• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI MUATAN LOKAL APLIKASI PENDIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTEGRASI MUATAN LOKAL APLIKASI PENDIDIK"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH BIOSFER 2011

INTEGRASI MUATAN LOKAL APLIKASI PENDIDIKAN

LINGKUNGAN HIDUP (APLH) DAN LABORATORIUM ALAM DALAM MEWUJUDKAN GENERASI MUDA PEDULI KELESTARIAN ALAM SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF DAN REPRESIF EROSI PLASMA

NUTFAH

Diusulkan oleh :

Moch Alif Ramadhan (NIS 6051) Gifari Zulkarnaen (NIS 5981) Gita Islamianto F ( NIS 5982)

SMA NEGERI 1 TAMAN SIDOARJO

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada kita semua, sehingga karya tulis yang berjudul “Integrasi Muatan Lokal Aplikasi Pendidikan Lingkungan Hidup (APLH) dan Laboratorium Alam dalam Mewujudkan Generasi Muda Peduli Kelestarian Alam sebagai Langkah Preventif dan Represif Erosi Plasma Nutfah” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Karya tulis ini dibuat dalam rangka untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Biosfer 2011 oleh Himabio FMIPA Universitas Brawijaya. Sebuah penjelasan tentang penggabungan muatan lokal Aplikasi Pendidikan Lingkungan Hidup (APLH) dan Laboratorium Alam untuk mewujudkan pribadi generasi muda bangsa yang peduli akan kelestariam alam sebagai usaha pencegahan sekaligus penanggulangan pengikisan spesies di dunia ini tertuang dalam karya tulis ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini, diantaranya kepada :

1. Bapak Drs. H. Panoyo, M.Pd, selaku kepala SMAN I TAMAN.

2. Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten, Sidoarjo selaku mediator pemberi referensi .

3. Dra.Nanik Mudjiastutik, Mpd, Dra. Hj. Maisaroh dan Hengky Herdianto selaku pembina dalam pembuatan karya tulis ini.

Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat memberikan manfaat di dalam mengetengahkan solusi atas masalah pengikisan biodiversitas yang terus terjadi. Mengingat adanya kelemahan, dan keterbatasan, serta masih jauhnya karya tulis ini dari kesempurnaan, maka semua saran dan kritik yang inovatif serta membangun sangat diharapkan untuk menjadikan karya tulis ini lebih baik.

Taman, 9 April 2011

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penulisan ... 2

Manfaat Penulisan ... 3

KAJIAN TEORI ... 3

Degradasi Biodiversitas ... 3

Pandangan Masyarakat terhadap Lingkungan ... 4

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup ... 4

Landasan Pokok Pengajaran PKLH ... 5

Tujuan, Strategi, dan Pendekatan PKLH ... 5

Mekanisme Alur PKLH ... 6

Kendala yang Masih Terdapat di Lapangan ... 7

Kurikulum Muatan Lokal ... 7

Pengertian Muatan Lokal... 7

Ruang Lingkup Muatan Lokal ... 7

Landasan Muatan Lokal ... 7

Tujuan dan Manfaat Pengajaran Muatan Lokal ... 8

Proses Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal ... 8

Muatan Lokal yang Dibuat oleh suatu Sekolah ... 8

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Merancang Mulok ... 9

Klasifikasi Iklim ... 9

Klasifikasi Iklim menurut Junghuhn ... 9

(5)

Korelasi antara Kepribadian, Sosialisasi dan Kebudayaan ... 10

Psikologi Perkembangan ... 10

Teori Perkembangan Kognitif ... 10

Proses Sosialisasi ... 11

METODE PENULISAN ... 11

Prosedur Pengumpulan Data... 11

Pengolahan Data ... 11

Analisis Sintesis... 11

Rekomendasi... 12

Diagram Alur Penelitian ... 12

PEMBAHASAN ... 12

Konsep Penerapan Mulok APLH dan Laboratorium Alam dalam Setiap Lingkungan Sekolah Melalui Pendekatan Geokultural dan Klimal ... 12

Mekanisme Proses Realisasi Mulok APLH dan Laboratorium Alam ... 15

Kriteria Mulok APLH dan Laboratorium Alam yang Harus Dipernuhi oleh Setiap Sekolah ... 16

PENUTUP ... 18

Kesimpulan ... 18

Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 20

(6)

INTEGRASI MUATAN LOKAL APLIKASI PENDIDIKAN

LINGKUNGAN HIDUP (APLH) DAN LABORATORIUM ALAM DALAM MEWUJUDKAN GENERASI MUDA PEDULI KELESTARIAN ALAM SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF DAN REPRESIF EROSI PLASMA

NUTFAH

Moch. Alif Ramadhan, Gifari Zulkarnaen, dan Gita Islamianto F SMA NEGERI 1 TAMAN

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui konsep mulok APLH dan

Laboratorium Alam yang diterapkan di setiap lingkungan sekolah melalui

pendekatan biogeokultural dan pendekatan klimal; (2) Mengetahui cara mulok

APLH dan Laboratorium Alam dapat direalisaikan di setiap lingkungan sekolah;

(3) Mengetahui kriteria mulok APLH dan Laboratorium Alam yang harus

dipenuhi oleh setiap sekolah. Hasil yang didapat : (1) Konsep mulok APLH

mengajarkan hubungan lingkungan hidup geografis dengan kebudayaan setempat

dan dengan mengajarakan hubungan lingkungan hidup dengan iklim serta

penerapannya dalam Laboratorium Alam; (2) Dalam merealisasikan mulok

APLH dan Laboratorium Alam, sekolah perlu memenuhi 2 hal: (a) Melakukan

prosedur yang dilakukan Tim Perekayasa Kurikulum; (b) Mengajukan

Rekomendasi hingga ke Diknas Provinsi; (3) Kriteria yang harus terpenuhi oleh

setiap sekolah untuk mulok APLH meliputi: (a) materi pembelajaran

menyesuaikan dengan jenjang pendidikan dan kejuruan; (b) Waktu pembelajaran

1x2jam/minggu; (c) Tenaga Pengajar memenuhi standarisasi. Dan Laboratorium

Alam meliputi: (a) Luas minimal 21m²; (b) Tumbuhan langka minimal 6,7% dari

total tumbuhan.

Kata Kunci: Muatan Lokal, Aplikasi Pendidikan Lingkungan Hidup (APLH), Laboratorium Alam, Generasi Muda, Kelestarian Alam, Erosi

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki kehidupan. Komponen fisik yang membentuk lingkungan hidup bumi adalah atmosfer, hidrosfer, litosfer, dan kerak bumi. Bagian bumi yang terdapat adanya kehidupan lazim disebut biosfer, sedangkan lingkungan hidup diartikan sebagai bagian fisik bumi yang mendukung kehidupan serta proses-proses yang terlibat dalam aliran energi dan materi. Lingkungan hidup merupakan sistem ekologis yang dihsilkan dari industri antara komponen fisik/kimia dan komponen biotis.

