• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah perkembangan Ushul Fiqh periode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah perkembangan Ushul Fiqh periode "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqh.

Sejarah fiqh telah dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi Nabi dan rasul sampai wafatnya. Hal ini disebabkan segala persoalan yang dihadapai ketika itu dijelaskan secara langsung oleh Rasulullah SAW. Akibatnya ijtihad yang masih berada diantara benar atau salah tidak diperlukan. Akan tetapi, benih-benih kaidah sebenarnya sudah ada semenjak masa Nabi.

Fiqh diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai dakwahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah,

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tadi, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangan Fiqh Islam? 2. Bagaimana sejarah perkembangan Ushul Fiqh? 3. Apa saja alira-aliran dalam Ushul Fiqh?

1.3. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah, maka terdapat beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sejarah perkembanan Fiqh Islam. 2. Mengetahui sejarah perkembangan Ushul Fiqh. 3. Mengetahui aliran-aliran dalam Ushul Fiqh.

BAB II

(2)

2.1. Sejarah Perkembangan Fiqh Islam

Pertumbuhan dan perkembangan Fiqh atau Hukum Islam dari awal sampai sekarang dapat dibedakan menjadi beberapa periode sebagai berikut :

Periode Rasulullah

Yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan perkembangan) yang berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.

Sejarah pertumbuhan hukum Islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril dengan cara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekah dan diakhiri di Madinah. Kalau belum turun ayat Al-Qur’an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi nengadakan ijtihad yang mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan dngan ayat Al-Qur’an, yang diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan Sunnahnya tidak ada yang brlawanan dengan wahyu Allah. Di samping Nabi sendiri adalah sebagai sumber hokum, sebab segala sesuatu yang dilakukan Nabi adalah contoh yang baik bagi ummatnya.

Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Quran yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum). Tidak semua hukum itu memberikan penjelasan yang mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengan kehendak Allah SWT. Nabi memberikan penjelasan dengan ucapan, perbuatan dan pengakuannya yang kemudian disebut Sunnah Nabi. Apabila Penjelasan dari Nabi yang berbentuk Sunnah itu merupakan ayat-ayat hukum, maka apa yang dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqh namun lebih tepat disebut Fiqh Sunnah.

Sunnah Nabi berbunyi :

“Sesungguhnya aku menetapkan hukum berdasarkan apa-apa yang lahir, dan kamu minta penyelesaian permusuhan kepadaku. Barangkali seseorang diantaramu lebih lihai dalam berperkara dibandingkan yang lainnya. Siapa yang aku putuskan untuknya sesuatu yang berkenaan dengan harta orang lain, janganlah dimakan. Sesungguhnya aku memberikan kepadanya potongan api neraka.”

Riwayat tersebut menunjukan bahwa Nabi sendiri terkadang memutuskan perkara yang mungkin tidak betul secara materil. Hal ini bearti tindakan itu semata didasarkan kepada itijihadnya, bukan dari wahyu.

Dalam kenyataannya memang beliau pernah beritijihad untuk memahami dan menjalankan wahyu Allah dalam hal-hal yang memerlukan penjelasan Nabi yang sebagaiannya dibimbing oleh wahyu. Dalam hal-hal yang tidak mendapat koreksi dari Allah, maka hal itu muncul sebagai Sunnah Nabi yang wajib ditaati.

Periode Sahabat

(3)

Dengan wafatnya Nabi Rasulullah Saw, maka sempurnalah turunya ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi, juga dengan tersendirinya sudah terhenti. Karena hal ini maka persoalan hokum atau fiqh pada masa sahabat dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di masa sahabat penganut Islam telah bertambah banyak dan daerahnya telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru memeluk agama Islam itu terjadi berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah itu para sahabat kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Untuk kembali kepada Qur’an itu bukanlah hal sulit untuk mereka, karena Al-Qur’an merupakan hafalan bagi mereka. Dimasa Al-Al-Qur’an sudah dibukukan. Sedangkan kembali kepada hadits Nabi memang agak sulit, karena hadits belum diseleksi dan dibukukan, dan sulit untuk mebedakan hadits yang benar-benar dari Nabi dan mana pula yang merupakan hadits palsu buatan manusia.

