commit to user
i
PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK
PADA NIAT BELI KONSUMEN
(Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–Tugas Dan Memenuhi Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DESI SANGGAR PRATIWI
F1209021
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ABSTRAK
DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021
PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN
(Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)
Penelitian ini dilakukan pada objek tas merek Louis Vuitton Palsu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian serta atribut produk terhadap sikap legalitas dan kepatuhan hukum serta niat beli konsumen.
Sampel penelitian ini adalah calon konsumen di Surakarta yang belum pernah membeli tas merek Louis Vuitton Palsu. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 160
responden. Teknik pengumpulan data menggunakan metode penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Stepwise.
Penelitian ini mereplikasi penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009), dengan variabelnya meliputi faktor kepribadian, faktor atribut produk, sikap konsumen terhadap pemalsuan serta niat pembelian. Faktor kepribadian mengacu pada konstruk integritas, status konsumsi dan materialisme. Faktor atribut produk mengacu pada konstruk tampilan produk dan umur manfaat. Serta faktor sikap konsumen mengacu pada sikap pada legalitas dan sikap
kepatuhan hukum konsumen atas pemalsuan merek mewah (Luxury Brand). Hasil
analisis menunjukkan 1) faktor kepribadian (Status konsumsi dan materialisme) berpengaruh pada sikap konsumen atas produk palsu (sikap kepatuhan hukum dan sikap legalitas) serta niat beli konsumen; 2) faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat) berpengaruh pada niat beli tas Louis Vuitton palsu.
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada jumlah sampel, obyek serta variabel penelitian. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangankan variabel yang diteliti terhadap sikap dan niat beli konsumen pada produk palsu.
Kata kunci : produk palsu,, sikap konsumen, niat pembelian, kepribadian, atribut
commit to user
ii
ABSTRACT
DESI SANGGAR PRATIWI
NIM F.1209021
THE EFFECTS OF PERSONALITY AND PRODUCT ATTRIBUTE IN CONSUMER’S WILLINGNESS TO KNOWINGLY PURCHASE
COUNTERFEIT PRODUCTS
(A Study on Counterfeit Bag of Louis Vuitton Brand)
This research is done on the fake brand of Louis Vuitton bag object, in order to know the effect of personality and product attribute to the attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
The sample of this research is customers to be in Surakarta who wants have never bought fake brand of Louis vuitton bag. The technique of getting sample used is purposive sampling, the sample are 160 respondents. The technique of collecting data used is spreading questionnaire method. The data analysis used is multivariate regression and stepwise regression.
This research is replication of Ian Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix research (2009), with the variables include personality factor, product attribute, attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products. The personality factor refers to construct of integrity construct, consumption status and materialism. Product attribute refers to construct of product performance and usefull life. Customer’s attitude toward counterfeit factor refers to attitudes toward the lawfullness of counterfeit luxury brands and attitudes toward the legality of counterfeit luxury brands. The result of analysis shows 1) personality factor (status consumption and materialism) effects to customer’s attitude toward counterfeit (attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands) and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products; 2) product attribute factor (product performance and usefull life) effects to consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
This research has limitation on the number of sample, object and research variables. The future research is suggested to the variable development which is researched to the attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
commit to user
commit to user
commit to user
v
HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN
Hargailah sebuah proses, karena dengan begitu, kamu akan menjaga
apa yang kamu dapat melalui proses tersebut
Orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang
yang masih terus belajar, akan terus menjadi pemilik masa depan.
“You can if you think you can”
Kupersembahkan karya ini untuk :
Orang Tua dan keluarga besar yang selalu mendukung...
commit to user
vi
Almamaterku…
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, penulis senantiasa berucap syukur kehadirat-Nya atas
berkah, rahmat dan ridho-Nya serta, akhirnya terselesaikan dengan baik skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
secara tidak langsung hingga selesainya skripsi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro, M.Com,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi UNS.
2. Dr. Hunik Sri Runing S., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Wiyono, MM selaku Sekretaris Program Manajemen Non-Reguler
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku
Pembimbing Akademik.
4. Siti Khoiriyah, SE, M.Si selaku pembimbing skripsi yang bersedia
dengan sabar memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan
commit to user
vii
5. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini
baik secara langsung dan tidak langsung.
6. Orang tua serta keluarga besar yang senantiasa mendukung tanpa pernah
lelah.
7. Seorang terkasih dan sahabat yang selalu mendampingi saat suka dan
duka.
8. Keluarga besar Manajemen Transfer angkatan 2009, yang memberikan
bantuan dan dorongan penyemangat untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini.
9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini
maka segala masukan, kritik dan saran yang membangun akan menjadikan skripsi
ini lebih berarti.
Surakarta, Desember 2011
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11
1. Pemalsuan (Counterfeits) ... 11
commit to user
ix
3. Pengaruh merek mewah ( Luxury Brands ) dan merek
simbolik ... 16
4. Theory of Reasoned Action (TRA) ... 17
5. Theory of Planned Behavior (TPB) ... 18
6. Theory of Moral Reasoning and Competency ... 19
B. Pengembangan Hipotesis ... 20
1. Sikap terhadap Kepatuhan Hukum dan Legalitas dari Merek Mewah Palsu (Counterfeits Luxury Brand) ... 20
2. Integritas (Intergrity) ... 22
3. Status Konsumsi (Status Consumption) ... 23
4. Materialisme (Matrealism) ... 24
5. Tampilan Produk (Produk Performance) ... 25
6. Umur Manfaat (Useful Life) ... 26
C. Penelitian Terdahulu ... 27
D. Posisi Penelitian ... 31
E. Kerangka Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 35
1. Tujuan Penelitian ... 35
2. Setting Study ... 35
3. Horison Waktu ... 35
4. Unit Analisis Data ... 36
commit to user
x
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 36
1. Populasi ... 36
2. Sampel dan Jumlah Sampel ... 37
3. Teknik Sampling ... 37
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38
1. Faktor Kepribadian ... 38
2. Faktor Atribut Produk ... 40
3. Sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pada pemalsuan merek mewah ... 41
4. Niat Pembelian Konsumen Pada Pemalsuan Merek Mewah... 42
D. Sumber Data ... 43
E. Metode pengumpulan data ... 43
F. Prosedur dan Analisis Data ... 44
1. Pengujian Instrumen penelitian ... 44
a. Uji Validitas ... 44
b. Uji Reliabilitas ... 54
2. Metode Analisis Data ... 56
a. Analisis Regresi Linier Berganda ... 57
b. Analisis Deskriptif ... 59
