BAB II
PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL
A.Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas.
Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau
saham-saham, sedangkan kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham
yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya. 53
Perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 butir 1 yaitu perseroan terbatas, yang
selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan definisi perseroan terbatas diatas, terdapat beberapa unsur dari
perseroan terbatas, sebagai berikut:54
a. Perseroan terbatas merupakan badan hukum.
b. Perseroan terbatas merupakan persekutan modal.
c. Didirikan berdasarkan perjanjian.
53
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2009), hal. 1
54
d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam
saham-saham.
Didirikan berdasarkan perjanjian yang dimaksud diatas adalah: 55
a. Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;
b. Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan perseroan terbatas;
c. Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan usaha yang
berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama Naamloze
Venootschap (NV). Istilah terbatas di dalam perseroan terbatas tertuju pada
tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada nilai nominal dari
semua saham yang dimilikinya.56
Perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Syarat bahwa
pendiri perseroan harus 2 (dua) orang atau lebih diatur dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengertian
pendiri adalah orang yang mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk
mendirikan perseroan yang selanjutnya melakukan langkah-langkah penting untuk
mewujudkan pendirian perseroan, sesuai dengan syarat yang ditentukan
perundang-undangan.57
Pasal 7 ayat (7) menyebutkan ketentuan yang mewajibkan Perseroan
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:
55
R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 116
56
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal 39.
57
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.
Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri. Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik
negara yang berbentuk perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur
dalam Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah
diuraikan dalam penjelasan Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun
2007.
Perseroan harus berdasarkan “perjanjian” para pendiri. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Hal tersebut juga dinyatakan pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata bahwa perjanjian pendirian sebuah perseroan dilakukan secara
“konsensual” dan “kontraktual”. Artinya, bahwa pendirian perseroan dilakukan
oleh para pendiri atas persetujuan, dimana para pendiri antara satu dan yang lain
saling mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan terbatas. Perjanjian
berbentuk akta Notaris (notarial deed) harus dibuat secara tertulis, tidak boleh
berbentuk akta dibawah tangan (private instrument).58
Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Perseroan menyebutkan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang
atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.
Ketentuan Pasal diatas menegaskan bahwa akta Notaris merupakan syarat
mutlak untuk adanya suatu perseroan terbatas. Tanpa adanya akta otentik ini akan
meniadakan eksistensi perseroan terbatas, sebab akta pendirian inilah nantinya
yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman.59
Perseroan terbatas salah satu bentuk usaha yang paling banyak diminati dari
seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, perseroan terbatas merupakan
salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang
banyak digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum
sebagai pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh
manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi
hukum yang dapat mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta
kekayaan para pendiri perseroan terbatas, para pemegang saham perseroan dan
pengurus perseroan.60
Bahwa perseroan terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan
diri dan berpotensi memberikan keuntungan, baik bagi instansinya sendiri maupun
bagi para pendukungnya (pemegang saham).
61
Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka
perseroan telah berdiri dan hubungana antara para pendiri adalah hubungan
kontraktual karena perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu
59
Agus Budiarto, hal. 35
60
Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal 135-136.
61
kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni:62
(i) sepakat mengikatkan dirinya;
(ii) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
(iii) suatu hal tertentu;
(iv) suatu sebab yang halal.
Syarat diatas mengenai pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut
syarat subjektif maupun syarat mengenai perjanjian itu sendiri (isi perjanjian) atau
yang biasa disebut syarat objektif.63
Kesepakatan yang dimaksudkan dalam Pasal ini adalah persesuai kehendak
antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan.
Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun
secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat
saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bukan hanya
dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara
lisan.64
Sementara itu, kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk
melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan
dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai
21 tahun. Khusus untuk orang yang belum menikah sebelum usia 21 tahun
62
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.151
63
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 67-69
tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21
tahun. Jadi, janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum
mencapai 21 tahun.65
Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 tahun atau sudah
menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 tahun dan telah menikah
secara otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan
orang yang telah dianggap tidak cakap karena berada di bawah pengampuan
misalnya karena gila atau bahkan karena boros.66
Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini
menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu
perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek tertentu. Jadi tidak bisa seseorang
menjual sesuatu (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata
sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tentu.
67
Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat
tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud memperlawankan
dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan disini adalah
bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan Undang-undang
kesusilaan dan ketertiban umum.
