Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011 DIINSEMINSI DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR SAPI
SIMMENTAL DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG Oleh:
Arnold.Ch Tabun*, Petrus Kune**, M.L. Molle*** ABSTRACT
A research on fertility of Bali cows inseminated by frozen semen and liquid semen of Simmental cattle was carried out at UPTD Pembibitan dan Hijauan Makanan Ternak in Lili Village and Merbaun village, West Amarasi District.
The research was aimed to determine the level of Bali cows’ fertility which was inseminated by
frozen semen and liquid semen of Simmental.
The research was arranged by a Completely Randomized Design with two treatments of 40 Bali cows.
The result showed that Non Return Rate (NRR) obtained for treatment using frozen semen was 45% and treatment using liquid semen was 60%, while the Conception Rate (CR) on treatment using frozen semen was 45% and liquid semen was 65%. T-student test showed that there was no significant difference between the use of frozen semen and liquid semen in the implementation of artificial insemination. This was caused by the liquid semen had 70% motility and its spermatozoa concentration was above 10-12 million spermatozoa per ml.The liquid semen can be used as an alternative way in genetic improvement of livestock, with the NRR of 60% and 65% CR, in order to overcome the problems of distribution and availability of frozen semen and liquid nitrogen.
Key words: Simmental cattle, frozen semen, liquid semen
Penelitian tentang perbandingan tingkat kesuburan sapi bali induk yang diinseminsi dengan semen beku dan semen cair sapi simmental telah dilakukan di UPTD Pembibitan dan Hijauan Makanan Ternak Lili dan Desa Merbaun Kecamatan Amarasi Barat Kabupaten Kupang.
Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat kesuburan sapi bali betina yang diinseminasi dengan semen beku dan semen cair sapi simmental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan sebanyak 40 ekor sapi bali betina.
Hasil penelitian menunjukan bahwa angka Non Return Rate (NRR) yang diperoleh untuk perlakuan dengan semen beku adalah 45% dan perlakuan dengan semen cair adalah 60% sedangkan Conception Rate (CR) pada perlakuan dengan semen beku adalah 45% dan semen cair adalah 65%. Hasil uji t-student menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara penggunaan semen beku dan semen cair dalam pelaksanaan IB. Hal ini disebabkan oleh karena semen cair mempunyai motilitas 70%P dan konsentrasi spermatozoa di atas 10-12 juta spermatozoa per ml. Untuk mengatasi distibusi ketersediaan semen beku dan nitrogen cair dalam menunjang penerapan teknologi inseminasi buatan maka semen cair dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam perbaikan mutu genetik ternak dengan nilai NRR sebesar 60% dan CR sebesar 65%. 1
Kata Kunci : Sapi Simmental, semen cair, Semen Beku
*.
Staf Pengajar Prodi.Produksi Ternak, Politeknik Pertanian Negeri Kupang ** Staf Pengajar Fakultas Pertanian-UNDANA
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
T
eknologi inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknologi di bidang reproduksiternak yang telah lama dikembangkan dengan tujuan untuk memaksimalkan
pemanfaatan pejantan unggul dan terbaik dalam rangka meningkatkan produktivitas
ternak. Teknologi ini telah lama dilaksanakan secara intensif sebagai alat
pengembangbiakan pada sapi perah dan sapi potong di sebagian besar daerah
peternakan di Pulau Jawa. Nusa Tenggara Timur (NTT), IB diperkenalkan pertama kali
sejak tahun 1976 dan secara besar-besar mulai dimasyarakatkan di seluruh pelosok NTT
pada awal tahun 1990-an tetapi hingga saat ini belum berkembang secara intensif seperti
pada sapi di Pulau Jawa (Toelihere, 1993).
Salah satu faktor penyebabnya adalah karena ketersediaaan nitrogen cair dan
semen beku yang tidak kontiniu dan sangat tergantung pada bantuan dari pemerintah.
Masalah transportasi pengangkutan semen beku dan Nitrogen cair dari Balai Inseminasi
Buatan (BIB) di Pulau Jawa ke NTT cukup jauh dan mahal, ditambah sifat fisik
nitrogen cair yang mudah menguap, menyebabkan IB yang hanya dapat mengandalkan
semen beku terus menjadi kendala.
