ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DAN NILAI BUDAYA PADA
SANGJIT UPACARA ADAT PERNIKAHAN
MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA
(Sebuah Kajian Semiotik)SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
FRANSISKA WULANDARI GULTOM
NIM 2112210003
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini diajukan
untuk memenuhi gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Medan.
Skripsi ini berjudul “Analisis Makna Simbolik dan Nilai Budaya pada
Sangjit Upacara Adat Pernikahan Masyarakat Etnis Tionghoa”. Penulis menyadari
bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Skripsi ini.
Selama penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan yang
bersifat moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan sehingga Skripsi ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terimakasih ini
penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Medan.
3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Muhammad Surip, S.Pd., M.Si. Ketua Program Studi Sastra Indonesia.
5. Fitriani Lubis, S.Pd., M.Pd. Dosen Pembimbing Skripsi.
6. Drs. Syahnan Daulay, M.Pd. Dosen Pembimbing Akademik .
8. Drs. M. Joharis, M.Pd. Dosen Penguji II.
9. Seluruh Dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan seluruh Staff
Pegawai di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
10.Keluarga penulis, kepada orang tua penulis, Tiwa Sibuea dan Marlon Gultom,
dan adik penulis, Shinta Bella Gultom.
11.Terimakasih yang spesial kepada Josua Sigalingging yang sering menemani
dan memberikan dukungan untuk penulis.
12.Kepada saudara seangkatan terbaik Sau Misbah Hasanah Lubis.
13.Terimakasih kepada Wiwik Utami Sitorus, Rafika Citra Simamora, Delima
Simangunsong, Ristia Ulfa, Iren Siska Rajagukguk dan teman-teman
seangkatan, Sastra Indonesia 2011.
Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada kita dan
semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan dalam khasanah
ilmu pengetahuan.
Medan, Juni 2015
Penulis,
ABSTRAK
Fransiska Wulandari Gultom, NIM 2112210003. Analisis Makna Simbolik dan Nilai Budaya pada Sangjit Upacara Adat Pernikahan Masyarakat Etnis Tionghoa. Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna dari perlengkapan yang disimbolkan dalam Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat Tionghoa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Hasil yang diperoleh dari analisis makna simbolik pada Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat Tionghoa tersebut diketahui proses tuturan yang terjadi pada saat berlangsungnya Sangjit memiliki makna beragam yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa. Dalam tuturan yang disampaikan oleh keluarga calon pengantin terdapat makna sosial, makna penghormatan terhadap leluhur dan makna kekerabatan yang sangat penting dalam budaya Tionghoa. Perlengkapan yang disimbolkan dalam Sangjit memiliki makna yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, diantaranya simbol dari tanggung jawab, ucapan terimakasih, kesehatan, kemakmuran, keberuntungan, keharmonisan, kehidupan yang manis, panjang umur, memiliki keturunan yang baik, kerukunan, dan kebehagiaan. Seluruh makna simbolik dari perlengkapan yang ada pada Sangjit tersebut diharapkan akan terjadi dalam kehidupan rumah tangga pengantin kelak. Selain perlengkapan tersebut memiliki makna, di dalamnya juga tersimpan nilai budaya Tionghoa Ren (cinta kasih), Gie/Yi (kebenaran), Lee/Li (kesusilaan), Sin/Xin (kejujuran) dan Ti (kebijaksanaan) yang dijadikan sebagai pilar hidup bagi masyarakat Tionghoa.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
BAB II LANDASAN TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... ... 9
A. Landasan Teoretis ... 9
1. Makna Simbol ... 9
a. Denotasi ... 12
b. Konotasi ... 12
3. Upacara Adat Pernikahan Masyarakat Etnis Tionghoa ... 15
4. Sangjit ... 19
a. Pengertian Sangjit ... 19
b. Tata Cara Prosesi Sangjit ... 20
c. Barang-Barang Seserahan Sangjit ... 21
5. Nilai Budaya Tionghoa ... 24
a. Jien/Ren (Cinta Kasih) ... 24
b. Gie/Yi (Kebenaran) ... 25
c. Lee/Li (Kesusilaan) ... 25
d. Sin/Xin (Kejujuran) ... 26
e. Ti (Kebijaksanaan) ... 26
B. Kerangka Konseptual ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Tempat dan Lokasi Penelitian ... 29
B. Metode Penelitian ... 29
C. Sumber Data ... 29
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 30
E. Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Hasil Penelitian ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Contoh Tabel Analisis Makna Simbolik ... 33
Tabel 3.2 Contoh Tabel Analisis Nilai Budaya ... 34
Tabel 4.1 Makna Simbolik Perlengkapan Sangjit ... 44
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan
bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara
bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak
dapat dipisahkan. Bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga segala
hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Koentjaraningrat
(dalam Abdul Chaer, 2010: 23) mengatakan bahasa merupakan bagian dari
kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan
yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.