68
Dalam mendirikan perseroan terbatas diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa setiap pendiri
perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Berarti
pada saat pendiri menghadap Notaris untuk dibuat akta pendirian perseroan, setiap
pendiri perseroan sudah mengambil saham perseroan. Agar syarat ini sah menurut
hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri
perseroan pada saat pendirian perseroan itu berlangsung.69
Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal
serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan
didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian sebagai berikut:
70
a. Perbuatan hukum yang dimaksud antara lain mengenai penyetoran saham
dalam bentuk atau cara lain dari uang tunai.
b. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum
tersebut di atas dilekatkan pada akta pendirian. Justru semua dokumen
yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan
yang bersangkutan harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta
pendirian, dengan cara melekatkan atau menjahit dokumen tersebut
sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.
c. Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti
dimaksudkan di atas tidak terpenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak
menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.
Kemudian hal itu dimuat dalam akta pendirian sesuai ketentuan Pasal 8 ayat
(2) huruf c yaitu “Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
69
Orinton Purba, Op.Cit, hal. 24
70
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor”.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan “mengambil
bagian saham” sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c, adalah jumlah
saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan.
Dengan demikian, agar syarat sah menurut hukum, pengambilan bagian
saham itu, harus dilakukan setiap pendiri perseroan pada saat pendirian perseroan
itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah perseroan didirikan.71
Modal perseroan berbeda dengan harta kekayaan perseroan. Modal
perseroan hanya merupakan sebagian dari harta kekayaan perseroan. Harta
kekayaan perseroan selalu berubah-ubah sejalan dengan gerak perkembangan
usaha perseroan, sedangkan modal perseroan itu bersifat relatif tetap, walaupun
bila modal perseroan dikehendaki berubah, perubahan itu harus dibuat dengan
akta notariel tersendiri dan harus dimohonkan persetujuan dari Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Harta kekayaan biasanya akan dapat dibaca dalam
neraca dan perhitungan rugi laba yang dibuat setiap akhir tahun pembukuan.72
Dalam pendirian perseroan terbatas harus mempunyai harta kekayaan
tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendirinya dan yang didapat dari
pemasukan para pendirinya (pemegang saham), yang berupa modal dasar, modal
yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Harta kekayaan ini sengaja
diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan perseroan.
71
M. Yahya Harahap, (1), op.cit, hal 173
72
Penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40
Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan modal perseroan adalah
modal dasar, modal ditempatkankan dan modal disetor.
Adapun pendirian perseroan terbatas tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan
syarat modal minimum. Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada
waktu Perseroan Terbatas didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal,
yaitu sebesar modal dasar (authorize capital), modal ditempatkan (issued capital)
dan modal disetor (paid-up capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga
terhadap perseroan terbatas.73
1. Modal Dasar (authorize capital)
Untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan
terbatas harus mempunyai dana yang cukup, yang dalam Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinamakan modal. Pengertian dari
masing-masing jenis modal tersebut adalah sebagai berikut:
Modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebut
dalam Anggaran Dasar.74
Perkataan modal (capital), mengandung arti yang bervariasi. Pengertiannya
bisa berbeda bagi setiap orang. Secara umum, perkataan modal atau capital
dihubungkan dengan perseroan mengandung pengertian, sesuatu yang diperoleh
perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham (issued of shares). Uang Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 31 ayat (1)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa modal
dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
73
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 185
74
itulah yang digunakan perseroan melancarkan kegiatan usaha dan bisnis yang
ditentukan dalam anggaran dasar.75
Modal dasar perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang
dapat diterbitkan oleh perseroan. Anggaran dasar itu sendiri yang menentukan
berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan
dalam Anggaran Dasar merupakan nilai nominal yang murni.