c. Uji Asumsi Klasik ... 59
commit to user
xi
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Perusahaan dan Merek Louis Vuitton ... 65
1. Sejarah Perusahaan Louis Vuitton ... 65
2. Perkembangan Perusahaan Louis Vuitton ... 67
3. Merek Louis Vuitton ... 69
B. Metode Analisis Data ... 71
1. Analisis Deskriptif ... 71
a. Analisis Deskriptif Karakteristik Responden ... 72
b. Analisis Deskriptif Tanggapan Responden Terhadap Kuisioner Terbuka ... 74
c. Analisis Deskriptif Tanggapan Responden Terhadap Kuisioner Tertutup ... 75
2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 85
a. Uji Validitas ... 85
b. Uji Reliabilitas ... 87
3. Uji Asumsi Klasik ... 88
4. Uji Hipotesis ... 98
C. Intepretasi Hasil Analisis ... 119
D. Pembahasan Hasil Analisis ... 122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 131
B. Keterbatasan Penelitian ... 132
commit to user
xii
D. Implikasi ... 134
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
II.1 Kerangka Pemikiran ... 34
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
II.1 Tabel Penelitian Terdahulu ... 28
II.2 Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan ... 29
II.3 Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan ... 30
II.4 Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan ... 31
III.1 Hasil Uji Vliditas Pretest I ... 46
III.2 Hasil KMO and Bartlett’s Test ... 47
III.3 Hasil Uji Vliditas Pretest II ... 48
III.4 Hasil Uji Vliditas Pretest II, Lanjutan ... 49
III.5 Hasil KMO and Bartlett’s Test ... 50
III.6 Hasil Uji Vliditas Pretest III ... 50
III.7 Hasil Uji Vliditas Pretest III, Lanjutan ... 51
III.8 Hasil KMO and Bartlett’s Test... 52
III.9 Hasil Uji Vliditas Pretest IV ... 53
III.10 Hasil Uji Vliditas Pretest IV, Lanjutan ... 54
III.11 Tabel Reliabilitas Pretest CFA ... 55
III.12 Dasar Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson ... 60
IV.1 Urutan merek fashion termewah dan termahal ... 71
IV.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 72
IV.3 Deskripsi Karakteristik Responden, Lanjutan ... 73
commit to user
xv
IV.5 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Integritas ... 77
IV.6 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Status Konsumsi ... 78
IV.7 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Materialisme ... 79
IV.8 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Tampilan Produk ... 80
IV.9 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Umur Manfaat ... 81
IV.10 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Sikap Konsumen Pada Kepatuhan Hukum ... 82
IV.11 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Sikap Konsumen Pada Legalitas... 83
IV.12 Deskipsi Tanggapan Responden Terhadap Niat Pembelian ... 84
IV.13 KMO and Bartlett’s Test ... 85
IV.14 Uji Validitas ... 86
IV.15 Uji Validitas, Lanjutan... 87
IV.16 Uji Reliabilitas ... 88
IV. 17 Uji Multikolinearitas Model 1 ... 89
IV.18 Uji Multikolinearitas Model 2 ... 90
IV.19 Uji Multikolinearitas Model 2 ... 90
IV.20 Uji Multikolinearitas Model 3 ... 91
IV.21 Uji Multikolinearitas Model 4 ... 92
IV.22 Hasil Uji Autokorelasi Berdasar Durbin-Watson ... 93
IV.23 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 1 ... 94
IV.24 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 2 ... 94
commit to user
xvi
IV.26 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 3 ... 96
IV.27 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model 4 ... 96
IV.28 Hasil Uji Normalitas ... 97
IV.29 Hasil Analisis Regresi Model 1... 98
IV.30 Hasil Analisis Regresi Model 2... 100
IV.31 Hasil Analisis Regresi Model 2... 102
IV.32 Hasil Analisis Regresi Model 3... 104
IV.33 Hasil Analisis Regresi Model 4... 105
IV.34 Hasil Uji R2 Model 1 ... 107
IV.35 Hasil Uji R2 Model 2 ... 108
IV.36 Hasil Uji R2 Model 2 ... 108
IV.37 Hasil Uji R2 Model 3 ... 109
IV.38 Hasil Uji R2 Model 4 ... 110
IV.39 Hasil Uji F Model 1 ... 111
IV.40 Hasil Uji F Model 2 ... 111
IV.41 Hasil Uji F Model 2 ... 112
IV.42 Hasil Uji F Model 3 ... 113
IV.43 Hasil Uji F Model 4 ... 114
IV.44 Hasil Uji t Model 1 ... 115
IV.45 Hasil Uji t Model 2 ... 116
IV.46 Hasil Uji t Model 2 ... 117
IV.47 Hasil Uji t Model 3 ... 118
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Sampel Besar
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas Prestest CFA 1
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 1
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Prestest CFA 2
Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 2
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Prestest CFA 3
Lampiran 7 Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 3
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Prestest CFA 4
Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas Prestest CFA 4
Lampiran 10 Data Tanggapan Responden Pada Kuisioner
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Sampel Besar
Lampiran 12 Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar
Lampiran 13 Hasil Uji Regresi Model 1
Lampiran 14 Hasil Uji Regresi Model 2
Lampiran 15 Hasil Uji Regresi Model 3
commit to user
commit to user
i
ABSTRAK
DESI SANGGAR PRATIWI NIM F.1209021
PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK PADA NIAT BELI KONSUMEN
(Studi Pada Tas Merek Louis Vuitton Palsu)
Penelitian ini dilakukan pada objek tas merek Louis Vuitton Palsu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian serta atribut produk terhadap sikap legalitas dan kepatuhan hukum serta niat beli konsumen.
Sampel penelitian ini adalah calon konsumen di Surakarta yang belum pernah membeli tas merek Louis Vuitton Palsu. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 160
responden. Teknik pengumpulan data menggunakan metode penyebaran kuesioner. Analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Stepwise.
Penelitian ini mereplikasi penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009), dengan variabelnya meliputi faktor kepribadian, faktor atribut produk, sikap konsumen terhadap pemalsuan serta niat pembelian. Faktor kepribadian mengacu pada konstruk integritas, status konsumsi dan materialisme. Faktor atribut produk mengacu pada konstruk tampilan produk dan umur manfaat. Serta faktor sikap konsumen mengacu pada sikap pada legalitas dan sikap
kepatuhan hukum konsumen atas pemalsuan merek mewah (Luxury Brand). Hasil
analisis menunjukkan 1) faktor kepribadian (Status konsumsi dan materialisme) berpengaruh pada sikap konsumen atas produk palsu (sikap kepatuhan hukum dan sikap legalitas) serta niat beli konsumen; 2) faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat) berpengaruh pada niat beli tas Louis Vuitton palsu.
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada jumlah sampel, obyek serta variabel penelitian. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangankan variabel yang diteliti terhadap sikap dan niat beli konsumen pada produk palsu.
commit to user
2
ABSTRACT
DESI SANGGAR PRATIWI
NIM F.1209021
THE EFFECTS OF PERSONALITY AND PRODUCT ATTRIBUTE IN CONSUMER’S WILLINGNESS TO KNOWINGLY PURCHASE
COUNTERFEIT PRODUCTS
(A Study on Counterfeit Bag of Louis Vuitton Brand)
This research is done on the fake brand of Louis Vuitton bag object, in order to know the effect of personality and product attribute to the attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
The sample of this research is customers to be in Surakarta who wants have never bought fake brand of Louis vuitton bag. The technique of getting sample used is purposive sampling, the sample are 160 respondents. The technique of collecting data used is spreading questionnaire method. The data analysis used is multivariate regression and stepwise regression.