Krisis kependudukan dan krisis lingkungan hidup telah melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, penduduk Indonesia sudah mnencapai kurang lebih 237 juta orang dan pada tahun 2020 diperkirakan penduduk Indonesia kurang lebih mencapai 280 juta orang. Penyediaan kebutuhan primer dan sekunder kehidupan rakyat harus ditingkatkan secara lebih intensif, disamping penanganan pengurangan kemiskinan bagi kurang lebih 28 juta orang maka pertambahan jumlah anak ini betul-betul memerlukan usaha yang memadai. Usaha ini jelas akan banyak berakibat pada kelestarian lingkungan hidup (BPS, 2010).

Bahaya yang sedang kita hadapi ialah bahwa manusia merasa sebagai spesies yang paling kuat dan segalanya dapat dibereskan dengan teknologi. Dengan teknologi yang makin canggih, sistem biogeofisik makin dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya semaksimum mungkin. Dengan makin tinggi tingkat konsumsi maupun populasi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup itu (Soemarwoto, 1999).

(8)

pengawasan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (Ganjar, 1997; Makarim, 2003; Soemarwoto, 1999).

Pada tahun 2001 diperkirakan bahwa penggundulan hutan di Indonesia mencapai dua juta ha/tahun. 39.452 tumbuhan dan 23.953 ekor satwa diperdagangkan secara liar tahun 2008, termasuk di antaranya satwa dan tumbuhan langka. Pada tahun 2002, 772 jenis flora dan fauna dinyatakan terancam punah. Sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan mulai langka, di antaranya banyak yang merupakan kerabat dekat tanaman budidaya (BAPPENAS, 1993; Dephut, 2002; PHKA, 2008;).

Pandangan hidup kita berpindah dari ekosentris menjadi antroposentris, yaitu sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan untuk kepentingan manusia. Pandangan hidup itu bersifat eksploitatif, yaitu sistem biogeofisik dieksploitasi semaksimal mungkin untuk mendukung pola hidup konsumtif. Akibatnya terjadi deplesi sumberdaya dan rusaknya fungsi ekologi lingkungan hidup kita (Soemarwoto, 1999).

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka kita perlu mengembalikan pandangan ekosentris pada masyarakat Indonesia selaku pengelola lingkungan. Jika kita dapat menyadarkan masyarakat bahwa masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengelola lingkungannya dengan baik, seperti tertera dalam undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kita akan mencapai kemajuan yang besar dalam pengelolaan lingkungan (Ganjar, 1997).

Alternatif penyelesaiannya adalah memberikan Pendidikan Lingkungan Hidup untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan baik melalui pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak/pendidikan dasar sembilan tahun sampai dengan perguruan tinggi, maupun jalur pendidikan non formal.

(9)

dirasakan tidak sempat untuk memasukkan segi PKLH tersebut pada pengajaran (Ganjar, 1997).

Oleh karena itu, di dalam Karya Tulis Ilmiah ini, penulis berusaha memberikan solusi berupa tindakan konkret dan tegas pada PLH, sehingga PLH dapat dirasakan hasilnya. Tindakan konkret berupa menambahkan aspek “Aplikasi” atau penerapan pada PLH. Media dalam menerapkan APLH berupa Laboratorium Alam. Dan tindakan tegas berupa memasukkan APLH ke dalam Muatan Lokal, sehingga APLH bukan lagi sebuah materi yang mengintegrasi pada bidang studi lain, melainkan sebuah bidang studi yang berdiri sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep mulok APLH dan Laboratorium Alam yang diterapkan di setiap lingkungan sekolah melalui pendekatan biogeokultural dan pendekatan klimal?

2. Bagaimana mekanisme proses mulok APLH dan Laboratorium Alam dapat direalisaikan di setiap lingkungan sekolah?

3. Bagaimana kriteria mulok APLH dan Laboratorium Alam yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep mulok APLH dan Laboratorium Alam yang diterapkan di setiap lingkungan sekolah melalui pendekatan biogeokultural dan pendekatan klimal.

2. Untuk mengetahui cara mulok APLH dan Laboratorium Alam dapat direalisaikan di setiap lingkungan sekolah.

3. Untuk mengetahui kriteria mulok APLH dan Laboratorium Alam yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah.

1.4. Manfaat

(10)

2. Memberi gambaran mengenai manfaat integrasi MULOK APLH dan Laboratorium Alam yang di terapkan di setiap lingkungan sekolah.

3. Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengembangan sistem pendidikan di setiap jenjang pendidikan.

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Degradasi Biodiversitas

Indonesia menduduki posisi yang penting dalam peta keanekaragaman hayati dunia karena termasuk dalam sepuluh negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati tertinggi. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan) dan benua Australia (Pulau Papua) dan sebara n wilayah peralihan Wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara) yang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya dengan tingkat kekhasan yang tinggi dengan tingkat endemisme masing-masing (Primack, 1998).

Keanekaragaman hayati Indonesia mengalami erosi yang tinggi, yang apabila tidak segera dihentikan akan merosot terus menerus. Sekitar 20–70 persen habitat asli telah lenyap. Walaupun sulit dipastikan, diperkirakan satu spesies punah setiap harinya. Sementara penyusutan keanekaragaman genetik, terutama di spesies liar, belum terdokumentasi dengan baik padahal sumber daya genetik yang ada belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat (BAPPENAS, 1993; KLH, 1997).

Berbagai penyebab penurunan keanekaragaman hayati di berbagai ekosistem antara lain degradasi habitat (deforestasi, perubahan peruntukan lahan) konversi lahan, pencemaran, exploitasi yang berlebihan, praktik teknologi yang merusak, dan perubahan iklim., bencana (kebakaran), dan masuknya spesies asing invasif serta perdagangan satwa liar (Makarim, 2003).

