RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-1 BAB III
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
3.1 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASARKAN RTRW KABUPATEN PIDIE 2007
3.1.1 TUJUAN PENGEMBANGAN
Secara umum, tujuan pengembangan wilayah dapat dikelompokan
menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan wilayah sebagai
kelanjutan dari hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai ;
2. Mempercepat proses pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
kesegenap bagian wilayah ;
3. Menciptakan pola struktur tata ruang wilayah yang saling terintegrasi ;
4. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan melalui pengembangan
kawasan sentra produksi komuditi pertanian yang diharapkan mampu
menciptakan pertumbuhan untuk wilayah sekitarnya (trickle-down
effect), sehingga mampu membangun pusat-pusat pertumbuhan yang
sinergis ;
5. Pengembangan dan pengamanan fungsi lindung pada zona-zona
dampak kerusakan pasca tsunami ;
6. Penataan kawasan perumahan dan pemukiman serta kegiatan industri
yang berorientasi pada sektor agroindustri ;
7. Meningkatkan pertumbuhan wilayah melalui pengoptimalan
pemanfaatan potensi sumber daya dengan mempertimbangkan
keterbatasan daya dukung lingkungan ;
8. Mewujudkan struktur tata ruang yang seimbang dan optimal dengan
memperhatikan arahan pengembangan kawasan lindung dan budi
daya, sistem kota-kota, sistem prasarana wilayah dan kawasan
tertentu ;
9. Menciptakan kelestarian lingkungan hidup dengan senantiasa
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-2 3.1.2 KONSEPSI PENGEMBANGAN WILAYAH PIDIE
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan selanjutnya
dirumuskan konsepsi pengembangannya. Konsepsi pengembangan
tersebut sebagai tindak lanjut dan bentuk perlakukan terhadap
masing-masing wilayah. Perlakuan terhadap masing-masing-masing-masing wilayah yang
dimaksudkan tersebut merupakan manifestasi dari tujuan pembangunan,
yaitu dalam bentuk pengembangan tata ruang. Rumusan pengembangan
tata ruang yang akan digunakan adalah :
a. Peningkatan fungsi ekonomi pusat-pusat perkotaan yang
terintegrasi dengan kawasan/zona industri ;
b. Peningkatan kualitas tata ruang wilayah yang berwawasan
lingkungan ;
c. Pengembangan kawasan budi daya pertanian yang menunjang
industri, fungsi lindung dan penanggulangan desa tertinggal ;
d. Pembentukan kesatuan ekonomi ; dan
e. Integrasi spatial.
A. Peningkatan Fungsi Ekonomi Pusat-Pusat Perkotaan Yang Terintegrasi dengan Kawasan/Zona Industri
Pada bagian sebelumnya talah dikemukakan bahwa pusat-pusat
perkotaan wilayah Kabupaten Pidie belum bersifat generatif bagi
wilayah belakangnya. Hal ini disebabkan karena fungsi ekonomi
pusat-pusat perkotaan belum tumbuh dan dikembangkan secara
optimal, efektif dan efisien. Dalam rangka memacu pertumbuhan
dan mengurangi disparitas intra-wilayah, maka pusat-pusat
perkotaan perlu dikembangkan sehingga mampu menjadi memacu
perkembangan wilayah sekitarnya. Atas dasar itu maka perlu
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-3 Menggerakkan pertumbuhan fisik Kota Sigli sebagai pusat
utama, agar mampu dimanfaatkan pengembangan fungsi
ekonomi
Penyediaan sejumlah prasarana dan sarana wilayah di Kota
Sigli yang memadai, sehingga dapat mendorong kegiatan
investasi ekonomi pada kota tersebut
Mengembangkan objek wisata yang ada di Kota Sigli dan
sekitarnya untuk menambah daya tarik dan intensitas kegiatan
ekonomi kota
Fungsi ekonomi Kota Beureunuen juga ditingkatkan dengan
memanfaatkan peluang-peluang pertumbuhan yang digerakkan
oleh berbagai potensi ekonomi pada wilayah tersebut serta
pemantapan fungsi distribusinya
Pengembangan Kota Beureunuen sebagai sub pusat
pengembangan, sehingga dapat membantu beban Kota Sigli
sebagai pusat utama
Pendistribusian kegitan perkotaan ke pusat-pusat pertumbuhan
lokal untuk proses percepatan perkembangan
kawasan-kawasan tertentu
B. Peningkatan Kualiatas Tata Ruang Wilayah yang Berwawasan Lingkungan
Isu utama dalam pengembangan wilayah Kabupaten Pidie adalah
menciptakan tata ruang wilayah yang berwawasan lingkungan. Isu
ini bertolak dari kecenderungan menurunnya jumlah areal hutan
pada kawasan hutan lindung akibat kegiatan HPH dan budidaya
(perambahan) yang dilakukan penduduk pada kawasan tersebut.
Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu
dalam bentuk pemantapan fungsi lindung melalui penghutanan
areal bekas hph atau perambahan, sehingga tercipta tata ruang
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-4
dilakukan untuk menunjang pemantapan fungsi kawasan lindung,
antara lain :
Penataan batas-batas fisik hutan lindung
Pembinaan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan
secara kesinambungan
Pemukiman kembali para perambah hutan melalui
transmigrasi lokal
Evaluasi ijin HPH untuk selanjutnya dirumuskan bentuk-bentuk
penanganannya
Memproporsionalkan penguasan lahan oleh pengusaha dan
rakyat secara berimbang dengan penekanan pada aspek
kemakmuran rakyat
Penghutanan kembali kawasan hutan bakau (mangroove)
yang telah rusak, khususnya pada kawasan sempadan pantai
Memberikan pengarahan terhadap petani tambak dalam hal
teknik pengelolaan bahan yang tidak merusak lingkungan
C. Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian yang Menunjang Industri, Fungsi Lindung dan Penanggulangan Desa Tertinggal
Sebagaimana yang telah tertuang dalam sasaran pembangunan,
yaitu memacu laju pertumbuhan ekonomi, maka pengembangan
ekonomi wilayah Kabupaten Pidie diarahkan pada pengembangan
industri yang didukung oleh kegiatan pertanian. Pengembangan
kegiatan pertanian yang menunjang sektor industri ini perlu
diwujudkan melalui upaya pengembangan kawasan budidaya
pertanian komersial dan menghasilkan bahan baku bagi industri
pengolahan produk pertanian (usaha tani intiplasma). Dengan
demikian diharapkan tercipta nilai tambah (value added) yang tinggi
bagi produk pertanian. Pengembangan kawasan budidaya
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-5
kesempatan kerja bagi perambah hutan lindung, serta
meningkatkan pembangunan desa-desa tertinggal (miskin dan
terisolasi).
D. Pembentukan Kesatuan Ekonomi
Pembentukan kesatuan ruang ekonomi, yaitu dengan strategi
mengintegrasikan kegiatan ekonomi kawasan perdesaan dengan
kegiatan ekonomi kawasan perkotaan kedalam suatu kesatuan
ruang ekonomi, sehingga diperoleh nilai tambah yang optimal.
Strategi ini dimaksudkan untuk mengarahkan pengembangan
kawasan perkotaan untuk pemasaran dan industri pengolahan hasil
pertanian, sehingga kawasan perdesaan diarahkan untuk kegiatan
budidaya pertanian yang menghasilkan bahan baku industri.
Strategi ini juga dimaksudkan untuk mengintegrasikan
kantong-kantong desa tertinggal/miskin dengan jalur ekonomi dan lokasi
pemasaran dipusat-pusat perkotaan. Penerapan strategi ini perlu
disertai dengan upaya pengembangan akses dan kantong-kantong
desa-desa tertinggal ke jalan-jlan regional dan kota-kota yang relatif
telah berkembang sebagai prasyarat terbentuknya kesatuan ruang
ekonomi. Untuk itu kegiatan ekonomi pada kantong-kantong desa
tertinggal terlebih dahulu perlu dipacu dengan program bantuan
Inpres Desa Tertinggal (IDT), maupun Pembangunan Kawasan
Terpadu (PKT).
E. Integrasi Spasial
Integrasi spsial dimaksudkan untuk meningkatkan intensitas
interaksi intra wilayah dan antar wilayah. Interaksi intra wilayah
dicerminkan oleh keterkaitan fungsi antara bagian-bagian wilayah.
Keterkaitan fungsional intra wilayah dapat diwujudkan dalam
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-6
dicerminkan oleh keterkaitan antar bagian-bagian wilayah
Kabupaten pidie dengan kabupaten lain khususnya yang
berbatasan di dalam lingkup provinsi Nanggroe Aceh Darussallam
maupun sumatera Utara yang diwujudkan dalam hubungan
produksi, koleksi dan distribusi pemasaran. Dalam konteks
pengembangan wilayah Kabupaten Pidie, peningkatan intensitas
interaksi intra dan antar wilayah pada dasarnya merupakan upaya :
Mendayagunakan nilai ekonomi melalui peningkatan mobilitas
komoditi (barang, modal) dan penumpang.
Mencapai tingkat pertumbuhan yang serasi intra dan antar
wilayah, sehingga secara bertahap disparitas intra wilayah dapat
diperkecil.
Meningkatkan laju pertumbuhan wilayah yang didorong adanya
sinergi dalam hubungan intra dan antar wilayah.
Wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Pidie Jaya diperkirakan akan berkembang pesat.
Pengembangan wilayah ini perlu diserasikan dan diintegrasikan
dengan pengembangan kota-kota yang menjadi pusat
pengembangan.
3.2 VISI DAN MISI
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan merupakan hal yang sangat penting dan harus terpenuhi.
Masyarakat harus selalu dilibatkan dalam setiap proses pembangunan
dan pengambilan kebijakan. Agar partisipasi masyarakat sebagai salah
satu prasyarat bagi tegaknya sistem pemerintahan yang demokratis dapat
berjalan optimal, maka hak-hak dasar masyarakat baik yang berupa hak
sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya tidak cukup
hanya diakui tetapi harus dihormati. Dalam konteks ini, pemerintah daerah
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-7
pikiran dan pendapat, untuk membentuk dan menjadi anggota sebuah
organisasi, untuk memilih dan dipilih, serta untuk bersaing secara sehat
memperebutkan posisi tertentu dalam kehidupan bernegara, berbangsa
dan bermasyarakat.
