• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Definisi Intensi Membeli Kembali - Hubungan antara Penyesalan Pasca Pembelian dengan Intensi Membeli Kembali Melalui Media Internet Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1. Definisi Intensi Membeli Kembali - Hubungan antara Penyesalan Pasca Pembelian dengan Intensi Membeli Kembali Melalui Media Internet Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. INTENSI MEMBELI KEMBALI 1. Definisi Intensi Membeli Kembali

Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schiffman dan Kanuk (1994) (dalam Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Intensi juga merupakan sebuah rencana sebelum melakukan sesuatu. Menurut Ajzen (2005), intensi merupakan kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku. Dalam referensi lainnya, Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005).

Berdasarkan pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran terhadap intensi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memprediksi perilaku. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Engel, Blackwell dan Miniard (1995) yang mencatat bahwa sikap sejalan dengan intensi yang merupakan prediktor perilaku di masa yang akan datang.

(2)

individu. Howard dan Sheth (2004) (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Sedangkan menurut Spears dan Singhs (dalam Liu, Chu-Chi & Chen, 2006) intensi membeli adalah rencana yang dilakukan individu secara sadar yang merupakan usaha untuk membeli sebuah produk.

Intensi membeli kembali adalah penilaian individu tentang membeli kembali sebuah produk/jasa yang ditunjuk dari perusahaan/toko yang sama dengan mempertimbangkan situasi dan keadaan yang mungkin (Hellier, Geursen, Carr dan Rickard, 2003). Menurut Wathne, Kaynak dan Bolton (2003) (dalam Olaru, 2008) intensi membeli kembali tergantung pada nilai yang diperoleh dalam transaksi sebelumnya dan pengalaman sebelumnya. Konsumen yang melaporkan kegiatan membelinya di masa lalu dan terlibat kembali dalam perilaku pembelian kembali disebut juga dengan intensi membeli kembali (Seiders, 2005).

Konsumen yang memiliki intensi membeli kembali dimaksudkan untuk menjelaskan penilaian pribadi mengenai pembelian mengulang suatu produk tertentu (Hellier, 2003). Peneliti Anderson (1994) dan Hennig-Thurau & Klee (1997) telah mengakui bahwa pengalaman konsumen dalam membeli mempengaruhi pembelian kembali di masa yang akan datang (dalam Wangwiboolkij, 2011).

(3)

dipengaruhi oleh evaluasi/pengalaman individu atas perilaku membeli. Oleh karena itu intensi membeli kembali ini dapat digunakan sebagai prediktor dari perilaku membeli.

2. Aspek Intensi Membeli Kembali

Menurut Ajzen (2005), Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Hal ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli kembali. Dengan mengukur intensi membeli kembali pada konsumen, hal ini juga dirancang untuk menganalisis perilaku membeli kembali pada konsumen. Terdapat 3 aspek intensi membeli kembali menurut Ajzen dan Fishbein (2005), yaitu sebagai berikut:

a. Sikap (Attitude)

(4)

b. Norma Subjektif (Subjective Norms)

Biasanya individu dalam melakukan pembelian kembali dipengaruhi oleh orang lain atau kelompok (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman, media, status sosial. Sehingga individu yakin bahwa kebanyakan referensi akan mempengaruhi dirinya untuk melakukan pembelian kembali dan adanya motivasi untuk melakukan pembelian kembali pada suatu produk. Contoh dari norma subjektif adalah adanya pujian dari orang lain ketika membeli sebuah produk, pujian ini yang dapat mempengaruhi individu melakukan pembelian kembali.

c. Kontrol Perilaku (Behavior Control)

Kontrol perilaku berupa ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Dalam intensi membeli kembali, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah adanya kecepatan internet dalam mengakses produk yang ingin dibeli, adanya waktu yang memungkinkan untuk membeli kembali suatu produk. Sedangkan yang menghalangi individu antara lain, tidak adanya dana untuk membeli kembali sebuah produk, habisnya produk yang ingin dibeli kembali.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Membeli Kembali

Menurut Ajzen dan Fishbein (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi membeli kembali pada konsumen yaitu:

a. Faktor Individu

(5)

1) Sikap

Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Intensi membeli kembali dipengaruhi secara kuat oleh sikap terhadap suatu produk.

2) Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi intensi membeli kembali. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang terdapat pada seseorang yang menyebabkan respon yang relatif konsisten terhadap lingkungannya (Kotler & Keller, 2012).

3) Nilai

Intensi membeli kembali konsumen juga dipengaruhi oleh nilai. Perbedaan nilai yang dianut oleh tiap konsumen akan menyebabkan adanya perbedaan dalam intensi membeli kembali.

4) Emosi

Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi (Kotler & Keller, 2012).

5) Intelijensi

(6)

b. Faktor Sosial

Selain faktor individu, faktor sosial juga mempengaruhi intensi membeli kembali, yaitu:

1) Usia dan Jenis Kelamin

Perbedaan umur dan jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi intensi membeli kembali individu tersebut.

2) Ras dan Etnis

Ras dan etnis adalah bagian dari budaya. Perilaku seseorang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, keinginan dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula (Kotler & Keller, 2012).

3) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi intensi membeli kembali pada konsumen.

4) Pendapatan

Keadaan ekonomi seseorang juga akan mempengaruhi pilihan produk yang akan dibelinya. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan, tabungan dan aset, hutang, dan sikap terhadap membelanjakan uang atau menabung (Kotler & Keller, 2012).

5) Agama

(7)

c. Faktor Informasi

1) Pengalaman

Salah satu aspek dalam intensi membeli kembali adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.

2) Pengetahuan

Pengetahuan juga berperan dalam intensi membeli kembali pada konsumen. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam memori dan meliputi aturan-aturan yang luas mengenai ketersediaan dan karakteristik dari suatu produk, dimana membeli suatu produk dan bagaimana menggunakan suatu produk (Engel, Blackweel, dan Miniard, 1995).

3) Paparan Media

Paparan media mempengaruhi intensi membeli kembali pada konsumen untuk suatu produk.

Menurut Bhatnagar dan Ghose (2004), faktor dari informasi seperti pengalaman, pengetahuan mengenai suatu produk, paparan media mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian kembali melalui media internet. Faktor ini termasuk dalam perilaku konsumen pada dimensi intensi membeli kembali.

(8)

berbelanja melalui media internet. Hal ini termasuk ke dalam norma pada dimensi intensi membeli kembali.

Menurut Rohm dan Swaminathan (2004) berpendapat bahwa faktor individu seperti sikap, kepribadian, nilai, emosi dan intelegensi termasuk kedalam sikap terhadap perilaku membeli.

B. Penyesalan Pasca Pembelian (Post-Purchase Regret)

1. Pengertian Penyesalan Pasca Pembelian

Perilaku pasca pembelian adalah perasaan yang individu rasakan setelah menggunakan suatu produk, puas atau tidak puas. Menurut Strydom (2000), setelah melakukan pembelian suatu produk, individu akan merasa puas atau tidak puas. Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen & Zao, 2008) proses pasca pembelian sangat fundamental dalam mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil dan sebagai latar belakang pengetahuan untuk pembelian yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

(9)

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas, peneliti menyimpulkan pasca pembelian adalah tahapan terakhir dari proses pembelian, ketika konsumen akan mengevaluasi keputusan yang telah dibuatnya serta adanya kemungkinan konsumen mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan yang telah dibuatnya.

Penyesalan adalah emosi yang dirasakan individu saat mereka mulai menyadari bahwa situasi mereka pada saat itu dapat lebih baik apabila mengambil keputusan yang berbeda. Penyesalan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, beberapa menyalahkan diri sendiri terhadap apa yang telah terjadi dan adanya keinginan yang besar untuk merubah situasi yang ada (Zeelenberg and Pieters, 2007). Definisi ini menyebutkan bahwa penyesalan dibandingkan dengan bentuk emosi lainnya seperti kecewa atau takut, yang dapat dirasakan pada konteks yang berbeda, hanya keputusan yang berhubungan dengan emosi yang dirasakan pada saat proses perbandingan (Zeelenberg and Pieters, 2007).

Menurut Cooke, Meyvis, dan Schwartz (2001) penyesalan adalah kondisi ketika konsumen merasa membuat keputusan yang salah pada proses pembelian dan apabila konsumen dihadapkan pada kesempatan yang sama, maka konsumen akan membuat keputusan yang berbeda.

