• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sikap Konsumen Pada Niat Beli Produk Bajakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Sikap Konsumen Pada Niat Beli Produk Bajakan"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

Pengaruh Sikap Konsumen Pada Niat Beli Produk

Bajakan

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

MAHENDRA DWI PUTRA

F0207085

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembajakan terhadap karya cipta dan hak kekayaan intelektual (HKI)

merupakan masalah yang signifikan dan akan terus berkembang di seluruh dunia,

terjadi baik di negara maju maupun di negara berkembang. Porsi yang terbesar

pembajakan tersebut ada di Asia (Callan, 1998 dalam Hidayat dan Mizerski,

2005). Asia merupakan negara dengan presentase terbesar porsi pembajakannya,

yaitu sebesar 66% di dunia (Bush et al., 1989 dalam Hidayat dan Mizerski, 2005).

Indonesia juga merupakan salah satu negara berkembang yang ada di Asia dengan

angka pembajakan yang sangat besar yang populasi dan kemampuan belinya terus

meningkat dengan cepat untuk kategori produk yang dilindungi (World Bank

1995).

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal

pembajakan tersebut. Pemerintah telah memberlakukan berbagai macam peraturan

yang melindungi HKI dan kesungguhan memberikan sangsi kepada pelaku

pelanggran HKI tersebut. Pemberlakuan hukum yang berkaitan dengan HKI

tersebut tidak standar satu dengan lainnya, sehingga pemberlakuan penegakan

hukum juga berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Oleh

karena itu, banyak konsumen yang sengaja membeli produk produk bajakan

dengan sadar karena ketidakstandaran tersebut (Hidayat dan Mizerski, 2005).

Pembajakan hak kekayaan intelektual di bidang hak cipta sangat

memprihatinkan, terutama pembajakan atas karya cipta di bidang musik, film

(3)

commit to user

3 media, baik berupa kaset, CD, VCD, DVD, dll. Khusus mengenai pembajakan

CD, VCD, DVD dari tahun ke tahun makin marak dan berkembang (Hidayat dan

Mizerski, 2005)

Maraknya pembajakan ini selain dipengaruhi niat berperilaku (behavioral

intention) juga dipengaruhi oleh sikap (attitude) masyarakat itu sendiri. Sikap

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : harga, kualitas barang,

resiko pembelian, dll. Kondisi seperti inilah yang menjadi landasan kuat bagi

para pelaku pembajakan untuk membuat produk-produk bajakan yang diminati

dan dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang murah dan kualitas yang tidak

kalah baik dengan yang produk asli. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti

fenomena tersebut dengan model penelitian yang dapat menjelaskannya pada

setting yang di amati.

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini bertumpu pada delapan

variabel amatan yaitu price quality, perceive dan risk averseness, integrity,

personal gratification, subjective norm, previous experience, dan behavioral

intention. Pemilihan variabel tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007). Dengan demikian, melalui cara ini

diharapkan model yang dikembangkan memiliki daya prediksi yang tinggi

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap niat beli

produk bajakan. Berikut ini adalah penjelasan terkait pengertian dari

masing-masing variabel amatan.

Menurut Huang et al., (2004) (dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), price

quality merupakan variabel yang berkaitan dengan cara pandang konsumen dalam

(4)

commit to user

4

diteliti karena variabel ini berpotensi berpengaruh pada attitude (Matos, Ituassu,

dan Rossi, 2007). Kajian literatur mengindikasi price quality berpengaruh negatif

pada attitude yang akhirnya akan mempengaruhi niat beli produk bajakan. Hal ini

menjelaskan bahwa semakin tinggi price quality, maka semakin negatif sikapnya

pada produk bajakan.

Selanjutnya, risk averseness didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang

untuk menghindari risiko yang akan ditangung bila membeli produk bajakan

(Bonoma dan Johnston, 1979). Menurut Zinkhan dan Karande, (1990) (dalam

Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007) secara umum , risk averseness dianggap sebagai

variabel kepribadian. Variabel ini diposisikan sebagai variabel independen untuk

menjelaskan bahwa risk averseness berpengaruh pada attitude terhadap produk

bajakan (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Kajian literatur menyatakan bahwa

kaitan antara risk averseness dengan variabel attitude diproposisikan berhubungan

negatif. Hal ini menjelaskan bahwasemakin tinggi risk averseness, maka semakin

negatif sikapnya pada produk bajakan.

Ketiga, perceive risk merupakan variabel yang berkaitan dengan rasa

ketidak-pastian yang dirasakan seseorang mengenai resiko yang akan diperoleh ketika

membeli produk bajakan. Perceive risk ini juga dianggap sebagai variabel

kepribadian (Zinkhan dan Karande, 1990 dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007).

Variable ini juga berpotensi berpengaruh pada attitude (Matos, Ituassu, dan Rossi,

2007). Kajian literatur mengindikasi perceive risk berpengaruh negatif pada

attitude. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi perceive risk, maka semakin

(5)

commit to user

5

Selanjutnya, integrity merupakan tindakan seseorang yang sesuai dengan

aturan yang berlaku, nilai-nilai dan juga kode etik. Ang et al., (2001)

menerangkan bahwa orang yang integritasnya rendah diharapkan akan merasa

tidak bersalah ketika mereka membeli produk bajakan. Variabel ini juga

diposisikan sebagai variabel independen (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Kaitan

antara variabel integrity dan attitude diproposisikan berhubungan negatif. Kajian

literatur menjelaskan bahwa semakin tinggi integrity, maka semakin negatif

sikapnya pada produk bajakan.

Personal gratification menurut Ang et al., (2001) merupakan kebutuhan

seseorang yang berkaitan dengan rasa prestasi, pengakuan sosial, dan menikmati

hal-hal dalam hidup. Menurut Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007) variabel ini

berpotensi berpengaruh pada attitude dan mengindikasi berpengaruh positif pada

attitude. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi personal gratification, maka

semakin positif sikapnya pada produk bajakan

Keenam, subjective norm merupakan faktor sosial yang berkaitan pada

tekanan sosial seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Ajzen,

1991). Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007) menyatakan bahwa kaitan antara

personal gratification dengan variabel attitude diproposisikan berhubungan

positif. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi personal gratification, maka

semakin baik sikapnya pada produk bajakan.

Selanjutnya, Ajzen dan Fishbein, (1980) (dalam Matos, Ituassu, dan Rossi,

2007) menjelaskan bahwa previous experience merupakan pengalaman masa lalu

seseorang, apakah seseorang itu pernah membeli produk bajakan atau belum.

(6)

commit to user

6

diproposisikan berhubungan positif (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Kajian

literatur menjelaskan bahwa jika semakin sering seseorang melakukan pembelian

produk bajakan, maka seseorang akan memiliki sikap dan niat berperilaku yang

positif pada produk bajakan.

Behavioral intention merupakan variabel dependen pada penelitian ini.

Behavioral intention ini berakhir pada action (purchasing, repurchase, dll).

Kaitan antara attitude dengan variabel behavioral intention diproposisikan

berhubungan positif (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwa

jika seseorang memiliki sikap baik (favorable) pada produk bajakan, maka

behavioral intention orang tersebut akan baik juga.

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk CD, VCD dan DVD

bajakan. Produk tersebut dijadikan objek penelitian karena sekarang ini semakin

marak pembajakan pada kategori produk tersebut (Hidayah, 2008), terbukti

dengan semakin mudah masyarakat memperoleh CD, VCD, dan DVD bajakan di

berbagai lokasi, baik di lokasi bisnis ataupun pusat keramaian di berbagai kota,

termasuk di Surakarta, Bandung, Batam, Semarang, dan Surabaya.

