)

Indonesia selalu dipakai istilah “ilmu pengetahuan” yang secara umum dikaitkan dengan teknologi sehingga sering diakronimkan menjadi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi).10 Dalam Islam, kedudukan ilmu dan belajar dilepaskan dari segala unsur mitos, magis, prasangka tak berdasar, dan hal-hal yang bersifat pseudo-sains lainnya. Karena dalam islam hukum menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim.

Contoh pseudo-sains adalah astrologi, Selain mengakui pencapaian ilmu melalui upaya-upaya eksperimental dan empiris, Islam juga meneguhkan bahwa ada sumber otoritas mutlak dalam ilmu, yakni wahyu dan kenabian. Sejak wahyu pertama turun, perintah pertama adalah iqra’, yang memiliki makna dasar darasa (mengkaji), faqiha (memahami), jama’a (mengumpulkan), dan hafizha (menghafal). Para ulama’ generasi terdahulu pun telah mengisyaratkan pentingnya ilmu dalam karya-karya mereka. Imam al-Bukhari memulai Kitab Al-Jâmi’ Al-Shahîh dengan Kitab Bad’i al-Wahy (awal mula turunnya wahyu). Ini adalah pengakuan terhadap otoritas tertinggi wahyu sebagai sumber ilmu yang berbentuk Al Qur’an. Dapat dimaklumi pula, wahyu pertama adalah surat Al ‘Alaq ayat 1-5, di mana di dalamnya Allah berfirman “alladzî ‘allama bi al-qalam, ‘allama al-insâna mâ lam ya’lam”.

Hampir seluruh tafsir akan mencantumkan riwayat detail dan panjang tentang al-qalam (pena) dan peran sentralnya dalam peradaban, yang menyerukan umat islam untuk menuntut ilmu. Bahwa Al-Qalam adalah Ramz Al-’Ilm Wa Al-Ta’lîm (simbol ilmu dan pengajaran). Ilmu adalah ruh Islam. Tanpanya, Islam akan mati. Kitab al-’Ilm ditempatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai bab ke-3, setelah Kitab Bad’i al-Wahy dan Kitab Al-Îmân. Bahkan, di dalamnya ada bab yang berjudul Bab

Al-’Ilm Qabl Al-Qaul Wa Al-‘Amal (pasal tentang ilmu sebelum berbicara dan berbuat), yang merupakan pasal ke-10 dalam Kitab al-’Ilm. Imam al-Ghazali memulai kitab Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dînnya dengan Bâb al-’Ilm. Dalam kitab Al-Targhîb Wa Al-Tarhîb, Imam al-Mundziry menempatkan Kitab al ‘Ilmal-Targhîb fi al-‘Ilm wa Thalabih wa Ta’al- lumih wa Ta’lîmih wa mâ Jâ’a fî Fadl al ‘Ulamâ’ wa al- Muta’allimîn (Bab tentang Ilmu: Motivasi tentang Ilmu, Mencari Ilmu, Mempelajari dan Mengajarkannya, serta Riwayat lain tentang Keutamaan Ulama’ dan Pengajar).

Sebelum bab-bab ibadah seperti bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, dan bahkan jihad fî sabîl Allah. Kitab Al-’Aqîdah An-Nasafîyah yang berbicara tentang teologi, juga mengawali pembahasannya dengan menjelaskan kedudukan ilmu dan belajar dalam pandangan Islam11. Islam sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keberadaan ilmu. Ilmu merupakan kewajiban muslim dari mulai dalam buaian sampai masuk kedalam liang lahat selain itu juga berfungsi untuk membuka cakrawala dunia Islam yang bersumber pada wahyu Al Qur’an dan Sunnah dengan

(9)

didukung oleh ‘Aql untuk perkembangan pendidikan Islam. Kehidupan umat muslim yang lebih maju lagi. Kehidupan Islam sangat erat hubungannya dengan Tarbiyah, demi meneruskan generasi muda yang Intelek dan tahu agama, generasi yang menjunjung nilai dari suri tauladan Nabi Muhammad SAW dan dapat menurunkan ilmu beserta pemahaman islam secara komprehensif untuk dapat dimengerti dengan jelas. Seorang tokoh Islam Al-Imam Al-Ghazali merupakan ahli filosof masyhur dengan karyanya kitab Ihya’ Ulumuddin (menghidupkan kembali pengetahuan Agama). Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dijelaskan tentang konsep keilmuan yang dapat ditarik sebagai rujukan ilmiah seorang muslim.