76
Modal dasar merupakan modal maksimum yang dapat dikeluarkan suatu
perseroan terbatas yang seluruhnya terbagi atas saham-saham. Artinya, modal
dasar perseroan terbatas tersebut terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang
dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang bersangkutan. Saham dimaksud, baik
saham atas nama maupun saham atas tunjuk. Saham atas nama adalah saham yang
mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya, sedangkan saham atas tunjuk
adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya.77
Modal dasar (authorize capital) adalah jumlah saham maksimum yang dapat
dikeluarkan oleh perseroan sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal
saham. Modal dasar inilah yang sering dipakai sebagai kriteria agar suatu
perseroan dapat digolongkan ke dalam kategori tertentu, yaitu apakah perseroan
dapat tergolong ke dalam perusahaan kecil, menengah atau besar.78
Modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham, tetapi tidak menutup
kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur
75Ibid 76Ibid 77
Rachmadi Usman, op.cit. hal.82
78
modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal, hal ini ditentukan dalam
Pasal 31 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Modal dasar perseroan paling sedikit berjumlah Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah), tetapi dalam Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu
dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada
ketentuan modal dasar tersebut sehingga pengaturan minimum dalam
Undang-undang Perseroan ini merupakan bagian modal yang harus dimiliki oleh para
pendiri.79
Kegiatan usaha tertentu yang dimaksud disini antara lain adalah usaha
perbankan, asuransi, atau freight forwarding (perusahaan penanaman modal
asing). Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud tersebut,
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Ketentuan pada Pasal 32
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini diperlukan untuk
mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.80
Persyaratan modal minimum harus ditentukan karena hal ini dimaksudkan
agar ketika perseroan didirikan setidak-tidaknya sudah memiliki modal yakni
sebesar modal yang disetor dan juga dapat menjadi jaminan bagi setiap tagihan
dari pihak ketiga terhadap Perseroan Terbatas dan semuanya ini bertujuan untuk
memberikan jaminan perlindungan terhadap pihak ketiga. Besarnya modal dasar
perseroan itu tidaklah menggambarkan kekuatan finansial riil perseroan tetapi
hanya menentukan jumlah maksimum modal dan saham yang dapat diterbitkan
perseroan.81
Modal dasar perseroan adalah total jumlah saham yang dapat diterbitkan
oleh perseroan. Anggaran dasar perseroan yang menentukan berapa banyak
jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah modal yang ditetapkan dalam
anggaran dasar dapat diperbesar atau diperkecil tetapi harus meminta persetujuan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dikarenakan perubahan anggaran dasar
mengenai besarnya modal dasar termasuk perubahan anggaran dasar tertentu.
82
2. Modal Ditempatkan (Issued Capital)
Modal yang ditempatkan (Issued Capital) atau dikeluarkan adalah saham
yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual, baik kepada para pendiri maupun
pemegang saham perseroan. Para pendiri telah menyanggupi untuk mengambil
bagian sebesar atau sejumlah tertentu dari saham perseroan dan karena itu, dia
mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada
perseroan.83
Modal yang ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri
perseroan atau pemegang saham dan saham yang diambil itu ada yang sudah
dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Modal tersebut merupakan modal yang
81
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2013), hal. 83
82
Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Praninta Offset, 2008), hal. 6
83
disanggupi pendiri perseroan atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham
itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.84
Modal ditempatkan merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk
disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan.85
Dari modal dasar senilai Rp. 50.000.000 (lima puluh juta tersebut) menurut
Pasal 33 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen), harus ditempatkan dan disetor penuh. Berdasarkan Pasal
32 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyebutkan modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) .
Hal ini menegaskan bahwa pada saat pendirian perseroan terbatas paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus telah ditempatkan
menjadi modal yang ditempatkan dan seluruh modal yang ditempatkan tersebut
harus sudah disetor penuh, dengan demikian jumlah yang harus disetor penuh
paling sedikit pada saat pendirian adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), yaitu Rp. 12.500.000 (dua belas juta
lima ratus rupiah).86
Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud diatas
dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Yang dimaksud dengan bukti
penyetoran yang sah antara lain, bukti setoran pemegang saham ke dalam
rekening bank atas nama perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit
84
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hal. 37
85
Rudhi Prasetya, Op.Cit. Hal. 83
86
oleh akuntan, atau neraca perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan dewan
komisaris.87
Disebutkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas bahwa paling sedikit
25% (duapuluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) harus ditempatkan (issued capital) dan seluruhnya (100% dari modal
ditempatkan tersebut) harus disetorkan ke dalam kas perseroan sebagai paid
capital. Sehingga sisanya 50% (lima puluh persen) wajib disetor penuh pada saat
pengesahan perseroan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM.
88
Sedangkan pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk
menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh, hal ini berarti tidak
dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur. Sebagaimana
modal dasar, modal yang ditempatkan ini pun belum memberikan kekuatan
finansial riil perseroan, karena modal tersebut belum berupa uang tunai atau
belum ada sama sekali dalam kas perseroan.
