BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan
pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum Islam (Rivai dan Arifin, 2010:170). Bank
syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang
bekerja secara halal yang sesuai dengan etika dan nilai-nilai Islam seperti
meniadakan bunga dan berorientasi pada kesejahteraan sosial masyarakat yang
merupakan tujuan dari ekonomi Islam.
Bank syariah pertama didirikan di Malaysia pada pertengahan tahun
1940-an, kemudian pada akhir tahun 1950-an didirikan di Pakistan, tetapi kedua
usaha ini tidak menuai sukses. Namun demikian, pada tahun 1963 bertempat di
Mesir didirikan bank syariah yang paling sukses dan modern yang bernama Mit
Ghamr Local Saving Bank. Bank ini mampu meningkatan jumlah deposan dan
tabungan pada kurun waktu yang cukup singkat yaitu tahun 1963-1967.
Kekacauan politik yang terjadi di Mesir menyebabkan bank tersebut mengalami
kemunduran, bahkan operasional bank tersebut diambil alih oleh bank sentral
Mesir dan National Bank of Mesir yang mengganti sistem nirbunga kembali
menjadi sistem konvensional dengan menggunakan bunga. Pada tahun 1971,
sistem nirbunga yang telah dipraktekkan oleh bank sebelumnya kembali
diterapkan pada rezim Sadat dengan ditandai dengan berdirinya Nasser Social
Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syariah yang didirikan
pada tahun 1992 dan merupakan bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi
keberadaan bank syariah lain di Indonesia. Awalnya keberadaan Bank Muamalat
Indonesia ditanggapi biasa oleh masyarakat di Indonesia, namun krisis moneter
yang terjadi pada tahun 1998 merupakan awal mula eksistensi bank syariah di
masyarakat karena bank syariah adalah satu-satunya bank yang tetap bertahan dan
tidak terlikuidasi seperti bank-bank konvensional yang ada. Bank Muamalat tetap
bertahan dan semakin menunjukkan kinerja terbaiknya serta tidak pernah
menerima bantuan dari pemerintah meskipun saat itu terjadi krisis. Hal ini
memperlihatkan bahwa Bank Muamalat sebagai bank syariah tahan terhadap
krisis dan mampu bertumbuh dan berkembang dengan baik sampai saat ini.
Kemampuan bank syariah dalam menghadapi krisis ditanggapi positif
oleh masyarakat dan pemerintah. Dukungan pemerintah terhadap bank syariah
terlaksana dengan memberikan izin kepada bank umum konvensional untuk
membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank
konvensional menjadi bank syariah. Hal ini juga merupakan implementasi dari
perubahan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 yang mengizinkan bank
konvensional beroperasi secara dual system menggantikan UU No. 7 tahun 1992.
Selanjutnya, dukungan dari masyarakat terlihat dari banyaknya nasabah yang
mempercayakan dananya di bank syariah.
Perkembangan bank syariah di Indonesia ditandai pasca diberlakukannya
Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal
memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya
secara lebih cepat lagi. Selain itu, eksistensi bank syariah di Indonesia semakin
baik selaras dengan semakin meningkatnya permintaan dan kepercayaan
masyarakat terhadap keberadaan bank syariah. Bank syariah tetap stabil dan
memberikan keuntungan, kenyamanan dan keamanan bagi para pemegang
sahamnya, pemegang surat berharga, penyimpan dana dan peminjam dana.
Dengan progres perkembangannya yang impresif dan mencapai rata-rata
pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka
diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
nasional akan semakin signifikan.
Industri perbankan syariah di Indonesia sampai dengan September 2011
tumbuh dengan pesat. Dari segi kuantitas, bank umum syariah di Indonesia saat
ini sudah mencapai sebelas bank. Dari pertumbuhan kelembagaan relatif cepat,
pada 2008 hanya ada lima bank syariah, saat ini mencapai sebelas bank umum
syariah (BUS), dua puluh tiga unit usaha syariah (UUS), 154 unit bank
perkreditan syariah (BPR Syariah), yang beroperasi di 129 kota di 33 provinsi.