Dalam karya Al-Imam Al-Ghazali dijelaskan secara detail tentang makna konsep keilmuan yang sangat penting demi perkembangan pendidikan dan perkembangan keilmuan dalam agama Islam, yaitu dengan prinsip menggabungkan ‘Aql dan Dhauq yang akan diolah secara rasio dan intuisi. Pada era modern ini banyak perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih untuk mempermudah proses pengamatan terhadap cabang ilmu pengetahuan12. Kemajuan ini harus didasari oleh agama yang kokoh sebagai batasan dan sekaligus sebagai petunjuk dalam mengkaji sebuah percobaan yang di lakukan untuk menginovasi ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Tidak diragukan akan semakin banyak membuat orang cerdas dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, pengetahuan umum, dan karya ilmiah, namun semakin banyaknya sumber daya manusia yang cerdas dengan semua perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer ini, tanpa diimbangi oleh akhlak mulia maka akan semakin banyak kejahatan yang akan timbul, kericuhan dan kecurangan yang pasti akkan terjadi seseorang yang memiliki pengetahuan luar biasa akan tergiur ajakan rayuan syetan karena lemahnya iman yang ada pada dirinya. Dengan kehampaan perkembangan ilmu pengetahuan dari akhlak mulia dan mental maka akan menjadikan manusia itu hanya sebagai hamba hawa nafsu dengan membanggakan kehebatan akal mereka sesuai dengan firman Allah. Nafsu yang ditimbulkan oleh orang yang cerdas jauh lebih besar dan berdampak pada banyak orang karena setiap orang yang memiliki ilmu mereka diberi amanah untuk mengurusi hal – hal yang menyangkut kepentingan orang banyak.

Banyak contoh dari zaman terdahulu yang lebih mengedepankan egoisme mereka dengan melakukan penindasan terhadap masyarakat lemah sebagai contoh hukum rimba siapa yang kuat dialah yang berkuasa, dikarenakan landasan ilmu pengetahuan mereka hanya terbatas pada akal saja. Sebagai dampak dari ilmu pengetahuan yang didasari hanya dengan akal adalah timbulnya generasi muda yang berperilaku kurang baik sehingga terjadi banyak terjadi perselisihan antara satu sama yang lainnya, seperti halnya tawuran, pergaulan bebas, pemakaian obat-obat terlarang dengan

12 Yuberti Yuberti, “Peran Teknologi Pendidikan Islam Pada Era Global,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam

(10)

kebebasan yang mereka agungkan dengan gaya hidup westernisasi, atau mengikuti gaya hidup barat. Munculnya konflik di masyarakat menjadi alasan yang tepat akan pentingnya implementasi konsep nilai pendidikan sebagaimana yang telah digagas oleh Imam Ghazali yaitu tentang penanaman pendidikan akhlak yang berdasarkan Al - Qur’an dan as–Sunnah yang memiliki cangkupan luas.13

Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya berpikir, berkehendak dan merasa yang di tuangkan dalam bentuk prilaku ataupun iman. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan. Menurut bahasa, kata ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat lilah bilah. Para ahli filsafat, mendefinisikan kata ilmu sebagai suatu gambaran yang dengan sifat itu orang yang mempunyainya akan menjadi jelaslah baginya sesuatu urusan. Menurut Abu Musa Al -Asy'ari, dikutip oleh Abdul Djalal, bahwa ilmu itu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca inderanya yang baik dan buruk, sehingga tidak mungkin mengakibatkan berlawanan. Menurut al-Ghazali, ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan Ilmu itu adalah sebagian dari sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam ar – risalahal ladunniyah, bahwa ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (an - nafsannatiqah) dan jiwa yang tenang menghadapi hakikat berbagai hal masalah dan kebahagiaan yang dialami. Seorang yang 'alim adalah samudera yang berpengetahuan dan memiliki penggambaran luas dengan kebaikannya yang tinggi terhadap hak kebaikan yang ada dalam ajaran islam. Sedangkan objek ilmu adalah zat sesuatu yang ilmunya terukir dalam jiwa dan fikiran dan penuanggan dalam prilakunya ddasari oleh akhlak yang mulia.

Di dalam Islam, ilmu merupakan bagian yang integral bagi setiap pribadi manusia. Termasuk suatu kesempumaan iman seseorang apabila pelaksanaan suatu amal (perintah Allah) yang dikerjakan atas dasar ilmu. Dalam buku New Horizon in Muslim Education Ali Asraf, dikutip oleh Noeng Muhadjir, memberikan evaluasi bahwa semua sains yang dilakukan Yunani dan Islam menggunakan pendekatan ontologis, sedangkan sains Barat menggunakan pendekatan manipulatif – manfaat yang keduanya dilakukan demi untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang ada dibumi ini.14 Ilmu adalah lambang dari kejayaan dan akhlak adalah lambang dari hakim jiwa yang ada dalam diri manusia yang memiliki iman dalam dirinya terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta.

13 Nu′tih Kamalia, “Konsep Ilmu Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali,” Jurnal At-Ta’dib 10, no. 1 (Juni

2015): 187–89.