89
3. Modal Disetor (Paid-up Capital)
Yang dinamakan dengan modal disetor adalah bagian dari modal yang
ditempatkan atau diambil bagian oleh para pendiri (sebelum perseroan berbadan
hukum) atau pemegang saham (setelah perseroan berbadan hukum) yang disetor
oleh pendiri atau pemegang saham kepada perseroan terbatas. Menurut
Undang-undang perseroan terbatas, setiap lembar saham dari modal yang diambil bagian
oleh pendiri atau pemegang saham harus disetor penuh, pada saat modal tersebut
dikeluarkan oleh perseroan terbatas atau pemegang saham kepada perseroan
87Ibid 88
Mulhadi, op.cit., hal. 97
89
terbatas. Dengan demikian yang secara umum dikatakan sebagai modal perseroan
adalah modal perseroan, yang mencerminkan modal yang diambil bagian dan
disetor penuh oleh pendiri pada saat perseroan didirikan dan atau seluruh setoran
pemegang saham setelah perseroan memperoleh status sebagai badan hukum.90
Modal disetor merupakan modal yang benar-benar telah ada dalam kas
perseroan. Modal ini disetor oleh para pemegang saham.91 Modal Disetor
(Paid-up Capital) adalah kekayaan ber(Paid-upa uang yang telah ditentukan persentasenya
dari modal ditempatkan yang harus dibayar tunai oleh para pendiri pada saat
perseroan didirikan.92
Penyetoran saham pada umumnya dilakukan dalam bentuk uang. Namun
demikian, tidak tertutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik
berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud atau benda bergerak
maupun tidak bergerak. Dalam hal penyetoran dilakukan dalam bentuk lain selain
uang, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:
93
1. Penyetoran dapat dilakukan baik pada saat pendirian atau pada saat perseroan telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum;
2. Penyetoran tersebut harus dilakukan penilaian atas dasar atau oleh penilai (appraisal) yang tidak terafiliasi dengan perseroan (bersifat independent); 3. Dalam hal barang yang disetorkan adalah benda tidak bergerak, maka
harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian;
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang atau
bentuk lainnya. Dalam hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli
yang terafiliasi dengan perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak
bergerak harus diumumkan dalam Surat Kabar, dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) memutuskan penyetoran saham tersebut.94
Dalam pendirian perseroan terbatas, apa yang diinbrengkan merupakan
pembayaran atas saham yang diambil pendiri perseroan dari perseroan. Pasal 1619
ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa para sekutu
perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan pada perseroan yang
didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa:
95
1. Uang;
2. Benda-benda atau barang-barang apa saja yang layak bagi pemasukan,
seperti kendaraan bermotor dan alat operasional kantor, tanah dan/atau
bangunan;
3. Keahlian atau tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran.
Para pendiri perseroan yang melakukan penyetoran modal tersebut dengan
maksud untuk mendapatkan saham dalam perseroan terbatas sebagai pembayaran
atas saham yang diambil oleh para pendiri perseroan pada saat pendirian
perseroan terbatas. Saham tersebut adalah jumlah uang yang diinvestasikan oleh
94
Mulhadi, Op.cit, hal. 97
95
investor dalam suatu perseroan, yang mana atas investasi tersebut pada umumnya
pemegang saham mendapat keuntungan dari perseroan dalam bentuk dividen.