Disamping itu, pemerintah daerah harus memberikan jaminan
kepada masyarakat terhadap hak atas standar hidup yang layak termasuk
hak atas pangan, hak atas kepemilikan, hak untuk bekerja dan hak dalam
pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dan atas perumahan.
Dengan demikian melalui pengakuan dan penghormatan terhadap
hak-hak dasar masyarakat tersebut, akan dapat meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini yang
sebenarnya menjadi core dari sebuah pemerintahan apapun bentuk dan
modelnya, termasuk model desentralisasi yang terkemas dalam otonomi
daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam jangka waktu
tahun 2007-2012 akan diwujudkan dalam sebuah pemerintahan yang
bekerja dan dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan selalu berdasarkan pada prinsip-prinsip partisipasi
masyarakat, sehingga semua warga masyarakat dapat merasakan dan
menikmati adanya peningkatan kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan
sebuah rumusan visi dan misi dalam rangka mewujudkan semua hal yang
diinginkan tersebut.
Visi dan Misi memberikan landasan pemikiran yang rasional
tentang hasrat dan upaya yang harus dilakukan oleh pemangku
kepentingan sebagai pihak yang terlibat dan terkait. Ini menunjukkan
bahwa perlu penyelarasan antara kemauan dan kemampuan bersama
dalam membangun wujud kehidupan melalui usaha yang disepakati
bersama. Konsep kebijakan ini menjadi tuntunan bagi semua pihak dan
diwujudkan melalui kebersamaan pandangan, sikap dan perbuatan.
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-8
kebijakan dan strategi pembangunan oleh seluruh pelaku pembangunan
khususnya satuan kerja perangkat daerah.
3.2.1 Visi
Visi adalah pandangan jauh ke depan, dimana kepentingan
bersama disangkutkan, kemana kelembagaan dibawa agar eksistensinya
semakin mantap, bagaimana komunitas bersikap dan bertindak antisipatif
terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan bersama. Visi Pemerintah
Kabupaten Pidie tahun 2007 – 2012 berdasarkan kondisi ideal yang
diinginkan (desirable) dan yang dapat dicapai (achievable) yaitu :
TERCIPTANYA KESINAMBUNGAN PERDAMAIAN DI KABUPATEN
PIDIE UNTUK MEMBANGUN KERANGKA DASAR PENGEMBANGAN
DAERAH KE DEPAN YANG BERBASIS PADA PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN RAKYAT PIDIE DALAM BINGKAI UDEP SAREE
MATE SADJAN, IBADAT, HAREKAT, MEUSAPAT
Kata-kata kunci didalam Visi yang perlu dijelaskan maknanya adalah
sebagai berikut :
1. Perdamaian adalah terwujudnya kondisi aman, tertib pemerintahan dan tertib kemasyarakatan dalam mewujudkan stabilitas daerah yang
dinamis dan kondusif.
2. Kabupaten Pidie adalah salah satu kabupaten yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera dan merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
3. Kesejahteraan berarti kemakmuran yang dirasakan oleh seluruh warga dengan terpenuhinya kebutuhan jasmaniah dan rohaniah dalam
berbagai aspek kehidupan sebagai individu dan anggota masyarakat.
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-9
5. Harekat adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh setiap individu, kelompok dan golongan dalam rangka memperoleh rezeki untuk
mencukupi berbagai kebutuhan hidup.
3.2.2 Misi
Misi adalah penjabaran visi yaitu pernyataan-pernyataan tentang
upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran
pembangunan yang diinginkan. Misi memberi arahan kepada para pelaku
pembangunan dalam pemanfaatan sumberdaya secara ekonomis, efektif
dan efisien. Apabila visi dijadikan acuan dasar dalam merumuskan tujuan
maka misi menjadi acuan dasar dalam merumuskan sasaran.
Berdasarkan tiga komponen pokok dalam visi pembangunan
daerah yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya
kelembagaan dirumuskan 4 (empat) misi pembangunan. Misi ini harus
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pidie dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun kedepan yaitu :
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pidie. 2. Menyusun kerangka dasar pengembangan Kabupaten Pidie
yang konstruktif untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan kebersamaan dalam masyarakat.
3. Menumbuhkan dan memperkuat konsep hidup dalam masyarakat Kabupaten Pidie: udep sare, mate sadjan, ibadat, harekat, meusapat.
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-10
Satu misi dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan
berdasarkan karakteristik kelembagaannya sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya.
3.3. INDIKASI PROGRAM JANGKA MENENGAH Bid. ClPTA KARYA 3.3.1. Indikasi Berdasarkan Kriteria Millenium Development Goals
(MDGs)
Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam pembangunan
Indonesia 2004-2009, Pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga
agenda pembangunan jangka menengah yaitu: (i) menciptakan
Indonesia yang aman dan damai, (ii) menciptakan Indonesia yang
adil dan demokratis, serta (iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Khusus terkait agenda yang ketiga, prioritas pembangunan dan
arah kebijakannya adalah sebagai berikut: penanggulangan
kemiskinan dan pengurangan pengangguran, peningkatan
investasi, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan,
pembangunan pedesaan dan pengurangan ketimpangan antar
wilayah, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan
layanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan sosial, pembangunan kependudukan yang
berkualitas, dan percepatan pembangunan infrastruktur.