14 Agus Sutiyono, “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali,” Nadwa | Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2

(11)

C. Al Qur’an dan Dalil Hadis

Ayat – ayat Al Qur’an dalam Menuntut Ilmu

Al Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pertunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Berdasarkan kepada penjelasan Harun Nasution, bahwa secara garis besar, kandungan Al Qur’an mencakup aspek keimanan, ibadah, hukum dan akhlak-tasawuf. Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kejadian alam yang secara alami tanpa campur tangan manusia ataupun yang berkaitan denagn manusia, hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial kemasyarakatan atau sosiologi, sejarah nabi-nabi dan umat manusia terdahulu, sejarah peradaban islam dan lain-lain. Semua aspek tersebut di atas diungkapkan Allah Swt. dalam 6236 ayat Al Qur’an. Dalam kaitannya dengan ilmu, Al Qur’an mengungkapkannya dalam 150 ayat.

Dalam ayat-ayat ini yang disebut dengan ayat kauniyah, dijumpai penjelasan tentang kejadian alam dan manusia atau fenomena natural yang tejadi dibumi. Namun sedemikian jauh, tidak dijumpai suatu penjelasan lebih lanjut mengenai prosesnya atau sesuatu yang menunjukkan sebab-akibat. Hal ini membutuhkan pemikiran dan pengkajian mendalam. Karenanya sangat sulit untuk mengatakan bahwa isi kandungan Al Qur’an itu merupakan ilmu. Dengan kenyataan itulah Mahmud Syalthut menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al Qur’an untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah serta aneka warna pengetahuan Walaupun isi kandungan Al Qur’an belum dapat dikatakan sebagai ilmu (science), namun cukup banyak ungkapan Al Qur’an yang tidak bertentangan dengan hasil penelitian para ilmuan. Sebagai contoh, seperti dalam surat al-Mukminun ayat 12-14, diungkapkan bahwa kejadian manusia melalui lima fase, yakni nufah, ‘alaqah, mudgah, izam dan lahm. 15

Kemudian Embriologi mengungkapkan bahwa priode ovum terdiri dari fertilasi, zygota dan implantasi, priode foetus berupa masa perkembangan dan penyempurnaan organ-organ. Meskipun istilah yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Embriologi berbeda, namun maksud dan kondisi objeknya sama. Selain hal di atas, di dalam Al Qur’an juga dijumpai statemen- statemen yang dapat dijadikan sebagai sebuah thesa dalam kajian keilmuan. Hal ini seperti ungkapan bahwa:

“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan manfaat bagi manusia”.

Ini berarti telah tertulis dalam Al Qur’an apa saja yang menjadi kekayaan yang ada dibumi ini. Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan segala kelebihan (keahlian) yang Allah berikan. Harapannya adalah manusia bisa menggunakannya secara efisien dan bijak tidak merusak dan mengeksploritasinya secara berlebihan. Allah menciptakan alam semesta beserta isinya hanya untuk makhluknya yang ada di

(12)

bumi. Ungkapan di atas merupakan dasar informasi dari ilmu pengetahuan karena saat ini hal yang tertulis itu dapat di buktikan keberadaannya bahwa di bumi memang ada besi yang jika dijadikan bahan keperluan manusia bersifat kuat dan keras yang sangat bermanfaat baginya. Allah Swt. juga menjelaskan:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu”.

Ayat pertama tersebut berkaitan dengan ilmu teknik industri material, dan ayat kedua berkaitan dengan ilmu pertanian atau ilmu perkebunan. Dengan kenyataan di atas, Mourice Bucaille seperti dikutip Miska Muhammad Amin menyatakan, bahwa aspek-aspek ilmiah yang khusus untuk Al Qur’an itu sangatlah mengherankan, karena di dalamnya ditemukan keterangan-keterangan tentang berbagai hal-hal yang sangat cocok dengan pengetahuan modern. Pernyataan Mourice Bucaille ini dapat dijadikan sebagai suatu pengakuan dan bukti bahwa Al Qur’an juga mengandung unsur-unsur ilmiah, unsur yang dapat dibuktikan kebenarannya saat ini dan terjadi atau ada buktinya di zaman modern ini. Bila dengan hal ini, hendak mengatakan bahwa kandungan Al Qur’an adalah ilmu, maka keilmuannya adalah ilmu abadi (perenial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang besifat mutlak dan tidak dapat ditambahi ataupun dikurangi tetapi dapat digunakan sebagai sumber dari ilmu – ilmu yang ada. Ia berbeda dengan ilmu yang dihasilkan penelitian (acquired knowledge). Dalam perspektif lain, seperti dijelaskan M. Quraish Shihab, bahwa ungkapan-ungkapan Al Qur’an yang terlihat sesuai dengan teori-teori yang dihasilkan para ilmuan lebih tepat dikatakan sebagai hipotesa,16 yang jika di uji akan menunjukkan hasil ilmiah yang menyatakan hipotesa dalam Al Qur’an itu benar.

