PENGEMBANGAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN DIBAWAH
NAUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN
DISUSUN OLEH M ASKARI ZAKARIAH
(09/288529/PT/5771)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PENDAHULUAN
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah peternakan. Biaya untuk pakan sebesar 70-80% dari biaya produksi, sehingga dirasa perlu adanya perhatian dalam persedian pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tanaman hijauan pakan untuk ternak ruminansia menjadi point central demi tercapainya swasembada daging sapi dan kerbau 2014. Kebutuhan pokok konsumsi tanaman hijauan untuk setiap harinya berkisar 10% dari berat badan ternak, sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan produktivitas suatu lahan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Menurut (Sunarminto, 2010) sukses tidaknya industri peternakan di Indonesia, khususnya industri ternak ruminansia tergantung pada beberapa faktor. Salah satu faktor yang sangat penting adalah pengemabangan tanaman untuk penyedian pakan utamanya yang berupa hijauan.
PEMBAHASAN
Sistem integrasi sawit dan tanaman pakan serta ternak harus memperhatiakn beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas dari variable tersebut. Pemilihan yang tepat pada jenis tanaman hijauan pakan yang akan ditanam pada lahan perkebunan kelapa sawit menjadi sangat penting. Korelasi pertumbuhan antara tanaman sawit dan hijauan pakan pasti akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan.
Proses untuk peningkatan produksi ternak di dalam lahan kelapa sawit menjadikan sumber daya pakan harus dikembangkan agar mampu mendukung produksi ternak secara berkesinambunan. Ternak yang terdapat dalam lahan tersebut dapat memberikan asupan nutrient berupa bahan organik ataupun anoraganik, yang memiliki rasio C/N yang mendekati rasio C/N tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman perkebunan dan hijauan pakan. Hijauan merupakan komponen pakan yang sangat penting karena merupakan pakan basal. Sistem produksi integrasi ternak dan perkebunan seperti integrasi sapi dan sawit, ketersediaan hijauan pakan sepanjang umur kelapa sawit merupakan kendala karena meningkatnya naungan sejalan dengan umur tanaman sawit. Menurut Horne
et al ., (1994) ada dua cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan produksi hijauan di perkebunan kelapa sawit dan karet, yaitu 1). Introduksi spesies hijauan yang tahan akan naungan, 2). perubahan pola tanam guna mendukung produksi hijauan yang berkesinambungan.
Introduksi tanaman hijauan pakan dalam pertanian harus memiliki syarat hasil produksi dan kualitas yang tinggi, persistensi (tahan grazing, dll), mampu berasosiasi dengan tanaman lain dan tingkat regrowth. Produksi dan kualitas yang tinggi akan dipenuhi jika memperhatikan pola laju pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut Crowder and Chheda (1982) faktor ligkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu kadar air tanah, temperature, intensitas cahaya, fotoperiod, leaf area index, dan kompetisi tanaman.
yang ada dibawahnya. Menurut Humphreys (2005), derajat kanopi tanaman akan mengubah mutu/kualitas spektrum cahaya yang akan sampai pada permukaan daun, hal ini akan berefek pada proses tiller dan germinasi. Cahaya yang merupakan komponen dalam proses fotosintesis yang mengkonversi karbon monoksida dan air menjadi glukosa, dipengaruhi oleh radiasi matahari. Menurut Wilson and Ludlow (1990), tingkat naungan oleh canopy tanaman perkebunan dapat mencapai 80%, tergantung dari jenis tanaman, jarak tanam dan umur tanaman perkebunan. Menurut Gardner (2005), radiasi matahari dipengaruhi oleh a). sudut yang dibentuk sinar matahari yang menuju titik tersebut. Apabila sinar matahri jatuh dengan sudut yang makin kecil dari sudut tegak lurus dengan permukaan bumi, cahaya akan tersebar ke daerah permukaan yang lebih luas, mengurangi mutu cahaya per satuan luas permukaan, b). panjang hari, c). jumlah atsmosfer yang dilewati, d). jumlah partikel di dalam atsmosfer, e). faktor-faktor lain, seperti fluktuasi pancaran matahari, jarak antar bumi dan matahari, dan kemampuan bumi untuk memantulkan cahaya.
Menurut Crowder and Chheda (1982), rumput dan legum sangat tahan terhadap naungan: Axonopus compressus, B. miliformis, Ischaemum aristatum, I.timorense, Ottochloa nodosum, P.conyugatum, Stenotaphrum secundatum,
Calopogonium caeruleum, Desmodium heterophyllum, D.intortum, D.ovalifolium,
Flemingia congesta dan Mimosa pudica. Rumput dan legume dengan daya tahan
level medium terhadap naungan: B.brizantha, B.decumbens, B.humidicola, I.cylindrica, P. maximum, C. pubescens, Desmodium canum, L.leucocephala,
M.axillare, Neonotonia wightii, P.phaseoloides, & Vigna luteola.Rumput dan legum rendah ketahanannya terhadap naungan: B.mutica, D.decumbens, C.mucunoides, M.atropurpureum dan S.guianensis.