1. Tujuan (Goals) yang Disepakati
Dengan Millennium Development Goals, pada tahun 2015
semua negara anggota PBB akan:
a. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan
b. Mencapai Pendidikan Dasar Secara Universal
c. Meningkatkan Kesetaraan Gender dan memperdayakan
Perempuan
d. Menurunkan Angka Kematian Balita
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-11
f. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit lainnya
g. Menjamin Keberlanjutan Lingkungan
h. Membangun Kerja Sama Global Untuk Pembangunan
2. Definisi Penanggulangan Kemiskinan & Kelaparan Menurut
MDGs Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan diartikan dalam;
Mengurangi hingga separuh proporsi penduduk yang hidup
dengan biaya kurang dari US$ '! per hari
Mengurangi hingga separuh proporsi penduduk yang
menderita kelaparan
Upaya utama penanggulangan kemiskinan Indonesia telah
dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai
prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan
penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan
dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan tahunan. Berbagai kebijakan dalam RPJM 2004 -
2009 diharapkan dapat menurunkan persentase penduduk miskin
menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Sebagai wujud gerakan
bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) (National Strategy for Poverty
Reduction) telah disusun melalui proses partisipatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. SNPK
menggunakan pendekatan berbasis hak (right-based approach)
sebagai pendekatan utama dengan menegaskan adanya
pencapaian secara bertahap dan progresit (progressiverealization)
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-12
pemenuhan (fulfilr) hak dasar rakyat memberikan perhatian
terhadap perwujudan kesetaraan dan keadilan gender, serta
percepatan pengembangan wilayah.
Langkah Prioritas Dalam Jangka Pendek;
a. untuk mengurangi kesenjangan antar daerah antara lain
dengan (i) penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi
dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih; (ii)
pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga terutama daerah
terisolasi dan tertinggal; (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan
instrumen dana alokasi khusus (DAK).
b. untuk perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan
melaiui: bantuan dana stimulan untuk modal usaha terutama
melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro dan UKM,
pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja, meningkatkan investasi dan revitalisasi industri
termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana
dan prasarana berbasis masyarakat yang padat pekerja.
c. khusus untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara
langsung diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis
bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun termasuk bagi murid
dari keluarga miskin dan penunjangnya; serta (ii) jaminan
pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di
puskesmas dan rumah sakit kelas III. Untuk mencapai ketiga
langkah prioritas tersebut di atas, akan dikembangkan dalam
budaya pembangunan di Indonesia adalah pemberdayaan
masyarakat dan pelibatan peran aktif masyarakat terutama
masyarakat miskinnya mulai dari perencanaan program
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-13
penganggarannya, maupun pelaksanaan program serta
monitoring dan evaluasinya.
3. Sasaran Air Bersih
Air bersih semakin sulit diakses oleh penduduk Indonesia dari
sekitar 220 juta penduduk, baru sekitar 18 persen yang
mendapat akses air bersih.
Angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Millenium
Development Goals (MDG's), yang pada 2015 menargetkan 69
persen penduduk Indonesia mendapat akses air bersih. Apalagi
tahun 2004, air bersih di Indonesia mengalami penurunan hingga
87 persen.
Penurunan ini salah satunya diakibatkan saat ini 80 persen air di
kota-kota di Indonesia, termasuk Jakarta terkontaminasi bakteri
E.coli. Bakteri eschericia coli ini menyebar ke air baku karena 60
persen septic tank warga di perkotaan maupun di pedesaan
letaknya terlalu berdekatan dengan sumur, yakni kurang dari 10
persen. Untuk mengatasi masalah ini, harus ada aksi konkret
dari pemerintah. Yakni dituangkan dalam program aksi yang
pro-poor dan berbasis kinerja yang berkelanjutan. Erna pun
mengusulkan harus ada action plan, yang terdiri dari
pembangunan manusia, infrastruktur dasar, dan tata kelola
pemerintah. Berdasar pada definisi air minum sebagai air dari
sumber air yang berjarak lebih dari 10 meter dari tempat
pembuangan tinja, maka akses air minum Indonesia pada tahun
2002 baru mencapai 50 persen dimana 18 persennya terlayani
dari air perpipaan. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan akses
menjadi sekitar 53,4 persen. Melihat kecenderungan tersebut
akses air minum sudah menunjukkan perbaikan namun masih
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-14
tahun 2015. Masih relatif rendahnya akses air minum disebabkan
oleh rendahnya komitmen Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam
pembangunan sarana dan prasarana air minum, rendahnya
kemampuan teknis keuanganmanajemen PDAM, ketidak jelasan
pengaturan investasi air minum yang menyebabkan masih
rendahnya keterlibatan masyarakat dan swasta dalam
pembangunan air minum. Selain itu banyak sarana clan
prasarana air minum terbangun tidak terpelihara dan tidak
berlanjut pengelolaannya. Kondisi di atas semakin rumit dengan,
tidak tersedianya data yang akurat dan disepakati oleh semua
pihak yang berakibat pada kurang optimalnya penetapan
kebijakan. Kebijakan pembangunan air minum diarahkan pada
peningkatan cakupan pelayanan dalam upaya memenuhi
kebutuhan air minum masyarakat. Peningkatan cakupan
pelayanan dicapai melalui peningkatan peran serta seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders), pembenahan kinerja
PDAM, regionalisasi pengelolaan air minum, pembenahan
peraturan perundang-undangan. Selain itu juga dilakukan
pembangunan sarana dan prasarana air minum perdesaan yang
berbasis partisipasi masyarakat.