(http://majalah.tempointeraktif.com, 1 Mei 2011, 10.00 am)

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta

(UNS). Pada kategori produk CD, VCD, dan DVD bajakan ini Mahasiswa

merupakan segmen pasarnya paling besar. Selain faktor tersebut menurut

Hurlock, (1980) (dalam Retnaningsih, Utami, dan Muflikhati, 2010), mahasiswa

termasuk usia yang memasuki kriteria remaja akhir dan masa dewasa awal, yaitu

menunjukkan usia antara 17 tahun hingga 23 tahun. Dimana dalam penelitian

(7)

commit to user

7 mahasiswa mendapatkan uang saku yang bersumber dari orang tua. Oleh karena

itu mahasiswa merupakan konsumen yang paling potensial pada kategori produk

tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007) memberikan

kontribusi pada literatur yang ada dengan memperluas dan menguji pendahulunya

yaitu sikap konsumen terhadap pembajakan. Sikap tersebut bertindak sebagai

mediator dalam hubungan antara pertimbangan konstruksi dan niat berperilaku.

Penelitian tersebut menyarankan untuk penelitian yang akan datang, yaitu,

penelitian akan datang diharapkan dapat menguji model dalam kategori produk

yang berbeda (misalnya CD, DVD, pakaian, mainan dll) dan meneliti

kemungkinan perbedaan pada produk tersebut. Saran yang diberikan peneliti

sebelumnya tersebut akan ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian ulang yang

menggunakan variabel serupa tetapi lebih khusus terhadap pembajakan CD, VCD

dan DVD dengan menggunakan responden Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, apakah dengan

menggunakan responden mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

menggunakan variabel sikap terhadap produk bajakan dalam hal ini adalah CD,

VCD dan DVD bajakan, hasil yang diperoleh akan sama dengan penelitian yang

dilakukan Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007)

Pemaparan latar belakang dan berbagai fenomena yang diambil dan berkaitan

dengan masalah diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Sikap

(8)

commit to user

8

B. RUMUSAN MASALAH

Fenomena pertama yang akan dijelaskan adalah mengenai kualitas harga.

Menurut Ordonez, (1998) (dalam Huang, Lee, dan Ho, 2005) kepercayaan

mengenai pengaruh harga (harga tinggi, memiliki kualitas tinggi, sedangkan harga

rendah memiliki kualitas rendah) merupakan variabel yang penting dalam pricing

theory dan untuk menentukan perilaku konsumen. Konsumen cenderung

membedakan produk bajakan itu dari segi harga dan resiko. Konstruksi harga dan

risiko ini merupakan faktor penting yang berhubungan dengan sikap terhadap

pembajakan (Huang et al., 2004 dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Studi

sebelumnya telah menunjukkan bahwa perbedaan harga adalah variabel penting

ketika memilih produk bajakan (Cespedes et al., 1988; Cordell et al., 1996). Maka

rumusan masalah yang pertama adalah :

Apakah price quality berpengaruh pada attitude ?

Fenomena kedua yang dijelaskan adalah kecenderungan untuk menghindari

risiko dan resiko yang mungkin diterima, secara umum kedua variabel ini

dianggap sebagai variabel kepribadian (Bonoma dan Johnston, 1979). Variabel ini

merupakan sifat psikologis konsumen dimana percieve dan risk aversness

merupakan karakteristik penting untuk membedakan antara buyers dan nonbuyers

pada sebuah kategori produk, terutama produk yang berisiko. Maka rumusan

masalah yang kedua adalah :

Apakah risk averseness berpengaruh pada attitude?

Sebaliknya jika mengenai resiko yang mungkin diterima, maka rumusan masalah

yang ketiga adalah

(9)

commit to user

9 Fenomena keempat yang dijelaskan yaitu integritas. konsumen yang memiliki

integritas yang kurang (memiliki standar etika yang lebih rendah) diharapkan

untuk merasa kurang bersalah ketika membeli produk bajakan (Ang et al., 2001).

Sebaliknya, mereka akan merasionalisasi perilaku mereka dengan cara

mengurangi rasionalisasi dibalik penyesalan atas tindakan (disonansi kognitif)

yang tidak etis, maka rumusan masalah yang empat adalah

Apakah integrity berpengaruh pada attitude?

Fenomena kelima yang dijelaskan yaitu Personal gratification hal ini

bersangkutan terhadap kebutuhan rasa prestasi, pengakuan sosial, dan menikmati

hal-hal dalam hidup (Ang et al., 2001). Ada hasil yang bertentangan dalam aspek

ini dalam literatur Bloch et al., (1993) menyebutkan bahwa konsumen yang

memilih produk bajakan, melihat diri mereka kurang kaya secara finansial, serta

kurang percaya diri, kurang berhasil dan memiliki status lebih rendah, di sisi lain,

hasil yang ditemukan oleh Ang et al., (2001) tidak menunjukkan pengaruh yang

signifikan antara kepuasan pribadi pada sikap konsumen terhadap produk bajakan.

maka rumusan masalah yang kelima adalah

Apakah personal gratification berpengaruhpada attitude?

Fenomena keenam yang dijelaskan yaitu norma subjektif. Fenomena ini

berkaitan dengan faktor sosial yang merujuk pada tekanan sosial untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu (Ajzen, 1991). Konsumen mendapat informasi

sebelum membeli suatu produk, ketika keahlian dari orang lain mempengaruhi

mereka dalam menentukan pilihan (misalnya ketika seseorang tidak mengetahui

kategori produk) dan juga ketika mereka lebih tertarik untuk membuat kesan yang

(10)

commit to user

10

kerabat mungkin bertindak sebagai inhibitor atau kontributor untuk

mengkonsumsi, tergantung pada seberapa banyak perilaku ini telah disetujui oleh

mereka. Maka rumusan masalah yang keenam adalah

Apakah subjective norm berpengaruh pada attitude?

Fenomena keenam yang dijelaskan yaitu pengalaman masa lalu yang pernah

konsumen rasakan. Konsumen yang pernah melakukan pembelian terhadap

produk bajakan akan memiliki sikap dan niat yang berbeda terhadap produk

bajakan jika dibandingkan konsumen yang belum pernah membeli. Maka rumusan

masalah yang ketujuh dan kedelapan adalah

Apakah previous experience berpengaruh pada attitude?

Apakah previous experience berpengaruh pada behavioral intention?

Fenomena ketujuh yang dijelaskan yaitu niat berperilaku. Konsumen yang

memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap pembajakan akan memiliki niat

berperilaku yang berbeda pula. Maka rumusan masalah yang kesembilan adalah

(11)

commit to user

11

C. TUJUAN PENELITIAN

Studi ini bertujuan untuk menguji model kausal yang diharapkan mampu

menjelaskan hubungan pengaruh antara sikap terhadap produk bajakan terhadap

inferensi kualitas harga, penolakan dan penerimaan terhadap resiko, integritas,

gratifikasi personal, norma subjektif, pengalaman masa lalu, dan niat berperilaku

Secara spesifik, studi ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis pengaruh price quality pada attitude terhadap produk bajakan?

2. Menganalisis pengaruh risk averseness pada attitude terhadap produk

bajakan?