(12)

Satu spesies diperkirakan punah setiap harinya. Inventarisasi yang dilakukan oleh badan-badan internasional, seperti International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dapat dijadikan indikasi tentang keterancaman spesies. Pada 1988 sebanyak 126 spesies burung, 63 spesies binatang lainnya dinyatakan berada di ambang kepunahan. Pada tahun 2002, Red data List IUCN menunjukan 772 jenis flora dan fauna terancam punah, yaitu terdiri dari 147 spesies mamalia, 114 spesies burung, 28 spesies reptilia, 68 spesies ikan, 3 spesies moluska, dan 28 spesies lainnya serta 384 spesies tumbuhan. Salah satu spesies tumbuhan yang baru-baru ini juga dianggap telah punah adalah ramin (Gonystylus bancanus). Spesies tersebut sudah dimasukkan ke dalam Appendix III Convention of International Trade of Endengered Species of Flora and Fauna (CITES). Sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan mulai langka, di antaranya banyak yang merupakan kerabat dekat tanaman budidaya. Paling tidak 52 spesies keluarga anggrek (Orchidaceae) dinyatakan langka (BAPPENAS, 1993).

2.2. Pandangan Masyarakat terhadap Lingkungan

Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya menjadi bagian penting kebudayaan manusia yang mengandung nilai-nilai tertentu. Dengan demikian pengelolaan lingkungan juga merupakan bagian kebudayaan manusia. Pandangan hidup ini mencerminkan pandangan holistis, yaitu bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya. Jika ekosistem rusak, manusia akan menderita juga. Karena itu pemanfaatan sistem biogeofisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada ekosistem. Pandangan hidup ini bersifat ekosentris (Soemarwoto, 1999).

(13)

maupun perdagangan satwa liar. Pejabat pun mau diajak berkolusi sehingga pengawasan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (Soemarwoto, 1999).

Pandangan hidup kita berpindah dari ekosentris menjadi antroposentris, yaitu sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan untuk kepentingan manusia. Pandangan hidup itu bersifat eksploitatif, yaitu sistem biogeofisik dieksploitasi semaksimal mungkin untuk mendukung pola hidup konsumtif. Akibatnya terjadi deplesi sumberdaya dan rusaknya fungsi ekologi lingkungan hidup kita. Contohnya ialah penyusutan luas hutan dan kerusakan hutan yang mengakibatkan rusaknya fungsi ekologi hutan sehingga terjadilah erosi tanah, pendangkalan sungai, waduk, saluran irigasi dan pelabuhan, banjir, dan erosi genetik (Soemarwoto, 1999).

2.3. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan hidup

(14)

kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya. Konsep pembangunan berklanjutan mengimplikasikan batas, bukan batas absolute akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat pendidikan dan organisasi hasil pendidikan mengenai SDA serta kemampuan biosfer menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia terdidik (Ganjar, 1997).

2.3.1. Landasan Pokok Pengajaran PKLH

Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan RI yang merdeka, bersatu dan berdaulat rakyat dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, eratur dan damai (Ganjar 1997).

Pola dasar Pembangunan Nasional dan pola Umum Pembangunan Jangka Panjang ke II ditetapkan dalam GBHN 1993 sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur berdaarkan Pancasila (Ganjar, 1997).

Kualitas pendidikan suatu bangsa mencerminkan masa depan Negara tersebut. Dari sini Nampak tugas pendidikan yang cukup berat, sebab di dalam mewujudkan pembangunan yang demikian itu, masalah Pendidikan Lingkungan Hidup (PKLH) harus menjadi perhatian khusus, jika hasil pembangunan yang berkelanjutan ini tidak hanya mau dinikmati oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang. Untuk itu, PKLH harus disebarluaskan melalui berbagai jalur pendidikan sehingga setiap warga negara mempunyai persepsi yang mantap tentang kemungkinan adanya dampak negatif dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendalikan atau interaksi negatif dengan lingkungan hidupnya (Ganjar, 1997).

2.3.2. Tujuan, Strategi dan Pendekatan PKLH

(15)

Indonesia seutuhnya, yaitu menusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudu pekerti luhu, memilki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohan, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.melihat tujuan tersebut, meskipun masalah lingkungan tidak disebutkan secara eksplisit, secara implisit tercermin pada seluruh aspek yang ada pada tujuan pendidika nasional tersebut (Ganjar, 1997).

Tujuan PKLH untuk SD, SMP, SMA dan SMK sebenarnya adalh agar siswa memilki pengtahuan, sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah kependudukan dan lingkungan hidup. PKLH bukan merupakan pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi merupakan program pendidikan yang teregintegrasi di dalam berbagai mata pelajaran berdasarkan kurikulum 1994 (Ganjar, 1997).

(16)

2.3.3. Mekanisme Alur PKLH

Gambar 1. Diagram Mekanisme Alur PKLH

2.3.4. Kendala yang Masih Terdapat di Lapangan

(1) Masih kurangnya tenaga guru yang terdidik dalam PKLH; (2) Guru yang telah mendapat pelatihan belum seluruhnya memiliki keterampilan yang memadai untuk mengajarkan PKLH yang terintegrasi pada bidang pelajaran masing-masing kelas; (3) Masih kurangnya buku-buku tentang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang dimiliki oleh sekolah-sekolah, apalagi oleh guru dan siswa; (4) PKLH masih dirasakan sebagai materi tambahan kepada materi bidang pelajaran masing-masing, sehingga selalu dirasakan tidak sempat untuk memasukkan segi PKLH tersebut pada pengajaran (Ganjar, 1997).

Program Proyek PKLH Pusat

Pelatihan PKLH Tk.Pusat

Pelatihan PKLH Tk.Daerah

SISWA

Masyarakat Indonesia Pelaksanaan PKLH

(17)

2.4. Kurikulum Muatan Lokal (Mulok) 2.4.1. Pengertian Kurikulum Muatan Lokal

Kurikulum Muatan Lokal adalah pedoman penyelenggaraan PBM yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan, yang berisikan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan dalam penyajian bahan itu dalam PBM. Pengertian lokal itu sendiri bisa mencakup wilayah pemerintahan provinsi, misalnya bahasa daerah, atau mungkin untuk wilayah kabupaten atau pun Wilayah desa tertentu, untuk bahan keterampilan, atau kesenian lokal atau pun sosial kemasyarakatan lainnya (Ali, 2008).

2.4.2. Ruang Lingkup Muatan Lokal

Pembuatan kurikulum muatan lokal hendaknya meliputi bahan kajian seperti: (1) Pendidikan Budaya Daerah; (2) Pendidikan Keterampilan, seperti Keterampilan olah Tangan dengan alat sederhana; (3) Pendidikan Lingkungan, (Ali, 2008).

2.4.3. Landasan Muatan Lokal

Landasan idealnya adalah UUD 1945, Pancaasila dan Tap MPR Nomor II/1988 tentang GBHN dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UUSPN pasal 4 dan PP.28/1990 pasal 4 yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (Wahyu, 2009).

Landasan hukumnya adalah Keputusan Mendikbud No.0412 tahun 1987, Keputusan Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah No.173/C/Kep/M/1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Muatan Lokal (Wahyu, 2009).