4. Sasaran Sanitasi Menurut MGDs
Khusus mengenai agenda sanitasi, bagi Indonesia kesepakatan
tersebut membuahkan target pembangunan infrastruktur sanitasi
nasional pada 2009 dapat melayani sebesar 69%, dan hingga
tahun 2015 angka persentase penduduk yang harus
memperoleh kemudahan, pelayanan penyediaan sanitasi
75,34%. Sedangkan sekarang berdasarkan Survei Sosia!
Ekonomi Nasional, baru sekitar 55% penduduk Indonesia yang
mempunyai akses sanitasi. Sedangkan dari total niiai tersebut di
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-15
maupun offsite di perkotaan pada tahun 2000 baru mencapai
25,5%, kondisi ini masih jauh dari memadai.
Sistem pembuangan air limbah dengan PAL baru mencapai
1,26% dari penduduk Indonesia, sedangkan fasilitas IPLT yang
baru melayani 7,19% penduduk, sebagian tidak berfungsi.
Sebagian besar air limbah rumah tangga, yaitu mencapai 70%
tidak diolah secara memadai dan belum mencapai standar baku
pengolahan yang ramah lingkungan, dan sisanya dilayani sistem
pembuangan on site. Dikaitkan dengan Konferensi Tingkat
Tinggi Bumi, MDG sesuai sasaran No 7, yaitu menjamin
pengelolaan lingkungan hidup berkefanjutan, target 10 :
menurunkan samrai separuh Froporsi penduduk tanpa akses
terhadap sanitasi pada tahun 2015. Dan target 11 adalah
mencapai perbaikan yang berarti untuk paling tidak 100 juta
penduduk miskin di daerah kumuh. Sasaran yang diharapkan
dalam peningkatan pengelolaan sanitasi adalah membawa
masyarakat berperan serta secara aktif dalam pengelolaan
sanitasi. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka pembangunan
dan pengelolaan perlu didasarkan pada prinsip pendekatan
partisipatif dalam semua aspek pembangunannya, yaitu sedapat
mungkin ditetapkan oleh masyarakat di tingkat bawah atau
berbasis masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang No 321,
tahun 2004, bahwa Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, clan
Daerah Kota berwewenang mengatur clan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Adapun yang dimaksud masyarakat dalam hal ini adalah
masyarakat umum, perorangan maupun kelompok pengguna
atau pemakai, pengelola dan pemelihara sarana sanitasi, yang
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-16
upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Peran serta
masyarakat merupakan upaya peningkatan kesadaran dan
kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sarana sanitasi.
Untuk pencapaian sararan pengelolaan sanitasi berbasis
masyarakat, perlu adanya pembaharuan kebijakan
pembangunan di bidang sanitasi dan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dan organisasi lokal melalui proses
pendukung yang mengarah pada pengembangan kapasitas dan
penguatan kelembagaan. Dalam pelaksanaan pengelolaan
sanitasi berbasis masyarakat perlu dilengkapi dengan perangkat
dan mekanisme kerja berupa pedoman manajemen aspek
kelembagaan dan pembiayaan yang disepakati dan dipahami
oleh semua stakeholder, untuk menjamin sistem pengelolaan
yang optimal dan berkelanjutan.
Kebijakan pembangunan sanitasi diarahkan pada peningkatan
aksesibilitas masyarakat terhadap sarana dan prasarana sanitasi
melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perilaku
hidup bersih dan sehat, peningkatan peran serta seluruh
pemangku kepentingan, serta pembangunan sarana dan
prasarana sanitasi yang berbasis partisipasi masyarakat.
Dalam upaya penyusunan pedoman kerja perlu teriebih dulu
mengkaji terhadap kendala-kendala dan faktor-faktor
keberhasilan di masyarakat dalam kaitannya dengan
pengelolaan sanitasi yang menyangkut aspek, yaitu pola-pola
kelembagaan, pembiayaan, operasional, dan peran serta
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-17
5. Sasaran fisik yang Disepakati (output) dalam MDGs adalah :
Pola-pola kelembagaan, pembiayaan, operasional, dan
peran serta masyarakat yang dilandasi oleh kearifan lokai
yang ada.
• Konsep pedoman aspek Kelembagaan dan Pembiayaan
(Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat.
6. Sasaran hasil (outcome) dalam MDGs adalah :
Meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan sanitasi
yang melibatkan peran masyarakat sebagai subyek
pembangunan dan pengelolaan sarana sanitasi berdasarkan
kearifan lokal, ditandai dengan berfungsinya kelembagaan lokal
yang mengelola terhadap keberlanjutan pemanfaatan sarana
sanitasi.
