Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
Sekitar 500 orang desa yang tampil dalam Buku “Desa Bercerita: Semangat Tanpa Batas”, adalah orang-orang sederhana tapi hebat.
Mereka bukanlah orang-orang yang bodoh, malas dan tidak berdaya seperti sering digambarkan. Mereka adalah warga desa yang aktif dan berdaya.
Mereka melakukan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan perbaikan hidup di desa, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi warga desa lainnya.
Alih-alih sekadar sebagai obyek, mereka adalah partner potensial bagi siapa saja, termasuk pemerintah daerah, dalam upaya pembangunan desa.
Mereka di rangkul oleh Program ACCESS, kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia, antara 2002-2013, yang bertujuan mempromosikan pemberdayaan masyarakat desa di Indonesia Timur.
Bagaimana ACCESS menemukan mereka dan membantu mereka mengembangkan potensi dirinya?
Buku kecil ini berisi resep di balik program itu, resep yang bisa diterapkan di pedesaan lain Indonesia.
Selamat membaca!
Membangun warga
ACCESS (Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme) Tahap II, adalah sebuah program penguatan masyarakat sipil yang bekerja dengan organisasi
4
Provinsi
Prosentase
perempuan
penerima manfaat
langsung
61
Wilayah Kerja
ACCESS mendukung atau memberi hibah
Kegiatan OMS yang didukung ACCESS memberi
manfaat pada
Kabupaten
Kelompok Warga
Penerima
manfaat
langsung
Perempuan yang menerima
manfaat langsung
Orang
Desa
Unit Hibah
Mitra nasional
Mitra
20
1.118
289
14
125
3.459
3.686.149
16.344
Telah banyak program pemberdayaan pedesaan yang
diselenggarakan pemerintah:
PNPM Mandiri
Pembentukan koperasi-koperasi petani dan nelayan (kelanjutan dari program KUD pada masa Orde Baru)
Perluasan layanan kredit mikro/BPR
Perluasan partisipasi lewat Musrenbang
Pemberian dana subsidi langsung seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Tapi, sejumlah program tadi tidak nampak mampu memberi solusi kepada sejumlah soal di atas, khususnya dalam memperkecil tingkat kemiskinan di pedesaan.
Belakangan, pemerintah juga mengesahkan Undang-Undang tentang Desa yang menjadi tonggak monumental untuk memperkuat pembangunan desa.
Pemberdayaan masyarakat desa
bukan hal baru, tapi ACCESS
menawarkan pendekatan berbeda
Tapi, sejumlah program itu kurang
berdaya guna dalam memecahkan
masalah desa, khususnya kemiskinan
Tingkat kemiskinan di desa kian parah. Desa-desa para petani dan
Pedesaan, di daratan maupun laut/kepulauan, dipandang sekadar sebagai wilayah jarahan ekonomi, baik untuk proyek ekonomi besar seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tambang.
Warga desa tetap dipandang bodoh dan pasif, akibat kemiskinannya.
Pandangan itu berujung pada kerusakaan lingkungan yang kian parah, dengan sedikit sekali manfaatnya kepada warga sekitar.
Pemiskinan warga desa makin luas, dan menciptakan konlik
sosial baik secara horizontal (antara warga) maupun vertikal (warga versus aparat desa).
Kemiskinan dan konlik mempersempit peluang untuk
mengelola sumberdaya desa lebih baik, demi kesejahteraan warga desa sendiri maupun untuk mendukung program nasional seperti pembangunan pertanian, kehutanan, dan perikanan yang penting bagi ketahanan nasional.
Mengapa banyak program
pemberdayaan desa gagal?
Top-down,cenderung dipaksakan dari atas. AKIBATNYA
Kurangnya, bahkan tidak adanya, partisipasi dari warga.
Kurangnya rasa memiliki warga terhadap program.
Bukannya mendukung, warga akan cenderung memprotes atau bersikap apatis.
Kesenjangan persepsi yang makin lebar antara warga dengan aparat desa.
Formalisme dan birokratisasi. Bahkan Musrenbang, yang diharapkan meningkatkan partisipasi, kurang
signiikan manfaatnya karena terjadi
birokratisasi dan dipandang sekadar formalitas.
AKIBATNYA
Proses birokratisasi dan formalisme yang membuatnya berjarak dari anggota masyarakat; khususnya kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
Ketika dianggap sebagai formalitas, partisipasi menjadi hanya formalitas, dan tidak bersifat substantif.
Problemnya sama: kurangnya partisipasi, dan akhirnya kurangnya rasa memiliki.
Uang, uang dan uang. Banyak program menekankan pada pendanaan dan pada hasil yang kasat mata, namun melupakan proses, kreativitas serta imajinasi untuk berpikir di luar uang.