This research is replication of Ian Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix research (2009), with the variables include personality factor, product attribute, attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products. The personality factor refers to construct of integrity construct, consumption status and materialism. Product attribute refers to construct of product performance and usefull life. Customer’s attitude toward counterfeit factor refers to attitudes toward the lawfullness of counterfeit luxury brands and attitudes toward the legality of counterfeit luxury brands. The result of analysis shows 1) personality factor (status consumption and materialism) effects to customer’s attitude toward counterfeit (attitudes toward the lawfullness and legality of counterfeit luxury brands) and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products; 2) product attribute factor (product performance and usefull life) effects to consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
This research has limitation on the number of sample, object and research variables. The future research is suggested to the variable development which is researched to the attitude toward counterfeit and consumer’s willingness to knowingly purchase counterfeit products.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemalsuan produk merupakan suatu tindakan peniruan produk tanpa
ijin dari produsen resmi. Pemalsuan telah lama menjadi ancaman bagi
berbagai jenis industri di dunia. Internasional chamber of commerce (2004)
memperkirakan bahwa tujuh persen dari perdagangan dunia merupakan
barang palsu. Selain pemalsuan CD dan DVD, salah satu penyumbang tingkat
pemalsuan terbesar di Indonesia adalah produk fashion. Khususnya pemalsuan
produk fashion dengan merek mewah seperti Louis Vuitton, D&G, Gucci,
Hammer, dan lain-lain.Pemalsuan telah memberikan banyak dampak negatif
secara ekonomi dan sosial bagi para produsen sah maupun masyarakat secara
keseluruhan. Pemalsuan juga dapat mengurangi ekuitas merek dan
kepercayaan konsumen pada produk asli. Pemerintah telah berusaha
memberantas pemalsuan dengan mengeluarkan Undang-Undang HAKI (Hak
Kekayaan Intelektual) untuk melindungi hak merek asli.Namun fenomena
yang terjadi di masyarakat, konsumen mengabaikan dampak negatif dari
produk palsu. Konsumen bersedia membeli produk palsu karena penawaran
harga rendah, kualitas yang tepat, serta konsumen merasa tidak menanggung
resiko yang besar. Selain alasan tersebut, efek simbolis bagi konsumen yang
diperoleh dari pembelian produk merek mewah palsu juga merupakan salah
commit to user
2
Tingginya daya tarik produk merek mewah palsu seperti uraian diatas,
dapat menjadi faktor pertimbangan pemilihan produk bagi calon pembeli
produk palsu. Maka penelitimenetapkan subjek penelitian pada calon
konsumen yang belum pernah membeli produk palsu di wilayah Surakarta.
Wilayah Surakarta dipilih peneliti karena jumlah ketersediaan produk palsu di
wilayah Surakarta tergolong tinggi. Konsumen maupun calon konsumen
sangat mudah menemui berbagai pilihan produk palsu di wilayah Surakarta.
Sehingga penelitian produk palsu ini dapat dilakukan pada calon konsumen
produk mewah palsu di Surakarta. Selain itu, penelitian ini juga mengambil
objek survey pada produk tas merek Louis Vuitton, karena tas merupakan
salah satu pemalsuan produk fashion yang paling banyak digunakan konsumen
di wilayah Surakarta. Merek Louis Vuitton dipilih sebagai objek dalam
penelitian ini karena Louis Vuitton merupakan salah satu merek terkenal yang
masuk dalam kategori mewah. Louis Vuitton dianggap konsumen sebagai
merek mewah dari segi harga dan kemampuan return on investment produk.
Tingkat minat konsumen yang tinggi pada produk palsu, menyebabkan
peneliti tertarik menganalisis fenomena produk palsu dari segi
permintaan.Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor – faktor yang
mempengaruhi sikap serta niat pembelian produk merek mewah palsu.
Penelitian ini juga berusaha memahami maksud perilaku konsumen yang
secara sadar aktif mencariproduk palsu. Maka peneliti akan mendasarkan
pengujian variabel sikap dan niat konsumen terhadap produk palsu pada dua
commit to user
3
dipengaruhi oleh persepsi dari individu yang bersangkutan.Pengukuran faktor
kepribadian berdasarkan Phau, Sequeira and Dix (2009) ditinjau dari
faktor-faktor matrealisme, integritas, dan status konsumsi. Faktor atribut produk
ditinjau dari faktor umur manfaat dan tampilan produk. Serta sikap konsumen
terhadap pemalsuan mengacu pada konstruk sikap terhadap kepatuhan hukum
dan legalitas pembelian merek mewah palsu
Status konsumsi merupakan efek dari pembelian suatu produk. Citra
dari produk yang dibeli konsumen dapat menggambarkan tingkat status dari
konsumen tersebut. Sehingga faktor status konsumsi dapat mempengaruhi
sikap dan niat pembelian produk palsu dengan merek mewah.
Integritas merupakan tingkat pertimbangan individu untuk etis dan
kepatuhan terhadap hukum (Wang et al, 2005). Pengaruh nilai-nilai seperti
integritas akan mempengaruhi penilaian ke arah mengalah untuk kegiatan
yang tidak etis (Steenhaut dan van Kenhove, 2006). Tingkat integritas sangat
mempengaruhi pemilihan produk yang akan dikonsumsi. Sehingga tingkat
integritas dapat mempengaruhi sikap dan niat pembelian produk merek mewah
palsu.
Materialisme adalah keyakinan konsumen yang menilai harta duniawi
merupakan hal yang sangat penting (Belk, 1985). Materialisme melihat
perolehan harta sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan (Richins dan
Rudmin, 1994). Materialis didorong untuk mengkonsumsi produk secara
berlimpah, sehingga materialisme dapat mempengaruhi sikap dan niat
commit to user
4
Tampilan produk (Produk Performance) merupakan gambaran
penampilan fisik produk yang sering dikaitkan dengan nilai simbolik suatu
produk. Tampilan produk merek mewah palsu dinilai dapat memberikan
image prestige pada penggunanya. Sehingga tampilan produk dapat
mempengaruhi niat pembelian produk merek mewah palsu.
Umur manfaat (useful life) merupakan daya tahan suatu produk atau
jangka waktu kinerja suatu produk. Umur manfaat produk merupakan salah
satu unsur pertimbangan fungsional pemilihan produk oleh konsumen.
Namun, manfaat status simbolik yang terkait dengan penggunaan produk
adalah motivator utama untuk membeli produk mewah palsu. Sehingga Umur
manfaat dapat mempengaruhi niat pembelian produk merek mewah palsu.
Kepatuhan terhadap hukum merupakan sifat patuh atau ketaatan pada
undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat (http://kamusbahasaindonesia.org). Sedangkan legalitas
merupakan perihal (keadaan) sah atau keabsahan suatu
tindakan(http://kamusbahasaindonesia.org). Sikap kepatuhan hukum dan
legalitas dapat mempengaruhi niat pembelian produk merek mewah palsu.
Niat pembelian merupakan salah satu tahap dalam proses pembelian
suatu produk oleh konsumen. Niat pembelian terbentuk jika terdapat
kebutuhan dan alternatif pilihan produk yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Selain itu didukung oleh keinginan pribadi untuk membeli
maupun pengaruh lingkungan untuk membeli. Oleh karena itu selain sikap
commit to user
5
serta atribut produk juga dapat berpengaruh terhadap niat pembelian produk
mewah palsu.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari hasil penelitian lan
Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009) terhadap sampel dari sebuah
universitas besar di Australia. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis
apakah faktor kepribadian (status konsumsi, materialisme dan integritas)
mempengaruhi sikap terhadap kepatuhan hukum dan legalitas pembelian
merek mewah palsu serta niat pembelian merek mewah palsu.Serta
menganalisis apakah atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat)
berpengaruh niat merek mewah palsu. Pada penelitan sebelumnya diperoleh
hasil bahwa diantara ketiga variabel kepribadian, hanya integritas yang
berpengaruh paling kuat pada sikap konsumen atas pemalsuan produk.