(18)

memiliki rasa inigin tau yang sangat besar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu peserta merasa gembira apabila dilibatkan secara mental, fisik, dan social dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembiara bila diberi kesempatan mempelajari lingkungan sekitarnya yang penuh sumber belajar (Wahyu, 2009).

Landasan Demografik. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan memiliki beraneka ragam adapt-istiadat, tatacara dan tatakrama pergaulan, seni dan budaya serta kondisi alam dan social yang juga beraneka ragam. Hal itu perlu diuapayakan kelestariannya agar tidak musnah. Upaya pelestarian tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan pendidikan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian akan karakteristik daerah sekitar siswa, baik yang berkaitan dengan lingkungan alam, social, dan budaya peserta didik sedini mungkin (Wahyu, 2009).

2.4.4. Tujuan dan Manfaat Pengajaran Muatan Lokal

Ada beberapa tujuan pengajaran Muatan Lokal, sbb. : (1) Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya; (2) Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungannya masyarakat pada umumnya; (3) Memilki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai/ aturan-aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan Nasional (Ali, 2008).

Manfaat yang didapatkan siswa dengan pengajaran Muatan Lokal, yaitu : (1) Memiliki pengetahuan yang lengkap dan utuh, baik pengetahuan yang menjadi standard Nasional maupun hal yang dimiliki daerahnya; (2) Dapat memiliki keterampilan sebagai alat membantu orang tua atau bekal hidup mereka (Ali, 2008).

2.4.5. Proses Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal

(19)

tersebut; (2) Pengkajian bahan untuk dipelajari siswa dalam memenuhi kualifikasi tenaga kerja tersebut; (3) Pengorganisasian bahan menjadi bahan muatan lokal; (4) Pengkajian potensi sekolah yang dimiliki dalam penerapan kurikulum muatan lokal tersebut, yang akan dimanfaatkan dalam pembuatan buku acuan pelaksanaan; (5) Penyusunan Perangkat Kurikulum, meliputi Buku acuan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal, GBPP, dan Petunjuk Pelaksanaan (Ali, 2008).

2.4.6. Muatan Lokal yang Dibuat oleh Suatu Sekolah

TPK yang dibentuk dimasing-masing daerah telah menyediakan perangkat Kurikulum Muatan Lokal dan sekolah dipersilahkan memilih Mata Pelajaran tertentu yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerahnya. Namun jika dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat sekitar, maka untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sendiri, sekolah harus melakukannya sebagaimana prosedur yang dilakukan TPK, kemudian sekolah dapat mengajukannya ke Diknas Wilayah dengan melampirkan semua perangkat kurikulum yang telah disusun, dengan tembusan ke Diknas Kabupaten dan Kecamatan. Setelah usulan tersebut dikaji TPK atas dasar penugasan dari Diknas Provinsi dan disetujui, maka sekolah dapat menerapkan pengajaran muatan lokal yang mereka buat itu (Ali, 2008).

2.4.7. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Merancang Muatan Lokal

Dalam hal nama Mata Pelajaran, tentu diselaraskan dengan bahan kajian yang terkait. Pembuatan kurikulum muatan lokal ini tentunya harus memegang prinsip Link and Match atau harus dapat menjembatani antara kebutuhan keluarga dan masyarakat dengan Tujuan Pendidikan Nasional, karena itu penyusunannya seharusnya didasarkan atas studi kebutuhan masyarakat dan kondisi daerah setempat (Ali, 2008).

(20)

kelangsungan hidup dan peningkatan taraf hidup ) yang disesuaikan dengan perkembangan dan pembangunan daerah; 3. Kebutuhan siswa (Ali, 2008).

Hal yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan sebuah pengajaran muatan lokal, yaitu: (1) Tersedianya tenaga pengajar; (2) Tersedianya fasilitas belajar; (3) Diperlukan di daerah setempat (Ali, 2008).

2.5. Klasifikasi Iklim

Klasifikasi iklim secara global didasarkan pada perbedaan intensitas sinar matahari yang diterima permukaan bumi. Setiap wilayah pada permukaan bumi berbeda karakter dengan wilayah lainnya. Lokasi berdasarkan garis lintang, fisiografi, lingkungan atau kondisi atmosfernya memunculkan tipe iklim berlainan antardaerah di Indonesia. Tempat-tempat pada lintang tinggi lebih sedikit memperoleh sinar matahari dibanding lintang rendah (ekuator); (1) Iklim tropis: daerah dengan letak lintang 23,50LU–23,50LS; (2) Iklim subtropis: daerah dengan letak lintang 23,50LU–400LU dan 23,50LS–400LS; (3) Iklim sedang: daerah dengan letak lintang 400LU–66,50LU dan 400LS–66,50LS; (4) Iklim kutub: daerah dengan letak lintang 66,50LU–900LU dan 66,50LS–900LS (Budiyati, 2009; Sudarsono, 2007).

2.5.1. Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn

(21)

lumut dan tidak ada tanaman lain yang dapat dibudidayakan ditempat ini (Budiyati, 2009; Kadarsah, 2007).

2.5.2 Klasifikasi Iklim Menurut Koppen

Jenis Iklim Koppen (Dr Wladimir Koppen ahli ilmu iklim dari Jerman, 1918). Koppen membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur iklim tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di atasnya. Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim pokok. Masing-masing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D, dan E (Kadarsah, 2007).

Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan D. Tipe iklim hutan hujan tropis (Af) dan iklim monsoon tropis (Am) terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara. Tipe iklim sabana (Aw) terdapat di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti daerah-daerah di Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya pantai selatan. Tipe iklim Iklim Hujan Sedang Panas (C) terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan. Tipe iklim Hutan salju Sejuk (D) terdapat di pegunungan salju Irian Jaya (Kadarsah 2007; Wikipedia, 2011C).

2.6. Korelasi antara Kepribadian, Sosialisasi, dan Kebudayaan

Kepribadian seseorang yang terwujud dalam berbagai pola perilaku orang yang berasangkutan akan disesuaikan dengan sistem nilai dan normayang berlaku dalam masyarakat terkait. Untuk mencapai keselarasan antara kepribadian dengan nilai dan norma yang berlaku dengan masyarakat, maka diperlukan adanya proses sosialisasi karena berbagai nilai dan norma tersebut akan sulit terwujud apabila tidak disosialisasikan kepada semua anggota masyarakat (Rahmawati, 2009).

Kepribadian bisa dijadikan acuan bermasyarakat yang disebut kebudayaan. Kebudayaan bersifat dinamis sehingga memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan kepribadian masyarakat yang bersangkutan (Rahmawati, 2009).