AKIBATNYA
Uang, dalam banyak hal justru
seringkali memicu konlik antar
warga, menciptakan kesenjangan di desa sendiri dan memicu proses individualisasi (orang miskin sering justru bersaing ketimbang bekerja sama dengan orang miskin lain).
Uang (yang umumnya datang dari luar, atau dari pemerintah pusat) juga menciptakan ketergantungan. Cenderung mematikan kreativitas dan imajinasi untuk menggali sumberdaya lokal.
Sebagian besar program pedesaan selama ini:
Apakah Undang-Undang desa akan menjadi solusi?
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) yang disahkan 2013 diharapkan akan memperkuat pembangunan pedesaan. Namun, banyak program lain dalam kerangka UU Desa, kurang berhasil jika mengadopsi pendekatan yang sama: top-down, hanya uang, dan birokratisasi serta formalisme.
Apa yang membedakan program
ACCESS dengan program sejenis?
ACCESS percaya pada prinsip-prinsip:
Bottom-up. Dari bawah, menghargai keragaman/kelokalan, dimulai dari apa yang ada.
Warga negara aktif. Warga desa, secara individu maupun bersama-sama, adalah warga negara yang punya hak ikut merumuskan dan mengawal kebijakan pemerintah di tingkat terkecil.
Uang bukan segalanya. Penguasaan pengetahuan serta motivasi untuk berusaha, kreativitas dan imajinasi, merupakan modal terpenting untuk kemajuan.
Interaksi dan kerjasama (kolaborasi). Menciptakan ruang atau kegiatan untuk kerjasama dan interaksi antara warga, organisasi dan tokoh di desa.
ACCESS mengutamakan
dialog bukan konlik
Program ACCESS dilandasi keyakinan:
Pembangunan manusia adalah modal utama bagi pembangunan, pemberdayaan dan pemerintahan yang berkelanjutan.
Manusia dapat berubah dan manusia adalah pusat perubahan.
Warga desa bukan sekadar obyek, dan tidak dipandang bodoh, malas serta tak berdaya. Mereka juga bisa menjadi pusat dan mesin pendorong perubahan.
Adanya warga yang aktif dan berdaya, baik sebagai pelaku langsung maupun sebagai pengawas terhadap proses serta hasil, merupakan kunci utama keberhasilan pembangunan.
Landasan ilosoi
ACCESS
Tujuan utama dari program ACCESS adalah pelibatan dan pemberdayaan
masyarakat (community engagement) yang dilandasi prinsip:
Tujuan program ACCESS:
pelibatan warga
Kesetaraan
Keadilan
Pemberdayaan
Partisipasi
Kemandirian (menentukan nasib sendiri)
1
2
3
Resep ACCESS mudah
dilakukan oleh warga yang
paling miskin sekalipun
Mengajak individu-individu paling lemah menyadari bersama kebutuhan akan perubahan. Membantu mereka melihat akar
masalah di daerah mereka; memilih masalah-masalah spesiik yang
bisa dipecahkan dengan sumberdaya dan kemampuan yang paling sederhana pun.
Menyatukan dan menyadarkan pentingnya mereka terlibat dalam mencapai solusi, lebih jauh membangun komunitas.
Pendekatan Asset-based atau Strength-based
Sederhana dan speisik sehingga warga masyarakat yang paling rendah
Bagaimana ACCESS melakukannya?
ACCESS menyelenggarakan proses pemberdayaan di tiga tingkat:
individu, organisasi/kelompok, dan masyarakat.
1.
Penguatan individu
2.
Bangun hubungan antar individu
3.
Kolaborasi komunitas
Menemukan individu-individu hebat di tingkat desa, bahkan di kalangan marginal tingkat desa (perempuan, miskin), yang aktif dan mengembangkan potensi diri dengan sedikit sentuhan.
2. Interaksi antar-individu
Cara belajar warga yang paling efektifadalah jika ada wahana tempat mereka bisa terlibat aktif dalam proses-proses kegiatan pembangunan.
ACCESS menciptakan dan menyediakan kelompok-kelompok yang akan menjadi panggung atau arena bagi para individu untuk berinteraksi dan bekerja bersama.
Menyatukan orang-orang untuk melakukan kegiatan bersama
posyandu
kelompok tani
arisan pertanian
pemetaan sosial
pemetaan sumberdaya desa
Adanya aksi sosial bersama-sama
Menjamin partisipasi secara aktif
1
Posyandu: Panggung Interaksi Positif
3. Komunitas
ACCESS merangsang interaksi lebih luas, mempertemukan kelompok itu dengan anggota komunitas lain (pengusaha, wirausahawan, dokter puskesmas) untuk pemberdayaan masyarakat yang lebih luas.
