• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model Make A Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Tanduk Kabupaten Boyolali Se

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model Make A Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Tanduk Kabupaten Boyolali Se"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor utama bagaimana pembangunan sumber daya

manusia suatu bangsa. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan menghasilkan

sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Dan muaranya adalah

pembangunan dan perkembangan suatu bangsa akan baik dan berkualitas pula.

Pendidikan menjadi kunci dari daya saing suatu bangsa, terutama dalam era

globalisasi seperti halnya saat ini. Keberhasilan pendidikan tersebut tidak

semata-mata diukur dari pendidikan tinggi, namun justru dimulai dari pendidikan dasar.

Selain sebagai tempat untuk memperoleh pengetahuan dasar, pendidikan dasar

juga memiliki peran penting karena pada tahap ini guru sangat berperan penting

dalam mempengaruhi karakter peserta didik. Hal tersebut disadari oleh

pemerintah sebagai pihak utama yang bertanggungjawab akan keberhasilan

pendidikan di Indonesia. Berbagai kebijakan untuk mengembangkan pendidikan

dasar dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah melalui penerapan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

KTSP diterapkan berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Di dalam Undang-Undang

tersebut, terutama pada penjelasan bagian umum dan pasal 35, disebutkan bahwa

pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, serta pengembangan kurikulum

yang mencakup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan haruslah dilakukan.

Kemudian dalam KTSP, dirumuskan penerapan kurikulum yang berfokus pada

pengembangan kompetensi dan keterpaduan antara sikap, pengetahuan dan

keterampilan, sehingga model pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan

sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut.

Salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia termasuk

(2)

merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar

peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah.

Anggapan sebagian besar peserta didik yang yang menyatakan bahwa pelajaran

IPA ini sulit adalah benar terbukti dari hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah

(UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang

diharapkan. Ironisnya, justru semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan

rata-rata nilai UAS pendidikan IPA ini menjadi semakin rendah.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah masalah

lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan para guru di sekolah.

Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu mengembangkan

kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaan proses pembelajaran yang

berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal

informasi, otak siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun berbagai

informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk

menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi ini juga menimpa pada pembelajaran IPA, yang memperlihatkan

bahwa selama ini proses pembelajaran sains di sekolah dasar masih banyak yang

dilaksanakan secara konvensional. Para guru belum sepenuhnya melaksanakan

pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam melibatkan siswa serta belum

menggunakan berbagai pendekatan/strategi pembelajaran yang bervariasi

berdasarkan karakter materi pembelajaran.

Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku pada buku

teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal lain yang menjadi

kelemahan dalam pembelajaran IPA adalah masalah teknik penilaian

pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang dilakukan

selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring

dengan tes tulis objektif dan subjektif sebagai alat ukurnya. Dengan cara

(3)

mengukurpenguasaan materi saja dan itupun hanya meliputi ranah kognitif tingkat

rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu indikasi adanya kelemahan

pembelajaran di sekolah.

Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena

kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan

pada pengembangan keterampilan proses sains anak. Pada akhirnya, keadaan

seperti ini yang menyebabkan kegiatan pembelajaran dilakukan hanya terpusat

pada penyampaian materi dalam buku teks saja. Keadaan semacam ini juga

mendorong siswa untuk berusaha menghafal pada setiap kali akan diadakan tes

atau ulangan harian atau tes hasil belajar, baik Ulangan Tengah Semester (UTS),

maupun Ulangan Akhir Semester (UAS).Padahal, untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (Ahmad Susanto, 2013: 167)“hal yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah.”

Menentukan model pembelajaran yang digunakan di SD tidaklah sederhana.

Satu model pembelajaran yang menarik minat siswa terkadang tidak cukup tepat

untuk membuat siswa memahami pembelajarandengan baik. Demikian juga

model pembelajaran yang mungkin membantu siswa untuk mudah menguasai

pembelajaran, namun tidak cukup membangkitkan minat siswa. Apabila siswa

yang sebelumnya berminat dan antusias terhadap pembelajaran, namun ia terus

menerus mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran yang diajarkan,

maka siswa akan berangsur-angsur kehilangan minat terhadap pembelajaran. Hal

ini menunjukkan bahwa antar minat dan pembelajaran memiliki keterkaitan

penting. Dan ujungnya yang diharapkan adalah hasil belajar siswa.

Melalui observasi yang telah dilakukan, hal serupa juga terjadi di SDN

Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Terutama di kelas

4dalam mata pelajaran IPA, siswa menunjukkan minat dan antusiasme yang

tinggi, namun siswa masih mengalami kesulitan di dalam memahami

pembelajaran yang diajarkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar IPA

(4)

Distribusi Hasil Belajar IPA Berdasarkan HasilUlangan Tengah Semester 2 Siswa Kelas 4SDN Ngajaran 02 Semester 2 Tahun Pelajaran

2014/2015

No. Interval Frekuensi Persentase (%)

1. 91 – 100 1 7,1

2. 81 – 90 5 35,7

3. 71 – 80 2 14,3

4. 61 – 70 2 14,3

5. 51 – 60 2 14,3

6. 41 – 50 2 14,3

Jumlah 14 100

Tabel 2

Distribusi Hasil Belajar IPA Berdasarkan Ketuntasan Ulangan Tengah Semester 2 Siswa Kelas 4 SDN Ngajaran 02 Semester 2 Tahun

Pelajaran 2014/2015

No. Deskipsi Frekuensi Persentase (%)

1. Tuntas 8 57,14

2. Tidak tuntas 6 42,86

Jumlah 14 100

Tabel 3

Deskripsi Hasil Belajar IPA Berdasarkan Skor Minimum, Skor Maksimum dan Skor Rata-rata Ulangan Tengah Semester 2 Siswa Kelas 4