Sedangkan faktor kepribadian (integritas, status konsumsi, materialisme) dan
faktor atribut produk (tampilan produk dan umur manfaat produk)
berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen. Serta sikap kepatuhan
hukum dan legalitas konsumen atas pemalsuan produk berpengaruh positif
pada niat pembelian konsumen. Peneliti bermaksud menguji hasil penelitian
tersebut jika diterapkan subjek dan objek yang berbeda. Maka Penelitian ini
berjudul: “PENGARUH KEPRIBADIAN DAN ATRIBUT PRODUK
PADA NIAT BELI KONSUMEN (STUDI PADA TAS MEREK
commit to user
6
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah integritas berpengaruh pada sikap konsumen terhadap kepatuhan
hukum dan legalitas pemalsuanproduk merek mewah (Luxury brand) di
Surakarta?
2. Apakah status konsumsi berpengaruh pada sikap konsumen terhadap
kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury
brand) di Surakarta?
3. Apakah materialisme berpengaruh pada sikap konsumen terhadap
kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury
brand) di Surakarta?
4. Apakah sikap kepatuhan konsumen terhadap hukum atas pemalsuan
produk merek mewah (Luxury brand) berpengaruh pada niat pembelian
konsumen di Surakarta?
5. Apakah sikap konsumen terhadap legalitas atas pemalsuan produk merek
mewah (Luxury brand) berpengaruh pada niat pembelian konsumen di
Surakarta?
6. Apakah integritas berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah
palsu di Surakarta?
7. Apakah status konsumsi berpengaruh pada niat pembelian produk merek
commit to user
7
8. Apakah matrealisme berpengaruh pada niat pembelian produk merek
mewah palsu di Surakarta?
9. Apakah tampilan produk berpengaruh pada niat pembelian produk merek
mewah palsu di Surakarta?
10.Apakah umur manfaat produk berpengaruh pada niat pembelian produk
merek mewah palsu di Surakarta?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah yang ditetapkan oleh penulis
sebagai berikut:
1. Obyek Penelitian
Penelitian ini mengambil obyek produk fashion tas dengan merek
Louis Vuitton.
2. Subyek Penelitian
Peneliti membatasi subyek penelitian pada masyarakat yang belum
pernah membeli produk palsu di wilayah Surakarta.
3. Lokasi Penelitian
commit to user
8 4. Variabel Penelitian
Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap dan niat pembelian
konsumen atas produk merek mewah palsu dibatasi pada variabel berikut
(Phau, Sequera, dan Dix, 2009) :
a. Faktor kepribadian yang terdiri dari :Matrealisme, Status Konsumsi,
dan Integritas.
b. Faktor atribut produk yang terdiri dari :Tampilan produk dan Umur
manfaat produk.
c. Sikap Legalitas dan Sikap Kepatuhan konsumen terhadap hukum atas
produk merek mewah palsu
d. Niat Pembelian
D. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh integritas padasikap konsumen terhadap kepatuhan
hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) di
Surakarta.
2. Menganalisis pengaruh status konsumsi padasikap konsumen terhadap
kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury
brand) di Surakarta.
3. Menganalisis pengaruh matrealisme pada sikap konsumen terhadap
kepatuhan hukum dan legalitas pemalsuan produk merek mewah (Luxury
commit to user
9
4. Menganalisis pengaruh sikap kepatuhan konsumen terhadap hukum atas
pemalsuan produk merek mewah (Luxury brand) pada niat pembelian
konsumen di Surakarta.
5. Menganalisis pengaruh sikap konsumen terhadap legalitas atas pemalsuan
produk merek mewah (Luxury brand) pada niat pembelian konsumen di
Surakarta.
6. Menganalisis pengaruh integritas pada niat pembelian produk merek
mewah palsu di Surakarta.
7. Menganalisis pengaruh status konsumsi pada niat pembelian produk merek
mewah palsu di Surakarta.
8. Menganalisis pengaruh matrealisme pada niat pembelian produk merek
mewah palsu di Surakarta.
9. Menganalisis pengaruh tampilan produk pada niat pembelian produk
merek mewah palsu di Surakarta.
10.Menganalisis pengaruh umur manfaat produk pada niat pembelian produk
merek mewah palsu di Surakarta.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pihak-pihak berikut ini:
1. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
commit to user
10
mengenai variabel-variabel penting yang mempengaruhi sikap dan
perilaku konsumen produk palsu serta bermanfaat menjadi bahan acauan
bagi peneliti yang melakukan penelitian serupa.
2. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pemasar
untuk memahami gambaran faktor utama yang mempengaruhi perilaku
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pemalsuan (Counterfeit)
Definisi mengenai pemalsuan produk telah banyak dikemukakan
pada berbagai sumber. Palsu adalah reproduksi dari sebuah merek
dagang yang sangat serupa atau identik dengan merek asli (Cordell et al,
1996 dalam Phau dan Min, 2009). Pembuatan produk yang sama
termasuk kemasan, label dan merek dagang, untuk sengaja meniru
sebagai produk asli (Kay, 1990; Ang et al., 2001; Chow, 2000 dalam
Phau dan Min, 2009). Lai dan Zaichkowsky (1999) menyatakan bahwa
pemalsuan dan pembajakan pada dasarnya sama karena keduanya
merupakan reproduksi salinan identik dari produk asli. Kedua istilah ini
telah digunakan secara bergantian (Wee et al., 1995; Kwong et al, 2003
dalam Phau dan Min, 2009). Namun, pembajakan sering dikaitkan
dengan perangkat lunak dan konten media tetap seperti rekaman film
dan musik (Chow, 2000; Cheung dan Predergast, 2006 dalam Phau dan
Min, 2009).
Pemalsuan didefinisikan berbeda dengan tindakan pelanggaran
hak milik intelektual seperti barang-barang pasar gelap. De Matos et al.,
2007 (dalam Phau dan Min, 2009) telah mempunyai skala untuk
commit to user
12
mempunyaiperbedaan karakteristik dan definisi. Menurut definisi,
Barang Pasar Abu-abu merupakan pengiriman tidak sah dari produsen
outsourching yang didistribusikan melalui saluran yang tidak sah
(Huang et al., 2004; Gentry et al. 2006 dalam Phau dan Min, 2009).
Sedangkan pemalsuan didefinisikan sebagai tindakan yang melibatkan
salinan produk yang dihasilkan secara liar (secara tidak resmi) dari
produk asli. Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi dua jenis
konsumen produk palsu. Jenis yang pertama adalah korban, yaitu
konsumen yang tidak sadar dan tidak sengaja pembelian barang palsu
karena produk tersebut sangat mirip dengan produk asli (Grossman dan
Shapiro, 1988; Bloch et al, 1993; Mitchell dan Papavassilou, 1997; Tom
et al., 1998 dalam Phau dan Min, 2009). Sedangkan jenis yang kedua
adalah konsumen yang berminat atau konsumen produk palsu, dimana
konsumen mencari produk palsu tersebut bahkan ketika konsumen
mengetahui bahwa produk tersebut ilegal (Bloch et al. 1993; Cordell et
al., 1996; Prendergast et al., 2002 dalam Phau dan Min, 2009).