(22)

situasi yang ada dalam masyarakat. Sementara bagi generasi baru, kebudayaan berfungsi untuk membentuk berbagai pola perilaku yang nantinya akan membentuk suatu kepribadia yang tetap dan khas. Dari hal tersebut bisa dilihat bahwa kebudayaan merupakan komponen yang akan menentukan bagaimana corak kepribadian masyarakat (Rahmawati, 2009).

2.7. Psikologi Perkembangan 2.7.1. Teori Perkembangan Kognitif

Teori Perkembangan Kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980, pada tahun 1955. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia: (1) Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut; (2) Periode praoperasional (usia 2–7 tahun), prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Kemampuan kognitif pada usia ini masih terbatas pada non-operasional; (3) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), mampu mengoperasikan dua variabel, namun belum mampu memahami sisterm yang abstrak. (4) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa), karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia (Wikipedia, 2011A).

2.7.2. Proses Sosialisasi

(23)
(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah jenis penelitian pustaka (library research).

3.1. Prosedur Pengumpulan Data

Studi literatur: didapatkan data dari media informasi, dilakukan studi literatur terhadap berbagai buku, jurnal, disertasi, majalah, dan media masa bidang pendidikan tinggi, riset dan ekonomi sesuai dengan topik yang dipilh.

3.2. Pengolahan Data

Setelah diperoleh data-data dari berbagai tinjauan kemudian data dianalisis dengan teknik deskripsi kualitatif. Kemudian data diolah dengan analisis sintesis untuk memecahkan permasalahan.

3.3. Analisis Sintetis

Metode analisis komparatif, untuk melihat perbandingan antara pikiran

utama karya tulis ini dengan beberapa teori yang relevan.

Metode analisis deskripsi, untuk mengolah dan menafsirkan data yang telah diperoleh sehingga didapatkan gambaran jelas tentang keadaan sebenarnya pada obyek yang sedang dikaji.

3.4. Rekomendasi

(25)

3.5. Diagram Alur Penelitian

dan Daftar Pustaka Studi Literatur Sumber Data

(26)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Konsep Penerapan Mulok APLH dan Laboratorium Alam dalam Setiap Lingkungan Sekolah Melalui Pendekatan Geokultural dan Klimal

Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang telah diterapkan hingga saat ini masih dirasakan sebagai materi tambahan kepada materi bidang pelajaran masing-masing, sehingga selalu dirasakan tidak sempat untuk memasukkan segi PLH tersebut pada pengajaran. Sehingga dirasa akan sangat sedikit sekolah yang akan menanggapi mulok PLH. Oleh karena itu, diperlukan tindakan nyata dan tegas sehingga PLH dapat dirasakan hasilnya. Sehingga PLH bukan lagi sebuah materi yang mengintegrasi pada bidang studi lain, melainkan sebuah bidang studi yang berdiri sendiri berupa muatan lokal yaitu Aplikasi Pendidikan Lingkungan Hidup (APLH).

Kurikulum muatan lokal APLH yang ditujukan sebagai pedoman penyelenggaraan PBM yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan daerah bersangkutan akan dikontrol oleh pendekatan-pendekatan yang diajukan. Hal itu dikarenakan, pendekatan yang diajukan meliputi pendekatan geokultural dan pendekatan klimal yang dimana setiap daerah memiliki karakteristik geokultural dan klimal yang berbeda. Melalui pendekatan-pendekatan inilah yang akan menjadi dasar bagi setiap sekolah di daerah untuk menerapkan mulok APLH dan Laboratorium Alam.

(27)

hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Hal itu pada akhirnya membentuk suatu kebudayaan bagi masyarakat setempat. Kebudayaan tersebut seperti halnya kondisi geografis juga memengaruhi kondisi lingkungan hidup di sekitar tempat kebudayaan itu tumbuh. Pengaruh kebudayaan terhadap lingkungan hidup tersebut dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.

Gambar 3. Diagram Korelasi Pendekatan Geokultural

Namun yang perlu diperhatikan adalah dampak negatif yang ditimbulkan dimana hal ini akan menyebabkan degradasi lingkungan yang dalam jangka pendek mengakibatkan penurunan jumlah populasi tumbuhan sebagai produsen dalam rantai makanan suatu ekosistem. Apabila hal ini terus berkelajutan maka dalam jangka panjang akan berimbas pada anggota rantai makanan lain seperti konsumen tingkat satu hingga tingkat akhir. Demikian inilah yang akan mengakibatkan makin berkurangnya keanekaragaman hayati.

Oleh karenanya dalam APLH akan dibahas lebih terperinci semua hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup termasuk menanamkan sikap pribadi yang cinta lingkungan kepada siswa. Namun tidak hanya dengan muatan lokal langkah penananaman sikap pribadi yang cinta lingkungan diwujudkan. Tindakan nyata berupa menambahkan aspek “aplikasi” atau penerapan pada PLH. Media dalam menerapkan APLH berupa Laboratorium Alam.

Individu

Lingkungan hidup geosfer Geogeografis

Kebudayaan Masyarakat

(28)

Laboratorium Alam merupakan tindakan nyata dari sikap pribadi yang cinta lingkungan. Selain itu Laboratorium Alam juga sebagai langkah preventif penurunan jumlah spesies khususnya bagi spesies-spesies tumbuhan yang dapat dibudidayakan di dalam ruangan sebagai akibat dari kebudayaan konsumtif dan berpandangan antroposentris contohnya Anggrek pensil (Vanda hookeriana)yang hidup menumpang pada bunga bakung (Crinum asiaticum). Langkanya anggrek ini, dikarenakan habitat anggrek yang ada di Cagar Alam Dusun Besar (CADB), Bengkulu sudah rusak oleh tangan manusia. Kerusakan tersebut juga menyebabkan bunga bakung mati.

Untuk menghindari adanya tambahan degradasi spesies akibat dari kualitas perawatan dan budidaya tumbuhan yang buruk. Mula-mula setiap sekolah akan melestarikan spesies langka yang tingkat kelangkaannya masih rendah. Jika dalam suatu kurun waktu sekolah tersebut menunjukkan kualitas baik dalam membudidayakan tumbuhan tersebut, sekolah tersebut diperbolehkan membudidayakan tumbuhan yang tingkat kelangkaannya setingkat lebih tinggi dari sebelumnya. Proses tersebut dilakukan terus menerus, hingga suatu sekolah mampu membudidayakan tumbuhan dengan tingkat kelangkaan sangat tinggi. Namun bagi spesies-spesies hewan langka Laboratorium Alam dirasa kurang efektif karena masih banyak kendala-kendala dalam hal sarana dan prasarana pelestarian.