Pertukaran sosial
Dialog saling-memahami dan menghargai
Belajar bersama: pertukaran informasi dan pengetahuan
ACCESS membantu kelompok-kelompok:
Membangun kerjasama (koalisi)
Menemukan kepedulian/kepentingan bersama (common-ground)
Bertukar informasi dan pengetahuan
Memaksimalkan pengaruh individu dan organisasi dalam perubahan
Menyatukan sumberdaya (ekonomi, manusia, pengetahuan) bersama
Memobilisasi kelompok-kelompok untuk melakukan dialog dan negosiasi terus-menerus di antara mereka dan antara mereka dengan aparat pemerintah (bupati, kepala desa) untuk merumuskan kebijakan publik daerah yang lebih baik.
Semangat Demokrasi Desa
Manfaat utama program ACCESS
Dari konlik ke dialog
Munculnya semangat kerjasama, dan solidaritas sosial, bukan individualisme
Munculnya semangat saling-memahami dan menghargai antar aktor pembangunan: warga, organisasi, pemerintah.
Menguatnya partisipasi yang meningkatkan rasa memiliki warga terhadap program pembangunan
Menguatnya semangat berkoalisi menyatukan sumberdaya antar individu, antar kelompok dan antara warga dan pemerintah untuk membangun desa
Meningkatkan kualitas layanan dan kebijakan publik yang lebih aspiratif, menyertakan semua kelompok, serta berdaya guna karena adanya sinergi, bukannya
terkendala oleh konlik yang memecah-belah
NUSA TENggARA
BARAT
TIM PROvINSI Yuni Riawati S. Samada vOLUNTIR
Jelita Sukrama Prima Dewi Masnim
Usman Afandy Munahar
Nursida Syam Islam Sarjono
Efendi
Marwan Suhadi Adi Satriawan Ridwan
TRANSPORTASI Bahrain
Sandi Candra Wijaya Jimi
Abdul Majid Wiro Firmansyah Taufan Nurdin
TIM UTAMA
PENULIS
Dani Wahyu Munggoro Budhita Kismadi EDITOR Farid gaban victoria Ngantung FOTOgRAFER Yusuf Ahmad
Sahrul Manda Tikupadang ILUSTRATOR
Deni ganjar Nugraha DESAIN gRAFIS galih gerryaldy
Zulkii Faiz
EDITINg FOTO gita Rusdinar MANAJEMEN Dian Purbasari gagas Egalitarian Novasyurahati
TIM DESA BERCERITA
NUSA TENggARA
TIMUR
TIM PROvINSI Silvia Fanggidae Margareth Heo vOLUNTIR Anselmus Kase Bony Moke Stenly Fanggidae Primus Ngeta Eko Tako Yulianus F. Bili Maryanti K. Dingu Fidelis Bora Stef Segu David Pawar S. Nona Rambu Podu Danielson Riupassa Umbu Kaledi Demu TRANSPORTASI Emon
S. Kaleka Noldy
Ferdinand Imanuel Mozes
Bertho Andre Niko Jack
Daud Kilimandang
SULAWESI
TENggARA
TIM PROvINSI JafarHamsinah La Djurah vOLUNTIR Iliyas La Ujang Saharuddin
Raiaddin
Ivon Swastaty Hilda Daeng Matanga Kamarudin TIM PROvINSI
Muhammad Ashry Sallatu Ismail Ibrahim
vOLUNTIR Iknul Fikli Nur Jasdan Amiluddin Wahni Murliyati Herman
Darmawan Denassa Raodah
Suryani Hajar gaptur Hasrawati
TIM ACCESS TAHAP II
Paul Boon Amanda Morgan greg Rooney Nina Shatifan Nehik Sri Hidayati Farid Hadi Rahman
Toha Ariin
I Ketut Alit Sukadana I Nyoman Widiarsa Ida Ayu Ketut Kariani Ida Ayu Diah Ambarawati Widya Pudji Setyanto Ni Ketut Ayu Ambarini I Komang Budinata Elisabeth Manurung Putu Ayu Ratna Mayuni gusti Ekahartana Antonius Eko Saputra I Made Sutrisna Ni gusti Ayu Warniti Arief Mahmudi Dedy Mawardi Nanik Munthohiyah Idul Fitriatun Martina Susanti Fujiani Astuti Suhadi
Sri Lestari Utami
Nur Kamila Saleh Umar
Sylvester Fallo Maria Yulita Sarina Maria Adelia Miret Oktavianus Daniel Bai Adoe Ferdinand Rondong Farid Tri Widodo Martha Hebi Friska Arita Nilawati Paskalis Nai
Yoseina Linda Pertamawati
Dionisius Cawa Pio Merro Johnly E.P. Poerba Nurhasniati Rasyid Rasiki Sulistiyani Ani Yulika La Ode Arsan Sartono