3.4. Strategi Pembangunan Sektor Bidang Ke Cipta Karya-an
3.4.1. Penyediaan Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air bersih di Kabupaten Pidie sampai akhir
periode perencanaan diarahkan untuk meningkatkan cakupan
pelayanan terutama pada daerah yang saat ini sudah sudah
mendapat pelayanan. Pelayanan sistem penyediaan air minum
diperkirakan di kawasan kota / semi kota meningkat menjadi 60 %
pada tahun 2009, dan 70% pada tahun 2013 peningkatan ini
berdasarkan asumsi:
Meningkatnya daya beli penduduk
Kesadaran akan pentingnya hidup sehat yang makin tinggi.
Peningkatan sistem penyediaan air minum
Kebutuhan air minum di kawasan kota/semi kota pada tahun
2005 adalah 4.624 m3/hari atau 53 It/detik dan pada tahun
2013 adalah 9.328 atau 108 It/detik.
Kebutuhan air minum di Kota Sigli pada tahun 2009 adalah 227
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-18
untuk lebih jelasnya perkiraan kebutuhan air bersih dan
perhitungan debit air bersih dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.4.1. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih melalui PDAM Tirta Mon Krueng Baro di Kabupaten Pidie pada Tahun 2013
No. Tahun Jumlah
Meningkatnya jumlah penduduk akan berimplikasi terhadap
tingginya peningkatan kebutuhan air bersih, sehingga perlu
dilakukan pemeliharaan dan penambahan kapasitas produksi air
bersih (pembangunan intake baru) di Mutiara ke Water Treitmen
yang ada. Berdasarkan data kondisi eksisting yang diperoleh dari
PDAM Tirta Mon Krueng Baro, bahwa kapasitas produksi air
bersih yang melayani kota/semi kota adalah 170 I/dtk.
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-19
penduduk dapat diketahui proyeksi kebutuhan air minum untuk
kawasan kota/semi kota. Bila dikaitkan dengan jumlah penduduk
pada tahun 2013 membutuhkan 282 Liter/det. Bila dikaitkan
dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 (376.409 Jiwa) maka
indikasi program sektor air bersih adalah sebagai berikut :
Tahap I
Peningkatan debit produksi air bersih dari WTP yang ada
dan untuk kawasan keseluruhan dengan kapasitas
maksimum 220 liter/detik.
Tahap II
Mengurangi tingkat kebocoran hingga mencapai dibawah
20%. Peningkatan intake baru untuk menambah debit
produksi air bersih yang dihasilkan dengan kapasitas
maksimum 282 liter/delik.
Tahap III
Meningkatkan jumlah sambungan dengan prioritas ke daerah
yang sumber air tanahnya tidak baik dan pengembangan
sistem jaringan yang terpadu dengan sistem utilitas kota
lainnya.
Tahap IV
Meningkatkan fasilitas dan sistem pelayanan air baku
dengan pengendalian perkembangan kegiatan disekitar
sumber air baku dan Cathmen area air sungai.
3.4.2. Jalan Desa / Pemukiman
Kondisi jaringan jalan yang perlu mendapat perhatian dikarenakan
kondisinya yang tidak layak lagi serta untuk mendukung laju
pergerakan maupun mobilitas masyarakat (secara ekonomi,
keselamatan dan pertumbuhan kota) dapat dilihat pada tabel
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-20 Tabel 3.4.3. Panjang Jalan yang kondisinya Buruk (prioritas)
Kabupaten Pidie Tahun 2008
.No Uraian Volume Kondisi
Baik R. Ringan R. Berat
1 Jalan Lingkungan/Desa 1227 KM 490 KM 368 KM 369 KM
2 Drainase Desa 2045 KM 511 KM 409 KM 125 KM
3 Program Jalan Baru 200 KM - - -
4 Program Drainase Baru - - -
3.4.3. Drainase Kota
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa sistem
drainase di kawasan kota/semi kota belum terencana dengan
baik dan masih mengikuti pola alamiah, sebagian lagi sistem
drainase jalan. Drainse pada hakekatnya adalah suatu saluran
atau parit, baik terbuka atau tertutup yang dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat mengumpulkan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh ke bumi menuju badan air penerima. Sistem drainase
yang tidak terencana dengan baik dapat menyebabkan
terjadinya genangan-genangan air, erosi lapisan tanah, banjir,
dan kemungkinan berjangkitnya berbagai penyakit.