3. Menganalisis pengaruh perceive risk pada attitude terhadap produk bajakan?

4. Menganalisis pengaruh integrity pada attitude terhadap produk bajakan?

5. Menjelaskan pengaruh personal ggratification pada attitude terhadap produk

bajakan?

6. Menganalisis pengaruh subjective norm pada attitude terhadap produk

bajakan?

7. Menganalisis pengaruh previous experience pada attitude terhadap produk

bajakan?

8. Menganalisis pengaruh previous experience pada behavioral intention

terhadap produk bajakan?

9. Menganalisis pengaruh attitude pada behavioral intention terhadap produk

(12)

commit to user

12

D. BATASAN PENELITIAN

1. Obyek penelitian ini hanya terbatas pada produk CD, VCD, dan DVD

bajakan. Obyek penelitian yang dipilih didasarkan pertimbangan mengenai

keseragaman (homogenitas) obyek yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan

agar model yang diuji dapat menjelaskan fenomena dengan baik.

2. Subyek penelitian ini terbatas pada Mahasiswa Strata Satu (S1) karena

Mahasiswa merupakan konsumen yang potensial dan juga menjadi target

pasar pada kategori produk bajakan tersebut sehingga diharapkan dapat

menjelaskan fenomena yang baik.

3. Lokasi penelitian ini terbatas pada Universitas Sebelas Maret (UNS)

Surakarta, karena subjek yang diteliti adalah mahasiswa sehingga peneliti

memilih universitas sebelas maret sebagai lokasi penelitian

4. Penelitian ini hanya berfokus pada sikap masyarakat khususnya

mahasiswa terhadap produk bajakan.

5. Penelitian ini hanya meneliti pengaruh variabel price quality, perceive and

risk averseness, integrity, personal gratification, subjective norm, previous

experience terhadap attitude ¸dan juga pengaruh previous experience dan

(13)

commit to user

13

E. MANFAAT PENELITIAN

Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut mampu

memberikan manfaat kepada berbagai pihak. Adapun manfaat penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi

penelitian-penelitian berikutnya dan diharapkan penelitian-penelitian berikutnya mampu

memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini.

2. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

informasi yang lebih jelas mengenai sikap yang mempengaruhi niat

berperilaku konsumen terhadap CD, VCD dan DVD bajakan. Hasil penelitian

diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi pemasar untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli konsumen pada produk bajakan.

Dengan demikian, pemasar dapat merencanakan strategi-strategi pemasaran

dan melakukan upaya-upaya pemasaran yang tepat untuk membuat kebijakan

strategis untuk mengatasi semakin berkembangnya masalah pembajakan

(14)

commit to user

14

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk menguraikan tinjauan pustaka

yang memuat teori-teori relevan dan mendukung analisis serta pemecahan

masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam bab ini juga diuraikan

penelitian-penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis yang digunakan.

A.TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Behavioral Intention

Behavioral intention adalah isu utama yang digunakan dalam

penelitian ini. Banyak sekali keragaman mengenai pengertian behavioral

intention dari penelitian terdahulu sehingga perlu penjelasan pembatasan

yang lebih spesifik mengenai isu utama ini. Pembatasan spesifik ini

bertujuan untuk mendapatkan persamaan pemahaman mengenai

behavioral intention.

Peter dan Olson, (1990) (dalam Japarianto, 2006) menjelaskan

bahwa behavioral intention terjadi melalui suatu pilihan atau proses

pengambilan keputusan, dimana kepercayaan mengenai dua tipe

konsekuensi dan norma subyektif yang dipertimbangkan dan

diintegrasikan sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi alternatif

perilaku. Pendapat lain dikemukakan oleh Olloruniwo et al. (2006) (dalam

Japarianto, 2006), behavioral intention diartikan sebagai pengukuran

perilaku dalam bentuk pembelian kembali, word of mouth, loyalitas,

complaining behavior, dan kesensitifan terhadap harga. Ajzen ( 1991)

(15)

commit to user

15

terhadap behavior dan sujective norm terhadap behavior yang kemudian

digunakan untuk memprediksi actual behavior. Sedangkan pengertian lain

menjelaskan bahwa behavioral intention adalah suatu indikasi bagaimana

orang-orang akan sulit mencoba tentang berapa banyak suatu usaha yang

mereka rencanakan untuk digunakan dalam rangka melaksanakan perilaku

itu, yang dipengaruhi oleh tiga komponen: sikap orang melakukan ke arah

perilaku itu, tekanan sosial yang dirasa, hubungan norma yang disebut dan

kendali tingkah laku (www-nix.oit. umass.edu/~aizen, 1 juli 2011, 10.30

am). Berdasarkan teori tersebut, disimpulkan bahwa behavioral intention

adalah suatu indikasi mengenai bagaimana kesediaan orang untuk

mencoba dan seberapa banyak usaha yang mereka rencanakan untuk

dilakukan dalam upaya menunjukan perilakunya (Japarianto, 2006).

2. Pengertian Kualitas Harga(Price Quality)

Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001:439) didefinisikan

sebagai sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah

dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki

atau menggunakan produk tersebut. Harga merupakan salah satu bagian

yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah

satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix (4P = product, price,

place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi).

Studi yang terdahulu menunjukkan bahwa perbedaan harga

merupakan variabel yang penting ketika memilih suatu produk bajakan

(16)

commit to user

16 biasanya dipercaya para konsumen dan merupakan faktor yang penting

pada perilaku konsumen (Chapman and Wahlers, 1999 dalam Matos,

Ituassu, dan Rossi, 2007). Dalam pengertian ini, tendensi konsumen untuk

mempercayai harga mahal berarti memiliki kualitas tinggi, dan sebaliknya

harga murah memiliki kualitas yang rendah juga. Hal ini menjadi lebih

penting ketika terdapat sedikit informasi tentang kualitas suatu produk atau

konsumen tidak bisa menilai kualitas produk (Tellis and Gaeth, 1990).

Huang et al., (2004) (dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007)

menerangkan bahwa pembajakan biasanya dijual dengan harga yang lebih

rendah. Semakin besar hubungan kualitas harga (price quality) untuk

konsumen, menyebabkan lebih rendahnya persepsi mereka (konsumen)

terhadap kualitas produk bajakan.

3. Pengertian Risk Averseness dan Perceived Risk dalam Pembelian

Produk Bajakan

Risk averseness didefinisikan sebagai kecenderungan untuk

menghindari risiko dan secara umum dianggap sebagai variabel

kepribadian (Bonoma dan Johnston, 1979). Risk averseness ini merupakan

sifat psikologis konsumen dimana merupakan karakteristik penting untuk

membedakan antara buyers dan non buyers pada sebuah kategori produk,

terutama yang memiliki risiko (Donthu dan Garcia, 1999 dalam Matos,

Ituassu, dan Rossi, 2007). Pada penelitian ini buyers cenderung tidak

menganggap resiko sebagai sesuatu hal yang besar sedangkan non buyers

(17)

commit to user

17 Perceive risk merupakan ketidakpastian yang dihadapi konsumen

pada saat mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi dalam memutuskan

untuk membeli sesuatu khususnya produk bajakan. Pengertian ini

menyoroti dua dimensi relevan dari perceive risk, yaitu ketidakpastian dan

konsekuensi (Schiffman dan Kanuk, 1991).