2. Sikap Terhadap Pemalsuan
Produk palsu dapat berakibat mengurangi nilai simbolik produk
mewah asli dan nilai ekuitas merek (Zhou dan Hui, 2003 dalam Phau
dan Min, 2009). Hal tersebut disebabkan produk palsu yang dipasarkan
digunakan sebagai alternatif produk yang lebih murah daripada produk
commit to user
13
yang dirasakan (Gentry et al., 2006 dalam Phau dan Min, 2009),
sehingga akan mengakibatkan penurunan ekuitas merek mewah asli
(Grossman dan Shapiro, 1988; Jacobs et al., 2001; Zhou dan Hui, 2003
dalam Phau dan Min, 2009). Konsumen lebih cenderung membeli
produk dengan simbol merek yang terlihat jelas, seperti yang terjadi
pada pembelian produk mewah (Tom et al. 1988 dalam Phau dan Min,
2009). Konsumen bersedia membayar atribut visual dan fungsi tanpa
membayar asosiasi kualitas (Grossman dan Shapiro, 1988; Cordell et al.,
1996 dalam Phau dan Min, 2009). Konsumen juga lebih memilih produk
palsu dengan nama merek terkenal yang akan memberikan makna
tersendiri terhadap konsumen (Cordell et al., 1996 dalam Phau dan Min,
2009). Hal tersebut memperkuat konsep bahwa hanya pemalsuan pada
nama-nama merek yang terkenal yang ditargetkan untuk produksi ilegal
layak jual (Eisend dan Schuchert – Guler, 2006 dalam Phau dan Min,
2009).
Penelitian sebelumnya telah meneliti kualitas ekonomi, hukum
atau faktor etika yang membentuk dan mempengaruhi sikap konsumen
(Cordell et al, 1996; Ang et al, 2001; Wang et al, 2005 dalam Phau dan
Min, 2009). Manfaat fungsional dianggap penting ketika konsumen
melakukan pembelian produk palsu merek mewah. Namun, tujuan yang
jauh lebih penting adalah keinginan untuk memiliki prestige dan simbol
status yang menunjukkan merek dagang (Cordell et al., 1996; Chadha,
commit to user
14
mencerminkan sikap konsumen terhadap nilai produk palsu. Pemalsuan
merek mewah yang disengaja memanfaatkan fakta bahwa produk merek
diposisikan pada harga yang lebih rendah dan lebih kompetitif (Gentry
et al., 2006 dalam Phau dan Min, 2009). Persepsi umum konsumen
adalah resiko keuangan yang lebih rendah memberikan keuntungan
tambahan bagi konsumen yang membeli barang palsu, karena itu harga
produk palsu relatif menguntungkan. Selain itu, produk palsu dipasarkan
produsen dengan harga yang lebih rendah maka harapan konsumen
terhadap kualitas tidak akan sama dengan produk yang asli. Selama
persyaratan fungsional dasar terpenuhi atau tampilan dan nilai simbolik
dapat dicapai, maka konsumen akanmerasa puas (Eisend dan Schuchert
Guler, 2006 dalam Phau dan Min, 2009).
Kemajuan teknologi yang lebih baik berdampak pada
peningkatan kualitas produk palsu dalam beberapa tahun terakhir,
sehingga membawa keuntungan kompetitif untuk produk palsu (Nill dan
Shultz, 1996 dalam Phau dan Min, 2009 ). Bahkan pada produk tertentu,
konsumen dapat mencoba produk sebelum membeli untuk memastikan
fungsi atau kinerja produk tersebut, sehingga dapat mendorong
keinginan konsumen untuk membeli produk palsu (Cordell et al., 1996;
Bian dan Veloustsou, 2007 dalam Phau dan Min, 2009). Namun, tidak
seperti pembelian produk asli, pembelian produk palsu masih tanpa
jaminan, sehingga menambah risiko keuangan yang lebih besar dari nilai
commit to user
15
penelitian sebelumnya menemukan bahwa jika atribut produk dalam hal
kualitas antara produk asli dan produk palsu dianggap sama, maka niat
pembelian produk palsu akan lebih tinggi (Wee et al., 1995; Penz dan
Sto ttingger, 2005 dalam Phau dan Min, 2009).
Konsumen mempunyai alasan etika situasional tersendiri untuk
melakukan pembelian produk palsu seperti membenarkan tindakan
tersebut, karena mereka menganggap diri mereka kurang etis atau ilegal
(Cordell et al., 1996; Albers-Miller, 1999; Gupta et al, 2004 dalam Phau
et al, 2009). Oleh karena itu, konsumen merasa kurang bertanggung
jawab terhadap peran mereka sebagai pelindung produk palsu. Hal ini
menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap konsumsi produk palsu,
karena konsumen berfikir perusahaan besar mungkin hanya mengalami
sedikit kerugian dari keuntungan yang didapatkan (Cordell et al, 1996;
Ang et al, 2001; De Castro et al, 2007).
Konsumen yang memiliki sikap menguntungkan terhadap
pemalsuan dan terlibat dalam kegiatan pembelian dengan produsen
produk palsu, sering menggunakan persepsi ganda. Pembeli
membenarkan tindakan mereka dan beralih menyalahkan produsen (Ang
et al, 2001; Cordell et al, 1996; Penz dan Sto ttinger, 2005 dalam Phau
et al, 2009). Situasi etika tersebut mendorong pembelian lebih lanjut,
sehingga mengarah pada dukungan bagi produsen ilegal (Ang et al,
2001 dalam Phau et al, 2009). Pembeli membenarkan tindakan mereka
commit to user
16
lebih rendah dari produsen produk asli maka pembeli tidak merasa
melakukan tindakan yang salah (Penz dan Sto ttinger, 2005 dalam Phau
et al, 2009). Selanjutnya, produsen ilegal dikatakan memberikan
harapan yang terjangkau bagi konsumen yang tidak mampu produk asli
tetapi ingin mencapai status, citra dan kesenangan yang terkait dengan
memiliki barang-barang tersebut (Gentry et al, 2001 dalam Phau et al,
2009).
3. Pengaruh Merek Mewah (Luxury Brand ) dan Merek Simbolik
Sejauh mana sebuah merek dianggap sebagai simbolis atau
fungsional juga mempengaruhi keinginan konsumen untuk secara sadar
membeli merek-merek mewah palsu. Merek simbolik sering digunakan
sebagai sarana komuniksi interpersonal serta ekspresi dari konsep diri
dan kebutuhan sosial (Chaudhuri dan Majumdar, 2006 dalam Phau et al,
2009). Merek telah menjadi cara realisasi diri dan identifikasi konsumen
yang bergeser mengkonsumsi produk lebih dari sekedar utilitas produk.
Konsumen saat ini mengkonsumsi arti simbolis yang mewakili merek
(O’Cass dan Frost, 2002, dalam Phau et al, 2009).
Pemasar dapat memposisikan merek dengan cara-cara yang
memungkinkan merek untuk mempertahankan eksklusivitas,
berkomunikasi secara prestige dan mempromosikan posisi sosial dari
pengguna merek (Zinkhan dan Prenshaw, 1994; Nia dan Zaichkowaky,
commit to user
17
2009) mengembangkan sebuah ukuran kuantitatif yang dikenal sebagai
perceived fashion content (PFC) rating. PFC Rating dihitung melalui
membagi kepentingan fungsional produk dengan kepentingan fashion
produk yang sama. Maka, sebuah produk dengan rating PFC tinggi
menunjukkan bahwa produk ini lebih bersifat fungsional daripada
bersifat fashion. Selain itu, produk nilai tinggi PFC cenderung memiliki
pengaruh yang kurang pada niat konsumen untuk membeli, terutama
ketika produk yang dimaksud adalah barang mewah.
Jika produk dengan PFC rendah dipalsukan dan dijual dengan
harga rendah dibandingkan dengan yang asli, kemungkinan konsumen
yang sadar status fashion dengan pendapatan rata-rata akan terbujuk
membeli produk palsu (Wee et al, 1995, dalam Phau et al, 2009).