Selain berfungsi sebagai penyalur air hujan, saluran drainase di
beberapa kawasan permukiman di Kota Sigli juga berfungsi
sebagai penyalur air bekas mandi, mencuci, dan masak. Air
limbah tersebut disalurkan langsung ke saluran-saluran drainase
di tepi jalan yang umumnya terbuka. Permasalahan yang sering
dijumpai akibat kondisi sistem seperti ini adafah di musim
kemarau terjadi aliran yang lambat dengan kedalaman air di
endapan-RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-21
endapan dan memberi kesempatan berkembangbiaknya vektor
penyakit seperti nyamuk, lalat, dan insekta lainnya. Di lain pihak
pada musim hujan akan terjadi genangan air (melewati saluran
air yang ada) seperti di sekitar lampu merah (pasar) yang apabila
terjadi hujan akan banjir. Hal ini disebabkan karena sistem
kurang baik, juga karena adanya penumpukan sampah/endapan
dari para pedagang,rumah tarigga. Permasalahan lainnya adalah
tidak terpenuhinya syarat keindahan dan timbulnya bau yang
tidak sedap pada saluran. Apabila saluran tersebut tidak kedap
air, maka sebagian air limbah akan meresap ke dalam tanah
sehingga mencemari air tanah.
3.4.4. Air Limbah
Masyarakat di kawasan kota/semi kota di Kabupaten Pidie
sebagian yang masih menggunakan sungai sebagai sarana
MCK. Apabila prosentase timbulan air limbah adalah 70% dari
penggunaan air bersih dan produksi lumpur tinja adalah 30
liter/orang/tahun (produksi lumpur tinja ini merupakan hasil
proses yang teriadi dalam cubluk/tangki septik), maka timbulan
air limbah di Kota Sigli dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.4.4. Perkiraan Timbulan Air Limbah di kawasan kota/semi kota Kabupaten Pidie pada Tahun 2013
No Uraian Tahun Ket
2006 2013
1 Jumlah Penduduk daerah pelayanan (Jiwa)
108,143
114,631
2 Cakupan jumlah daerah pelayanan (%)
50
60
3 Jumlah Penduduk yang dilayani (jiwa)
54,072
68,779
4 Kebutuhan air bersih (lt/org/hari)
110
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-22
5 Timbunan air limbah dari air bersih (%)
7 Produksi lumpur tinja (lt/org/hr)
Berdasarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk maka prediksi
kebutuhan MCK pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Berdasarkan pada kondisi tersebut dan permasalahan yang ada
maka perlu disusun secara terhadap mengenai program
pengolahan air limbah seperti Berikut :
Tahap I
Pembuatan MCK komunal, serta perbaikan MCK yang telah
ada. Pengadaan dan mensosialisasikan septic tank bagi
masyarakat.
Tahap II
Penyediaan peralatan pompa penyedot dan truk tinja untuk
pelayanan daerah perumahan dan kegiatan perkotaan
lainnya.
Tahap III
Pembebasan lahan dan pembangunan Instalasi Pengolahan
Limbah Tinja (IPLT).
Tahap IV
Mengupayakan penyedotan septik tank pada lingkungan
perumahan. Pengadaan dan mensosialisasian kamar
mandi/WC bagi masyarakat yang belum memiliki kamar
mandi/WC.
Tahap V
Mengupayakan bantuan teknis kepada Dinas kebersihan dan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat guna
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-23 3.4.5. Persampahan
Sejalan dengan meningkatnya perkembangan penduduk clan
beragamnya aktivitas kota maka timbulan sampah bertambah
menjadi 130 m3/hari (2013) sehingga pada akhir tahun
perencanaan, 2013 tindakan pelayanan perlu ditingkatkan
sampai 70%. Jumlah fasilitas kebersihan, Yang terdapat di
Kabupaten Pidie saat ini adalah berupa:
Mobil angkut sampah (5 buah) 4 baik dan 1 rusak
Bak sampah (2 buah)
Tong sampah (15 Buah)
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang ada untuk
melayani Kabupaten Pidie berada didesa Cot Padangnila, Padang Tiji dengan luas ……ha. TPA ini saat ini duginakan untuk melayani Kota Sigli dan sekitarnya dan kawasan semi
kota, Beureunuen, Peukan Baro, Indrajaya.
Tabel 3.4.5. Perkiraaan Timbulan Sampah di Kawasan kota/Semi kota sampai Tahun 2013
No Uraian Tahun Ket
2008 2013
1 Jumlah Penduduk daerah perencanaan (jiwa)
355,103
373,568
2 Cakupan daerah pelayanan (%)
50
70
3 Jumlah Penduduk yang dilayani (jiwa)
Sumber : Hasil perhitungan, Asumsi standar SK SNI S-04-1993-03
Dengan adanya peningkatan jumlah timbulan sampah maka
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-24
Dalam menampung produksi sampan kawasan, perlu terlebih
dahulu disediakan tempat pembuangan sementara (diusulkan
berupa container) yang diletakkan pada lokasi strategis mudah
dicapai dan tidak mengganggu Lingkungan. Kemudian dialihkan
/diangkut dengan gerobak sampah atau truk sampah. Uniuk
pembuangan sampah non domestik khususnya pembuangan
beracun atau membahayakan seperti buangan dari industri,
kawasan kesehatan harus menggunakan sistem yang bersifat
khusus, hal ini sangat penting bagi keselamatan manusia untuk
melindungi kesehatan. Berdasakan jumlah pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Pidie yaitu 373.568 jiwa pada tahun
2013. Maka diproyeksikan kenaikan volume sampah di tahun
2013 (koef; sampah organik 0,75 It/org/hr & sampah non non
organik: 30% dari vol.sampah domestik ) yaitu;
- Sampah organik = 219.668 lt/hr
- Sampah non organik = 94.139 lt/hr
- Total volume sampah. = 313.796 lt/hr
Jumlah fasilitas kebersihan yang terdapat di Kabupaten Pidie
saat ini adalah berupa;
Mobil angkut sampah (8 buah) 5 baik dan 3 rusak
Container sampah TPS (2 buah)
Tong sampah (12 Buah) (data kondisi belum teridendifikasi)
Sejalan dengan meningkatnya perkembangan penduduk dan
beragamnya aktivitas kota maka timbulan sampah bertambah
menjadi 43.043 lt/hr (2013) sehingga pada akhir tahun
perencanaan tingkat pelayanan periu ditingkatkan sampai 80%.