Konsep dari perceive risk ini lebih sering digunakan dalam literatur

pemasaran yang berarti risiko. Sedangkan menurut persepsi konsumen

berarti ketidakpastian dan konsekuensi yang merugikan dari membeli

produk atau jasa (Dowling dan Staelin, 1994). Oleh karena itu, konsumen

menilai kemungkinan masalah yang terjadi yang akan menjadi

konsekuensinya. Masalah dan penilaian ini akan mempengaruhi setiap

tahap konsumen dalam proses pengambilan keputusan.

Adapun tipe tipe perceive risk menurut Schiffman dan Kanuk, (1991):

a. Functional risk (resiko fungsional) adalah suatu resiko dimana fungsi

produk tidak sesuai dengan fungsi yang diharapkan

b. Physical risk (resiko fisik) adalah suatu resiko jika suatu produk berakibat

buruk bagi fisik seseorang

c. Financial risk (resiko finansial) adalah suatu resiko jika produk yang

dibeli tidaqk sesuai dengtan harganya

d. Social risk (resiko sosial) adalah resiko yang disebabkan suatu produk

yang dipilih membuat keadaan tidak lebih baik atau membuat malu

didepan umum

e. Psychological risk (resiko psikologi) adalah resiko jika suatu produk tidak

(18)

commit to user

18 f. Time risk (resiko waktu) adalah resiko jika waktu yang dihabiskan untuk

mencari suatu produk terbuang percuma, karena produk tersebut tidak

sesuai yang diharapkan.

Jika konsumen mengalami berbagai resiko yang telah dipaparkan

tersebut dan ingin mengatasinya, maka cara konsumen untuk mengatasi

resiko (kerugian) tersebut adalah dengan mencari informasi, setia pada

merek tertentu, membeli produk yang bermerek terkenal, membeli produk

dari toko yang bereputasi baik, membeli produk yang sama mahalnya, dan

mencari produk sesuai keinginan hati.

4. Pengertian Integrity

Integritas (integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan

nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik, walaupun dalam

keadaan yang sulit untuk melakukannya. Dengan kata lain, “satunya kata

dengan perbuatan”. Yaitu dengan cara mengkomunikasikan maksud, ide

dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi

yang sulit dengan pihak lain (www.bumihastamukti.com, 3 juni 2011,

09.04 am)

Konsumen yang membeli produk bajakan bukan merupakan

tindakan pidana, tetapi partisipasi konsumen dalam transaksi bajakan

itulah yang mendukung aktivitas ilegal (penjualan). Penelitian Cordell et

al., (1996) menunjukkan bahwa keinginan konsumen untuk membeli

produk yang bajakan berkaitan negatif dengan sikap terhadap keabsahan.

(19)

commit to user

19 rendah diharapkan untuk merasa kurang bersalah ketika membeli produk

bajakan (Ang et al., 2001). Sebaliknya, mereka merasionalisasi perilaku

mereka dengan cara mengurangi kognitif disonansi sebuah perilaku yang

tidak etis.

Berikut ini beberapa perilaku dalam integrity (www.indosdm.com, 13 Mei

2011, 08:51 am)

a. Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik

Dalam memahami dan mengenali perilaku, harus melakukan

beberapa hal diantaranya, 1) Mengikuti kode etik yang berlaku sesuai

dengan profesi dan peraturan perusahaan. 2) Jujur dalam menggunakan

dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau sesuai dengan

otoritasnya.3) Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang

dilakukan itu tidak melanggar kode etik.

b. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan

keyakinannya

Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan

bisa dilakukan dengan berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu

akan menyakiti kolega atau teman dekat dan juga selalu jujur dalam

berhubungan dengan pelanggan.

c. Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk

melakukan itu

Jika melakukan kesalahan kita harus mengakuinya secara terbuka

dan berterus terang walupun dapat merusak hubungan baik antara teman

(20)

commit to user

20

d. Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya

yang cukup besar

Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis,

meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan da

juga bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek

bisnis yang tidak etis.

5. Pengertian Personal Gratification (Kepuasan Pribadi)

Gratifikasi adalah reaksi emosional yang menyenangkan dari

kebahagiaan sebagai respon atas pemenuhan keinginan atau pemenuhan

tujuan seseorang. Seseorang mungkin bangga mengatakan bahwa mereka

bersyukur atas tercapainya tujuan atas kerja keras mereka, dan istilah ini

biasanya digunakan untuk merujuk kasus-kasus seperti pembajakan ini.

Gratifikasi menyangkut kebutuhan rasa prestasi, pengakuan sosial,

dan menikmati hal-hal dalam hidup (Ang et al., 2001). Ada hasil yang

bertentangan dalam aspek ini dalam literatur Bloch et al., (1993)

menyatakan konsumen memilih produk bajakan, akan melihat diri mereka

kurang kaya secara finansial, kurang percaya diri, kurang berhasil dan

status lebih rendah, di sisi lain, hasilnya ditemukan oleh Ang et al., (2001)

tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan antara kepuasan pribadi pada

(21)

commit to user

21

6. Pengertian Subjective Norm (Norma Subyektif)

Norma subjektif adalah perasaan atau dugaan seseorang terhadap

orang-orang yang ada di dalam kehidupannya mengenai apa yang

dilakukan atau tidak dilakukan pada perilaku tertentu. Sebagaimana sikap

terhadap perilaku, norma subjektif juga dipengaruhi oleh keyakinan.

Bedanya adalah apabila sikap terhadap perilaku merupakan fungsi dari

keyakinan terhadap perilaku yang akan dilakukan (behavioral belief) maka

norma subjektif adalah fungsi dari keyakinan seseorang ini yang diperoleh

atas pandangan orang lain yang berhubungan dengannya (normative

belief).

Norma subjektif merupakan faktor sosial yang merujuk pada

tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Ajzen,

1991). Konsumen mendapat informasi, ketika keahlian dari orang lain

mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan (misalnya ketika

seseorang tidak tahu kategori produk), dan juga, ketika mereka lebih

tertarik untuk membuat kesan yang baik kepada orang lain (Bearden et al.,

1989). Mengenai pembajakan, teman dan kerabat mungkin bertindak

sebagai inhibitor atau kontributor untuk mengkonsumsi, tergantung pada

seberapa banyak perilaku ini telah disetujui oleh mereka.

Di dalam kehidupan sehari-hari, hubungan yang dijalin seseorang

dapat dikategorikan ke dalam hubungan yang bersifat vertikal dan

horizontal. Hubungan vertikal adalah hubungan antara atasan–bawahan;

guru–murid; profesor–mahasiswa, atau orang tua– anak. Hubungan

(22)

commit to user

22 yang bersifat selevel. Pola hubungan ini dapat menjadi sumber perbedaan

persepsi. Pada hubungan yang bersifat vertikal, harapan dapat dipersepsi

sebagai tuntutan (injunctive) sehingga pembentukan norma subjektif akan

diwarnai oleh adanya motivasi untuk patuh terhadap tuntutan untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Sebaliknya, pada

hubungan yang bersifat horizontal harapan terbentuk secara deskriptif

sehingga konsekuensinya adalah keinginan untuk meniru atau mengikuti

(identifikasi) perilaku orang lain di sekitarnya.

Norma subjektif mengenai suatu perilaku akan tinggi apabila

keyakinan normatif maupun motivasi untuk memenuhi harapan

orang-orang yang berhubungan secara vertikal ini sama-sama tinggi. Untuk

hubungan yang bersifat horizontal, norma subjektif akan tinggi apabila

keyakinan individu bahwa rekan kerja atau teman sangat diuntungkan

karena menggunakan suatu produk/jasa dan keinginan mengidentifikasi

perilaku rekan kerja atau teman dalam menggunakan produk/jasa tersebut

sangat kuat. (http://neila.staff.ugm.ac.id, 13 Mei 2011, 08:55)

7. Pengertian Attitude (Sikap)

Secara sederhana sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana

dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal.