Dalam Al Qur’an, kata ilmu dalam berbagai bentuknya digunakan lebih dari 800 kali, 1 ini menunjukkan bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al Qur’an sangat kental dengan nuansa – nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Ilmu adalah kunci dari segala pintu untuk membuka jawaban dari setiap persoalan duniawi dan akhirat sekaligus. Dalam Q.S. Al Mujadilah ayat 11, Allah SWT., berfirman:

“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi dan derajat yang lebih mulia dari orang yang kurang berilmu. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang

16 Agus Salim Lubis, “Estimologi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya dalam Studi Al Qur’an”, Hermeunetik,

(13)

dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa enggan kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. Fathir ayat 28 :

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu). “

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang sangat takut kepada Allah haruslah orang yang berilmu tinggi karena mereka memiliki amanah yang besar terhadap ilmu yang Allah berikan. Dosa yang ditanggung orang berilmu akan lebih besar dari orang yang kurang berilmu karena orang yang berilmu sudah pasti mengetahui dengan jelas larangan dari Allah tetapi jika dia tetap melanggarnya itu berarti dia melalaikan ilmu yang dia miliki sedangkan orang yang kurang berilmu dia akan mendapat toleransi dari Allah karena ketidak tahuannya terhadap larangan Allah karena dia tidak tahu. Sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu Q.S. Al Alaq ayat 1-5:

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui”.

Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu sangat penting dan hukumnya wajib. Karena pentingnya ilmu, Al-Quran menyebutkan perbedaan yang jelas antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berakal (yang berilmu) dapat menerima pelajaran. Hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah dan selalu berusaha untuk taat kepada semua perintahnya karena tahu konsekuensi apa yang harus di tanggung jika larangan itu dilanggarnya. Hanya orang yang berilmu yang mampu memahami hakikat sesuatu yang disampaikan Allah melalui perumpamaa atau sajak syair yang tertuang dalam Al Qur’an sehingga ilmu yang digunakan untuk memahami Al Qur’an di sebut tafsir, yaitu ilmu yang berfungsi untuk memperjelas kandungan ayat Al Qur’an.17 Orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya, seperti halnya orang yang berilmu saja yang akan menjadi Presiden itu benar karena tidak mungkin orang dungu dipilih menjadi Presiden yang memikul amanah rakyatnya sedangkan seorang pemimpin selalu dipilih melalui banyak kriteria yang di milikinya. Oleh karena itu, para nabi, rasul, dan ulama sebagai manusia terbaik dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih dari manusia lainnyaTugasnya yang besar menuntutnya untuk memiliki segala hal lebih dari pada umumnya.Setiap manusia pasti menyakini adanya Allah di muka bumi ini di libuk hatinya yang paling dalam itu merupakan fitrah yang dimiliki manusia dari sejak di dalam kandungan hingga saat lahir pasti akan mencari kebenaran keberadaan sang pencipta alam semsta ini. Kata fitrah telah diisyaratkan dalam firman Allah SWT:

(14)

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Manusia tidak hanya memiliki fitrah untuk mencari Allah (Sang Pencipta) tetapi juga fitrah tentang ilmu pengetahuan karena manusia memiliki fikiran dan akan yang kemudian berfikir dan mulai bertanya – tanya bagaimana, apa, siapa, kapan, dimana dan mengapa bisa terjadi itulah yang akan memicu rasa ingin tahu dan melahirkan teori, konsep – konsep dan dasar – dasar dari ilmu pengetahuan yang kemudian berkembang lebih dalam sampai saat ini. Dalam Al Qur’an sangat banyak ayat yang menyerukan umat muslim untuk menuntut ilmu dan harus berusaha menularkan ilmu pengetahuannya kepada umat muslim lainnya dan bahkan dapat dipergunakan untuk seluruh umat.18

Dalam agama islam tidak melarang para filsafat dan cendekiawan dan ilmuan muslim untuk mempelajari ilmu dari negara lain selama itu dapat bermanfaat bagi umatnya dan tidak merusak kemurnian ajaran agama islam itu sendiri. Di samping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan. Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi sangat penting,dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca. Mencari dan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim baik laki- laki maupun perempuan. Rasululullah SAW., menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk menegakkan urusan- urusan agamanya, sebagai kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim. Ilmu yang Fardlu Ain yaitu ilmu yang setiap orang yang sudah berumur aqil baligh wajib mengamalkannya yang mencakup; ilmu aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan meninggalkan laranganNya.