Apabila masalah Fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil ijtihad para sahabat dapat dipercaya dan menjadi sumber hokum syara’ atau Fiqh Islam. Bila pada masa Nabi proses penetapan fiqh disebut pembinaan fiqh, maka pada masa sahabat disebut periode pengembangan fiqh.

Periode Tadwin (pembukuan)

Yaitu periode pembukuan dan munculnya mujtahid dan zaman perkembangan serta kedewasaan hokum yang berlangsung selama 250 tahin, yaitu terhitung mulai tahun 100 H sampai 350 H (720-961 M)

1. Imam Abu Hanifah, seorang alim keturunan Persia yang terkenak sebagai Ahli Al Ra’yu yaitu banyak mendasarkan pendapat kepada ujian pikiran, karena banyak di Basrah mendapat hadits shahih.

2. Imam Malik ibn Anas terkenal sebagai ahli hadits (Akl-al-hadits) karena dimadinah hadits Nabi banyak dikumpulkan pada ahli hadits. Disamping Al-Qur’an, hadits beliau ambil sebagai dasar fiqhnya.

3. Imam Muhammad ubn Idris Al Syafei, beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafe’i. 4. Imam Ahmad ibn Hambali, beliau terkenal sebagai ahli hadits dan merupakan pendiri

Mazhab Hambali.

Periode Taqlid

Yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai masa pertengahan abad empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan periode ini berakhir. Hal ini berari sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau Fiqh Islam.

(4)

para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing. Perasaan Taqlid telah meresap di dalam jiwa mereka dan ruh Taqlid.

Sebab-sebab timbulnya periode Taqlid ini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Kallaf dalam kitabnya Khulusul Tarikh Al Tasyri’ Al Islami, yang intinya disebutkan sebagai berikut :

1. Terbagi-baginya Daulah Islamiyah ke dalam sejumlah kerajaan-kerjaan yanh saling bermusuhan para raja-rajanya, penguasanya dan personil/rakyatnya. 2. Sesudah terpecahnya para iman mujtahid dalam periode ketiga menjadi

beberapa golongan dan masig-masing golongan memiliki suatu aliran hokum tersendiri.

3. Sesudah umat Islam mengaturkan pengaturan perundang-undangan dan mereka tidak meletakkan peraturan yang menjamin, seperti dibenarkan mujtahid kecuali dipandang ahli untuk itu.

4. Bahwasanya sudah tersebar luas di kalangan para ulama berbagai penyakit moral yang menghalangi mereka dari ketinggian derajat ijtihad. Di kalangan mereka sudah merata penyakit saling menghasut dan egoisme.

Ijtihad ulama yang bukan mujtahid akhirnya membawa kemunduran dan kekacauan di bidang Fiqh Islam. Orang-orang pad amasa itu kembali kepada tradisional, bukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Ulama yang mujtahid tidak menutup ijtihad, tapi karena besarnya pengaruh taqlid tersebut akhirnya menimbulkan paham statis dalam hukum Islam yang pengaruhnya masih ada dirasakan sampai saat ini di kalangan masyarakat Islam.

2.2. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh

Adapun Ushul Fiqh, tidaklah tumbuh kecuali pada abad kedua hijriah, karena pada abad pertama hijriah, ilmu tersebut belum diperlukan dimana Rasulullah SAW berfatwa dan menjatuhkan keputusan menurut ajaran Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya dan menurut Sunnah yang diilhamkan kepadanya. Kalau ada yang bertanya: “Dahulu mana ushul fiqh dan fiqh?” tentu tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan pertanyaan mengenai mana yang lebih dahulu: ayam atau telur.

Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum fiqh. Alasannya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh merupakan bangunan yang didirikan di atas pondasi. Karena itulah sudah tentu ushul fiqh ada mendahului fiqh. Kesimpulannya, tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.

Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan ilmu fiqh dikembalikan kepada Rasul. Namun terdapat juga beberapa usaha-usaha dari beberapa Sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Mereka melakukannya dengan cara mencari jawabannya di dalam Al-Qur’an, kemudian hadits. Jika dari kedua sumber hukum tersebut tidak ditemukan, maka mereka dapat berijtihad. Pada dasarnya, beberapa Sahabat nabi tersebut sudah menggunakan Ushul Fiqh secara teori tetapi ushul fiqh pada saat itu belum menjadi suatu nama keilmuan tertentu.

(5)

ketika suatu masalah tidak dijumpai di dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada saat berijtihad, para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun belum dirumuskan dalam suatu disiplin ilmu.

Pada masa tabi’in, metode istinbat menjadi semakin jelas dan meluas disebabkan tambah meluasnya daerah islam sehingga banyak permasalahan baru yang muncul. Para tabi’in melakukan ijtihad di berbagai daerah islam. Di Madinah, di Irak dan di Basrah. Titk tolak para ulama dalam menetapkan hukum bisa berbeda, yang satu melihat dari suatu maslahat, sementara yang lain menetapkan hukumnya melalui Qiyas. Dari perbedaan dalam mengistinbatkan hukum inilah, akibatnya muncul tiga kelompok ulama, yaitu Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Ra’yu dan Madrasah Al-Madina dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh masih belum terbukukan.

Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’I, pada periode ini, metode pengalihan hukum bertambah banyak, dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Imam Abu Hanafiah an-Nu’man (80-150H). pendiri mazhab hanafi. Dasar-dasar istinbatnya yaitu : Kitabullah, sunah, fatwa (pendapat Sahabat yang disepakati), tidak berpegang dengan pendapat Tabi’in, qiyas dan istihsan. Demikian pula Imam Malik bin Anas (93-179H). pendiri mazhab Maliki. Di samping berpegang kepada Al-Qur’an dan sunah, beliau juga banyak mengistinbatkan hukum berdasarkan amalan penduduk Madinah. Pada masa ini, Abu hanifah dan Imam Malik tidak meningalkan buku ushul fiqh.

Orang yang pertama kali menghimpun kaidah yang bercerai-berai di dalam suatu himpunan, ialah Imam Abu Yusuf pengikut Abu Hanifah, seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Nadim alam al-Fihrosat (sebuah catatan kaki). Namun apa yangdia tulis itu tidak sampai kepada kita.

Sedangkan Orang yang pertamakali mengadakan kodifikasi kaidah-kaidah dan bahasa-bahasan ilmu ini, sehingga merupakan kumpulan tersendiri secara tertib (sistematis) dan masing-masing kaidah itu dikuatkan dengan dalil dan keterangan yang mendalam, ialah Imam Muhammad bin Idris al-Syafe’i. Dalam kodifikasi itu telah ditulis kitab Risalab Ushuliyah yang telah diriwayatkan oleh pengikutnya, al-Robi’ al-Murodi. Kitab itulah sebagai kita kodifikasi yang pertama kali dalam ilmu ini dan itulah satu-satunya yang sampai kepada kita sepanjang pengetahuan kita. Karena itu populernya di kalangan para ulama, bahwa pendasar ilmu Ushul Fiqh adalah Imam Syafe’i.

Usahanya itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya :

1. Abul Hassan Muhammad bin Alal Bashariy As Syafe’I bukunya bernama Al-Mu’tamad.

2. Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal degan Imam Harmaini, dengan bukunya Al-Burhan.

3. Abu Hamid Al-Ghazaliy, dengan buklunya AL-Mushtasfa

(6)

cara terpenting tertentu untuk menerapkan dalil-dalil hukum yang dibuatnya sendiri tanpa mengacuhkan dan mencari persesuaian dengan furu’-furu’ mazhab sebelumnya atau menyalahinya.