Prestige, brand image dan fashion penting untuk pembeli merek mewah
premium.Pembeli produk palsu ingin mendapatkan status sosial tanpa
harus mengorbankan banyak uang (Bloch et al, 1993; Delener, 2000
dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, pembeli merek mewah palsu
yang biasa dikenal sebagai “orang sok”, tapi tanpa sumber daya
keuangan untuk membeli produk asli (Delener, 2000 dalam Phau et al,
2009).
4. Theory of Reasoned Action (TRA)
TRA diusulkan oleh Ajzen dan Fishbein,1980 (dalam Phau et al,
commit to user
18
Intention), sikap (Attitude), dan norma subyektif (Subjective Norm).
teori ini menunjukkan bahwa niat perilaku individu adalah fungsi dari
sikap individu tentang perilaku dan norma subyektif. Apabila
dirumuskan maka : BI = A + SN. BI (Behavioral Intention)
didefinisikan sebagai kekuatan relatif niat individu untuk melakukan
perilaku. Sikap (Attitude) terdiri dari berbagai keyakinan tentang hasil
dari melakukan perilaku dikalikan dengan hasil penilaian tersebut. SN
(Subjective Norm) terdiri dari harapan yang dirasakan individu dan niat
untuk mewujudkan harapan-harapan ini. Singkatnya, perilaku individu
diperkirakan oleh sikap terhadap perilaku tersebut dan bagaimana
asumsi orang lain yang memandang mereka jika perilaku tersebut
dilakukan. Sikap individu (Attitude) bersama norma subyektif
(Subjective Norm), akan membentuk niat perilaku (Behavioral
Intention). Dalam studi ini, TRA berasumsi bahwa “Niat untuk membeli
produk merek mewah palsu sebagai pengganti untuk pembelian aktual
produk palsu”.
5. Theory of Planned Behavior (TPB)
Theory of Planned Behavior (TPB) diciptakan untuk
menjelaskan kelemahan dalam TRA dengan penambahan Perceived
Behavioral Control (PBC). PBC didefinisikan oleh Ajzen dan Madden
(1986) sebagai keyakinan individu tentang bagaimana perilaku tersebut
commit to user
19
sumber daya dan peluang sering dilihat sebagai faktor yang mendasari
mempengaruhi PBC. Oleh karena itu, PBC harus dapat memprediksi
tambahan niat dengan sengaja membeli produk merek mewah palsu
berdasarkan asumsi mudah atau sulitnya perilaku ini. Jika seseorang
merasakan memiliki kontrol saat melakukan perilaku individu, maka
lebih besar kemungkinannya membentuk niat yang kuat untuk
melakukan perilaku dan sebaliknya (Notani, 1998; Rivis dan Sheeran,
2003; Armitage dan Kristen, 2003; Armitage dan Conner, 2001; Ajzen,
2002 dalam Phau et al, 2009).
Pada beberapa negara produk palsu lebih menonjol dan lebih
banyak tersedia dari produk asli, maka kemudahan akses ke produk
palsu memperkuat hubungan antara niat dan perilaku. Dalam konteks
penelitian ini, memperkuat asumsi bahwa kesediaan untuk membeli
produk merek mewah palsu seperti dalam indikator perilaku pembelian
aktual.
6. Theory of Moral Reasoning and Competency
Kohlberg ,1976 (dalam Phau et al, 2009) menyatakan bahwa
penalaran moral muncul saat seseorang dihadapan dengan dilema etis
melalui penalaran konsekuensi pribadi yang diharapkan berupa
penghargaan atau hukuman. Individu berupaya untuk merumuskan
prinsip-prinsip moral, akan tetapi masih mempertahankan dan
commit to user
20
Shultz, 1996 dalam Phau et al, 2009). Kohlberg ,1976 (dalam Phau et al,
2009) mengkategorikan tiga tahap penalaran individu ketika dihadapkan
dengan dilema etis. Pada tingkat penalaran pra-konvensional (Tahap 1
dan 2) penalaran individu didasarkan pada konsekuensi pribadi yang
diharapkan seperti hadiah dan hukuman. Pada tingkat penalaran
konvensional (Tahap 3 dan 4) individu fokus untuk mempertahankan
dan berpegang pada harapan kelompok referensi serta nilai-nilai sosial.
Di tingkat penalaran pasca-konvensional (Tahap 5 dan 6), terdapat usaha
yang jelas dari individu untuk menentukan prinsip-prinsip moral dan
nilai, sementara tetap mempertahankan dan berpegang pada
nilai-nilai kelompok referensi seseorang dan masyarakat (Nill dan Scultz,
1996 dalam Phau et al, 2009). Tahap ini adalah tahap menemukan
keseimbangan antara apa yang secara moral diterima oleh individu dan
cocok dengan lingkungan sosialnya.
B. Pengembangan Hipotesis
1. Sikap terhadap Kepatuhan Hukum dan Legalitas dari Merek Mewah
Palsu (Counterfeits Luxury Brand)
Sikap untuk mempengaruhi perilaku konsumen tentang niat
membeli produk palsu dapat dibedakan dengan sikap terhadap
kepatuhan hukum dan legalitas pembelian produk palsu (Cordell et al,
1996; Ramayah et al, 2002 dalam Phau et al, 2009). Semakin tinggi
commit to user
21
menyetujui atau terlibat dalam transaksi produk palsu. Kepatuhan
terhadap hukum merupakan sifat patuh atau ketaatan pada
undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat (http://kamusbahasaindonesia.org). Hal ini berarti sikap
ketaatan individu pada huku yang berlaku, TPB didasarkan pada
hubungan sikap – perilaku menghubungkan sikap, SN, PBC, niat
perilaku dan perilaku (Shaw dan Shiu, 2002 dalam Phau et al, 2009).
Kohlberg, 1976 (dalam Phau et al, 2009) menunjukkan teori
kompetensi moral bahwa perilaku pribadi konsumen didasarkan pada
rasa keadilan subjektif. Legalitas merupakan perihal (keadaan) sah atau
keabsahan suatu tindakan (http://kamusbahasaindonesia.org). Sikap
konsumen yang lebih menguntungkan terhadap pemalsuan, semakin
besar kemungkinan akan membeli merek mewah palsu. Demikian pula,
sikap konsumen yang tidak menguntungkan terhadap pemalsuan, maka
semakin kecil kemungkinan akan pembelian mereka mewah palsu (Wee
et al, 1995 dalam Phau et al, 2009). Berdasarkan hal ini, maka diajukan
hipotesis:
H1a : Sikap kepatuhan hukum konsumen terhadap pembelian merek mewah palsu berpengaruh negatif pada niat pembeliannya.
commit to user
22
2. Integritas (Intergrity)
Konsumen yang membeli produk palsu bukan merupakan tindak
pidana, namun partisipasi konsumen dalam transaksi palsu dianggap
mendukung aktivitas ilegal (misalnya: penjualan produk palsu) (Celso,
Cristiana, dan Carlos, 2007 dalam Phau et al, 2009). Kompetensi teori
moral Kohlberg , 1976 (dalam Phau et al, 2009; Phau dan Min, 2009)
menjelaskan, bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh rasa keadilan
pribadi mereka. Pengaruh nilai-nilai seperti integritas akan
mempengaruhi penilaian ke arah mengalah untuk kegiatan yang tidak
etis (Steenhaut dan van Kenhove, 2006 dalam Phau et al, 2009; Phau
dan Min, 2009).