Adapun kesebelas bank umum syariah tersebut adalah Bank Muamalat, Bank
Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank BRI
Syariah, Bank BCA Syariah, Bank Panin, Bank Jabar Banten Syariah, Bank
Syariah Bukopin, Bank Victoria Syariah, dan Bank MayBank Syariah Indonesia.
Tabel 1.1
Statistik Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2005 – September 2011
2005 2006 2007 200
Sumber: Laporan Statistik Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2005 sampai September 2011 (Data diolah)
Selain dari segi kuantitas, dari segi pendapatan bersih bank syariah di
Indonesia sampai September 2011 mengalami peningkatan sebesar empat kali
lipat dibanding dengan dengan pendapatan pada tahun 2005. Dari segi aset juga
mengalami peningkatan hampir enam kali lipat. Tahun 2005 aset bank syariah
hanya sebesar Rp20.880 Miliar, kemudian pada September 2011 aset tersebut
meningkat menjadi Rp123.362 Miliar.
Peningkatan aset yang dimiliki oleh bank syariah juga diikuti dengan
peningkatan deposito yang tertanam di bank syariah. Jumlah deposito yang
tertanam di bank syariah, baik bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah
(UUS) maupun bank perkreditan syariah (BPRS) setiap tahun mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan yang signifikan ini terjadi pada
tahun 2009 hingga tahun 2011. Peningkatan ini terlihat dari meningkatnya jumlah
deposito dan bertambahnya jumlah nasabah yang mempercayakan dananya pada
bank syariah baik berupa giro (akad wadiah), tabungan (akad wadiah dan akad
mudharabah), serta deposito (akad mudharabah). Dari data statistik yang
paling besar memberi kontribusi pada jumlah deposito bank syariah di Indonesia.
Pertumbuhan deposito bank syariah dapat dilihat dari Grafik 1.1 berikut ini.
Grafik 1.1
Pertumbuhan Deposito di Bank Syariah Tahun 2005 sampai September 2011
Sumber : Laporan Statistik Perbankan Syariah September 2011 (Data diolah)
Walaupun demikian pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia,
masyarakat masih banyak yang belum akrab dengan bank syariah. Bank syariah
yang dianggap maju di negara-negara muslim ternyata masih menempati posisi
paling kecil di sektor keuangan negara tersebut terlebih lagi di sektor keuangan
Internasional. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang bank syariah
dapat menimbulkan kesan bahwa masyarakat masih anggap remeh dengan
kemampuan bank syariah yang bisa memberikan keuntungan kepadanya karena
tidak adanya sistem bunga pada bank ini. Padahal sebenarnya nasabah atau pun
investor masih dapat menikmati keuntungan dari sistem bagi hasil.
Pada bank syariah, nasabah dapat mengetahui secara langsung keuntungan
yang didapat dengan mengamati bagi hasil yang dia terima tidak bersifat
spekulatif seperti sistem bunga yang diterapkan bank kovensional. Jika jumlah
keuntungan yang dihasilkan bank dari pembiayaan semakin besar, maka tingkat
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
bagi hasil untuk nasabah investor/nasabah juga semakin besar. Sebaliknya, jika
bagi hasil yang diterima nasabah investor semakin kecil, maka hal itu disebabkan
oleh menurunnya kemampuan bank syariah menghasilkan keuntungan atau
meningkatnya biaya operasional bank syariah tersebut. Penurunan keuntungan ini
juga dapat disebabkan karena perkembangan produk dan jasa perbankan yang
kompleks dan bervariasi dengan tingkat eksposur risiko yang tinggi sehingga
berpengaruh terhadap penerapan manajemen risiko yang berakibat pada kondisi
yang dialami oleh bank secara keseluruhan.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor:9/1/PBI/2007 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, kesehatan
keuangan pada perbankan prinsip syariah merupakan kepentingan seluruh pihak,
baik pihak manajemen bank itu sendiri, nasabah bank tersebut serta menjadi
tanggung jawab Bank Indonesia. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank bersifat
dinamis sehingga dapat dijadikan sebagai cerminan kondisi keuangan bank saat
ini dan proyeksi keadaan di masa yang akan datang sehingga bank dapat
menentukan strategi di masa yang akan datang. Bank Indonesia sebagai pengawas
juga memanfaatkan sistem penilaian tingkat kesehatan bank untuk menetapkan
kebijakan dan implementasi strategi pengawasan terhadap bank.