Hadis Menuntut Ilmu

Bersumber dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, Rasulullah SAW., bersabda: Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim. (HR. Abu Dawud). Ini artinya bahwa menuntut ilmu dalam agama Islam benar – benar wajib dan harus dilakukan oleh setiap muslim. Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW., bersabda: “Bersumber dari ‘Uqbah bin ‘Amir al- Juhani ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa belajar memanah kemudian meninggalkannya, maka ia telah durhaka kepadaku. (HR. Ibnu Majah, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad dan al-Darimiy dengan redaksi yang berbeda).” Ini merupakan bentuk lain dari menuntut ilmu bahwa besungguhnya nabi Muhammad Saw menginginkan bahwa ilmu apapun itu jika bermanfaat harus di pelajari melihat kondisi saat jaman Rasulullah memanah merupakan ilmu beladiri yang sangat

(15)

dibutuhkan untuk melawan musuh, jika umat muslim kala itu tidak memiliki keterrampilan seni beladiri untuk mempertahankan diri dari serangan musuh maka seluruh sahabat nabi pasti akan gugur.19

Bersumber dari Zaid bin Tsabit ra. berkata: Rasulullah SAW., memeritahku untuk belajar beberapa bahasa dari tulisan Yahudi. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku, demi Allah! Tidak yakin bangsa Yahudi (memahami) atas tulisanku. Kata Zaid: Maka tidak lebih setengah bulan aku telah (berhasil) mempelajarinya. Kata Zaid: Saat aku telah mempelajarinya, jika Nabi menulis untuk orang Yahudi, akulah yang menulisnya untuk mereka, dan jika mereka menulis kepada Nabi, akulah yang membacakan tulisan-tulisan mereka. (HR. al-Turmudzi, Abu Dawud dan Ahmad). Hal ini diartikan sebagai Ilmu Bahasa sangat penting sebagai sarana komunikasi dan syiar dakwah nabi untuk berjuang di jalan Allah sebagai cara untuk memberi pemahaman Islam kepada bangsa lain agar bisa mau memeluk agama islam selain itu juga islam tidak melarang dan bahkan menganjurkan umat islam untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan dari peradaban lain.

Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: “Nabi saw bersabda: Tidak boleh hasud (iri), kecuali pada dua hal: orang yang dikaruniai harta benda oleh Allah kemudian ia menggunakan hartanya sampai habis dalam kebaikan, dan orang yang dikaruniai hikmah (ilmu) oleh Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya. (HR. al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)”. Yang dimaksud hasut dalam hadis ini adalah Al-Ghibthah, yaitu menginginkan nikmat yang sama dengan orang lain. Jika yang dinginkan persoalan duniawi hukumnya mubah, sedangkan jika persoalan ketaqwaan dan ketaatan hukumnya dianjurkan (mustahabbah). Jika hasud yang dimaksud adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain dengan harapan berpindah menjadi miliknya, ulama sepakat hukumnya haram dengan dasar – dasar yang ditegaskan Al Qur’an dan Hadis bahwa itu merupakan perasaan yang sama dengan iri dan dengki.

Iri adalah penyakit hati yang sangat merugikan semua pihak, iri dapat menimbulkan malapetaka yang meresahkan orang lain karena tindakan orang iri akan sangat mengganggu dan bahkan bisa mengusik ketenangan orang yang di irikan. Nikmat bisa kita dapatkan dengan mudah jika kita ikhlas dalam menjalani kehidupan yang ada tanpa mengeluh dan selalu bersyukur dengan keadaan yang ada, tetapi tidak semua orang baik akan mendapatkan kenikmatan yang di inginkannya, Seseorang harus melakukan usaha untuk merubah keadaannya sendiri. Seperti firman Allah : “aku tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika bukan mereka sendiri yang merubahnya”.20 Karena allah telah berjanji barang siapa yang berdoa padanya niscaya akan dikabulkan, tetapi sampainya doa itu kepada Allah atau tidaknya itu hanya Allah yang tahu.

19 AS, “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat).”

20 Suja’i Sarifandi, “Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi,” Jurnal Ushuluddin XXI, no. 1 (Januari

(16)

Bersumber dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim, al-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi)

Dalam menjelaskan hadits ini, Imam al-Nawawi mengingatkan bahwa keutamaan saat bepergian mencari ilmu didapatkan seseorang, jika kesibukannya pada ilmu-ilmu syari’ah dan bertujuan kepada Allah. Meskipun pada dasarnya hal ini merupakan prasyarat yang mutlak dalam setiap ibadah, para ulama punya kebiasaan mengingatkannya, karena sebagian orang sering bersikap gegabah dalam mencari ilmu. Lebih-lebih anak- anak muda yang sedang mencari ilmu, mereka sering melupakan tujuan dan niat.24 Bahkan Rasulullah SAW., mengkategorikan orang yang meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat, sebagai pejuang di jalan Allah. Bersumber dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.” (H.R.Al Tirmidzi)

Di saat kaum Muslimin melakukan kegiatan belajar bersama, Allah menurunkan sakinah (ketenangan) kepada mereka, memberi rahmat yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, dan para malaikat senantiasa mengelilingi mereka dan menyebut mereka sebagai orang yang mendapat ridla di sisi Allah.