Pemerintah dan beberapa kabupaten telah mendatangkan pejantan unggul ke
daerah ini dengan harapan agar dapat terjadi kawin alam dengan sapi bali sehingga
dapat memperbaiki mutu genetik sapi bali. Namun dalam pelaksanaannya masih
mengalami hambatan dalam proses perkawinan terutama perkawinan secara alami. Jika
pejantan unggul (Bull) dikawinkan dengan ternak sapi bali betina, hal tidak dapat
terjadi karena perbedaan bangsa, ukuran dan berat badan. Dengan demikan harapan
pemerintah daerah baik kabupaten maupun propinsi akan sulit terwujud.
Pejantan unggul yang didatangkan tidak dapat dipakai dalam proses perkawinan
alami, sehingga untuk memaksimalkan pemanfaatan pejantan unggul dapat dilakukan
dengan menampung semennya untuk dapat digunakan dalam penerapan teknologi
inseminasi buatan.
Produksi dan pemanfaatan semen cair pejantan unggul terbaik adalah cara lain
untuk memanfaatkan keberadaan sapi jantan yang telah ada. Hasil kegiatan penerapan
teknik produksi dan pemanfaatan semen cair yang dilaksanakan Kune dkk, (2003) pada
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
ternak yang berbeda bangsa, ukuran tubuh dan berat badan dapat teratasi. Meskipun
demikian keterbatasan pejantan unggul baik jumlah maupun jenisnya tetap merupakan
permasalahan dalam mengintensifkan kegiatan IB di daerah yang jauh dari lokasi
pemeliharaan pejantan hal ini disebabkan karena kemampuan bertahan semen cair pada
kualitas semen layak IB (Motilitas ≥ 40%) berlangsung singkat yakni berkisar 3-4 hari
(Toelihere, 1993 dan Nesimnasi, 1994).
Untuk mengatasi kendala rutinitas pengadaan terutama distribusi semen beku
dalam pengembangan teknologi IB di NTT, maka telah dilakukan uji coba penggunaan
semen beku dan semen cair di Kecamatan Amarasi Barat.
MATERI DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan di UPTD pembibitan dan Hijauan makanan ternak
Lili dan Desa Merbaun Kecamatan Amarasi barat. Materi yang digunakan adalah sapi
Jantan Simmental (Bull), sapi bali betina 40 ekor, semen cair, semen beku, mikroskop,
kulkas, ependrope tube, cover glass, object glass, kuning telur, citrat natricus, termos,
nitrogen cair, container.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 2 perlakuan (semen beku dan
semen cair) sebanyak 40 ekor sapi bali betina. Variabel yang diukur adalah Non Return
Rate (NRR) dan Conception rate (CR). Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dengan
menggunakan uji t-student untuk mengetahui pengaruh perlakuan ternahadap NRR dan
CR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KEADAAN KUALITAS SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR
Motilitas adalah kemampuan dari spermatozoa untuk bergerak progresif (maju
kedepan) yang merupakan suatu patokan yang dipakai untuk penilaian kualitas semen
yang digunakan dalam melakukan inseminasi buatan. Motilitas spermatozoa dalam
suatu sampel ditentukan secara keseluruhan atau sebagian dari rata-rata suatu populasi
spermatozoa. Pengamatan terhadap kualitas semen beku yang digunakan dalam
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
konteiner. Sedangkan pengamatan terhadap kualitas semen cair dilakukan setiap kali
menggunakan semen cair. Semen cair yang digunakan semen cair yang telah diencerkan
dan disimpan paling lama 3 hari setelah pengenceran dengan suhu penyimpanan 3-50C
seperti yang diamati Kune (2004), meskipun spermatozoa semen cair masih
memperhatikan motilitas layak IB hingga hari ketujuh.
Tabel 1. Motilitas Spermatozoa semen cair dan semen beku.
Bentuk semen
beku
Motilitas semen (%) selama 7 hari
1 2 3 4 5 6 7
Semen cair 70 70 65 60 50 50 40
Semen beku BIB 60
Dari data tabel 1 menunjukan bahwa motilitas spermatozoa pada semen cair
terjadi penurunan motilitas dari hari pertama 70%P (progresif) sampai 40%P pada hari
ke tujuh. Motilitas spermatozoa pada semen beku motilitasnya adalah 60%P. Selama
penyimpanan terlihat adanya penurunan pergerakan progresif (motilitas) spermatozoa.