(23)

commit to user

23

1) Berorientasi kepada respon

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan

mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak

mendukung (Unfavourable) pada suatu objek

2) Berorientasi kepada kesiapan respon

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang

menghendaki adanya respon atau suatu pola perilaku, tendenasi atau

kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah

terkondisikan.

3) Berorientasi kepada skema triadik

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif,

dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan

(24)

commit to user

24

B. P0SISI STUDI

Sub bab ini bertujuan untuk menjelaskan posisi studi ini

dibandingkan dengan studi-studi terdahulu terkait dengan variabel-variabel

yang menjadi objek amatan dan alat analisis yang digunakan dalam

penelitian.

Tabel II.1 Posisi Studi

Peneliti Value conscious,

Integrity, Personal gratification

Attitude Purchase

intention productsCounterfeits (CDs) SEM

Huang, Lee, dan Ho (2004)

Price conciousness, Price-quality

inference, Risk averseness

Attitude Purchase

Intention

All Gray Market

Goods LISREL

Matos, Ituassu, dan Rossi

(2007)

Price quality, Risk averseness, Subjective norm, Percieve risk,

Integrity, Personal grtifikation,

Previous experience

Attitude Behavioral

intention

All Counterfeits

products SEM

Marcketti dan Shelley (2009)

Concern,

Knowledge Attitude

Willingness to pay more

Counterfeit

apparell products SEM

Phau dan Teah (2009)

Social factors,

Personality factors Attitude

Intention to buy

Counterfeit

luxury brand SEM

Studi ini (2011)

Price quality, Risk averseness, Subjective norm, Percieve risk,

Integrity, Personal grtifikation,

Previous experience

Attitude Behavioral

intention

Counterfeits products (CD,

CVD, DVD)

SEM

(25)

commit to user

25 Berdasarkan Tabel II.1 variabel tujuan dalam penelitian ini adalah

behavioral intention (Lihat Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Selanjutnya,

studi ini menggunakan variabel mediasi yaitu attitude yang diadopsi dari

penelitian Ang et al., (2001), Huang, Lee, dan Ho (2004), Matos, Ituassu,

dan Rossi (2007), Marcketti dan Shelley (2009), Phau dan Teah (2009).

Penelitian ini menggunakan variabel independen Price quality (Lihat

Huang, Lee, dan Ho, 2004; Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), Risk

aversenes (Lihat Huang, Lee, dan Ho, 2004; Matos, Ituassu, dan Rossi,

2007), Subjective norm (Lihat Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), Percieve

risk (Lihat Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), Integrity (Lihat Ang et al.,

2001; Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), Personal gratification (LihatAng

et al., 2001; Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007), dan Previous experience

(26)

commit to user

26

C. KERANGKA TEORITIS

Mengarahkan penelitian menuju pemecahan masalah, perlu dibuat

suatu kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antara beberapa

variabel yang akan dibahas. Hubungan dari variabel yang akan diteliti

dapat digambarkan sebagai berikut:

H1(-)

H2 (-)

H3 (-)

H4 (-)

H5 (+) H8 (+)

H6 (+)

H7a (+)

H7b (+)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Matos, Ituassu, dan Rossi (2007) Subjective

Norm Price quality

Integrity

Personal Gratification

Risk Averseness

Percieve Risk

Previous Experience

Attitude

(27)

commit to user

27 Keterangan :

Kualitas harga, penolakan terhadap resiko, norma subyektif, resiko

mungkin diterima, integritas, gratifikasi personal dan pengalaman masa lalu

adalah komponen yang mempengaruhi sikap terhadap CD, VCD, dan DVD

bajakan yang merupakan variabel independen, sedangkan sikap terhadap

CD, VCD, dan DVD bajakan merupakan variabel independen terhadap

keinginan berperilaku, dan merupakan variabel dependen terhadap kualitas

harga, penolakan resiko, dll. Dan niat untuk berperilaku merupakan variabel

dependennya. Sikap yang terbentuk, bisa merupakan sikap positif ataupun

sikap negatif terhadap CD, VCD, dan DVD bajakan. Positif atau negatifnya

sikap yang terbentuk, dipengaruhi oleh pernah tidaknya membeli produk

bajakan (dummy) dari tiap individidu. Jadi, pernah tidaknya membeli produk

bajakan turut mempengaruhi setiap individu untuk bersikap positif ataupun

negatif terhadap CD, VCD, dan DVD bajakan

D. PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian (Sugiyono, 1999: 51). Pernyataan ini perlu diteliti dan dianalisis

untuk diambil suatu kesimpulan apakah hipotesis tersebut secara empiris

terbukti atau tidak.

1. Pengaruh Price Quality pada Attitude

Konsumen lebih melihat dari segi harga dan garansi pembelian

dalam membedakan produk bajakan dan asli (Huang et al., 2004

(28)

commit to user

28 harga yang relatif lebih rendah dibanding yang asli dan juga produk

bajakan biasanya tidak memiliki garansi (kerusakan tidak ditanggung

oleh penjual melainkan memjadi resiko pembeli). Harga dan resiko

ini menjadi faktor yang penting terkait sikap pada produk bajakan.

Dalam studi ini, price quality berpengaruh negatif pada attitude

(Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwasemakin

tinggi price quality, maka semakin negatif sikapnya pada produk

bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H1 Semakin tinggi price quality, semakin negatif attitude

2. Pengaruh Risk Averseness dan Perceived Risk pada Attitude

Seperti yang dijelaskan pada hipotesis yang pertama, konsumen

percaya bahwa produk bajakan dijual pada harga yang lebih rendah

dan miskin garansi. Oleh karena itu variabel resiko merupakan

variabel yang penting sepert pengaruh price quality.

Risk averseness umumnya dianggap sebagai variabel kepribadian

(Bonoma dan Johnston, 1979). Sifat psikologis konsumen tersebut

merupakan karakteristik yang penting untuk membedakan antara

buyers dan nonbuyers dari kategori produk, terutama yang beresiko

(Donthu dan Garcia, 1999 dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007).

Dalam studi ini, risk averseness berpengaruh negatif pada attitude

(Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwasemakin

tinggi risk averseness, maka semakin negatif sikapnya pada produk

bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

(29)

commit to user

29

Konsep dari perceive risk lebih sering digunakan dalam literatur

pemasaran yang berarti risiko dalam hal persepsi konsumen dalam

ketidakpastian dan konsekuensi yang merugikan dari membeli produk

atau jasa (Dowling and Staelin, 1994). Oleh karena itu, konsumen

menilai masalah yang mungkin terjadi dan juga apa yang akan

menjadi konsekuensi negatif seperti masalah, dan penilaian ini akan

mempengaruhi setiap tahap konsumen dalam proses pengambilan

keputusan. Seperti sifat alami masalah ini, risiko mungkin termasuk

komponen yang berbeda, seperti kinerja, keuangan, keamanan, sosial,

psikologis, dimensi waktu dan kesempatan (Havlena dan DeSarbo,

1991).