Saham merupakan kekayaan pribadi pemegang saham yang bersifat benda
bergerak yang tidak dapat diraba tetapi dapat dialihkan.96
Bagian dari harta perseroan yang dimiliki pemegang saham dalam saham
atas nama maka semua saham yang dimiliki harus tertulis atas nama. Nilai
nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah. Saham tanpa nilai
nominal tidak dapat dikeluarkan. Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham
atas saham yang dimilikinya yang mana pengaturan bentuk bukti pemilikan saham
seperti yang ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan.97
Penyetoran setiap dari bagian modal saham yang diambil bagiannya
dilakukan dengan uang tunai, namun di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat ketentuan bahwa
penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya. Menurut penjelasan Pasal ini, pada umumnya penyetoran saham
adalah dalam bentuk uang.98
Tetapi tidak tertutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain,
baik berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara
nyata diterima oleh perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang
harus dirincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status,
96
Tri Budiyono, Op.Cit. hal 88
97
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: FH UII Pers, 2006), hal. 45
98
tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai
penyetoran modal tersebut.99
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan)
pada perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing
para pendiri perseroan. Bentuk penyetoran saham dalam bentuk lain, dapat juga
disebut pemasukan barang atau pemasukan modal atau inbreng.100
Para pendiri perseroan terbatas berkewajiban dalam menyetorkan modal ke
dalam perseroan dimaksudkan supaya perseroan memiliki modal awal dalam
melakukan kegiatan perseroan dalam rangka mencapai tujuan perseroan dalam
upaya mendapat keuntungan.101
Untuk dapat memahami komposisi modal ditempatkan dan modal disetor,
harus dikaitkan dengan tahapan proses pendirian perseroan terbatas. Dengan
demikian, komposisi modal dapat dipilah yaitu pada saat pendirian perseroan
terbatas mengajukan permohonan ijin pendirian, komposisi modalnya adalah
sebagai berikut:102
Modal dasar (minimal) Rp.50.000.000,- (lima puluh juta)
Modal ditempatkan dan disetor penuh (25% x Modal dasar) yaitu
Rp.12.500.000,- (duabelas juta limaratus)
99Ibid 100
Ibid
101Ibid 102
Sekiranya modal ditempatkan diambil para pendiri 50% (lima puluh persen)
atau 70% (tujuh puluh persen) dari modal dasar, berdasarkan Pasal 33 ayat (1)
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) dan penjelasannya harus disetor
penuh.103
Demikian memang, Undang-undang Perseroan Terbatas menghendaki agar
setelah pengesahan, perseroan terbatas sudah dapat menjalankan usahanya dengan
modal dasar yang secara penuh telah disetor para pendirinya.104
B. Penyetoran Modal Saham Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas Dalam Prakteknya
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyebutkan bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Bentuk perseroan terbatas adalah satu bentuk badan usaha yang lazim dan
banyak di pakai dalam dunia usaha di Indonesia. Pasal 1618 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa persekutuan adalah perjanjian antara
2 (dua) orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu
(inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang
diperoleh karenanya. Inbreng ini wajib dimasukkan pihak-pihak yang bersekutu
103
M. Yahya Harahap, (1), op.cit. hal. 237
104
dalam persekutuan tersebut, bisa berupa uang, barang-barang dan keahlian atau
tenaga.105
Proses pendirian perseroan terbatas terdapat syarat formil yang diatur dalam
Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada
saat perseroan didirikan. Artinya pada saat para pendiri menghadap ke Notaris
untuk dibuat akta pendirian, setiap pendiri sudah mengambil bagian saham
perseroan.106
Melihat ketentuan diatas, maka perseroan terbatas sebagai badan hukum
(rechtspersoon, legal person, legal entity) memiliki modal dasar yakni jumlah
modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar
perseroan. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal
yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam
status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut
kepada perseroan.107
Mengenai modal dasar perseoran yang terbagi dalam saham, bahwa dari kata
“terbagi” dapat diketahui modal perseroan tidak satu atau dengan kata lain tidak
berasal dari satu orang melainkan modalnya dipecah menjadi beberapa atau
sejumlah saham. Mengapa demikian, karena hal itu dalam hubungannya dengan
pendirian perseroan berdasarkan perjanjian yang berarti modal perseroan harus
dimiliki oleh beberapa orang. Dengan demikian dalam suatu perseroan pasti
105
Tri Budiyono, Hukum Dagang, (Salatiga: Griya Media, 2011), hal. 36
106
C.S.T Kansil & Christine Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas: Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 7
107
terdapat sejumlah pemegang saham. Para pemegang saham pada prinsipnya hanya
bertanggungjawab sebesar nilai saham yang dimasukkan kedalam perseroan.108
Menurut Notaris Mauliddin Shati, S.H bahwa dalam prakteknya apabila para
pendiri perseroan yang hendak mendirikan perseroan terbatas, para pendiri
perseroan harus membuat Surat Pernyataan telah menyetor modal ke rekening
perseroan terbatas yang hendak didirikan yang mana akta tersebut dilekatkan
bersama akta pendirian perseroan terbatas. 109
Hal tersebut dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran
Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan
Perubahan Data Perseroan Terbatas dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c bukti setor
modal Perseroan, berupa:
1. fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;
Akta otentik yang merupakan surat pernyataan tersebut adalah yang dibuat
oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun atau tanpa bantuan dari
108
Gatot Supramono, op.cit, hal.3
109
yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di
dalamnya oleh yang berkepentingan.110
Hal diatas juga ditentukan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang intinya bahwa akta otentik tersebut:111
a. Akta yang dibuat oleh pejabat umum;
b. Dalam bentuk yang ditentukan dalam Undang-undang;
c. Di tempat dimana pejabat itu berwenang membuatnya.