Integritas merupakan tingkat pertimbangan individu untuk etis
dan kepatuhan terhadap hukum (Wang et al, 2005 dalam Phau et al,
2009 ; Phau dan Min, 2009). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
konsumen yang berpikiran secara etis memiliki sikap yang kurang baik
terhadap pemalsuan dan kurang bersedia membeli produk palsu (Cordell
et al, 1996 dalam Phau et al, 2009; Hoon et al, 2001). Selain itu
penelitian menunjukkan bahwa kesediaan konsumen untuk membeli
produk palsu berpengaruh negatif dengan sikap terhadap keabsahan
membeli produk palsu (Cordell et al, 1996 dalam Phau et al, 2009;
commit to user
23
Dalam pengertian ini, konsumen yang memiliki standar etika
lebih rendah akan merasa kurang bersalah ketika membeli produk palsu
(Ang et al, 2001 dalam Phau et al, 2009). Oleh karena itu, konsumen
yang tidak membeli, akan menempatkan nilai integritas yang lebih besar
dan cenderung memiliki sikap negatif terhadap keabsahan dan legalitas
pembelian produk palsu. Berdasarkan hal ini, maka diajukan hipotesis:
H2a : Integritas berpengaruh negatif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.
H3a : Integritas berpengaruh negatif pada niat pembelian pemalsuan merek mewah.
3. Status Konsumsi (Status Consumption)
Status konsumsi pertama kali dipelajari oleh Veblen (1899, 1953
dalam Phau et al, 2009) dalam teori konsumsi berlebihan menunjukkan
bahwa orang sering mengkonsumsi produk-produk untuk menunjukkan
status superior mereka (Packard, 1959; Mason, 1981 dalam Phau et al,
2009). Dengan demikian, status konsumsi adalah proses motivasi
dimana seseorang individu berusaha untuk meningkatkan status
sosialnya melalui konsumsi produk (Eastman et al, 1999 dalam Phau et
al, 2009). Pertimbangan ini terdiri dari rasa ingin dihormati, dan
pertimbangan iri hati dari orang lain (Csikszentmihalyi dan Rocberg –
Halton, 1981 dalam Phau et al, 2009).
Status barang dinilai tidak terlalu penting dalam hal kualitas
commit to user
24
dinilai lebih penting. Hal ini sering terjadi bahwa status produk
memainkan peran yang lebih penting daripada atribut fungsional dari
produk dalam proses keputusan pembelian (Barnett, 2005 dalam Phau et
al, 2009). Terlepas dari pertimbangan etika, individu yang ingin dilihat
mempunyai kelas sosial yang lebih tinggi tetapi tidak memiliki
penghasilan untuk mendukung hal tersebut, akan membeli alternatif
produk palsu daripada produk asli (Wee et al, 1995 dalam Phau et al,
2009). Berdasarkan hal ini, maka diajukan hipotesis:
H2b : Status konsumsi berpengaruh positif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.
H3b: Status konsumsi berpengaruh positif pada niat pembelian pemalsuan merek mewah
4. Materialisme (Matrealism)
Materialisme adalah keyakinan konsumen yang menilai harta
duniawi merupakan hal yang sangat penting (Belk, 1985 dalam Phau et
al, 2009). Sifat materialistis dapat dinilai sangat tinggi pada beberapa
konsumen jika berfungsi sebagai tujuan hidup, sehingga mengabaikan
aspek kehidupan lainnya (Richins dan Rudmin, 1994 dalam Phau et al,
2009). Materialis melihat perolehan harta sebagai sarana untuk
mencapai kebahagiaan (Richins dan Rudmin, 1994 dalam Phau et al,
2009).
Lebih dari ciri kepribadian, materialisme adalah sikap unikyang
commit to user
25
al, 2009). Materialis didorong untuk mengkonsumsi produk secara
berlimpah, serta lebih memilih untuk mengkonsumsi barang-barang
status daripada barang umum (Wong, 1997 dalam Phau et al, 2009).
Konsumen yang sangat materialistik tanpa kemampuan keuangan untuk
mencapai keinginan mereka, berdampak pada kecenderungan konsumen
beralih ke merek mewah palsu. Berdasarkan hal ini, maka diajukan
hipotesis:
H2c : Materialisme berpengaruh positif pada sikap konsumen terhadap kepatuhan hukum dan legalitas atas pemalsuan merek mewah.
H3c : Materialisme berpengaruh positif pada niat pembelian pemalsuan merek mewah
5. Tampilan Produk (Produk Performance)
Pembelian produk palsu memberikan pembeli manfaat produk
yang berbeda daripada produk asli (Grossman dan Shapiro, 1988 dalam
Phau et al, 2009). Oleh karena itu, seseorang dapat menganggap
konsumen hanya akan membeli produk palsu saat resiko kinerja
dianggap rendah. Konsumen, yang sengaja membeli produk palsu, lebih
peduli dengan penampilan fisik produk daripada daya tahan jangka
panjang (Bush et al, 1989 dalam Phau et al, 2009). Hal ini tepat
ditujukkan untuk merek-merek mewah palsu, dimana pembeli
menempatkan nilai lebih tinggi pada prestige, citra merek dan konten
fashion daripada atribut fungsional.Pembeli ingin mendapatkan image
commit to user
26
harga penuh. Tujuan pembelian status merek mewah adalah
mendapatkan pengakuan atau keanggotaan kelompok-kelompok
referensi yang dinginkan, bukan pada jaminan kualitas (Wee et al, 1995
dalam Phau et al, 2009).
Apabila keuntungan membeli produk asli dan produk palsu
dianggap oleh konsumen sama, maka minat konsumen akan lebih
cenderung membeli produk palsu yang bertentangan dengan aslinya.
Asumsi ini didasarkan pada ketentuan bahwa tampilan produk palsu
setidaknya memenuhi fungsi minimal yang diperlukan konsumen.
Namun, perbedaan fungsi produk (yaitu simbolik atau fungsional) juga
akan mempengaruhi niat beli. Produk dengan nilai simbolis akan dinilai
berdasarkan kemampuan produk untuk jangka pendek, sedangkanproduk
dengan nilai fungsional akan dinilai berdasarkan kemampuan produk
untuk melakukan kinerja dalam jangka panjang. Dengan demikian,
konsumen hanya memiliki harapan kualitas yang minimal pada kinerja
produk palsu.Sedangkan fungsi tampilan yang diharapkan lebih baik
dibandingkan dengan produk asli, berakibat semakin besar kemungkinan
konsumen akan membeli produk palsu. Berdasarkan hal ini, maka
diajukan hipotesis:
H4a : Tampilan produk merek mewah palsu yang diharapkan
konsumen akan berpengaruh positif pada niat
commit to user
27
6. Umur Manfaat (Useful Life)
Konsumen dikatakan lebih memperhatikan daya tahan produk
dan kehandalan ketika mempertimbangkan pembelian produk fungsional
(Greenberg et al, 1983 dalam Phau et al, 2009). Namun, manfaat status
simbolik yang terkait dengan penggunaan produk adalah motivator
utama untuk membeli produk mewah palsu. Maka hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa penampilan dan kinerja adalah atribut yang lebih
signifikan untuk produk fashion dan simbolik (Predergast et al, 2002
dalam Phau et al, 2009). Produk dengan atribut simbolis akan dinilai
berdasarkan kemampuan mereka untuk melakukan kinerja dalam jangka
pendek. Dengan demikian, atribut produk untuk membeli barang
bermerek mewah palsu akan didasarkan pada penampilan dan visibilitas.