Albers-Miller (1999) menemukan peran penting dari risiko atas

pembelian produk bajakan. Dalam konteks ini, seorang konsumen

dapat mempertimbangkan bahwa: 1). Produk tidak akan

berpenampilan sebagus produk asli dan tidak akan mendapatkan

garansi dari penjual, 2). memilih bajakan tidak akan membawa

keuntungan bagi keadaan moneter, 3). produk mungkin tidak seaman

produk yang asli, 4). pemilihan produk bajakan akan mempengaruhi

secara negatif bagaimana orang lain memandang mereka, 5). mereka

akan membuang-buang waktu, kehilangan kenyamanan dan

kehilangan manfaat untuk mengulang pembelian.

Perceived risk memiliki berpengaruh negatif pada attitude

(30)

commit to user

30

tinggi perceived risk, maka semakin negatif sikapnya pada produk

bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H3 Semakin tinggi perceived risk, semakin negatif attitude

3. Pengaruh Integrity pada Attitude

Penelitian menunjukkan bahwa keinginan konsumen untuk

membeli produk yang bajakan berkaitan negatif dengan sikap terhadap

keabsahan (Cordell.et al., 1996). Dalam pengertian ini, konsumen

yang memiliki standar etika (integrity) yang lebih rendah diharapkan

untuk merasa kurang bersalah ketika membeli produk bajakan (Ang et

al., 2001). Sebaliknya, mereka merasionalisasi perilaku mereka

dengan cara mengurangi disonansi kognitif sebuah perilaku yang tidak

etis.

Dalam studi ini, integrity berpengaruh negatif pada attitude

(Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwasemakin

tinggi integrity., maka semakin negatif sikapnya pada produk bajakan.

Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H4 Semakin tinggi integrity, semakin negatif attitude

4. Pengaruh Personal Gratification pada Attitude

Personal gratification menyangkut kebutuhan rasa prestasi,

pengakuan sosial, dan menikmati hal-hal dalam hidup (Ang et al.,

2001). Ada hasil yang bertentangan dalam aspek ini dalam literatur

Bloch et al., (1993) menyarankan konsumen memilih produk bajakan,

melihat diri mereka kurang kaya secara finansial, kurang percaya diri,

(31)

commit to user

31 ditemukan oleh Ang et al., (2001) tidak menunjukkan pengaruh yang

signifikan antara kepuasan pribadi pada sikap konsumen terhadap

produk bajakan

Dalam studi ini, personal gratification berpengaruh positif pada

attitude (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwa

semakin tinggi personal gratification, maka semakin positif sikapnya

pada produk bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan

adalah:

H5 Semakin tinggi personal gratification, semakin positif

attitude

5. Pengaruh Subjective Norm pada Attitude

Norma subjektif adalah faktor sosial merujuk pada tekanan sosial

untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Ajzen, 1991).

Konsumen mendapat informasi, ketika keahlian dari orang lain

mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan (misalnya ketika

seseorang tidak tahu kategori produk), dan juga ketika mereka lebih

tertarik untuk membuat kesan yang baik kepada orang lain (Bearden et

al., 1989). Mengenai pembajakan, teman dan kerabat mungkin

bertindak sebagai inhibitor atau kontributor untuk

mengkonsumsi,tergantung pada seberapa banyak perilaku ini telah

disetujui oleh mereka.

Dalam studi ini, subjective norm berpengaruh positif pada attitude

(32)

commit to user

32

tinggi subjective norm, maka semakin positif sikapnya pada produk

bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H6. Semakin tinggi subjective norm, semakin positif attitude

6. Pengaruh Previous Experience pada Attitude

Dalam studi ini, previous experience berpengaruh positif pada

attitude (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan bahwa

semakin tinggi previous experience, maka semakin positif sikapnya

pada produk bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan

adalah:

H7a Semakin tinggi previous experience, semakin positif

attitude

7. Pengaruh Previous Experience pada Behavioral Intention

Dalam studi ini, previous experience berpengaruh positif pada

behavioral intention (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini

menjelaskan bahwa semakin tinggi previous experience, maka

semakin positif niat berperilaku pada produk bajakan. Dengan

demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H7b Semakin tinggi previous experience, semakin positif

behavioral intention

8. Pengaruh Attitude pada Behavioral Intention

Hubungan sikap dan perilaku telah banyak diperiksa dalam

literatur pemasaran. Menurut teori reason action, sikap ini berkorelasi

positif dengan niat perilaku, yang pada gilirannya merupakan

(33)

commit to user

33

Dalam studi ini, attitude berpengaruh positif pada behavioral

intention (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini menjelaskan

bahwasemakin positif attitude, maka semakin positif niat berperilaku

pada produk bajakan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan

adalah:

H8 Semakin positif attitude, semakin positif behavioral

(34)

commit to user

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan tentang hal-hal yang terkait langsung dengan

pengumpulan data yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Berturut-turut

akan diuraikan tentang desain penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling,

pengukuran variabel dan definisi operasional, sumber data, metode pengumpulan

data, prosedur dan analisis data, serta estimasi dan pengujian model struktural.

A. DESAIN PENELITIAN

1. Tujuan Studi

Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian pengujian

hipotesis (hypotesis testing), biasanya menjelaskan sifat hubungan

tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan

(independent) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi. Pengujian

hipotesis adalah sarana untuk menguji apakah pernyataan jika-maka

yang dihasilkan dari kerangka teoritis benar adanya ketika dihadapkan

pada penyelidikan yang ketat (Sekaran, 2006:162). Penelitian ini

bertujuan untuk menguji pengaruh antara kualitas harga, penolakan

terhadap resiko, norma subyektif, resiko yang diterima, integritas,

gratifikasi personal dan pengalaman masa lalu pada sikap terhadap CD,

VCD, dan DVD bajakan dan juga pengaruh variabel sikap terhadap niat

berperilaku.

Metode survei digunakan dalam penelitian ini, yaitu suatu metode

(35)

commit to user

35 kepada responden individu (Jogiyanto, 2004: 115). Dalam penelitian

ini, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan

kuisioner.

2. Tipe Hubungan Variabel

Berdasarkan tipe hubungan variabel, penelitian ini termasuk ke

dalam studi kausal (causal study), yaitu studi di mana peneliti ingin

menemukan penyebab dari satu atau lebih masalah (Sekaran, 2006:165).

3. Situasi (Setting) Penelitian

Dilihat dari situasi penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam

studi lapangan (field study), yaitu studi yang dilakukan dalam situasi alami

dengan jumlah intervensi minimal dari peneliti terhadap arus kejadian

dalam situasi (Sekaran, 2006:170).

4. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Unit analisis

merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap

analisis data selanjutnya (Sekaran, 2006:173).

5. Horison Waktu

Berdasarkan dimensi waktu, penelitian dapat dikategorikan

menjadi cross-sectional study dan longitudinal studi. Penelitian ini

termasuk dalam kategori penelitian cross sectional study, yaitu studi yang

dapat dilakukan dengan data yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin

selama periode harian, mingguan, atau bulanan, dalam rangka menjawab

(36)

commit to user

36

6. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala likert

(likert scale), yaitu skala interval yang secara spesifik menggunakan lima

pilihan, seperti Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, dan

Sangat Setuju (Sekaran, 2006: 238). Menurut Jogiyanto (2004), Skala

likert merupakan bagian dari skala rating dimana skala tersebut digunakan

untuk memberikan nilai (rating) ke suatu variabel.