Bahasa pada dasarnya merupakan sesuatu yang khas dimiliki oleh manusia
(Aminuddin, 2003: 17). Manusia sebagai animal symbolicium, yakni makhluk
yang menggunakan media berupa simbol kebahasaan dan memberi arti serta
mengisi kehidupannya. Keberadaan manusia animal symbolicium lebih berarti
daripada keberadaan manusia sebagai makhluk berpikir, karena tanpa adanya
simbol, manusia tidak akan mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Selain
itu, dengan adanya simbol itu juga memungkinkan manusia tidak hanya sekedar
berpikir, melainkan juga untuk mendapatkan kontak dengan realitas kehidupan di
luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan kontak itu kepada dunia.
Bahasa berperan antara lain dalam membentuk pengalaman sehubungan
2
menyertai dan membentuk proses berpikir, berperan dalam mengolah gagasan dan
menjadi alat penyampai gagasan lewat kegiatan komunikasi.
Terlepas dari penggunaan simbol kebahasaan, terdapat banyak makna
yang diperoleh dari sebuah simbol yang digunakan dalam komunikasi manusia.
Termasuk di dalamnya simbol yang terdapat dalam setiap tradisi maupun
upacara-upacara setiap etnis ataupun suku bangsa yang ada di Indonesia.
Upacara adat merupakan salah satu budaya dalam masyarakat yang
memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan masyarakat. Tak terkecuali
upacara adat dalam pernikahan. Upacara adat pernikahan memiliki banyak ragam
dan variasi dari suku bangsa, agama, budaya maupun kelas sosial. Penggunaan
adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan ataupun hukum
agama tertentu pula. Hal ini dikerenakan dalam upacara adat tersebut merupakan
suatu upacara yang harus dilakukan oleh masyarakat sesuai aturan-aturan adat
yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat,
tetapi terdapat berbagai variasi dari setiap etnis ataupun suku yang memiliki adat
istiadat berbeda. Upacara adat pernikahan dengan segala keperluan yang ada di
dalamnya, merupakan simbol-simbol atau lambang dalam pengungkapan pesan
dan ajaran. Di sisi lain, bahasa yang digunakan dalam upacara-upacara adat
memiliki bentuk, makna dan fungsi yang berbeda dengan bahasa yang digunakan
dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa-bahasa yang ada pada upacara adat
3
Tidak jauh berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam tradisi
pernikahan adat Tionghoa di Indonesia. Umumnya mereka menggunakan bahasa
suku mereka sendiri, tentunya bahasa yang mereka tuturkan dalam upacara adat
mereka tidak sembarangan, di dalamnya terdapat nilai sakral yang tidak boleh
dipandang sebelah mata.
Budaya Tionghoa telah lama berdiam di Indonesia, leluhur orang
Tionghoa bermigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui
kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia,
bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan
dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di nusantara telah
berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Bahasa
Indonesia banyak memuat kata-kata serapan dari bahasa Tionghoa. Contoh bahasa
Indonesia yang diserap dari bahasa Tionghoa sering kita gunakan namun tidak
kita sadari, yakni Teh, Tahu, Kecap, Bakmi, Bakso, Sate, Soto, Sampan, Mihun,
Misoa, Kuli, Bakwan. Bahkan salah satu nama kota di Indonesia berasal dari
bahasa Tionghoa, yaitu Tangerang.
Menurut Profesor Kong Yuaanzhi terdapat 1046 kata pinjaman bahasa
Tionghoa yang memperkaya bahasa Melayu atau Indonesia dan 233 kata
pinjaman Bahasa Indonesia kedalam Bahasa Tiong Hoa. Misalnya jenis alas kaki
dari kayu Bakiak, kodok, asal dari nama Kauw Tok, Kap Toa menjadi Ketua.
Masyarakat Tionghoa memiliki adat istiadat secara turun temurun. Seiring
dengan perkembangan zaman, kedudukan budaya dalam pola masyarakat
4
tidak berpengaruh dalam eksistensi nilai-nilai budaya di dalamnya. Nilai-nilai
kebudayaan yang dimaksud tentu memiliki makna yang menuju pada tatanan
masyarakat. Budaya Tionghoa dilihat dari adat pernikahan memiliki makna yang
bernilai, dilihat dari tata cara pelaksanaannya yang tidak terlepas dari segi nilai
budaya yang tersirat maupun makna yang terdapat dalam tuturan yang digunakan.