(10)

Lee dan Cotte (2009), menjelaskan ada beberapa komponen penting dari penyesalan, yaitu:

a. Tanggung Jawab (Responsibility)

Inman, James, dan Jianmin (1997) berpendapat penyesalan berkembang ketika konsumen melakukan usaha kognitif untuk mempertimbangkan pilihan yang telah dipilih dengan pilihan yang ditolak (dalam Lee dan Cotte, 2009). Konsumen harus berpikir agar dapat merasakan penyesalan. Konsumen harus melakukan proses kognitif dan melakukan pembandingan antara satu pilihan yang telah dipilih dengan pilihan lain yang ditolak. Apabila hasil perbandingan dirasa tidak menguntungkan, artinya pilihan yang ditolak dianggap memberi hasil yang lebih baik, maka konsumen akan rentan terhadap perasaan menyesali tindakan yang telah mereka lakukan.

(11)

dibandingkan konsumen yang memiliki kontrol rendah terhadap keputusan yang diambilnya.

b. Counterfactual Thinking

Selain adanya tanggung jawab, untuk mengalami penyesalan, menurut Zeelenberg dan Pieters (2006) konsumen harus mampu membangun atau membayangkan kondisi yang berbeda dengan kenyataan saat ini. Menurut Kahneman dan Miler (1986) (dalam Lee dan Cotte, 2009) counterfactual thinking (CFT) adalah proses membandingkan kondisi nyata dengan kemungkinan kondisi lain yang dapat dialami konsumen dengan membangun atau membayangkan skenario hipotetis untuk menilai daya tarik dari kemungkinan alternatif lain yang tidak dipilih. Pada dasarnya CFT bukanlah proses evaluasi dari sebuah hasil, melainkan proses berpikir bagaimana hasil dapat dicegah atau diubah agar menghasilkan hasil yang lebih positif atau lebih negatif.

(12)

CFT dari pada downward CFT. Ketika konsumen melakukan upward CFT, maka konsumen cenderung merasakan penyesalan.

Dalam konteks perilaku konsumen, konsumen cenderung mengalami upward CFT setelah memperoleh hasil negatif, dan CFT membantu konsumen untuk menganalisa kesalahan pada keputusan yang telah mereka ambil, menilai mengapa mereka berpotensi membuat keputusan yang buruk, dan untuk menemukan peluang-peluang yang lebih baik yang mungkin terlewatkan oleh konsumen. Ketika hasil negatif muncul, konsumen melakukan CFT yang dapat meningkatkan rasa penyesalan yang dialami konsumen. Apabila CFT semakin sering dilakukan oleh konsumen maka semakin besar pula peluang konsumen untuk merasakan penyesalan. Oleh karena itu, CFT bukan hanya berperan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan munculnya penyesalan, tetapi juga potensial untuk mempengaruhi besarnya penyesalan yang dialami konsumen.

(13)

Ketika konsumen berada pada tahapan pasca pembelian konsumen melakukan evaluasi terhadap keputusan yang telah dibuatnya. Setelah melakukan evaluasi, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan yang telah dibuatnya (Kotler, 2001). Apabila konsumen merasa puas dengan keputusannya maka konsumen akan melakukan pembelian ulang, sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas konsumen akan mengajukan keluhan atau bahkan melakukan pergantian merk sebagai bentuk penyesalan atas keputusan yang telah dibuat (Tsiros dan Mittal, 2000).

Apabila ketika konsumen membandingkan harapan yang ingin dipenuhi dengan hasil yang diperoleh dari keputusan yang dibuatnya dan harapan ini tidak terpenuhi maka konsumen akan mengalami penyesalan. Penyesalan merupakan emosi yang dialami konsumen ketika menyadari atau membayangkan situasi yang seharusnya lebih baik dari situasi yang dialaminya saat ini apabila konsumen membuat keputusan yang berbeda saat pembelian (Zeelenberg and Pieters, 2007). Konsumen dapat mengalami penyesalan dalam dua cara, pertama penyesalan terhadap hasil dari keputusan yang dibuat dan kedua penyesalan terhadap proses pengambilan keputusan (Lee dan Cotte, 2009).