B. POPULASI, SAMPEL, TEKNIK SAMPLING

1. Populasi

Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang

memiliki karakteristik atau ciri yang ditetapkan (Cooper dan Emory,

1995) populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

Mahasiswa di Surakarta.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karateristiknya hendak

diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya

lebih sedikit dari populasi) (Djarwanto dan Subagyo, 1998: 108).

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah mahasiswa

(37)

commit to user

37

3. Jumlah sampel

Menurut Ferdinand (2006:46), terdapat beberapa pedoman dalam

menentukan ukuran sampel:

a. 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation.

b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi.

Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam

seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator

dikali 5 sampai10.

d. Bila sampelnya sangat besar, maka peneliti dapat memilih

teknik estimasi.

Berdasarkan pedoman di atas maka jumlah sampel minimum

dapat ditentukan dari 5 kali indikator yang digunakan, yaitu 28

indikator sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 140 (28x5)

ditambah cadangan jika terjadi kerusakan/ kesalahan dalam pengisian

data sebanyak 20 sampel. Untuk memenuhi ukuran sampel minimum

maka jumlah sampel yang akan diambil adalah 160 responden. Jumlah

sampel ini representative untuk teknik analisis SEM, yaitu ukuran

sample yang sesuai untuk SEM adalah 100-200.

4. Teknik Sampling

Prosedur pemilihan sampel penelitian ini menggunakan non

probability sampling, yaitu desain penelitian sampel dimana

elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak

(38)

commit to user

38 digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

Purposive sampling adalah pengambilan sampel dalam hal ini

terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat memberikan

informasi yang diinginkan, entah karena mereka satu-satunya yang

memilikinya, atau memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan

(Sekaran, 2006). Kriteria yang digunakan adalah: (1). Mahasiswa

Universitas Sebelas Maret Surakarta, (2). Belum memiliki

penghasilan (pekerjaan)

Pemilihan kriteria tersebut dikarenakan mahasiswa Universitas

Sebelas Maret Surakarta dianggap sudah dapat mewakili populasi

yaitu mahasiswa di Surakarta dan kriteria yang kedua dipilih

karena responden yang belum memiliki penghasilan akan

menjadikan produk bajakan sebagai alternatif ketika akan membeli

CD, VCD, dan DVD bajakan karena belum memiliki kemandirian

secara finansial.

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional variabel adalah definisi yang dinyatakan

dalam kriteria atau operasi yang dapat diuji secara khusus (Cooper dan

Emory, 1999: 37). Istilah-istilah ini harus mempunyai rujukan-rujukan

empiris (dapat diukur, dihitung atau dikumpulkan melalui penalaran).

Dengan sangat luasnya permasalah yang ada, maka sangat

diperlukan adanya definisi operasional variabel penelitian yang akan

(39)

commit to user

39 penyimpangan terhadap masalah yang akan diteliti. Adapun

indikator-indikator yang akan diteliti adalah :

1. Price Quality

Kualitas harga (price quality) merupakan faktor penting yang

berhubungan dengan sikap pada produk bajakan (Huang et al., 2004).

Variabel ini diukur dengan tiga item pertanyaan (Ha, 2004) yang diukur

dengan lima poin skala likert dengan indikator sebagai berikut

(Lichtenstein et al., 1993):

a. Harga tinggi memiliki kualitas tinggi.

b. Harga merupakan indikator dari kualiatas.

c. Produk terbaik didapat dengan mengeluarkan uang lebih

2. Risk Averseness

Risk averseness secara umum dianggap sebagai variabel

kepribadian (Bonoma dan Johnston, 1979) untuk mengukur risk

averseness digunakan tiga item pertanyaan yang diukur dengan skala

likert dengan indikator sebagai berikut (Huang et al., 2004; Donthu and

Garcia, 1999) (dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007):

a. Resiko ketika membeli produk bajakan

b. Kualitas produk bajakan yang dibeli

c. Keragu-raguan seseorang ketika membeli produk bajakan

3. Attitude

Sikap ini dianggap sangat berkorelasi dengan niat seseorang, yang

pada gilirannya merupakan prediktor perilaku yang wajar (Ajzen dan

(40)

commit to user

40 diukur dengan lima item pertanyaan yang diukur dengan skala likert

dengan indikator sebagai berikut (Huang et al., 2004 dalam Matos,

Ituassu, dan Rossi, 2007):

a. Pertimbangan harga dalam memilih produk bajakan

b. Kesukaan berbelanja produk bajakan

c. Keuntungan membeli produk bajakan

d. Perasaan tidak bersalah dalam membeli produk bajakan.

e. Membeli produk bajakan merupakan pilihan yang lebih baik

4. Subjective Norm

Subjective norm merupakan faktor sosial yang merujuk pada

tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Ajzen,

1991). Variabel ini diukur dengan tiga item pertanyaan yang diukur

dengan skala likert dengan indikator sebagai berikut (Ajzen, 1991):

a. Pandangan teman dan kerabat ketika membeli produk

bajakan

b. Teman-teman dan kerabat menganjurkan untuk membeli

produk bajakan

c. Teman-teman dan kerabat yg menggunakan produk bajakan

5. Behavioral Intention

Behavioral intention adalah suatu indikasi mengenai bagaimana

kesediaan orang untuk mencoba dan seberapa banyak usaha yang

mereka rencanakan untuk dilakukan dalam upaya menunjukan

(41)

commit to user

41 diukur dengan indikator berbagai item pertanyaan sebagai berikut

(Zeithaml et al., 1996 dalam Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007):

a. Produk bajakan menjadi pilihan ketika akan membeli CD,

VCD atau DVD

b. Membeli CD, VCD atau DVD bajakan

c. Merekomendasikan kepada teman untuk membeli produk

bajakan

d. Mengatakan sesuatu yang baik mengenai produk bajakan

6. Perceived Risk

Perceive risk dianggap sebagai variabel kepribadian (Bonoma dan

Johnston, 1979). Variabel ini diukur dengan tiga item pertanyaan yang

diukur dengan skala likert dengan indikator sebagai berikut (Dowling

and Staelin, 1994):

a. Resiko yang akan ditanggung ketika mebeli produk bajakan

b. Kemungkinan produk bajakan yang dibeli rusak

c. Mengeluarkan uang untuk produk bajakan merupakan

keputusan yang buruk

7. Integrity

Konsumen yang memiliki standar etika yang lebih rendah

diharapkan untuk merasa kurang bersalah ketika membeli produk

bajakan (Ang et al., 2001). Variabel ini diukur dengan empat item

pertanyaan yang diukur dengan skala likert dengan indikator sebagai

(42)

commit to user

42

a. Kejujuran sebagai kualitas penting bagi karakter seseorang

b. Sangat penting bahwa orang bersikap sopan

c. Kekaguman terhadap orang yang bertanggung jawab

d. Kesukaan terhadap orang yang memiliki pengendalian diri

8.Personal Gratification

Personal gratification menyangkut kebutuhan rasa prestasi,

pengakuan sosial, dan menikmati hal-hal dalam hidup (Ang et al., 2001).