(29)

Javanica yang hidup pada tipe iklim hutan tropis (Koppen) dan pada Zona

Sedang(Junghuhn).

Gambar 4. Diagram Diagram Korelasi Pendekatan Klimal

4.2. Mekanisme Proses Realisasi Mulok APLH dan Laboratorium Alam Muatan Lokal Aplikasi Pendidikan Lingkungan Hidup (APLH) telah memenuhi ruang lingkup mulok ketiga, yaitu Pendidikan Lingkungan. Mulok APLH juga telah memenuhi landasan ideal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, landasan hukum dalam pelaksanaan penerapan muatan lokal, landasan teori pelaksanaan dalam pemberian kesempatan mempelajari lingkungan, maupun landasan demografik dalam melestarikan lingkungan alam.

Tim Perekayasa Kurikulum (TPK) bertugas membuat dan mengembangkan Muatan Lokal (Mulok). TPK yang dibentuk dimasing-masing daerah telah menyediakan perangkat Kurikulum Muatan Lokal dan sekolah dipersilahkan memilih Mata Pelajaran tertentu yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerahnya. Namun jika dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat sekitar, maka untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sendiri, sekolah harus melakukannya sebagaimana prosedur yang dilakukan TPK.

Mula-mula sekolah melakukan Studi Kebutuhan (Need Assessment), yaitu mengumpulkan data dan melakukan studi kualifikasi tenaga kerja dan sejauh mana uraian tugasnya. Dilanjutkan dengan mengkaji bahan untuk dipelajari siswa dalam memenuhi kualifikasi tenaga kerja tersebut. Lalu mengorganisasi bahan menjadi bahan muatan lokal APLH. Kemudian mengkaji potensi sekolah yang dimiliki dalam penerapan kurikulum muatan lokal tersebut, yang akan dimanfaatkan dalam pembuatan buku acuan pelaksanaan. Lalu menyusun

Iklim Lingkungan HIdup

(30)

Perangkat Kurikulum, meliputi Buku acuan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal, GBPP, dan Petunjuk Pelaksanaan.

Kemudian sekolah dapat mengajukannya ke Diknas Wilayah dengan melampirkan semua perangkat kurikulum yang telah disusun, dengan tembusan ke Diknas Kabupaten dan Kecamatan. Setelah usulan tersebut dikaji TPK atas dasar penugasan dari Diknas Provinsi dan disetujui, maka sekolah dapat menerapkan pengajaran muatan lokal APLH.

Namun dalam menerapkan muatan lokal APLH, diperlukan adanya tenaga pengajar yang memenuhi syarat, dan fasilitasnya berupa Laboratorium Alam. Untuk memenuhi hal tersebut, pembentukan stadarisasi tenaga pengajar perlu dibentuk. Pembekalan Pendidikan dan latihan dasar berwawasan lingkungan terhadap tenaga pengajar sangat diperlukan untuk mewujudkan tenaga pengajar yang sesuai dengan konsep dasar penerapan APLH.

Untuk merealisasikan atau mendirikan Laboratorium Alam di lingkungan sekolah memerlukan beberapa proses yang hampir sama dengan proses realisasi muatan lokal, diantaranya sekolah menyusun rekomendasi pembangungan Laboratorium Alam meliputi potensi sekolah yang dimiliki, prospek program Laboratorium Alam, dan petunjuk pelaksanaan, langkah berikutnya adalah mengajukan rekomendasi tersebut ke cabang Dinas Pendidikan Kecamatan dan dilanjutkan ke cabang Dinas Pendidikan Kabupaten. Setelah mendapatkan izin dilanjutkan dengan mengajukan rekomendasi ke Dinas Pendidikan Provinsi. Apabila telah mendapatkan izin dan persetujuan dari Dinas Pendidikan Provinsi, perencanaan pembangunan laboratorium alam yang diajukan dapat direalisasikan.

(31)

meminimalisir masalah-masalah lingkungan hidup yang muncul di sekitar kita dapat terwujud.

4.3. Kriteria Mulok APLH dan Laboratorium Alam yang Harus Dipenuhi oleh Setiap Sekolah

Untuk mengoptimalkan hasil mulok APLH dan Laboratorium Alam, perlu adanya kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah yang menerapkan program tersebut. Kriteria-kriteria ini harus dipenuhi oleh setiap sekolah, agar tidak menghasilkan program gagal yang malah akan memperburuk situasi yang ada.

Kemampuan berpikir dan analisa pelajar pada setiap jenjang berbeda-beda. Misal pelajar SD takkan mampu memahami materi mulok APLH pada jenjang SMA. Oleh karena itu, untuk kriteria mengenai materi pembelajaran mulok APLH, materi harus menyesuaikan dengan jenjang pendidikan pada suatu sekolah, namun tetap pada obyektif utama yaitu menumbuhkan rasa peduli akan kelestarian alam pada generasi muda.

Menurut Jean Piaget, anak usia antara 2 sampai 7 tahun terdapat pada stadium praoperasional, namun daya ingatnya cukup tinggi. George Herbert Mead juga menyatakan bahwa anak pada usia ini dapat meniru secara sempurna tentang keadaan yang berada di sekelilingnya. Maka materi mulok APLH pada tingkat prasekolah (Taman kanak-kanak) diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dengan mempraktekkan perilaku-perilaku sederhana yang mencerminkan sikap ramah lingkungan. Musalnya, membuang sampang di tempatnya, mengambil makanan secukupnya agar tidak terbuang, mengajak anak untuk berjalan kaki untuk bepergian dalam jarak pendek sehingga mengurangi konsumsi bensin dan pencemaran, dan sikap-sikap ramah lingkungan lainnya. Walaupun masing-masing sifatnya kecil, tetapi jika jumlahnya banyak akan menjelma menjadi “sedikit-sedikit menjadi bukit”.

(32)

konkret. Misalnya siswa diajak menanam dan memelihara tanaman dan mendaur-ulangkan sampah dengan membuat kompos. Mulai dari sini, peran Laboratorium Alam dibutuhkan untuk mewujudkan materi pembelajaran yang bersifat konkret tersebut.

Usia siswa SMP pada umumnya berkisar antara 13-16 tahun. Siswa yang berumur tersebut sudah masuk ke dalam tahap perubahan dari konkret operasional ke formal operasional, namun belum mampu masuk ke dalam stadium formal operasional. Oleh sebab itu, pembelajaran mulok APLH pada tahapan sekolah ini perlu suatu penelaahan lebih mendalam, sehingga pelaksanaannya dapat lebih sesuai dengan perkembangan mereka.