Dengan adanya peningkatan jumlah timbulan sampah maka
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-25
3.4.6. Kondisi lingkungan perumahan saat ini umumnya kurang tertata
dengan baik terlebih di sekitar lingkungan pasar dan terminal,
terutama daiam penyediaan saluran pembuangan air kotor dan
air hujan (drainase permukiman).
Selanjutnya penelaahan kawasan pemukiman meliputi
identifikasi awal ke arah pembentukan kelompok-kelompok
pemukiman, direncanakan arah pembentukan umum lingkungan
perumahan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
Peningkatan kualitas perumahan, sehingga lingkungan
perumahan yang terbentuk dapat menciptakan suasana
nyaman dan aman dari bencana.
Menampilkan karakter tiap kelompok pemukiman/unit
lingkungan sebagai satu kesatuan.
Adanya rencana jalan masuk dan keluar dari setiap unit
lingkungan perumahan sehingga pencapaian suatu kawasan
ke kawasan lainnya relatif mudah untuk dicapai.
Penetapan pusat pelayanan sebagai komponen pengikat di
setiap unit perumahan yang mempunyai jarak tempuh relatif
dekat.
Pemanfaatan ruang terbuka sebagai suatu orientasi kegiatan
di setiap unit lingkungan perumahan yang dijadikan unsur
pengikat dan dapat diwujudkan dalam bentuk taman dan
fasititas sosial yang sifatnya lokal.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan
Kawasan Kota/Semi Kota maka kebutuhan terhadap fasilitas
perumahan akan terus meningkat dimasa yang akan datang.
Untuk itu terdapat beberapa kriteria atau persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penempatan lokasi perumahan, antara lain
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-26 Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara) Dapat
disediakan air bersih (air minum) Tidak terletak di daerah
banjir/iongsor
Tidak terletak di posisi bantaran sungai / DAS (Daerah Aliran
Sungai) Memberikan kemungkinan untuk perkembangan
pembangunannya Mempunyai aksesibilitas yang baik
Mudah dan aman mencapai tempat kerja
Tidak berada di bawah permukaan air setempat
Mempunyai kemiringan rata-rata.
Mempunyai daerah atau zona penyelamatan dari bencana
3.4.7. Identifikasi Permasalahan Kawasan Kota/Semi Kota
a. Identifikasi Permasalahan secara Umum dapat diurutkan sebagai
berikut:
Perumahan liar pada lahan bekas asset PJKA di kota Sigli
(jumlahnya belum terdata)
Selokan sering mampet/macet karena sampah, sehingga
menyebabkan banjir ke jalan raya
Kurangnya sarana MCK sehingga masyarakat banyak yang
menggunakan sungai sebagai sarana MCK
Jalan banyak yang rusak
Jalan desa yang rusak akibat drainase yang memadai
Banjir terjadi setiap tahun terutama di sepanjang daerah aliran
sungai Krueng Baro, Krueng Tiro, Krueng Tepin Raya dan
Krueng Lala kualitas air bersih (PDAM) yang kurang baik
Banyaknya pedagang kaki lima (PKL) di daerah pasar yang
kurang tertib
Banyaknya saluran drainase yang digunakan untuk
pembuangan limbah
Kurangnya fasilitas dan wadah untuk pelatihan untuk industri
RPIJM 2009-2013 KABUPATEN PIDIE
III-27 Proses pengolahan sampah yang kurang baik
Sarana transportasi ke desa- desa kurang
b. Urutan Sarana dan Prasarana dan Program Pembangunan:
Peningkatan kualitas air bersih (PDAM) dan penambahan
jaringan air Pengadaan sarana air bersih disetiap desa
Penertiban rumah/petak yang berada di tanah bekas asset
PJKA semua di dalam wilayah Kota Sigli
Perbaikan dan pembuatan saluran drainase (selokan)
Perbaikan jalan yang rusak
Pengadaan sarana jalan lingkungan yang melewati desa-desa
Sosialisasi tentang pentingnya sarana MCK yang baik serta
bantuan pengadaan MCK disetiap desa
Penyuluhan tentang pentingnya MCK dan bantuan pembuatan
MCK umum
Penertiban parkir
Pembuatan pengaman sungai (bronjong, disemen pinggir
sungai)
Bantuan pelatihan masyarakat
Pembangunan dan penataan perumahan
Peningkatan jaringan jalan dan drainase
Peningkatan fasilitas pelayanan masyarakat