Variabel ini diukur dengan tiga item pertanyaan yang diukur dengan

skala likert dengan indikator sebagai berikut (Ang et al., 2001):

a. Usaha untuk mendapatkan prestasi dan pengakuan sosial

b. Keinginan memiliki kehidupan nyaman

c. Keinginan memiliki kehidupan menyenangkan

Pada penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa pada model penelitian

ini terlihat bahwa kualitas harga, penolakan terhadap resiko, norma

subyektif, penerimaan terhadap resiko, integritas, gratifikasi personal dan

previuos experience adalah komponen yang mempengaruhi sikap yang

merupakan variabel independen, sedangkan sikap merupakan variabel

independen terhadap niat berperilaku, dan merupakan variabel dependen

dari kualitas harga, penolakan resiko, dll. Dan niat untuk berperilaku

merupakan variabel dependennya.Sedangkan pengukuran variabel dalam

penelitian ini menggunakan Skala Likert (Likert Scale) 5 poin dengan

(43)

commit to user

43

D. SUMBER DATA

1. Data Primer (Primary Data)

Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama

untuk analisis berikutnya untuk menemukan solusi atau masalah yang

diteliti (Sekaran, 2006). Menurut Sarwono (2006) Dalam pencarian

data primer, ada tiga dimensi penting yang perlu diketahui, yaitu

kerahasiaan, struktur, dan metode koleksi. Dalam penelitian ini, data

primer diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui

kuisioner.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuisioner pada

responden penelitian. Menurut Sekaran (2006), Kuisioner adalah

kumpulan pertanyaan tertulis yang dirumuskan sebelumnya di mana

responden mecatat jawaban, biasanya dalam alternatif yang disusun

secara cukup tertutup.

Pengisian kuisioner didampingi oleh peneliti, dimana peneliti

akan memberikan bimbingan kepada responden. Bentuk pertanyaan

dalam kuisioner ini adalah pertanyaan tertutup (closed questions),

yaitu pertanyaan dengan kumpulan alternatif yang disusun dengan

jelas yang membatasi pilihan responden pada salah satu diantaranya

(Sekaran, 2006).

Metode pengumpulan data kuesioner pada penelitian ini adalah

(44)

commit to user

44 questionaires, yaitu peneliti menyampaikan sendiri kuesioner kepada

responden dan mengambil sendiri kuesioner yang telah diisi oleh

responden, tujuan utamanya supaya tingkat pengembalian kuesioner

dapat terjaga didalam periode waktu yang relatif pendek (Sekaran,

2003).

E. METODE ANALISIS DATA

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

Structural Equation Modelling (SEM). SEM merupakan teknik multivariat

yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk

mengestimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair

et al., 1998). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan program

AMOS versi 6 untuk menganalisis hubungan kausalitas dalam model

struktural yang diusulkan.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis data dengan cara

mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami

dan diinterpretasikan (Ferdinand, 2002).

2. Pengujian Statistik

Pengujian statistik merupakan pengujian yang diawali

dengan pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian. Hal ini

bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa data yang diperoleh

telah memenuhi kritetria kelayakan untuk diuji dengan

(45)

commit to user

45 hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena bisnis

yang diukur (Ferdinand, 2002).

3. Uji Instrumen

a. Uji Validitas

Menurut Sekaran (2006), Uji validitas merupakan bukti

bahwa instrumen, teknik, atau proses yang digunakan untuk

mengukur sebuah konsep benar-benar mengukur konsep

yang dimaksudkan. Uji validitas digunakan untuk

mengukur apakah instrumen penelitian benar-benar mampu

mengukur konstruk yang digunakan. Untuk memperoleh

validitas kuesioner, usaha dititik beratkan pada pencapaian

validitas isi. Validitas tersebut menunjukkan sejauh mana

perbedaan yang diperoleh dengan instrumen pengukuran

merefleksikan perbedaaan sesungguhnya pada responden

yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan confirmatory factor

analysis (CFA) untuk mengetahui validitas instrumen.

Tinggi rendahnya validitas suatu angket dengan melihat

factor loading dengan bantuan software SPSS for windows

versi 11,5. Factor loading adalah korelasi item-item

pertanyaan dengan konstruk yang diukurnya. Menurut Hair

et al., (1998:111), factor loading lebih besar > 0.30

dianggap memenuhi level minimal, sangat disarankan

(46)

commit to user

46 suatu item pertanyaan mencapai > 0.50 atau lebih besar

maka item tersebut sangat penting dalam

menginterpretasikan konstruk yang diukurnya. Pedoman

umum untuk analisis faktor adalah nilai lambda atau factor

loading > 0,4 (Ferdinand, 2006:131). Berdasarkan pedoman

tersebut, peneliti menetapkan nilai factor loading yang

signifikan adalah lebih dari > 0.50.

4. Uji Validitas Pretest

Sebelum melakukan penyebaran ke sampel besar, peneliti

terlebih dahulu melakukan pretest kepada 50 responden untuk

kepentingan uji validitas dan reliabilitas. Berikut ini hasil uji

validitas pada pretest:

Tabel III.1

Hasil KMO dan Bartlett’s Test Pretest

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling

Adequacy. ,412

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 1201,775

Df 378

Sig. ,000

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2011

Model analisis faktor yang diperoleh dari tabel III.1 diatas

belum memenuhi kriteria goodness of fit yang baik. Hal ini

diindikasikan melalui skor KMO Tabel III.1 sebesar 0,412 (<0,50)

(47)

commit to user

47 (<0,005). Sedangkan hasil validitasnya dapat dilihat pada Tabel

III.2 berikut:

Tabel III.2

Hasil Uji Validitas Pretest

Rotated Component Matrix(a)

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2011

Dari hasil tabel III.2 diatas mengindikasikan hasil yang

sama pada item – item pada Tabel III.2, yaitu masih mengukur

pada komponen yang sama, Sehingga peneliti melakukan pretest

(48)

commit to user

48 berbeda dengan melakukan perbaikan tata bahasa kembali pada

item-item pertanyaan kuesioner. Hasil uji KMO dan Bartlett’s

Test dan validitas pada pretest kedua dapat dilihat pada Tabel

III.3 dan Tabel III.4 dibawah:

Tabel III.3

Hasil KMO dan Bartlett’s Test Pretest

KMO and Bartlett's Test

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2011

Tabel III.4

Hasil Uji Validitas Pretest

Rotated Component Matrix(a)

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2011

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling

Adequacy. ,462

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 1071,207

Gambar

Tabel II.1
  Gambar 2.1
Tabel III.1
Tabel III.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ascher dan Pincus 2007 juga sependapat bahwa dengan pemakaian 60 fps mampu memperpanjang suatu adegan lebih lama karena pada saat diproyeksikan ke 25 fps adegan akan terlihat

Sebagaimana yang diusulkan dalam BEPS Action Plan 4, peraturan pembatasan biaya bunga bertujuan untuk membatasi biaya bunga berlebihan dari transaksi khusus, begitu

Kekayaan laut dan panoramanya layak dijadikan sandaran hidup masyarakat yang sebagian besar nelayan Proyek Wisata Taman Laut Pulau Kelapa merupakan salah satu usaha untuk

Alternatif pengembangan yang diberikan untuk sistem pengolahan air limbah di IPAL Mojosongo agar tetap mampu melayani penduduk dan pelanggan dalam 20 tahun

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah pembangkit listrik tenaga gelombang degan memakai pendulum seberat 1.25Kg dengan panjang tiang penyangga pendulum 80cm, menggunakan 8 buah

DNS yang dibangun di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Muhammadiyah Metro via akses dengan system mikrotik RouterOs , dengan memanajemen bandwidth yang ada di

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh antara modal intelektual (yang diukur melalui physical capital efficiency , human capital efficiency , dan structural

Tidak ada pengatasnamaan atau jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari BNI SEKURITAS atau pun pihak-pihak lain dari Grup BNI, termasuk pihak-pihak lain