Bersumber dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: tidak berkumpul kaum (Muslimin) dalam suatu rumah Allah (masjid) seraya membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali mereka mendapatkan sakinah (ketenangan), dipenuhi oleh rahmat (kasih-sayang) dan para malaikat mengelilingi dan menyebut mereka di dalam golongan orang-orang yang berada di sisiNya. (Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Keutamaan ilmu di sisi Allah SWT., dapat kita simak pada awal mula penciptaan manusia. Para malaikat diperintahkan Allah untuk bersujud (menghormat) kepada Adam, karena Adam mampu menceritakan nama- nama (ilmu) yang diajarkan Allah dan malaikat tidak mempunyai kemampuan untuk itu (Q.S. Al Baqarah: 30-34). Oleh karena keutamaan ilmu, ada di antara malaikat yang bertugas menaungi orang-orang yang mencari ilmu dengan sayap-sayapnya. Bersumber dari Shafwaan bin ‘Assaal al- Muraadi ra. berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW., bersabda: Tidak seorang pun keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu, kecuali para malaikat menaungi dengan sayap- sayapnya, karena suka dengan yang ia kerjakan. (Ibnu Majah, Ahmad, dan al-Darimi). Demikian tingginya kedudukan ilmu, sehingga penuntutnya untuk kepentingan agama disejajarkan kedudukannya dengan nabi-nabi. Kelak di surga mereka berkumpul dengan para nabi-nabi Allah.

(17)

tempat dengan para nabi-nabi. (HR. al-Darimi). Rasulullah saw. membuat perumpamaan antara orang yang mau menenerima ilmu dan tidak mau menerimanya. Nabi SAW., mengibaratkan yang pertama seperti tanah yang berguna bagi manusia, sedangkan yang kedua seperti tanah yang mandul yang tidak berguna.

Bersumber dari Abu Musa al-Asya’ari ra. dari Nabi SAW., perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diperintahkan Allah kepadaku ialah seumpama hujan lebat yang jatuh ke tanah. Diantara tanah itu ada tanah yang bagus yang menerima air, maka ia menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak, dan ada tanah keras yang menampung air, maka Allah memberinya kegunaan bagi manusia untuk minum dan mengairi dan menanam, dan ada pula yang jatuh ke tanah lain, yaitu tanah datar yang licin, yang tidak dapat menampung air dan tidak menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan apa yang diperitahkan Allah kepadaku berguna baginya, maka ia tahu dan mau mengajarkannya, dan perumpamaan orang yang sama sekali tidak peduli dan tidak menerima pentunjuk Allah yang diperintahkan kepadaku.

(HR. Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Oleh karenanya orang yang mau bersungguh-sungguh belajar ilmu agama sampai ia memahaminya menjadi pertanda bahwa Allah menghendaki kebaikan kepada dirinya.

Bersumber dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah SAW., bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki Allah kepada kebaikan, niscaya Dia memahamkannya dalam urusan agama.

(HR. al-Bukhari, Muslim, al- Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi). Kebaikan akan didapatkan seseorang, manakala dalam mencari ilmu disertai dengan tujuan dan niat yang positif dan bermanfaat bagi manusia dan kehidupan, atau dalam bahasa agamanya, dengan tujuan yang tulus karena Allah. Nabi Muhammad SAW., sangat mencela dan melarang penuntut ilmu yang hanya untuk tujuan popularitas, kekuasaan dan kemegahan duniawi.

(18)

senantiasa berdo’a agar mendapatkannya. Rasulullah SAW., banyak memanjatkan do’a demikian kepada Allah.

Nabi Muhammad Saw kemudian membimbing semua sahabatnya menjadi pencinta ilmu seraya berkata “satu bab ilmu yang dipelajari seseorang adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya” (H.R Abu Nuaim). Beliau mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu sepanjang hayat dan menyebarkannya walaupun hanya satu ayat (H.R Bukhari). Dasar dari kejayaan adalah kepedulian terhadap sesama muslim, Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga dan semua orang pasti mencarinya memang tidak berwujud dan tidak terlihat tetapi manfaatnya sangat terasa dalam kehidupan dunia dan akhirat.21

Malaikat mengatakan manusia hanya akan menciptakan kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi. Allah membuktikan keunggulan manusia dari pada malaikat dengan kemampuan manusia menguasai ilmu pengetahuan. Manusia dapat mengeksplorasi kekayaan alam yang diberikan oleh Allah dengan arif bijaksana agar tidak menimbulkan bencana. Namun ajaran Islam tidak boleh diabaikan ketika manusia mengembangkan ilmu pengetahuan serta memanfaatkan kekayaan alam. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh memberikan manfaat sesuai dengan fitrah hidup manusia.22 Jika malaikat tidak memerlukan tempat tinggal manusia membutuhkannya, manusia membutuhkan makanan dan pakaian itu semua mencangkup kebutuhan sehari – hari semua itu memerlukan keterampilan Ilmu yang dapat memberikan solusi pemenuhan kebutuhan itu mengapa Allah menyediakan sumber daya alam untuk dipergunakan dengan tidak merusaknya. Iman merupakan landasan yang mendasari Ilmu pengetahuan untuk membentuk manusia berilmu dan berakhlak mulia. Dengan ilmu pengetahuan yang tinggi dan iman sebagai dasarnya maka dunia ini akan dipenuhi oleh manusia yang baik dan kehidupan di dunia ini tentram dan damai.