C. Analisis Penyetoran Modal Saham PT Melalui Pernyataan Menyetor Modal Saham
Modal dalam perseroan dibagi-bagi dalam saham-saham, yang merupakan
atau menunjukkan besarnya bagian penyertaan dari setiap penyetor modal ke
dalam perseroan. Modal awal perseroan adalah penyisihan dari harta kekayaan
pendiri perseroan yang pertama kali. Dengan demikian berarti jumlah saham
perseroan yang diterbitkan pertama kali dikalikan dengan nilai nominal saham,
besarnya sama dengan seluruh modal disetor dalam perseroan. Selanjutnya kepada
para penyetor modal ini diberikan sejumlah saham-saham yang merefleksikan
besarnya jumlah setoran masing-masing secara proporsional ke dalam perseroan
terbatas. Hanya mereka yang telah melakukan penyetoran penuh atas setiap
lembar saham yang diambil bagian oleh yang berhak sepenuhnya atas
saham-saham tersebut.112
110
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, (Palembang: Prenhalindo Jakarta, 2000), hal. 199
111Ibid 112
Dasar hukum pernyataan menyetor modal saham dalam pendirian perseroan
terbatas adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta
Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data
Perseroan Terbatas dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c bukti setor modal Perseroan,
berupa:
1. fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris Perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang;
Berdasarkan hal diatas para pendiri perseroan membuat surat pernyataan
telah menyetor modal perseroan yang menjadi syarat untuk pengesahan Perseroan
Terbatas. Hal ini diperbolehkan untuk memudahkan proses pendirian perseroan
tersebut.
Surat pernyataan yang dibuat tersebut merupakan akta di bawah tangan yang
dilekatkan dalam akta pendirian perseroan terbatas. Agar surat tersebut dapat
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan
yang bersifat perdata maka surat pernyataan tersebut ditandatangani di atas
meterai Rp6.000,- (Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 13 Tahun 1985
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Meterai.113
Untuk akta di bawah tangan pemeriksaan yang paling pertama dilakukan
adalah mengenai benar tidaknya akta yang bersangkutan telah ditandatangani oleh
pihak pihak yang bersangkutan. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tanda
tangannya, memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti suatu akta
otentik (Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Jadi, selama tidak
disangkal, akta di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti
akta otentik. Dengan demikian di dalam surat pernyataan tersebut perlu
dimasukkan dua orang saksi yang suda
pembuktian.114
Selain itu, juga dalam konteks memperkuat pembuktian, akta di bawah
tangan dapat dilegalisasi oleh Notaris. Seperti ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (2)
UU No. 30 Tahun 2004 tentang Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris
berwenang pula untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Dalam
penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-undang Jabatan Notaris dikatakan
bahwa ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang
dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang
113
bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan
oleh Notaris.115
Legalisasi akta surat pernyataan tersebut berarti dokumen/surat yang dibuat
di bawah tangan tangan tersebut ditanda-tangani di hadapan Notaris, setelah
dokumen/surat tersebut dibacakan atau dijelaskan oleh Notaris yang bersangkutan.
Dalam legalisasi Notaris menjamin bahwa yang tanda tangan adalah orang yang
namanya tertulis di dalam surat di bawah tangan. Notaris juga menjelaskan isi
surat tersebut sehingga di kemudian hari yang bersangkutan tidak bisa ingkar
bahwa dia hanya tanda tangan saja tapi tidak mengerti isinya. Dengan demikian
jika suatu hari terjadi sengketa mengenai isi surat pernyataan tersebut, pihak yang
bersangkutan dapat melihat surat yang telah di-waarmerking tersebut..
116
Perjanjian dengan saksi Notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Fungsi kesaksian Notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk
melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi kesaksian tersebut
tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Pihak yang
menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.117
Pendiri perseroan yang telah membuat surat pernyataan telah menyetor
modal seperti yang telah tertulis maka si pendiri tersebut wajib membayarkan atau
menyetorkan modal ke kas perseroan.