Dan yang lain adalah dari murid-murid Hanafi, cara menyusunnya adalah dengan mengusahakan untuk menyesuaikan furu’-furu’ Mazhab, yang mereka susun itu dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan suatu undang-undang, maka mereka berusaha untuk menyesuaikannya, tetapi sungguhpun begitu sekarang kita lihat kenyataannya Ushul Hanafiyah dipenuhi dengan furu’ yang banyak.

2.3. Aliran-aliran dalam Ushul Fiqh

Sejarah perkembangan ushul fiqh menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak berhenti, melainkan berkembang secara dinamis. Ada beberapa aliran metode penulisan ushul fiqh yang saat ini dikenal. Secara umum, para ahli membagi aliran penulisan ushul fiqh menjadi dua, yaitu mutakallimin (Syafi’iyyah) dan aliran fuqaha (Aliran Hanafiyah). Dari kedua aliran tersebut lahir aliran gabungan. Tiga aliran utama tersebut diuraikan sebagai berikut:  Aliran Mutakallimin

Aliran mutakallimin disebut juga dengan aliran Syafi’iyyah. Alasan penamaan tersebut bisa dipahami mengingat karya-karya ushul fiqh aliran mutakallimin banyak lahir dari kalangan Syafi’iyyah. Aliran ini membangun ushul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli, tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.

Dalam aliran ini, mereka mempelajari ilmu ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu yang terlepas dari pengaruh madzhab atau furu’, faktornya karena :

1. Imam Syafi’i sendiri yang menetapkan bahwa dasar-dasar tasyri’ itu memang terlepas dari pengaruh furu’.

2. Mereka berkeinginan untuk mewujudkan pembentukan kaidah-kaidah atas dasar-dasar yang kuat, tanpa terikat dengan furu’ atau madzhab.

3. Mereka membuat penguat kaidah-kaidah yang telah dibuatnya dengan menggunakan berbagai macam dalil, tanpa menghiraukan apakah kaidah tersebut memperkuat madzhab atau melemahkannya.

Aliran Mutakakallimin lebih berorienntasi kepada hal-hal berikut, yakni;

1. Analisis kasus-kasus

2. Formulasi kaidah-kaidah hukum (al-qawa’id)

3. Aplikasi qiyas yang disertai penalaran rasio sejauh mungkin

4. Mengkonstruksi isu-isu fundamental teori hukum tanpa terikat dengan fakta hukum yang kasuistis dan pikiran hukum madzhab fiqh yang ada.

(7)

1. Kitab al-Mu’tamad, karya Abu Husain Muhammad ibn ‘Ali al-Bashriy (w. 412 H).

2. Kitab al-Burhan, karya al-Imam al-Haramain (w. 474 H).

3. Kitab al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, karya al-Ghazali (w. 500 H).

4. AlMahsul karya fakhr al-Din Muhammad bin Umar al- Razi al-Syafi’i (w. 606 H). Kitab ini diringkas oleh dua orang dengan judul;

a) Al-Hasil oleh Taj al-Din Muhammad bin Hasan al-Armawi (w. 656 H).

b) Al- Tahsil oleh Mahmud bin Abu Bakar Al-Armawi (w. 672 H).

Aliran Fuqaha

Aliran yang kedua ini dikenal dengan aliran fuqaha yang dianut oleh para ulama madzhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh, mereka berpedoman pada pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat-pendapat para muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh.

Di antara kitab-kitab standar dalam aliran fuqaha ini antara lain: kitab al-Ushul (Imam Abu Hasan al-Karakhiy), kitab al-Ushul (Abu Bakar al-Jashash), Ushul al-Syarakhsi (Imam al-Syarakhsi), Ta’shish an-Nadzar (Imam Abu Zaid al-Dabusi), dan al-Kasyaf al-Asrar (Imam al-Bazdawi).

Aliran Gabungan

Pada perkembangannya muncul tren untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya.