Tionghoa, atau Huaren atau Orang Tionghoa adalah sebutan di Indonesia
untuk orang-orang dari suku atau bangsa Tiongkok. Di Indonesia, warga negara
keturunan Tionghoa, dapat ditemui hampir di semua kota di Indonesia, maka tidak
heran kebudayaan Tionghoa banyak dikenal luas. Pada era modern ini, sebagian
besar dari masyarakat Tionghoa masih melestarikan beberapa tradisi dan budaya
mereka. Tradisi dan budaya tersebut diwariskan turun temurun oleh leluhur
mereka.
Bagi suku Tionghoa yang memiliki adat dan budaya, pernikahan
merupakan satu hal yang sangat penting bagi kehidupannya, sekaligus terdapat
nilai sakral di dalamnya. Sebagai salah satu produk budaya, simbol benda-benda
yang digunakan dalam adat perkawinan merupakan bentuk pengungkapan yang
pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu.
Seserahan dalam budaya upacara adat pernikahan etnis Tionghoa dikenal
dengan istilah Sangjit. Merupakan tradisi hantaran/ seserahan dalam upacara adat
pernikahan Tionghoa yang berisi aneka buah dan jumlahnya harus genap. Tentu
5
dalamnya terdapat simbol yang sarat akan makna dan memiliki nilai budaya yang
sangat berharga untuk dipahami.
Berbicara mengenai simbol maka erat kaitannya dengan makna karena
tindakan-tindakan simbolik bermaksud untuk menyederhanakan suatu yang punya
makna yaitu apa yang oleh simbol tersebut harus dicari melalui intrepertasi
terhadapnya. Dengan demikian kebudayaan manusia sarat dengan simbol-simbol
baik itu dalam tingkat perbuatan atau gagasan-gagasan, manusia memakai
ungkapan simbol ungkapan yang simbolis ini merupakan ciri manusia yang jelas
membedakannya dengan makhluk hidup lain. Selain itu, dalam upacara adat
pernikahan masyarakat Tionghoa memiliki tuturan yang bermakna yang berbeda
dengan tuturan yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Tuturan yang
terucap disertai dengan penggunaan simbol-simbol pada Sangjit ini tentunya
memiliki pesan dan harapan yang tersirat untuk pernikahan kedua calon
mempelai.
Berkaitan dengan simbol pada Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat
etnis Tionghoa yang kaya akan makna dan pesan yang terkandung, maka yang
akan menjadi perhatian peneliti di sini adalah segi semiotikanya, dimana
semiotika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda di dalam
fenomena kebudayaan mempunyai cakupan yang sangat luas, dimana selama
unsur-unsur kebudayaan terdapat makna tertentu, maka ia adalah sebuah tanda
dan dapat menjadi kajian semiotik. Dalam suatu kajiian semiotik, tanda-tanda
6
Terkait dengan tanda tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti simbol pada
Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat etnis Tionghoa dalam studi semiotika
dan nilai budaya yang terdapat di dalam tradisi Sangjit. Untuk mengetahui makna
dari tanda yang terdapat pada Sangjit upacara adat pernikahan etnis Tionghoa
tersebut. Dan berharap penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang
tradisi pernikahan masyarakat Tionghoa, makna dari setiap simbol maupun
tuturan dan nilai budaya yang terdapat dalam Sangjit upacara adat pernikahan
masyarakat etnis Tionghoa.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian berjudul: “Analisis Makna Simbolik dan Nilai Budaya Pada
Sangjit Upacara Adat Pernikahan Masyarakat Etnis Tionghoa (Kajian Semiotik)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Adanya makna yang terdapat dalam tuturan pada Sangjit upacara adat
pernikahan masyarakat etnis Tionghoa.
2. Adanya interpretasi makna yang berbeda-beda dari setiap perlengkapan
yang disimbolkan dalam Sangjit upacara adat pernikahan etnis Tionghoa.
3. Adanya interpretasi nilai budaya yang berbeda-beda di dalam Sangjit
upacara adat pernikahan masyarakat Tionghoa pada setiap perlengkapan
7
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup yang dapat dikaji dalam penelitian ini,
maka perlu dilakukan pembatasan masalah penelitian. Masalah yang diteliti
dalam penelitian yang berjudul “Analisis Makna Simbolik dan Nilai Budaya Pada
“Sangjit” Upacara Adat Pernikahan Etnis Tionghoa” adalah: Makna dari
Perlengkapan Sangjit yang disimbolkan, Proses tuturan di dalam Sangjit yang
Menghasilkan Makna dan Nilai Budaya dalam Sangjit.