115
Ibid
116
diakses pada hari Selasa dan tanggal 21 Oktober 2014
Apabila tidak dapat membayar modal seperti yang telah pendiri janjikan
dalam surat pernyataan telah menyetorkankan modal maka ia dapat digugat ke
pengadilan dengan dasar gugatan wanprestasi atau ingkar janji. Gugatan
wanprestasi tersebut sendiri dapat berupa:118
1. Pemenuhan perikatan;
2. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
3. Ganti rugi;
4. Pembatalan persetujuan timbal balik;
5. Pembatalan perikatan dan ganti rugi.
Untuk dapat menuntut hal-hal sebagaimana disebutkan di atas, harus
memenuhi syarat dengan terlebih dahulu menyatakan kelalaian pihak debitur
dengan mengirimkan somasi. Somasi tersebut berisi tentang teguran atas tidak
dilaksanakannya kewajiban pihak debitur serta sanksi yang tuntut.119
Perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan perseroan
sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan
hukum apabila:120
a. Perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang
dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan
pihak ketiga;
118
119Ibid 120
b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan
kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri, walaupun
perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau
c. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang
dilakukan atas nama perseroan.
Perlu dijelaskan di sini bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri
dibuat setelah perseroan didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan hukum,
yaitu:
a. Apabila perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambil alih
atau tidak dilakukan oleh perseroan, para pendiri yang melakukan
perbuatan hukum tersebut masing-masing bertanggung jawab secara
pribadi atas segala akibat yang timbul.
b. Kewenangan perseroan untuk mengukuhkan perbuatan hukum,
sebagaimana disebutkan di atas ada pada RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham). Akan tetapi karena RUPS biasanya belum dapat
diselenggarakan segera setelah perseroan disahkan, maka
pengukuhannya dilakukan oleh seluruh pendiri pemegang saham, dan
Direksi. Selama belum dikukuhkan, baik karena perseroan tidak jadi
disahkan ataupun karena perseroan tidak melakukan pengukuhan,
perseroan tidak terikat.
Pasal 13 menyebutkan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan calon
pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat perseroan
tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang
timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
RUPS pertama sebagaimana dimaksud tersebut harus diselenggarakan dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah perseroan memperoleh
status badan hukum. Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu
yang ditentukan tersebut atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan maka,
setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung
jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Persetujuan RUPS tidak
diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara
tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian Perseroan. 121
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Bila hal
tersebut tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari
jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali Undang-undang dan atau
anggaran dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara
yang lebih besar dari pada suara terbanyak biasa.122
Pada dasarnya semua keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah
untuk mufakat. Apabila setelah diusahakan musyawarah untuk mufakat tidak
dapat dicapai, keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan
suara terbanyak. Secara umum suara terbanyak yang diperlukan adalah suara
terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari pada kelompok suara
lain tanpa harus mencapai lebih dari setengah keseluruhan suara dalam
pemungutan suara tersebut. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu keputusan
121
Sudargo Gautama, op.cit. hal. 33
122
RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan,
kelangsungan, sifat suatu perseroan atau anggaran dasar dapat menetapkan suara
terbanyak yang lebih besar daripada suara terbanyak biasa, yaitu suara terbanyak
mutlak (absolute majority) atau suara terbanyak khusus (qualified/special
majority). Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebih dari
setengah dari seluruh jumlah suara dalam pemungutan suara tersebut. Sedangkan
suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak ditentukan secara pasti jumlahnya
seperti 2/3, 3/4 atau 3/5.123
Dinyatakan bahwa perbuatan hukum oleh para pendiri untuk kepentingan
perseroan yang dilakukan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan
setelah menjadi badan hukum tetapi ada syarat-syarat tertentu, yaitu:
124
a. Secara tegas perseroan terbatas harus menyatakan menerima semua
perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh
pendiri, dengan pihak ketiga.
b. Perseroan terbatas juga secara tegas menyatakan mengambil alih semua
hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian pendirian sebelum
didirikan perseroan terbatas ini.
c. Atau perseroan mengukuhkan secara tertulis, semua perbuatan
bersangkutan itu.
Dinyatakan sanksinya apabila tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak
dikukuhkan oleh perseroan, maka untuk segala perbuatan hukum walaupun atas
123Ibid 124Ibid
nama perseroan terbatas tetapi dilakukan sebelum pengesahannya, akan menjadi
bertanggung jawab secara pribadi dari masing-masing pendiri yang
melakukannya. Jadi diperlukan adanya ketegasan mengenai penerimaan,
pengambil alihan atau pengukuhan oleh perseroan terbatas yang baru didirikan ini
dari semua perbuatan hukum sebelum pengesahan yang dilakukan oleh pihak
pendiri.125
Akan merupakan beban bagi para pihak yang turut membuat perjanjian ini.