“Education is Life Long” atau “Life Long Education is in Unility All of Life”.23 Yang memiliki arti bahwa menuntut ilmu itu tidak terputus dan tidak memiliki batasan semua cabang keilmuan diperbolehkan untuk diperdalam dan digali lagi terutama mencetuskan teori – teori baru yang lebih akurat. Belajar itu tidak memiliki batasan usia, tempat, dan segala kondisi keilmuan itu luas tanpa adanya batasan yang jelas. Penggunaan multimedia komputer dan internet dalam pelajaran Pendidikan Akhlak akan sangat berguna terhadap metodologi pelajaran Pendidikan Akhlak sehingga pendidik dalam hal ini berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran24 pengembangan Ilmu Pengetahuan.

21 Wahyudin Noor, “Budaya Religius di Sekolah/Madrasah,” At-Tarbiyah VI, no. 1 (Maret 2015): 92.

22 Yedi Purwanto, “Islam Mengutamakan Ilmu dan Tekhnologi,” Jurnal Sosioteknologi Edisi 22 Tahun 10 1, no.

1 (April 2011): 1043-1–44.

23 Arba ’iyah Yusuf, “Long Life Education_Belajar Tanpa Batas,” Pedagogia 1, no. 2 (Juni 2012): 112.

24 Dedi Wahyudi, “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan Program

(19)

D. Peroblem Naskah

Permasalahan yang sering terjadi di lingkungan masyarakat sekitar biasanya kendala ekonomi saat menuntut ilmu. Terutama didaerah terpencil misalkan di indonesia masih banyak anak bangsa yang masih belum mengenyam bangku pendidikan karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dibutuhkan saat menuntut ilmu seperti akses para guru yang sulit dilalui dan keadaan sekolah yang tidak layak pakai jika membicakan ilmu pasti tidak bisa lepas dengan pendidikan karena ada orang berilmu yang diwajibkan untuk menularkannya dengan orang lain tidak semua orang dituntut untuk membagikan ilmunya tetapi jika tidak ada satu orang pun maka berdosalah mereka semua. Ilmu itu sangat penting dimiliki oleh manusia karena dengan ilmu semua permasalahan bisa teratasi. Dari mulai ilmu menulis, ilmu bahasa, ilmu sains dan ilmu sosiologi – ekonomi semuanya memerlukan adanya ilmu dasar teori yang dijadikan sebagai acuan. Menuntut ilmu menurut Al Qur’an dan hadis adalah sangat dianjurkan bahkan di wajibkan bagi setiap mualim.

E. Solusi

(20)

mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk dibagikan kepada sesama manusia terutama yang sesuai dengan Akidah Al Qur’an dan Hadis yang ada, Terutama orang yang dari lahir telah di anugrahi kelebihan.

F. Simpulan

Islam mempunyai ciri yang menonjol yaitu dari sifatnya yang hadir dimana – mana (omnipresence), sehingga Bakhtiar Effendi menyatakan bahwa “Islam merupakan sebuah totalitas (sempurna) yang integrated (padu) yang menawarkan pemecahan terhadap semua kehidupan.” Suatu ilmu menurut epistemologinya bermula dari pengalaman bersama yang tumbuh menjadi pengetahuan kemudian berkembang menjadi ilmu atas dasar ciri – ciri ilmiah. Hal ini berarti bahwa ilmu itu merupakan hasil kreasi manusia dengan daya penalarannya secara rasional berkenaan dengan hal-hal yang kongkrit dan abstrak. Hampir seluruh tafsir akan mencantumkan riwayat detail dan panjang tentang al-qalam (pena) dan peran sentralnya dalam peradaban, yang menyerukan umat islam untuk menuntut ilmu.

Bahwa Al-Qalam adalah Ramz Al-’Ilm Wa Al-Ta’lîm (simbol ilmu dan pengajaran). Ilmu adalah ruh Islam. Tanpanya, Islam akan mati. Kitab al-’Ilm ditempatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai bab ke-3, setelah Kitab Bad’i al-Wahy dan Kitab Al-Îmân. Bahkan, di dalamnya ada bab yang berjudul Bab Al-’Ilm Qabl Al-Qaul Wa Al-‘Amal (pasal tentang ilmu sebelum berbicara dan berbuat), yang merupakan pasal ke-10 dalam Kitab al-’Ilm. Imam al-Ghazali memulai kitab Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dînnya dengan Bâb al-’Ilm. Dalam kitab Al-Targhîb Wa Al-Tarhîb, Imam al-Mundziry menempatkan Kitab al ‘Ilmal-Targhîb fi al-‘Ilm wa Thalabih wa Ta’al- lumih wa Ta’lîmih wa mâ Jâ’a fî Fadl al ‘Ulamâ’ wa al- Muta’allimîn (Bab tentang Ilmu: Motivasi tentang Ilmu, Mencari Ilmu, Mempelajari dan Mengajarkannya, serta Riwayat lain tentang Keutamaan Ulama’ dan Pengajar).