(14)

2. Dimensi Penyesalan Pasca Pembelian

Terdapat dua komponen dari penyesalan pasca pembelian. Keduanya bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen lagi didalamnya. Sehingga komponen penyesalan pasca pembelian tersebut secara keseluruhan memiliki empat komponen (Lee & Cotte, 2009).

a) Outcome regret

1. Regret due to Foregone Alternatives

Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh alternatif lain (Foregone Alternatives), mereka merasa penyesalan karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Ini merupakan pengertian paling klasik mengenai penyesalan pasca pembelian. Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami “regret due to foregone alternatives” (Lee &

Cotte, 2009). Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) menyatakan penyesalan berhubungan dengan pilihan dan hal yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah dipilih. Individu merasakan penyesalan jika hasil dari alternatif yang lain yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.

2. Regret due to a Change in Significance

Regret due to a Change in Significance disebabkan oleh persepsi

(15)

pembelian sampai pada titik tertentu setelah melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Individu cenderung untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika produk memenuhi konsekuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda dalam menentukan apakah produk tersebut memenuhi kebutuhannya setelah melakukan pembelian (Lee & Cotte, 2009).

b) Process regret

1. Regret Due to Under-Consideration

Ketika seorang individu merasakan regret due to under-consideration, individu tersebut meragukan proses yang mengarahkan

(16)

2. Regret Due to Over-Consideration

Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki, terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal itulah yang disebut dengan regret due to over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan banyak waktu

dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan, mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee & Cotte, 2009).

3. Dampak dari Penyesalan Pasca Pembelian

Apabila konsumen mengalami penyesalan setelah pembelian, kemungkinan konsumen akan melakukan salah satu dari dua tindakan ini, yaitu: membuang produk atau mengembalikan produk tersebut atau mereka mungkin berusaha untuk mengurangi penyesalan dengan mencari informasi yang akan memperkuat nilai pada produk tersebut (Mowen & Minor, 2002).

(17)

c. Belanja Melalui Media Internet (Online Shopping) 1. Pengertian Belanja Melalui Media Internet

Haubl dan Trifts (2000) mendefinisikan belanja melalui media internet sebagai pertukaran/aktivitas jual-beli yang dilakukan seorang konsumen melalui alat penghubung komputer sebagai dasarnya, dimana komputer konsumen terhubung dengan internet dan bisa berinteraksi dengan retailer atau toko maya yang menjual produk atau jasa melalui jaringan. Perilaku membeli melalui media internet (online shopping) adalah proses membeli produk atau jasa melalui internet (Liang & Lai, 2000). Kekhasan dari proses membeli melalui media internet adalah ketika konsumen yang berpotensial membutuhkan beberapa barang atau jasa, mereka menggunakan internet dan mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan barang atau jasa yang mereka butuhkan.

2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belanja melalui media internet

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belanja melalui media internet, yaitu: (Kotler & Amstrong, 2001; Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).

a. Kenyamanan: konsumen tidak perlu bergelut dengan lalu lintas, tidak perlu mencari parkir dan berjalan ke toko.

(18)

c. Waktu: Konsumen dapat memeriksa harga dan memesan barang dagangan selama 24 jam sehari dari mana saja.

d. Kepercayaan konsumen: efek penyesalan dan kekecewaan pembelian terhadap evaluasi pemilihan berikutnya, kejadian-kejadian dan tindakan konsumen yang mengawali perilaku membeli sebenarnya, keamanan pengiriman barang, kerahasiaan data-data pribadi termasuk penggunaan kartu kredit.

d. Hubungan antara Penyesalan Pasca Pembelian dengan Intensi Membeli Kembali Melalui Media Internet pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar seperti membeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya (Zebua, Nurdjayadi, & Aryani, 2006). Selain itu, ketika mereka membutuhkan sesuatu mereka umumnya tidak melakukan survei terlebih dahulu. Alasan mereka adalah agar mereka tidak terlalu lama dalam memilih barang yang cocok dan sesuai dengan pilihan dan selera mereka (Handayani, 2003).

(19)

individu menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan produk yang mereka beli, hal tersebut juga dapat mengarah pada terjadinya penyesalan (Nasiry & Popescu, 2009).