Penurunan ini karena semakin bertambahnya jumlah spermatozoa yang rusak akibat
umur yang semakin menua, berkurangnya sumber energi yang tersedia dalam medium
dan adanya pengaruh suhu.
NON RETURN RATE (NRR) SAPI BALI YANG DIINSEMINASI DENGAN
SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR
Non Return Rate (NRR) adalah jumlah ternak betina yang tidak kembali
menunjukan birahinya setelah dikawinkan atau diinseminasi. Hal ini sering menjadi
salah satu tolak ukur penentu keberhasil IB atau kawin alam karena sapi yang tidak
birahi setelah diinseminasi selalu dianggap telah terjadi kebuntingan dan ternak tersebut
mulai menjani massa kebuntingan. Untuk mengatasi NRR dilakukan pengamatan pada
hari yang ke 19 sampai dengan 24. Hasil pengamatan NRR dapat dilihat pada tabel
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Dengan melihat tabel di atas dapat diuraikan sebagai berikut pada perlakuan
semen beku terdapat 9 ekor dari 20 ekor atau (45%) dan perlakuan semen cair terdapat
12 ekor dari 20 ekor atau (60%) yang tidak kembali minta kawin. Sehingga total sapi
yang tidak kembali minta kawin adalah 21 ekor dari 40 ekor atau (52,5%) jumlah sapi
yang kembali birahipada perlakuan dengan semen beku terdapat 11 ekor dari 20 ekor
atau (55%) dan pada perlakuan dengan semen cair terdapat 8 ekor dari 20 ekor atau
(40%). Secara keseluruhan 40 ekor yang telah diinseminasi ternyata yang kembali birahi
sebanyak 19 ekor.
Dari 21 ekor sapi betina yang tidak kembali menunjukan birahinya, setelah
diinseminasi positif bunting, ditambah satu ekor yang birahi kembali dan positif
bunting. Secara teoritis (Toelihere, 1993) menyatakan bahwa tidak semua ternak yang
bunting tidak menunjukkan birahi artinya terdapat 3-5 % ternak betina dapat
memperlihatkan birahi sekalipun dalam keadaan bunting.
Hasil Uji t-studen menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05), atau
perlakuan semen beku dan semen cair terhadap nilai NRR. Namun kalau dilihat dari
tabel 4 di atas terdapat perbadaan perlakuan semen beku dan semen cair yaitu sebesar 3
ekor atau 15% yang kembali birahi (11 ekor : 8 ekor). NRR hasil pengamatan jika
dibandingkan dengan penelitian lain masih sangat rendah penelitian terdahulu. Sitorus
(1973) nilai NRR 63% pada sapi perah yang diinseminasi dengan semen beku inport;
NRR 75% pada sapi potong (Sitorus dkk, 1975); Robert (1971) dalam Toelihere (1985),
di Amerika Serikat Nilai NRR mencapai rata-rata 65-72%. Hal ini disebabkan oleh
bangsa sapi yang digunakan, kondisi pada saat penelitian dan manajeman pemeliharaan
ternak terutama pengamatan birahi yang mengandalkan peternak.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011 ANGKA KEBUNTINGAN TERNAK SAPI BALI YANG DIINSEMINASI
DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR
Salah satu teknik penentuan fertilitas dalam mendapatkan informasi tentang
keberhasilan dari kegiatan inseminasi adalah angka konsepsi (Conseption Rate) yaitu
persentasi sapi betina yang bunting pada IB pertama melalui palpasi perektal dibagi
dengan jumlah seluruh ternak yang diinseminasi dikali 100 persen.
Untuk mengetahui seekor sapi betina bunting atau dapat dilakukan palpasi
rektal. Setelah diinseminasi selama 60 hari selanjutnya baru dapat dilakukan
pemeriksaan kebuntingan. Untuk mengetahui angka kebuntingan dari masing-masing
sapi betina dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Angka Kebuntingan (Conception Rate) Sapi Betina Akseptor.