D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas, masalah yang harus dijawab dalam
penelitian ini dapat dirumuskan menjadi:
1. Makna apakah yang terdapat dalam tuturan pada Sangjit upacara adat
pernikahan etnis Tionghoa?
2. Makna apakah yang disimbolkan dalam perlengkapan Sangjit upacara adat
pernikahan masyarakat etnis Tionghoa?
3. Bagaimana nilai budaya yang tersirat dalam Sangjit upacara adat
pernikahan etnis Tionghoa?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Mendeskripsikan makna dan pesan yang terdapat dalam proses tuturan
8
2. Untuk mengetahui makna dari perlengkapan yang disimbolkan dalam
Sangjit upacara adat pernikahan etnis Tionghoa.
3. Untuk mengetahui bagaimana nilai budaya dari perlengkapan yang
disimbolkan dalam Sangjit upacara adat pernikahan masyarakat Tionghoa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi
yang dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri, dan harus tetap
kita lestarikan.
b. Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi peneliti lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Menjaga eksistensi sekaligus sebagai pelestarian budaya masyarakat
etnis Tionghoa.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat agar menjaga dan
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah menganalisis makna simbolik dan nilai budaya pada Sangjit
upacara adat pernikahan masyarakat etnis Tionghoa, bahwa masyarakat tersebut
memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri dan kebiasaan yang telah
diwariskan secara turun temurun.
Tradisi yang dijalankan memiliki makna tersendiri dan dijalankan dengan
khidmat. Menyimak tradisi yang telah dilakukan oleh masyarakat Tionghoa, disini
penulis menemukan beberapa kesimpulan:
1. Sangjit merupakan salah satu tradisi dari budaya masyarakat Tionghoa yang
masih digunakan oleh masyarakat Tionghoa, meskipun tidak sekompleks
dahulu. Sangjit adalah salah satu prosesi pernikahan dalam budaya Tionghoa.
Sangjit yang berarti proses seserahan yaitu proses kelanjutan lamaran dari
mempelai pria. Dalam tuturan Sangjit terdapat makna seperti makna sosial,
makna penghormatan terhadap leluhur, dan makna kekerabatan yang sangat
erat kaitannya dengan hubungan sosial masyarakat Tionghoa itu sendiri.
2. Perlengkapan yang disimbolkan di dalam Sangjit memiliki makna simbolik
yang berbeda-beda, dari seluruh perlengkapan tersebut dijadikan sebagai doa
dan harapan akan terjadinya hal-hal seperti yang disimbolkan ke dalam
kehidupan rumah tangga pasangan pengantin kelak.
3. Pada setiap perlengkapan yang disimbolkan di dalam Sangjit memiliki nilai
67
Gie/Yi (kebenaran), Lee/Li (kesusilaan), Sin/Xin (kejujuran) dan Ti
(kebijaksanaan).
B. Saran
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
2. Disarankan agar peneliti selanjutnya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini
dengan kajian yang lebih mendalam agar hasil saat ini dapat lebih
berkembang.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin. H dan Beni Ahmad Saebani. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Aminuddin. 1998. Semantik. Bandung: Sinar Baru.
Barthes, Roland. 2012. Elemen-Elemen Semiologi. Jakarta: IRCiSoD
Benny, H. Hoed. 2007. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Bandung:PT. Rineka Adi Tama
Dilistone, William. 2001. Daya Kekuatan Simbol. Yogyakarta. Kanisius.
Koentjaraningrat, 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit Djambatan.
Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori Komunikasi Theories of Human Communication edisi 9. Jakarta. Salemba Humanika.
Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakaryam.
Rahardi. M. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
Suliyati, Titiek. 2014. Adat Perkawinan Masyarakat Tionghoa di Pecinan Semarang. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Sarwano, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta. Jalasutra.
RIWAYAT HIDUP
Fransiska Wulandari Gultom, lahir di Pematang Siantar 30 Juli 1994. Putri
sulung dari dua bersaudara ini merupakan anak dari pasangan Ibu Tiwa Sibuea dan Bapak Marlon Gultom. Beliau mengakhiri pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 122348 Kota Pematang Siantar. Setelah itu ia melanjutkan jenjang pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama tepatnya di SMP Swasta Erlangga Pematang Siantar. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Pematang Siantar. Kini telah menyelesaikan studi S-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Medan (Unimed) dengan judul skripsi “Analisis
Makna Simbolik dan Nilai Budaya Pada Sangjit Upacara Adat Pernikahan Etnis