Ketika evaluasi yang dilakukan menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan, akan muncul penyesalan pasca pembelian. Penyesalan pasca pembelian adalah emosi negatif yang dirasakan konsumen setelah melakukan evaluasi atas keputusan pembelian yang telah dibuat. Menurut komponen-komponen dari penyesalan pasca pembelian, individu dapat merasakan penyesalan terhadap hasil dari keputusan yang diambil atau dapat juga disebabkan oleh proses pembelian. Penyesalan terhadap proses yang dilalui oleh seorang individu dapat disebabkan karena individu tersebut merasa tidak puas dengan proses yang sudah dilaluinya dalam mengambil keputusan (Lee & Cotte,2009). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh individu tersebut disaat melakukan perilaku pembelian. Sebab, semakin banyak informasi yang diterima, lebih besar kemungkinan penyesalan dapat dicegah (Zeelenberg and Beattie, 1997). Mereka belajar untuk mencari lebih banyak informasi tentang produk atau barang yang mereka butuhkan untuk melakukan proses pembelian kembali yang disebut dengan intensi membeli kembali (Kumar, 2002).

(20)

suatu produk yang dibelinya kemudian untuk pembelian selanjutnya mereka akan mencoba belajar dari pengalaman (Krech, 2002) (dalam Wangwibooklij, 2011).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi membeli kembali menurut Ajzen dan Fishbein (2005) yaitu faktor individu, faktor sosial, dan faktor informasi. Yang pertama faktor individu terdiri dari sikap, kepribadian, nilai, emosi, dan intelijensi. Yang kedua faktor sosial yang terdiri dari usia dan jenis kelamin, ras dan etnis, pendidikan, pendapatan, dan agama. Yang terakhir adalah faktor informasi yang terdiri dari pengalaman, pengetahuan, dan paparan media. Setiap faktor mempunyai pengaruh tersendiri dalam mempengaruhi perilaku membeli. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Szymanski dan Hise (2000), kualitas informasi merupakan faktor penentu yang paling kuat untuk menangani masalah pada pembelian melalui media internet.

Banyaknya informasi yang diketahui oleh konsumen tentang produk merupakan faktor penting sebelum melakukan pembelian. Ketika dihadapkan pada banyaknya produk dan banyaknya informasi, konsumen perlu mengetahui produk melalui informasi yang disampaikan (Chuang & Tsai,2005). Mencari dan mendapatkan informasi sebelum membeli memiliki tingkat penyesalan yang rendah daripada yang tidak sama sekali mencari dan mendapatkan informasi mengenai suatu produk (Darvasula, 2004).

(21)

bahwa model penyajian informasi yang berbeda seperti kombinasi teks dan gambar mempengaruhi konsumen untuk membeli sebuah produk di toko online.

Langkah pertama di dalam melakukan proses pembelian melalui media internet adalah transaksi awal. Konsumen akan mempertahankan kontak dengan penjual toko online jika adanya kepercayaan pada transaksi awal (Reichheld dan Schefter, 2000). Peneliti selanjutnya menyatakan bahwa konsumen melakukan pembelian kembali melalui media internet adalah rekomendasi dari status sosial, content website yang dipercaya, dan keamanan (Forsythe dan Shi, 2003).

Interaktivitas juga mempengaruhi seorang konsumen dalam melakukan pembelian kembali melalui media internet. Komunikasi antar personal dapat memenuhi kebutuhan konsumen dalam mencari informasi mengenai produk yang akan dibelinya melalui media internet (McMillan dan Hwang, 2002).

Menurut Belanger (2002) keamanan dan privasi pelanggan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian kembali melalui media internet. Hal yang seringkali dialami oleh konsumen dalam pembelian melalui media internet adalah kekhawatiran mengenai pemberian informasi data pribadi termasuk kartu kredit melalui media internet (Turban, 2001).

(22)

E. Hipotesa Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Diantara strategi pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran matematika yang memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih

Hambatan yang ditemukan dalam setiap pelayanan perpustakaan keliling sebaiknya dimasukkan ke dalam agenda setiap rapat yang dilakukan oleh pihak perpustakaan untuk

[r]

Keterampilan Menulis Teks Deskriptif Bahasa Inggris Siswa Kelas V SDN 2 Ciawang sebelum dan setelah dengan tidak Menggunakan Video..

[r]

menggunakan video describing people. Untuk mengetahui keterampilan menulis teks deskriptif bahasa Inggris. siswa kelas V SDN 3 Ciawang Kecamatan Leuwisari

Konstruksi sosial teknologi telematika dan perayaan seks media massa..

Perlu dilakukan analisis kebutuhan air untuk irigasi dan air bersih agar diketahui kekurangan sehingga kekurangan dapat di atasi. Untuk dapat mengetahui kebutuhan air bersih