Al Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pertunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Hadist merupakan ucapan, perbuatan dan tingkah laku nabi yang di amati oleh para sahabat yang kemudian sebagai acuan setelah Al Qur’an. Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu sangat penting dan hukumnya wajib. Karena pentingnya ilmu, Al-Quran menyebutkan perbedaan yang jelas antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berakal (yang berilmu) dapat menerima pelajaran. Solusi yang terbaik adalah mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk dibagikan kepada sesama manusia terutama yang sesuai dengan Akidah Al Qur’an dan Hadis yang ada, Terutama orang yang dari lahir telah di anugrahi kelebihan [.]

(21)

A. Jamrah, Suryan. “Ijdtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam.” AN-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam 40, no. 1 (Juni 2015): 70.

Anwar, Ahmad Masrul. “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah.”

Jurnal Tarbiyah 1, no. 1 (2015): 48.

AS, Dedi Wahyudi Rahayu Fitri. “Islam dan DialogAntar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat).” Fikri 1, no. 2 (2017): 267–290.

Dedi, Wahyudi, dan Azizah Habibatul. “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolusion.” Attarbiyah 26 (2016): 1–28.

Dzulhadi, Qosim Nursheha. “Konsep Pendidikan Ibn Khaldun.” Jurnal At-Ta’dib 9, no. 1 (Juni 2014): 63.

Jamrah, Suryan A. “Ijtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam.” ANIDA’ 40, no. 1 (2015): 69–78.

Kamalia, Nu′tih. “Konsep Ilmu Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali.” Jurnal At-Ta’dib 10, no. 1 (Juni 2015): 187–89.

Lubis, Agus Salim. “Estimologi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya dalam Studi Al-Qur’an.” Hermeunetik

8, no. 1 (Juni 2014): 40–43.

Mulyono. “Kedudukan Ilmu dan Belajar dalam Islam.” Tadrîs 4, no. 2 (2009): 209–10.

Noor, Wahyudin. “Budaya Religius di Sekolah/Madrasah.” At-Tarbiyah VI, no. 1 (Maret 2015): 92.

Nurdin. “Eksistensi Keilmuan Islam.” Dinamika Ilmu 13, no. 1 (Juni 2013): 88–89.

Purwanto, Yedi. “Islam Mengutamakan Ilmu dan Tekhnologi.” Jurnal Sosioteknologi Edisi 22 Tahun 10 1, no. 1 (April 2011): 1043-1–44.

———. “Islam Menguatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.” Jurnal Sosioteknologi 10, no. 22 (2011): 1043–1060.

Qomari, rohmad. “Teknik Penelusuran Analisis Data Kuantitatif dalam Penelitian Kependidikan” 14 (September 2009): 1.

Sarifandi, Suja’i. “Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi.” Jurnal Ushuluddin XXI, no. 1 (Januari 2014): 62–66.

Sutiyono, Agus. “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali.” Nadwa | Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (Oktober 2013): 310.

———. “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali.” Nadwa 7, no. 2 (2016): 310–320.

Wahyudi, Dedi. “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan Program Prezi (Studi di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014),” n.d., 5.

Yuberti, Yuberti. “Peran Teknologi Pendidikan Islam Pada Era Global.” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam

20, no. 1 (2015): 137–148.

Yusuf, Arba ’iyah. “Long Life Education_Belajar Tanpa Batas.” Pedagogia 1, no. 2 (Juni 2012): 112.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sebuah konsep amanat agung yang harus dipahami dalam konteks era digital masa kini, di mana gereja ada dan menggumuli

Sikap rendah hati yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemulyaan hanya milik Allah. Bahwasannya dalam renungan malam, point yang disampaikan diantaranya adalah

Nilai kekuatan kompresi gipsum untuk pembuatan model kerja harus tinggi, maka pada tahap ketiga proses daur ulang, yaitu pencampuran yang bertujuan untuk mendapatkan bahan yang

Another rationale for L2 use among students is that group mates can help each other learn the L2 by providing peer tutoring and other types of support as they work

Observasi merupakan kegiatan monitoring atau pengontrolan terhadap berbagai macam tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti dalam tahap sebelumnya. Peneliti

For reference we show the precision and completeness of the ob- tained mesh (with 30k faces), of a Poisson surface reconstruction (Kazhdan and Hoppe, 2013) (6.3M faces), of

[r]

Diketahui bahwa didalam perjanjian internasional terdapat norma – norma atau asas yang berlaku, salah satunya ialah asas Pacta Sunt Servanda yang secara langsung berarti