SDN Ngajaran 02 Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

No. Deskripsi Skor

1. Skor minimum 44

2. Skor maksimum 94

3. Skor Rata-rata 72,21

Dari tabel di atas, 6 dari 14 siswa masih belum mencapai nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM = 72) yang artinya sebanyak 42,86% siswa belum

bisa dikatakan tuntas dalam mata pelajaran IPA. Padahal guru sudah berusaha

membuat model pembelajaran yang menyenangkan dan tidak hanya berpusat pada

(5)

Namun sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam menguasai

pembelajaran yang diajarkan. Siswa juga memiliki kecenderungan untuk tekun

dan rajin dalam proses pembelajaran, sehingga tidak mengherankan apabila secara

umum siswa mempunyai minat yang tinggi dalam setiap pelajaran. Minat yang

tinggi tersebut bisa berkurang jika siswa terus menerus mengalami kesulitan

dalam menguasai pembelajaran. Ketika siswa berminat pada pelajaran dan ia

berhasil menguasai pembelajaran, maka muncul perasaan senang yang

membantunya mencapai level lebih tinggi, sebaliknya bila ia berminat tetapi terus

mengalami kesulitan maka siswa dapat kehilangan rasa senang yang berpengaruh

terhadap hasil belajarnya. Dengan demikian, disini diperlukan model

pembelajaran yang dapat membuat siswa minat terhadap pelajaran, namun juga

mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang diajarkan.

Salah satu model pembelajaran yang dianggap dapat menjawab

permasalahan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipeSTAD. Siswa

dituntut ikut aktif dalam pembelajaran seperti melakukan percobaan, mengamati,

mempresentasikannya, kemudian menyelesaikan permasalahan berdasarkan

materi yang telah diperoleh siswa selama pembelajaran. Ketika siswa terlibat aktif

dalam pembelajaran, maka minat siswa dalam pembelajaran juga terjaga dan

bahkan meningkat. Alat peraga yang digunakanpun akan lebih efektif dalam

membantu siswa dalam memahami materi.

Dari observasi yang telah dilakukan, siswa kelas 4 SDN Ngajaran

02Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang mengalami kesulitan dalam

memahami mata pelajaran IPA, meskipun sesungguhnya minat siswa terhadap

IPA tidak dapat dikatakan rendah. Permasalahan tersebut menarik untuk diteliti

melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam hal ini, guru kelas berkolaborasi

untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipeSTADpada pembelajaran

salah satu materi IPA. Bagaimana kemudian dapatkah model pembelajaran

kooperatif tipeSTAD yang diterapkan mempengaruhi pemahaman dan hasil

(6)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah yang ada di

SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang terutama pada mata

pelajaran IPA kelas 4 semester 2adalah:

a. Dalam pembelajaran, guru banyak menggunakan ceramah untuk

penyampaian materi.

b. Guru belum melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

c. Guru menggunakan buku pelajaran sebagai satu-satunya sumber belajar.

d. Siswa hanya diarahkan untuk menghafal dan menimbun informasi tanpa

mengimplementasikannya terhadap kehidupan sehari-hari.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan hasil identifikasi masalah di atas, maka

rumusan masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini adalah:

a. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan

hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02 di Kecamatan

Tuntang, Kabupaten Semarang.

b. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02

di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

a. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas 4 semester 2 SDN

Ngajaran 02 di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

b. Untuk mendeskripsikan langkah-langkah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD sesuai sintaks yang terbukti dapat meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02 di Kecamatan

Tuntang, Kabupaten Semarang.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untukmendukung dan

(7)

tipeSTAD yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan

hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02 di Kecamatan

Tuntang, Kabupaten Semarang sekaligus memberikan sumbangsih dalam

pengembangan model pembelajaran. Bagaimana kondisi riil dalam penerapan

STAD di pembelajaran SD, kelebihan dan kekurangannya diharapkan dapat

bermanfaat dalam pengembangan model pembelajaran mana yang paling sesuai

diterapkan dalam materi IPA.

Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak terkait yaitu membantu siswa untuk menguasai IPA serta

meningkatkan kemampuan belajar khususnya kemampuan mengolah

informasi.Penelitian ini diharapkan juga dapat membantu guru dalam menerapkan

model pembelajaran alternatif yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

konsep serta prestasi siswa, juga meningkatkan kualitas pembelajaran, serta

sebagai masukan bagi para pemangku kepentingan mengenai penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, juga dapat menjadi acuan bagi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

yang mempengaruhi keputusan wali siswa dalam memilih SD YPPK St.. 1.4

Melalui demonstrasi, praktikum, diskusi kelompok, kuis, dan penugasan, siswa mampu menentukan simpangan pada waktu tertentu, amplitudo, frekuensi, dan periode getaran dari

Seperti juga metodologi penelitian berlandaskan positivisme,metodologi penelitian berlandaskan rasionalisme juga mengejar diperolehnya generalisasi atau hukum-hukum baru,

 Terakhir untuk teman-teman dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya atas dukungan dan suport yang tidak pernah bosan

Sedangkan untuk kuantitatif, kita juga tidak bisa menutup mata dengan data yang diurai dan dideskripsikan sebab tujuan akhir penelitian kuantitiatif juga akan menggambarkan

Untuk soal nomor 7–11, pilihlah kata-kata atau frasa yang yang merupakan padanan kata atau padanan pengertian yang paling dekat dengan kata yang dicetak dengan huruf kapital

Seorang wanita (50 tahun), dirawat di ruang Anggrek dengan keluhan sesak napas, mual dan muntah, kulit nampak agak kekuningan, perawat menduga adanya gangguan pada