Perlakuan Jumlah Ternak
Mencermati hasil yang diperlihatkan pada tabel 3 tampak bahwa penggunaan
semen cair dalam kegiatan inseminasi buatan memperlihatkan angka kebuntingan yang
lebih tinggi sebesar 65% (13 ekor yang menjadi bunting). Sedangkan pada perlakuan
dengan semen cair hanya 45% (9 ekor yang menjadi bunting) dan secara keseluruhan 22
ekor dari 40 ekor (55%) menjadi bunting dan ada 18 ekor dari 40 ekor (45%) yang tidak
bunting.
Hasil Uji t-student menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara
perlakuan semen beku dan semen cair. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
selisih semen beku dan semen cair yaitu 4 ekor atau 20% dimana angka kebuntingan
yang tinggi diperlihatkan ternak-ternak yang diinseminasi dengan semen cair dari pada
ternak-ternak yang diinseminasi dengan semen beku. Hal ini disebabkan oleh dua hal
mendasar yakni 1) dosis semen cair yang digunakan adalah 0,5 cc sedangkan dosis
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
jika motilitasnya sebesar ≥ 40%, maka masih ada sekitar 5 juta spermatozoa yang motil saat dinseminasi sedangkan semen cair yang digunakan adalah semen yang disimpan
lebih dari satu hari setelah pengenceran dengan motilitas 70% dan masih terdapat 10-12
juta spermatozoa. Semen cair yang digunakan untuk inseminasi ternak sapi masih
berada dalam kisaran waktu yang tidak lebih dari 3 hari setelah diencerkan dan
disimpan pada suhu 3-50C (Tabun, 2004), dan dosis semen cair sebanyak 0,50 cc serta
konsentrasi spermatozoa di atas 6 juta spermatozoa merupakan faktor penyebab
tingginya angka kebuntingan.
Angka kebuntingan pada penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian
terdahulu masih sangat rendah. Beli (1991) yang menggunakan semen beku dengan
angka CR sebesar 62,28% (Doke, 1996). Sedangkan angka kebuntingan ternak dengan
menggunakan semen cair masih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nesimnasi (1994), yang mengunakan semen cair dengan CR 47,64% dan
Kune, dkk (2000) CR sebesar 41%. Hal ini mungkin disebabkan oleh bangsa ternak sapi
yang digunakan, kondisi ternak dan dukungan lingkungan saat penelitian serta
manajemen pemeliharaan ternak. Kesuburan atau kemampuan berproduksi pada
sekelompok ternak ditentukan oleh banyaknya ternak betina yang menjadi bunting atau
melahirkan anak, (Salisbury dan Van Demark, 1985), fertilitas atau efisiensi reproduksi
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011 SIMPULAN
Untuk mengatasi distibusi ketersediaan semen beku dan nitrogen cair dalam menunjang
penerapan teknologi inseminasi buatan maka semen cair dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif dalam perbaikan mutu genetik ternak dengan angka NRR sebesar 60%
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011 DAFTAR RUJUKAN
Belli, H. L.L., 1991. Pengaruh Berbagai Dosis dan Cara Pemberian ProstaglandinF terhadap performans reproduksi sapi bali. Tesis Program Pasca sarjana IPB. Bogor.
Kune, P., T Matahine dan S Doke., 2000. Produksi dan pemanfaatan Semen Cair Pejantan Unggul dalam Meningkatkan Produktivitas sapi bali melalui teknologi Inseminasi Buatan di Kabupaten Timor Tengah Utara. Laporan IPTEK Lembaga pengabdian Pada Masyarakat Undana Kupang.
Nesimnasi, N. 1994. Pengaruh Lama penyimpanan Semen cair terhadap angka kebuntingan pada sapi bali di Besipae TTS
Salisbury, G.W., N.L. Van Demark dan R. Januar. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sitorus, P dan S.B. Siregar, 1973. Tinjauan Perkembangan Pelaksanaan AI di Pulau Jawa. Lembaga Penelitian Peternakan No.2 1-12
Sitorus, P. A Muljadi, Subandrio, L.H. Prasetyo, S.N. Tambing, S. Semali, N. Jarmani dan S. B Siregar,. 1994. Studi tentang peranan inseminasi buatan dalam upaya peningkatan produktifitas dan pengembangan ternak sapi. Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian Bogor.
Tabun. A. 2004. Daya tahan hidup dan motilitas spermatozoa sapi simmental dalam pengencer sitrat kuning telur bergliserol pada suhu penyimpanan berbeda. Skripsi. Fapet Undana.