Bank Indonesia memiliki standar khusus dalam menilai tingkat kesehatan
bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 sebagai
pedoman penilaian kesehatan pada Bank syariah di Indonesia, terdiri dari
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Faktor yang menentukan pendekatan
Kualitas Asset (Asset Quality), Rentabilitas (Earnings), Likuiditas (Liquidity)
dan Sensitivitas atas risiko pasar (Sensitivity to Market Risk) dan pendekatan
kualitatif digunakan analisis Manajemen (Management) dalam menganalisis
kemampuan manajerial dalam melaksanakan usaha sebagaimana prinsip
manajemen umum dan manajemen risiko. Pendekatan kuantitatif memiliki rasio
perhitungan khusus yang saling berhubungan antara satu faktor dengan faktor
lainnya sehinggga dapat dinilai dan dapat membandingkannya dengan rasio lain
untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk memberikan penilaian secara
tepat dan cepat terhadap kinerja keuangan bank syariah. Adapun rasio yang dapat
mencerminkan kesehatan bank syariah seperti yang digambarkan pada Grafik 1.2
berikut ini.
Grafik 1.2
Persentase BOPO, ROA, ROE, CAR BUS dan UUS Tahun 2005 sampai September 2011
Sumber : Laporan Statistik Perbankan Syariah September 2011 ( Data diolah ) Keterangan
BOPO = Rasio Biaya Operasional BUS = Bank Umum Syariah CAR = Capital Addequancy Ratio
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sep-11
BOPO 78.91% 76.77% 76.54% 81.75% 84.39% 80.54% 77.54%
ROA 1.35% 1.55% 2.07% 1.42% 1.48% 1.67% 1.80%
ROE 27.50% 28.45% 40.38% 38.70% 26.09% 20.91% 17.09%
CAR 12.41% 13.73% 10.67% 12.81% 10.77% 16.25% 16.18%
ROA = Return On Assets ROE = Return On Equity UUS = Unit Usaha Syariah
Penilaian kesehatan bank syariah diperlukan untuk mengevaluasi kinerja
bank syariah dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap aturan
serta manejemen risiko terhadap kondisi yang dihadapi oleh bank syariah tersebut.
Dengan demikian, Bank syariah sebagai entitas bisnis Islami dapat
memperlihatkan tingkat usahanya secara maksimal agar mampu menjalankan
kegiatan operasional perbankan secara normal sekaligus dapat memenuhi semua
kewajiban secara baik sesuai peraturan sehingga bank syariah dapat survival dan
terus berkembang ditengah persaingan yang semakin tajam.
Keberadaan bank syariah di Indonesia memberikan keuntungan tersendiri
bagi nasabah. Keuntungan yang didapat dapat berupa keuntungan spiritual dan
material. Keuntungan spiritual karena Bank syariah memberikan ketenangan dan
ketentraman kepada umat Islam karena dengan menabung di bank syariah nasabah
mendapatkan hasil yang terbebas dari riba dan nasabah juga diuntungkan dengan
adanya aktivitas keuangan halal yang dilaksanakan.