Misalnya, sebelum perseroan disahkan, akan tetapi sesudah didirikan dengan akta
Notaris namun salah satu pihak telah melakukan jual beli dengan pengleveran
belakangan Perseroan Terbatas “X”. Tetapi Perseroan Terbatas “X” ini belum
disahkan.126
Pembentukan kehendak membuat surat pernyataan merupakan proses yang
terjadi dalam ranah kejiwaan seseorang. Karenanya, pihak lawan tidak mungkin
mengetahui apa yang sebenarnya berlangsung di dalam benak seseorang.
Konsekuensi logis darinya ialah bahwa suatu kehendak yang tidak dapat dikenali
oleh pihak luar tidak mungkin menjadi dasar terbentuknya perjanjian. Kekuatan
mengikat perjanjian dikaitkan pada fakta bahwa pihak yang bersangkutan telah
memilih melakukan tindakan tertentu dan tindakan tersebut mengarah atau
memunculkan keterikatan.127
125Ibid
126Ibid
, hal. 34
127
Tindakan menjadi dasar bagi keterikatan karena kehendak yang tertuju pada
suatu akibat hukum tertentu sebagaimana tertulis dalam pernyataan. Terikatnya
individu dilandaskan pada pernyataan individu tersebut, tanpa perlu
memperhatikan bahwa dalam perjanjian selalu ada dua atau lebih orang yang
masing-masing membuat pernyataan. Bukan kata-kata yang menentukan,
melainkan tujuan yang hendak dicapai melalui pilihan pernyataan.128
Peryataan yang dibuat secara memadai mendasari kekuatan mengikat
perjanjian, terlepas dari apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh pihak yang
membuat pernyataan tersebut dan juga dengan mengesampingkan apa yang secara
mendalam dipikirkan dan dapat dipikirkan pihak lawan berkenaan dengan
pernyataan tersebut.129
Perjanjian semata-mata karena adanya pernyataan dari masing-masing
pihak. Dengan perkataan lain, jika pernyataan ternyata tidak sesuai dengan
kehendak atau maksud dari pihak yang menyatakan, hal itu tidak akan
menghalangi terjadinya perjanjian.130
Pernyataan yang melahirkan perjanjian hanyalah pernyataan kepada pihak
lain yang menurut kebiasaan di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan
bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki.131
Kekuatan mengikat perjanjian harus dicari dalam kepercayaan yang
dimunculkan atau dibangkitkan pada pihak lawan. Kepercayaan tersebut tertuju
128Ibid,
hal. 78
pada suatu prilaku seseorang. Untuk menunjuk pada kekuatan mengikat dan
akibat darinya berupa kepercayaan (pengharapan) yang dimunculkan pada pihak
lawan. Suatu perjanjian terbentuk bukan sekedar dari pernyataan-pernyataan, baik
yang mengungkap kehendak para pihak maupun melalui kehendak itu sendiri.
Terbentuknya perjanjian justru bergantung pada kepercayaan (pengharapan) yang
muncul pada pihak lawan sebagai akibat pernyataan dari yang diungkapkan.132
Kehendak yang dimaksud diatas sebagai kehendak yang dinyatakan dan
ditujukan untuk timbulnya akibat hukum. Pada umumnya pernyataan yang
diberikan seseorang adalah sesuai dengan kehendaknya.133
Antara para pendiri sepakat yang mengikatkan dirinya, sepakat tersebut
tidak saja sepakat untuk mengikatkan diri tetapi juga sepakat untuk mendapatkan
prestasi dalam perjanjian yang telah dibuat, masing-masing pihak tidak saja
mempunyai kewajiban, tetapi juga berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan.
Suatu perjanjian sepihak yang memuat hak dan kewajiban satu pihak untuk
mendapatkan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak.134
Setiap perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak), artinya
harus dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih sebagai pemegang saham,
yang sepakat bersama-sama mendirikan suatu perseroan terbatas yang dibuktikan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia, tersusun dalam bentuk anggaran dasar,
kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di depan Notaris, dan setiap
132Ibid
, hal. 79
133Ibid,
hal.80
134Ibid,
pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan terbatas didirikan oleh
satu orang pemegang saham dan tanpa akta Notaris ketentuan ini adalah
merupakan asas dalam pendirian perseroan terbatas.135 Apabila seseorang
menyatakan ingin membuat perjanjian, selayaknya hal itu memang
diinginkannya.136
135
Zaeni Asyhadie, op.cit. hal. 42