Berdasarkan ini, maka diajukan hipotesis:
H4b : Umur manfaat produk merek mewah palsu berpengaruh negatif pada niat pembeliannya
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitan yang didasarkan pada
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Penelitian ini
memiliki fokus sampel yang berbeda serta beberapa variabel yang
dikombinasikan dari penelitian sebelumnya. Gambaran pada penelitian
commit to user
28
Tabel II.1
Tabel Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Alat
analisis 1) tampilan produk 2) umur manfaat
c. sikap legalitas dan kepatuhan hukum
positif pada sikap kepatuhan hukum dan legalitas produk mewah palsu
b. Integritas berpengaruh negatif pada sikap kepatuhan hukum dan legalitas produk mewah palsu
c. umur manfaat berpengaruh
negatif pada niat pembelian konsumen.
d. sikap konsumen atas produk
mewah palsu, integritas, status konsumsi, materialisme dan tampilan produk berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen.
a. Faktor individu : 1)kerentanan 1) status konsumsi 2) integritas
3) kepuasan pribadi 4) mencari hal baru
a. status konsumsi dan integritas berpengaruh positif sangat kuat pada niat pembelian konsumen.
b. Kerentanannormatif, kerentanan
informasi, kepuasan pribadi, nilai kesadaran, dan mencari hal baru berpengaruh negatif pada niat pembelian konsumen.
c. Sikap konsumen terhadap
pemalsuan merek mewah
berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen.
d. Kolektivisme berpengaruh
commit to user
29
Tabel II.2
Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan
No Peneliti Judul Variabel Alat
analisis
d. sikap legalitas dan kepatuhan hukum
a. integritas berpengaruh positif pada sikap konsumen atas produk mewah palsu serta niat pembelian.
b. Matrealisme dan status
konsumsi berpengaruh negatif pada sikap konsumen atas produk mewah palsu serta niat pembelian.
c. sikap konsumen atas produk
mewah palsu berpengaruh
negativ pada niat pembelian konsumen.
d. Terdapat perbedaan sikap antara pembeli dan non pembeli
4 Celso
a. Kualitas harga, pengalaman
resiko, subjek normative,
tingkat resiko, integritas, dan kepuasan pribadi berpengaruh positif pada sikap serta niat perilaku.
b. Sikap menjadi mediator antara variabel dependen dan niat perilaku.
c. Pengalaman sebelumnya
memiliki hubungan positif
dengan sikap serta hubungan negative dengan niat perilaku
commit to user
30
Tabel II.3
Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan
No Peneliti Judul Variabel Alat
analisis
a. kepuasan pribadi berpengaruh
negatif pada sikap atas
pembajakan.
b. Kerentanan normatif,
kerentanan informasi, , nilai
kesadaran, dan integritas
berpengaruh positif pada sikap atas pembajakan.
c. sikap atas pembajakan
berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen.
d. Karakteristik konsumen
berpengaruh negatif pada sikap atas pembajakan.
e. Laki-laki dan golongan
berpendapatan rendah
cenderung tertarik pada produk bajakan.
high involvement dipengaruhi oleh sikap kepatuhan terhadap hukum dan sikap legalitas atas produk palsu merek mewah
b. Sikap kepatuhan hukum dan
niat pembelian tidak
berpengaruh pada produk Low Involvement.
commit to user
31
Tabel II.3
Tabel Penelitian Terdahulu, Lanjutan
No Peneliti Judul Variabel Alat
analisis
c. sikap legalitas dan kapatuhan hukum
Sumber : dari berbagai jurnal penelitian
D. Posisi Penelitian
Pada penelitian “Consumer’s willingness to knowingly purchase
counterfeit products” oleh lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009),
menghasilkan kesimpulan bahwa status konsumsi dan materialisme
berpengaruh positif pada sikap kepatuhan hukum dan legalitas produk mewah
palsu. Sedangkan Integritas berpengaruh negatif pada sikap kepatuhan hukum
dan legalitas produk mewah palsu. Selain itu sikap konsumen atas produk
mewah palsu, integritas, status konsumsi, materialisme dan tampilan produk
berpengaruh positif pada niat pembelian konsumen. Dan umur manfaat
commit to user
32
dilakukan oleh lan Phau and Min Teah (2009), yang menguji variabel
independen berupa faktor individu (kerentanan informasi, kerentanan
normatif, kolektivisme) dan faktor sosial ( status konsumsi, integritas,
kepuasan pribadi, mencari hal baru), variabel mediasi berupa sikap konsumen
atas produk merek mewah palsu serta variabel dependen niat beli konsumen
pada produk palsu.
Dalam penelitian lan Phau, Marishka Sequeira and Steve Dix (2009),
To Buy or Not To Buy A “Counterfeit” Rolphlauren Polo Shirt The Role of
Lawfulness and Legality Toward Purchasing Counterfeits”, menunjukkan
hasil bahwa integritas berpengaruh pada sikap konsumen atas produk mewah
palsu dan niat pembelian. Serta terdapat perbedaan sikap antara pembeli dan
non pembeli. Sedangkan penelitian sikap konsumen pada produk palsu yang
dilakukan oleh Cristiana Trindade Ituassu, Carlos Alberto Vargas Rossi
(2007), menggunakan alat analisis Struktural Equation Model (SEM) untuk
menganalisis data dalam penelitiannya.
Swee Hoon Ang, Peng Sim Cheng, Elison A.C. Lim,Siok Kuan
Tambyah (2001), juga telah melakukan penelitian yang menguji variabel
faktor sosial dan faktor kepribadian (integritas, kepuasan pribadi, nilai
kesadaran) terhadap sikap dan niat konsumen produk palsu. Penelitian niat
konsumen pada produk palsu juga ditemukan dalam penelitian The Influence
of Lawfulness Attitudes on Consumers Willingness to Purchase Counterfeit
Goodoleh Anas Hidayat dan Katherine Mizerski. Penelitian yang
commit to user
33
menunjukkan hasil bahwa niat pembelian produk palsu high involvement
dipengaruhi oleh sikap kepatuhan hukum dan sikap legalitas atas produk
palsu merek mewah.
Sedangkan pada penelitian ini, peneliti memiliki tema serupa serta
melibatkan variabel yang sama tetapi menerapkan penelitian pada setting
penelitian yang berbeda. Penelitian ini mengambil obyek produk fashion tas
merek Louis Vuitton palsu. Serta diterapkan pada subyek penelitian berupa
masyarakat yang belum pernah membeli produk palsu di wilayah Surakarta.
Peneliti bertujuan mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil penelitian yang
diperoleh jika peneltian tersebut dilakukan dengan setting penelitian yang
berbeda dengan penelitian – penelitian sebelumnya.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian ini terbentuk berdasarkan pada rumusan masalah yang
telah diuraikan oleh peneliti pada bab sebelumnya. Sikap kepatuhan hukum
dan sikap legalitas konsumen atas pemalsuan merek mewah (counterfeit
luxury brand) yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian konsumen, akan
berpengaruh pada niat pembelian produk merek mewah palsu. Selain itu Niat
pembelian juga akan dipengaruhi secara langsung oleh faktor kepribadian
(integritas, status konsumsi dan materalisme) serta atribut produk ( tampilan
produk / product performance, umur manfaat / useful life). Maka kerangka
commit to user
34 Sumber : Phau, Sequera dan Dix (2009)
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
H2a
Niat Pembelian
Atribut Produk
Sikap Konsumen Faktor Kepribadian:
Integritas
Sikap kepatuhan konsumen terhadap hukum atas pemalsuan merek mewah
Tampilan Produk
Umur manfaat
Status Konsumsi
Materialisme
Sikap konsumen terhadap legalitas atas pemalsuan merek mewah
H4b H4a
H1a
H1b H2c
H3b H3a