Selain daripada kinerja keuangannya dan keuntungan spiritual, ternyata
bank syariah juga diminati karena adanya perspektif nonkeuangan atau kinerja
sosial yang senantiasa dilaksanakan dalam lingkungan sosial kemasyarakatannya.
Aktivitas yang dilaksanakannya bukan hanya menyangkut kepada kesejahteraan
nasabah melainkan ikut dalam pembangunan ekonomi, pembangunan masyarakat,
dan turut serta melakukan riset dan penelitian. Keseluruhan kinerja sosial yang
masyarakat secara luas dan menjadi bukti terhadap implementasi terhadap
pelaksanaan fungsi sosial bagi nasabah, investor, maupun masyarakat secara
keseluruhan (Setiawan, 2007). Kinerja sosial yang dilaksanakan oleh bank syariah
selaras dengan konsep tanggung jawab sosial yang dilaksakan oleh perusahaan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Perusahaan dalam hal ini bank
syariah dalam melaksanakan praktek ekonominya tidak boleh berjalan sendiri,
melainkan harus juga menyelaraskan kegiatan ekonominya dengan nilai-nilai dan
tujuan masyarakat di sekitarnya. Semakin besar suatu perusahaan maka semakin
besar pula tanggung jawab yang harus ditunaikannya pada masyarakat (Davis,
dalam Siagian, 2010:12).
Kinerja sosial yang dilakukan bank syariah juga dapat dilihat dari
pembiayaan yang dilakukan bank syariah pada sektor perekonomian nasional dan
masyarakat. Pembiayaan bank syariah tersebut digambarkan pada Grafik 1.3
berikut.
Grafik 1.3
Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Pada Sektor Ekonomi dan Sosial Tahun 2005 sampai September 2011
Sumber : Laporan Statistik Perbankan Syariah September 2011 (Data diolah)
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sep-11
Dari Grafik 1.3 terlihat bahwa peranan bank syariah beserta unit syariah
dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan jumlah pembiayaan
ini sejalan juga dengan pertumbuhan bank syariah dan jumlah deposito yang
dimiliki oleh bank syariah di Indonesia. Keberadaan bank syariah di Indonesia
yang mengalami kemajuan baik dalam segi kauntitatif maupun jumlah deposito
yang dimilikinya menjadikan bank syariah sebagai perusahaan perbankan yang
cukup besar. Hal ini merujuk pada pertanyaan apakah keberadaan bank syariah
yang cukup besar kuantitas dan depositonya sekarang ini disesuaikan juga dengan
perkembangan kegiatan sosial yang dilakukan oleh bank syariah terhadap
stakeholder dan masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti ingin mengukur tingkat
kesehatan keuangan bank dan kinerja sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan
oleh bank syariah di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesehatan Keuangan dan Kinerja
Sosial Pada Bank Umum Syariah di Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut.
a. Bagaimana kesehatan keuangan dari bank umum syariah di Indonesia?
b. Bagaimana kinerja sosial dari bank umum syariah di Indonesia?
c. Apakah terdapat hubungan antara kesehatan keuangan dengan kinerja sosial
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitan
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui dan menganalisis kesehatan keuangan bank umum syariah
di Indonesia.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja sosial bank umum syariah di
Indonesia.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kesehatan keuangan
dengan kinerja sosial bank umum syariah di Indonesia.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Bank Syariah
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan buat bank umum syariah
dalam melakukan penilaian terhadap kesehatan keuangan bank umum syariah
tersebut dan dapat melihat ukuran kinerja sosial yang telah dilaksanakan bank
umum syariah tersebut.
b. Bagi Investor
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi tambahan bagi investor
sehingga para investor dapat melakukan penilaian terhadap bank umum syariah
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta
cakrawala berpikir ilmiah di bidang keuangan khususnya teori penilaian
kesehatan keuangan dan kinerja sosial bank umum syariah di Indonesia.
d. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi dan informasi yang nantinya
dapat memberikan perbandingan dalam mengadakan penelitian pada bidang