• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Simbolik dalam Pemberian Ulos pada Upacara Perkawinan Adat Batak Toba: Kajian Antropolinguistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Simbolik dalam Pemberian Ulos pada Upacara Perkawinan Adat Batak Toba: Kajian Antropolinguistik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

2.1.1 Makna

Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981:108). Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa dapat saling mengerti.

Menurut Hornby (dalam Sudaryat, 2009 : 13), secara linguistik makna dipahami sebagai apa-apa yang diartikan atau yang dimaksud oleh kita. Makna berhubungan dengan nama atau bentuk bahasa (Ullman dalam Sudaryat, 2009 : 13).

2.1.2 Simbol

Pada dasarnya, kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi. Simbol sebenarnya merupakan salah satu bentuk model dari teori bahasa bagi kajian penelitian sosial budaya ( Kleden-Probonegoro, dalam Sobur, 2004 : 45). Simbol pada umumnya mempunyai makna yang bersifat ganda. Simbol dalam arti ganda ini diperoleh dengan menganalogikan arti pertama dengan arti kedua.

▸ Baca selengkapnya: parjambaran adat batak toba

(2)

Hubungan antara simbol dengan sesuatu yang ditandakan dengan adanya sifat yang konvensional. Berdasarkan konvensi itu juga masyarakat pemakaiannya menafsirkan ciri dan hubungan antar simbol dengan objek yang diacu dan maknanya. Berger (2000:23) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari simbol adalah bahwa simbol tidak pernah benar-benar menghasilkan makna baru dalam setiap konteks yang berbeda. Hal ini bukannya tidak beralasan karena ada ketidaksempurnaan ikatan alamiah antara penanda dan petanda seperti simbol keadilan yang berupa sebuah timbangan tidak dapat digantikan oleh identitas lainnya seperti kendaraan atau kereta.

2.1.3 Ulos

Ulos adalah tenun khas suku Batak. Tak hanya sebatas hasil kerajinan seni budaya, ulos juga memiliki makna. Sebagian besar masyarakat Batak menganggap ulos merupakan simbol ikatan kasih sayang, simbol kedudukan, dan simbol komunikasi. Ulos juga memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan masyarakat Batak Toba.

Mangulosi adalah salah satu hal yang penting dalam adat Batak Toba. Mangulosi artinya memberi ulos. Mangulosi bukan sekedar pemberian hadiah biasa, namun mangulosi dapat melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam pemberian ulos juga memiliki aturan, orang yang mangulosi haruslah orang yang sudah dituakan, yang berarti orang tersebut memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding si penerima ulos tersebut

(3)

2.1.4 Upacara Adat Perkawinan

Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nalom (1982 : 50) mendefinisikan pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin pria merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin wanita, begitu pula sebaliknya.

Upacara perkawinan adalah upacara adat yang penting bagi masyarakat Batak Toba, karena hanya orang yang sudah kawin yang berhak mengadakan upacara adat apapun yang ada dalam suku Batak Toba.

(4)

2.1.5 Masyarakat Batak Toba

Biasanya masyarakat Batak Toba tinggal di Provinsi Sumatera Utara yaitu daerah Toba yang dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir.

Suku Batak Toba adalah salah satu dari banyak suku di Indonesia. Bentuk kekerabatan dalam suku Batak Toba ada dua, yakni kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan kekerabatan berdasarkan sosiologis. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan dapat dilihat dari marga yang dimulai oleh si Raja Batak, semua orang Batak pasti memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis ialah terjadi karena perjanjian (padan antara marga tertentu) atau pernikahan, misalnya marga Nainggolan dan Siregar adalah marpadan berarti antara keturunan dari Nainggolan dan keturunan Siregar tidak boleh menikahi satu sama lain. Lebih jelasnya, padan adalah ikrar janji yang telah diikat oleh leluhur orang Batak terdahulu (nenek moyang) yang mengharamkan pernikahan di antara kedua belah pihak dengan maksud menjaga hubungan baik di antara keduanya.

Masyarakat Batak Toba sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya, dimana masyarakat tersebut saling menghormati yang diikat oleh Dalihan Na Tolu yang merupakan tiga tiang tunggu. Yang termasuk Dalihan Na Tolu antara lain : hula-hula, dongan tubu, dan boru.