Siswa SMA pada umumnya berumur 16 hingga 19 tahun. Usia ini termasuk ke dalam usia stadium formal operasional. Namun masih ada kemungkinan beberapa siswa belum bisa dimasukkan ke dalam stadium ini, sehingga hal-hal yang konkret masih harus juga disajikan, yang tentu saja, masalahnya harus lebih kompleks dari masalah yang disajikan pada siswa SMP. Untuk mengajarkan mulok APLH pada siswa SMA, kita sudah dapat mencoba menyajikan suatu permasalahan yang relatif kompleks dan menganalisis masalah tersebut, kemudian mengidentifikasi bagaimana mencari alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan kata lain bahwa siswa dapat diajak untuk mengadakan penelitian sederhana tentang Lingkungan Hidup. Misalnya, siswa dapat diajak untuk mengembangkan teknologi inovatif untuk budidaya tumbuhan, atau mencari langkah alternatif untuk menyelamatkan erosi plasma nutfah. Di sini Laboratorium Alam dapat dijadikan media untuk mengadakan penelitian yang sesuai.

Siswa SMK terdapat pada stadium usia yang sama dengan stadium siswa SMA. Namun materi APLH yang diajarkan akan sangat beragam, karena perbedaan jurusan. Sehingga materi APLH pada jenjang SMK harus menyesuaikan dengan Kejuruan masing-masing.

(33)

dalam mulok APLH yang otomatis memakan waktu cukup banyak, maka untuk mengoptimalkan waktu yang terbatas, pembelajaran mulok APLH haruslah dalam satu pertemuan per minggu (1x2 jam/minggu).

Selain kriteria materi dan waktu pembelajaran mulok APLH, setiap sekolah juga harus memenuhi kriteria Tenaga Pengajar. Oleh karena itu, tenaga pengajar akan diberi pembekalan pendidikan dan latihan dasar berwawasan lingkungan agar terbentuk tenaga pengajar yang sesuai dengan konsep dan tujuan penerapan muatan lokal APLH.

Sedangkan kriteria Laboratorium Alam hampir sama pada semua jenjang pendidikan, kecuali tingkat prasekolah (Taman kanak-kanak). Menurut Jean Piaget, anak-anak pada usia ini memiliki kemampuan kognitif yang masih terbatas pada non-operasional. Sehingga Laboratorium Alam dirasa kurang dibutuhkan dalam menunjang materi pembelajaran APLH yang diterapkan pada tingkat prasekolah. Laboratorium Alam mulai dibutuhkan pada jenjang pendidikan SD ke atas.

Dengan mempertimbangkan bangunan sekolah yang rata-rata memiliki lebar 7 meter, maka laboratorium alam yang dibangun oleh setiap sekolah harus mempunyai luas minimal 7x3 = 21m². Dengan mengansumsikan setiap tumbuhan memakan tempat sekitar 40x40cm², dan tempat untuk jalan sekitar 6x0,5m², maka setiap sekolah dengan luas laboratorium minimal bisa melestarikan kurang lebih (21-3)/0,16 = 112 tumbuhan. Tentu saja angka tersebut hanya permisalan, beberapa tumbuhan bisa saja menuntut tempat yang lebih luas ataupun sempit. Namun luas minimal laboratorium alam tetap 21m².

(34)

haruslah tumbuhan langka. Khusus tumbuhan endemik, harus dibudidaya oleh sekolah dengan habitat yang cocok oleh tumbuhan endemik tersebut.

(35)

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan

1. Konsep mulok APLH mengajarkan hubungan lingkungan hidup geografis dengan kebudayaan setempat dan dengan mengajarakan hubungan lingkungan hidup dengan iklim serta penerapannya dalam Laboratorium Alam.

2. Dalam merealisasikan mulok APLH dan Laboratorium Alam, sekolah perlu memenuhi 2 hal: (1) Melakukan prosedur yang dilakukan Tim Perekayasa Kurikulum; (2) Mengajukan Rekomendasi hingga ke Diknas Provinsi.

3. Kriteria yang harus terpenuhi oleh setiap sekolah untuk mulok APLH meliputi: (1) materi pembelajaran menyesuaikan dengan jenjang pendidikan dan kejuruan; (2) Waktu pembelajaran 1x2jam/minggu; (3) Tenaga Pengajar memenuhi standarisasi. Dan Laboratorium Alam meliputi: (1) Luas minimal 21m²; (2) Tumbuhan langka minimal 6,7% dari total tumbuhan.

5.2. Saran

1. Departemen Pendidikan Nasional hendaknya mengeluarkan kebijakan khusus tentang penerapan rancangan mulok berwawasan lingkungan ini pada setiap jenjang pendidikan yang ada di Indonesia.

2. Pemerintah daerah hendaknya turut membangun kerjasama yang erat dalam hal pengembangan dan penyuksesan program muatan lokal yang telah diterapkan dalam kurikulum yang berlaku di setiap jenjang pendidikan. 3. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk memperhitungkan biaya

operasional, diantaranya adalah biaya pembangunan, perawatan, pembayaran terhadap tenaga pengajar.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Munadi S. 2008. Merancang Kurikulum Muatan Lokal. [serial online]

http://alkhafy.blogspot.com/2008/11/merancang-kurikulum-muatan-lokal.html. [3 April 2011].

Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980,

1990, 1995, 2000, 2010.

http://www.bps.co.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12 &notab=1. [8 April 2011].

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Jakarta: BAPPENAS.

Budiyati, Titik. 2009. Geografi Kelas Xa. Klaten: Viva Pakarindo.

Departemen Kehutanan. 2002. Statistik Kehutanan 2002. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Ganjar, Achmad dan Anisyah Arief. 1997. Pedoman Pembinaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Sekolah. Jakarta: Dikjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kadarsah, 2007. Mengenal Iklim Indonesia http://kadarsah.wordpress.com/2007/11/30/mengenal-iklim-indonesia/. [3 April 2011].

Kemenko Kesra. 2009. Jumlah Sekolah di Indonesia. [serial online] http://data.menkokesra.go.id/content/jumlah-sekolah-di-indonesia. [5 April 2011].

Kementerian Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia: A National Strategy for Sustainable Development. Jakarta: KLH dan UNDP.

Makarim, Nabiel and Masnellyarti Hilman. 2003. Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.

Primack, R. B. 1998. Biologi Kenservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. PHKA. 2008. Rekapitulasi Kerusakan dan Kerugian Hutan. Jakarta: Kemenhut. Rahmawati, Dwi dan Septina Damayanti. 2009. Sosiologi Kelas X. Klaten: Viva

(37)

Risnandar, Nan. 2009. Tumbuhan Langka. [serial online] http://nanpunya.wordpress.com/2009/05/04/tumbuhan-langka/. [3 April 2011].