Rumput benggala (Panicum maximum), rumput bede (Brachiaria
decumbens), Calopogonium caeruleum, Desmodium ovalifolium dan Pueraria
fotosintesis, pengambilan karbondioksida dan pertumbuhan (Wong, et al., 1985 ).
Axonopus compressus merupakan salah satu rumput yang sangat tahan terhadap
naungan, termasuk dalam golongan rumput liar (selain Axonopus compressus
terdapat O. nodosa dan P. conjugatum) dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan produksi 3 sampai 5 ton/ha/ tahun (Umiyasih et al ., 2003). Kualitas dan jumlah produksi Axonopus compressus yang sangat rendah (Axonopus compressus
yang memiliki kandungan bahan kering 286 g/Kg, PK 90, LK 15, SK 292, ETN g/Kg Dry Matter) tidak menjadikan lahan sawit menjadi efisisen, sehingga dirasa perlu untuk mengintroduksikan tanaman yang memiliki tingkat kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi. Rumput B. decumbens merupakan salah satu jenis rumput yang tahan terhadap penggembalaan berat. Menurut Reksohadiprodjo (1985) B. decumbens
sangat variable bentuknya, kaku, membentuk rizoma, parenial, sedikit tegak dengan tinggi 80 cm sampai 2m, sering membentuk kumpulan daun yang lebat. Menurut lagel (1990) produksi B. decumbens dapat mencapai 22 ton/ha.
Tabel 1. Analisis Proksimat Hijauan Pakan
belum cukup, sehingga perlu penambahan tanaman legume pada lahan tersebut. Menurut Reksohadiprodjo (1985) fungsi legume dalam padang penggembalaan adalah menyediakan atau memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama, fosfor dan kalsium.
Menurut Chong et al ., (1994) A. pintoii dan S. guinensis merupakan jenis legume yang toleran terhadap naungan di perkebunan kelapa sawit dan karet, khususnya pada tanaman muda. Produktivitas hijauan akan menurun seiring bertambahnya umur tanaman perkebunan disebabkan karena berkurangnya penetrasi cahaya dalam arti taraf naungan semakin besar dengan berkembangnya kanopi tanaman. Menurut Sirait (2008) A. pintoii menunjukan adaptasi yang baik pada konsis naungan diindikasikan produksi yang cendrung meningkat seiring bertambahnya taraf naungan. Hal ini didukung oleh perakaran yang cepat menyebar, jumlah anakan dan daun yan relative banyak.
Penanaman hijauan pakan ternak dilakukan setelah tanaman pokok, hal ini untuk menghindari persaingan dalam pengambilan nutrient dari dalam tanah terhadap tanaman pokok. Penanaman awal kelapa sawit dapat menyebabkan erosi jika tidak terdapat manajemen yang baik dalam mencegahnya. Menurut Risza (1995) C. muconoides dan C. pubescens dapat menjadi spesies legume yan digunakan sebagai taaan penutup tanah. Kalopo (Calopogonium mucunoides Desv.) merupakan legum yang lazim dipergunakan sebagai penutup tanah (Cover crop) dan pengendalian gulma di perkebunan (Umiyasih dan Anggraeni, 2003). Legum Kalopo mempunyai toleransi yang sedang terhadap naungan dan ketahanan yang kuat terhadap tekanan penggembalaan, memiliki kemampuan fiksasi N2 3,8 mg N hari -1 tanaman -1. Kalopo cocok (compatible) tumbuh bersama rumput dari genus
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Chong, D. T., K. F. Ng dan I. Tajuddin. 1994. Evaluation Of Selected Forage Species In Rubber Plantation For Sheep Production. Paper Presented At 7th Animal Science Congress Of Australian-Asia Animal Production System Societies, Bali –Indonesia, july 11-16
Gardner, F. P., R. B. Pearce., R. L. Mithcell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Horne, P. M. 1994. Agroforestry Plantation System : Sustainable Forage And Animal In Rubber And Oil Palm Plantation. Paper Presenten To ACIAR-Sponsored Symposium “Agroforestry And Animal Producton For Human Welfare” At 7th Animal Science Congress Of Australian-Asia Animal Production System Societies, Bali –Indonesia, july 11-16
Humphreys, L. R. 2005. Tropical Pasture Utilitisation. Cambridge university press. Cambridge.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropic. BPFE. Yogyakarta.
Risza, R. 1995. Budidaya Kelapa Sawit. AAK. Kanisius. Yogyakarta.
Sirait, J., S. P. Ginting., A. taringan.2008. Karakteristik Morfologi Dan Produksi Legume Pada Tiga Taraf Naungan Di Dua Agro-Ekosistem. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan.
Sunarminto, B. H. 2010. Pertaian Terpadu Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional. BPFE. Yogyakarta.
Wilson, J.R. and M.M. Ludlow. 1990. The environtment and potential growth of herbage under plantations. ACIAR Proceedings No. 32: 10-24.