(5)

2.2Landasan Teori 2.2.1 Antropolinguistik

Sibarani (2004:50) mengatakan bahwa antropolinguistik secara garis besar membicarakan dua tugas utama yakni (1) mempelajari kebudayaan dari sudut bahasa dan (2) mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan. Antropolinguistik juga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh penuturnya, serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya secara menyeluruh.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat, saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan, dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa (Sibarani, 2004:51). Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari kebudayaan dari sumber-sumber bahasa, dan juga sebaliknya mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan budaya.

(6)

2.2.2 Makna

Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger dalam Aminuddin, 1981 : 108). Dengan mempelajari suatu makna pada dasarnya juga mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dapat saling mengerti.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu:

1. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar,

2. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta

3. Perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.

Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan peneliti untuk menganalis simbol-simbol yang terdapat dalam pemberian ulos pada upacara perkawinan adat Batak Toba. Pemberian ulos dalam upacara perkawinan adat Batak Toba merupakan sebuah simbolik dan memiliki makna pada tiap tuturan yang disampaikan.

2.2.3 Nilai-Nilai Budaya

(7)

Nilai budaya merupakan lapisan abstrak dan luas ruang lingkupnya, tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.

Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi dan mempegaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan orang dengan orang lain, dengan hal-hal yang diingkan atau tidak diinginkan yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

Nilai-nilai budaya bersifat umum, luas, dan tidak konkret. Oleh sebab itu, nilai budaya tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu singkat.

Sibarani (2004 : 178) membagi nilai-nilai budaya menjadi dua bagian, yaitu (1) kedamaian, ialah kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur; dan (2) kesejahteraan, ialah kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong-royong, pengelolaan gender, pelestarian, kreativitas budaya, dan peduli lingkungan.

2.2.4 Sistem dan Orientasi Nilai Budaya

Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani system yang memiliki arti himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.

(8)

masyarakat yang dianggap bernilai dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan masyarakat itu sendiri.

Dalam masyarakat ada sejumlah niali budaya yang satu dan lainnya saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem. Secara fungsional, sistem nilai ini mendorang individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl dalam Pelly, 1994).

Orientasi nilai budaya dalam penelitian ini akan diikuti orientasi yang berhubungan dengan masalah dasar dalam kehidupan manusia.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut :

Penelitian tentang upacara perkawinan adat Batak Toba pernah dilakukan oleh Nurcahaya (2010). Beliau membahas tentang Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba dalam skripsinya. Metode yang digunakan adalah metode simak libat cakap yang dilanjutkan dengan teknik rekam. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tuturan yang dominan dengan menggunakan teori pragmatik.

(9)

simak cakap dengan teknik yang digunakan berupa teknik pancing, teknik semuka, dan teknik catat. Sebagai bahan kajian semiotika dengan menggunakan teori Ferdinand de Saussure.

Debora (2014) dalam skripsinya yang berjudul Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Pemberian Ulos) pada Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir membahas mengenai makna simbolik pemberian ulos tersebut dan membahas tentang tahapan pemberian ulos. Metode penelitian yang dilakukan ialah metode kualitatif dan deskriptif dan dengan teknik pengumpulan data studi pustaka dan observasi.

Indrayadi (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konsep Laki-Laki dalam Leksikon Tuturan Palang Pintu Betawi di Kampung Setu Babakan DKI Jakarta : Kajian Antropolinguistik membahas tuturan yang terdapat dalam perkawinan adat Betawi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai makna simbolik (tanda) pada “Parjambaron” Upacara Adat Kematian “Saur Matua” Batak Toba diantaranya

anak muna nagabe hela nami dohot boru muna na gabe parumaen

Berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber fungsi sosial ulos dalam acara pernikahan adat istiadat batak toba yaitu adalah pada saat prosesi penyerahan ulos

Makna Simbolik Upacara Perkawinan Adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu.. Fakultas

Nurcahaya (2007) dalam skripsi yang berjudul “ Tuturan pada upacara adat pernikahan masyarakat Batak T oba” mengkaji jenis tuturan yang terdapat pada upacara adat

dalam pemberian ulos melalui umpasa (pantun) yang terucap pada

makna simbolik dan nilai-nilai dari umpasa bahasa Batak Toba yang sudah jarang.. dipakai dalam pesta

Marhata dalam upacara adat Batak Toba adalah membicarakan serta mewujudkan tujuan suatu upacara adat perkawinan Batak Toba dengan menggunakan bahasa tutur