Sudarsono, Agus. 2007. Geografi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Wahyu. 2011. Kurikulum Muatan Lokal. [serial online] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2114736-kurikulum-muatan-lokal/. [Diakses 3 April 2011].

Wikipedia. 2011A. Teori Perkembangan Kognitif. [serial online] http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif. [9 April 2011]. Wikipedia. 2011B. Sosialisasi. [serial online]

http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi. [9 April 2011].

(38)

CURRICULUM VITAE

Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini :

A. Nama : Moch Alif Ramadhan

NIS : 6051

Sekolah : SMAN 1 Taman

TTL : Sidoarjo, 13 Februari 1994

Alamat Tinggal : Perum Bringin Indah 4c No.2 Kab.Sidoarjo

Agama : Islam

Kewarganegaraan / Suku : WNI / Jawa

Hp. : 085730874982

Pendidikan

1. 2000-2001 : SDN Sidodadi 2 Taman 2. 2001-2002 : SDN Sukabumi 2 Probolinggo 3. 2002-2006 : SDN Sidodadi 2 Taman 4. 2006-2009 : SMPN 2 Taman

5. 2009-Sekarang : SMAN 1 Taman Karya ilmiah yang pernah dibuat:

No. Judul Bidang Tahun

1. Potensi Air Laut sebagai Energi Alternatif

Pengganti Asam Sulfat dalam Accumulator IPA 2009

2.

Efektivitas Serbuk Bakteri Nitrosomonas dalam Mengatasi Pencemaran Air di Sungai Tawangsari Akibat Budidaya Ikan dalam Keramba

IPA 2010

3. Efektivitas Waktu dalam Mempengaruhi

Kwalitas Pelajar IPS 2010

4. Pemanfaatan Gulma Umbi Teki dalam

(39)

Penghargaan ilmiah yang pernah diraih:

No. Penghargaan Tahun

1. JUARA 1 Pekan Ilmiah Tingkat SMA 2010 2. JUARA 1 LKTI JKPKA Jasa Tirta Jawa Timur 2010

B. Nama : Gifari Zulkarnaen

NIS : 5981

Sekolah : SMAN 1 Taman

TTL : Ponorogo, 23 April 1994

Alamat Tinggal : Jl. Kebraon II no. 105 Karang Pilang Surabaya

Agama : Islam

Kewarganegaraan / Suku : WNI / Jawa

Hp. : 085731035309

Pendidikan

1. 2000-2001 : MI Jambangan 1

2. 2001-2002 : SDN Kebraon 2 Karang Pilang 3. 2002-2006 : SD Muhammadiyah 22 Kemlaten 4. 2006-2009 : SMP Ulul Albab Sidoarjo

5. 2009-Sekarang : SMAN 1 Taman Karya ilmiah yang pernah dibuat:

No. Judul Bidang Tahun

1. Potensi Air Laut sebagai Energi Alternatif

Pengganti Asam Sulfat dalam Accumulator IPA 2009

2.

Efektivitas Serbuk Bakteri Nitrosomonas dalam Mengatasi Pencemaran Air di Sungai Tawangsari Akibat Budidaya Ikan dalam Keramba

IPA 2010

3. Efektivitas Waktu dalam Mempengaruhi

Kwalitas Pelajar IPS 2010

4. Pemanfaatan Gulma Umbi Teki dalam

(40)

Penghargaan ilmiah yang pernah diraih:

No. Penghargaan Tahun

1. JUARA 1 Pekan Ilmiah Tingkat SMA 2010 2. JUARA 1 LKTI JKPKA Jasa Tirta Jawa Timur 2010

C. Nama : Gita Islamianto Firdaus

NIS : 5982

Sekolah : SMAN 1 Taman TTL : Nganjuk, 23 Juli 1993

Alamat Tinggal : Jl. Kalijaten Gg. VI No. 2 RT 03 RW 01

Agama : Islam

Kewarganegaraan / Suku : WNI / Jawa

Hp. : 085730928114

Pendidikan

1. 2000-2006 : SDN Geluran 1 Taman 2. 2006-2009 : SMPN 1 Taman 3. 2009-Sekarang : SMAN 1 Taman 1. 2009-Sekarang : SMAN 1 Taman

Karya ilmiah yang pernah dibuat:

No. Judul Bidang Tahun

1. Potensi Air Laut sebagai Energi Alternatif

Pengganti Asam Sulfat dalam Accumulator IPA 2009

2.

Efektivitas Serbuk Bakteri Nitrosomonas dalam Mengatasi Pencemaran Air di Sungai Tawangsari Akibat Budidaya Ikan dalam Keramba

IPA 2010

3. Efektivitas Waktu dalam Mempengaruhi

Kwalitas Pelajar IPS 2010

(41)

No. Judul Bidang Tahun Bidang Kecantikan

Penghargaan ilmiah yang pernah diraih:

No. Penghargaan Tahun

1. JUARA 1 Pekan Ilmiah Tingkat SMA 2010 2. JUARA 1 LKTI JKPKA Jasa Tirta Jawa Timur 2010

Demikian daftar riwayat hidup ini kami buat dengan sebenar-benarnya.

Sidoarjo, 9 April 2011 Anggota 1

Moch. Alif Ramadhan NIS. 6051

Anggota 2

Gifari Zulkarnaen NIS. 5981

Anggota 3

Gambar

Gambar 1. Diagram Mekanisme Alur PKLH
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
Gambar 3. Diagram Korelasi Pendekatan Geokultural
Gambar 4. Diagram Diagram Korelasi Pendekatan Klimal

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah rencana penggujian yang dilakukan pada sistem informasi pendaftaran klinik yaitu dengan menggunakan data uji berupa data masukan dari pengguna. Tabel 7

(1990) atau Kotler (1994) dan penerapannya dalam berbagai penelitian yang mengaitkan pelayanan dengan kepuasan diantaranya yang ditulis di atas, peneliti memodifikasi sehingga

Organisasi sosial lokal, yang wajib disepakati bersama oleh Para Pihak untuk melaksanakan program dan proyek harus direkomendasikan oleh Pemerintah Daerah setempat

Berdasarkan lembar penilaian aktivitas siswa, perolehan skor aktivitas siswa adalah 28 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa yang memperoleh penilaian

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seseorang yang hendak membahas masalah-masalah tertentu berdasarkan tafsir al-Maud}u’i>. Menurut Abdul Hay

Prior to discharge, anticipation of breast- feeding problems should be assessed based on the maternal and/or infant risk factors (Tables 1 and 2): All problems with breast-

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti melakukan sebuah trobosan dengan melakukan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dengan

Pembelajaran matematika harus mengalami perubahan dalam konteks perbaikan mutu pendidikan sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, upaya