Karya-karya gabungan lahir dari kalangan Hanafi dan kemudian diikuti kalangan Syafi’iyyah. Dari kalangan Hanafi lahir kitab Badi’ Nidzam Jami‘ bayn Kitabay al-Bazdawi wa al-Ihkam yang merupakan gabungan antara kitabUshul karya al-Bazdawi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Kitab tersebut ditulis oleh Mudzaffar al-Din Ahmad bin Ali al-Hanafi. Ada pula kitab Tanqih Ushul karya Shadr al-Syariah al-Hanafi. Kitab tersebut adalah ringkasan dari Kitab al-Mahshul karya Imam al-Razi, Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Imam Ibnu Hajib, dan Ushul al-Bazdawi. Kitab tersebut ia syarah sendiri dengan judul karya Shadr al-Syari’ah al-Hanafi. Kemudian lahir kitab Syarh al-Tawdlih karya Sa’d al-Din al-Taftazani al-Syafii dan Jami’ al-Jawami’ karya Taj al-Din al-Subki al-Syafi’i.

BAB III

PENUTUP

(8)

Berdasarkan pembahasan materi diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa sejarah perkembangan Fiqh Islam terbagi dalam beberapa periode yaitu periode Rasulullah, periode Sahabat, periode Tadwin dan periode Taqlid. Di dalam perkembangannya Fiqh Islam berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah Rasul dan terkadang dengan Ijtihad yang dilakukan untuk memperoleh jalan keluar dari sebuah masalah. Sedangkan perkembangan Ushul Fiqhi juga terbagi dalam beberapa periode seperti yang telah dikemukakan diatas. Ushul Fiqh telah ada pada masa 2 H. Dimana dalam perkembangannya muncullah beberapa ulama besar yang membuat beberapa buku tentang Ilmu Ushul Fiqh.

Aliran dalam ushul fiqh terbagi menjadi tiga, yakni ; aliran mutakallimin (Syafi’iyyah), aliran fuqaha’ (hanafiyyah), dan aliran gabungan.

Aliran Mutakallimin; aliran ini membangun ushul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli, tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah

furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.

Aliran yang kedua ini dikenal dengan aliran fuqaha yang dianut oleh para ulama madzhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh, mereka berpedoman pada pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat-pendapat para muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh.

Pada perkembangannya muncul tren untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran

mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya dan itu dikatakan sebagai aliran gabungan.

3.2. Saran

Sebaiknya dalam pembuatan suatu makalah maka kita harus memperhatikan segala aspek yang terdapat di dalamnya. Agar hasilnya memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan maka kita juga memerlukan beberapa informasi dari referensi yang tepat dan aktual seperti di buku dan internet.

DAFTAR PUSTAKA

Syafe’I, Rachmat.1999.Ilmu Ushul Fiqh.Bandung: Putaka Setia.

Effendi, Satria.2009. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prernada Media Group. Bakry, Nazar.1993.Fiqh dan Ushul Fiqh.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(9)

Riyan Susanto (2012).Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh. From

http://luckyboy0103.blogspot.com/2012/10/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html, 17 September 2014.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa mengacu ketentuan tersebut di atas, agar pelaksanaan ad- ministrasi akademik dapat berjalan secara efektif dan efisien maka dipandang perlu memberikan kuasa

Merupakan program penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penentu mutu produk, menemukan hubungan sebab-akibat antara 2 atau lebih faktor, menguji percobaan

Tujuan yang akan dicapai dalam program ini adalah: (1) Merancang rangkaian sensor sistem fisik pendeteksi arus, tegangan, dan cos ϕ , (2) Merancang sistem pengolah sinyal

Hasil penelitian diperoleh 19 individu terpilih pada turunan F 4 yang berumur genjah dan berproduksi tinggi dan Nilai duga heritabilitas pada generasi F 4

Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk

[r]

Berdasarkan ketentuan tersebut, penulis telah melakukannya sesuai pedoman ( metode tafsir al-maudhu`i ) yang berlaku dengan memilih tema’’nilai-nilai akhlak menurut

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data deskriptif. Dikatakan data deskriptif, karena data tersebut merupakan gambaran kemampuan kognitif peserta didik