• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjadi Guru Yang Humanis dan Berbhineka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menjadi Guru Yang Humanis dan Berbhineka"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MENJADI GURU YANG HUMANIS DAN BERBHINEKA

Oleh Rama Wibi, S.ST

Guru adalah agent of change dan peserta didik harus diberi pengertian tentang Bhineka Tunggal Ika di dalam NKRI ini, diharapkan dengan wawasan humanisme dan kebhinnekaan para peserta didik tidak akan masuk kedalam radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama. Indonesia adalah Negara yang terdiri dari banyak suku, agama, dan bahasa, tetapi karena pengaruh-pengaruh dari luar, paham kebhinnekaan ini mulai luntur. Untuk itulah, para guru perlu menanamkan kembali nilai-nilai multikultural dan kebersamaan kepada para peserta didiknya dan dengan cara yang Humanisme lah guru bisa membentuk mereka semua. Dengan pendidikan humanis, para peserta didik menjadi tahu latar belakang budaya Indonesia secara menyeluruh bukan setengah-setengah.

Dilihat dari bahasanya, humanisme berasal dari kata Latin yaitu humanus yang berarti sifat manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia (A.Mangunhardjana dalam Haryanto Al-Fandi, 2011:71). Selain humanus, terdapat pula istilah umanista, yakni jargon pada zaman

Renaissance yang sejajar dengan artista (seniman) atau iurista (ahli hukum). Umanista

adalah seseorang yang mempelajari kebudayaan, seperti gramatika, retorika, sejarah, seni puisi, atau filsafat dan moral.

Secara terminologi, humanisme berarti martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya (fisik nonfisik) secara penuh. (Hasan Hanafi dalam Haryanto Al-Fandi, 2011:71).

Abdurrahman Mas’ud (2004:135) mengemukakan bahwa humanisme dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu untuk mengukur dan mencapai ranah ketuhanan dan menyelesaikan permasalahan-permasalah sosial. Humanisme sebagai suatu aliran dalam filsafat, memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini disebut pandangan humanistis atau humanisme.

(2)

manusia adalah hasil dari proses transformasi pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan secara humanis.

Oleh karena itu perlu satu upaya strategis yaitu dengan membangun paradigma pendidikan yang berwawasan kemanusiaan. Dengan pendidikan yang bermodelkan seperti ini maka diharapkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepribadian yang santun serta berakhlak mulia dapat terwujud dengan baik.

Peserta didik tidak hanya membutuhkan perlakuan yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya, namun juga mempunyai hak untuk dihormati, dilindungi, dimajukan dan dipenuhi hak-haknya. Di sisi yang lain, pemberitaan di media cetak maupun elektronik menunjukkan bahwa lingkungan yang kondusif bisa memenuhi dan melindungi kebutuhan dan hak anak tersebut, namun ternyata kenyataannya saat ini belum bersih dari perlakuan yang mengabaikan atau melanggar kebutuhan dan hak anak. Beberapa kasus kekerasan terhadap peserta didik oleh guru, kasus terpasungnya kebebasan anak, dan pemberian hukuman fisik dengan alasan pendidikan (kadang dianggap sebagai satu-satunya jalan padahal masih ada cara yang lain) masih menghiasi pemberitaan akhir-akhir ini.

Kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah banyak terjadi di dunia pendidikan kita saat ini, dan semakin hari semakin parah saja. Masih jelas betul peristiwa terengutnya peserta didik di sebuah sekolah negeri di kota Jakarta dan kota-kota lainnya. Apa yang terjadi dengan mereka, apakah terjadi penurunan akhlak dan mental oleh para peserta didik? Untuk itulah para guru diharapkan dapat mendidik dengan penuh humanis dan berbhinneka di sekolah. Tanpa pendidikan yang humanis, jangan harap anak didik kita mau menuruti atau mengikuti apa yang kita sampaikan. Sebab mereka membutuhkan guru yang humanis yang mampu memahami keinginan mereka dengan benar. Guru bisa seperti sahabat bagi mereka bukan satpam untuk mereka.

Melihat keadaan tersebut maka diperlukan kemauan dan kemampuan guru dalam menggunakan pendekatan dan cara-cara yang humanis dalam proses pembelajaran. Guru yang humanis harus mampu mengajar dengan tiga cara pendekatan, yaitu pendekatan

dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis dilakukan dengan cara membangun

(3)

sebelum bertindak. Sedangkan pendekatan ekspresif dilakukan dengan proses belajar-mengajar atau pembelajaran yang sekreatif mungkin. Peserta didik diberikan kebebasan untuk memunculkan kreativitasnya walaupun pada saatu itu bukan pelajaran seni dan budaya, dari pendekatan inilah kita sebagai guru dapat melihat potensi unik dari peserta didik.

Apakah mudah, seperti membalikkan telapak tangan?? Tentunya tidak mudah menyatukan ketiga pendekatan tersebut, tetapi pasti bisa dilakukan. Dan karena bisa dilakukan, bukan menjadi barang langka lagi bila guru harus mampu menjadi pendidik yang humanis. Guru yang lebih mementingkan humor dari pada kegalakannya, senantiasa tersenyum di depan peserta didiknya. Guru yang mampu melakukan refleksi diri untuk dirinya sendiri.

Guru perlu mengubah perannya yang sekarang, yang berawal sebagai “penguasa” ruang kelas menjadi seorang fasilitator. Guru hendaknya lebih suportif daripada mengkritisi, lebih banyak memahami daripada hanya menilai. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi pembelajar, dan peserta didik sering menolong dan mengajar juga. Jadi tidak ada lagi istilah bahwa “Guru

lebih pintar dari siswa” atau “Siswa tidak boleh lebih pintar dari guru”.

Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan:

1. Pembelajaran yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi peserta didik; Kognitif, Afektif, dan juga Psikomotorik harus berjalan beriringan. Anak dihargai bukan hanya ia seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung potensi yang positif, entah anak tersebut berprestasi dalam bidang akademis ataupun tidak.

2. Komunikasi guru dan peserta didik; Tanpa ketulusan sebuah hubungan untuk saling percaya dan saling memahami akan sulit untuk dilaksanakan.

3. Proses pembelajaran antar kelompok; Pembelajaran antar kelompok memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan, perasaannya sendiri sekaligus belajar memahami orang yang berada disekelilingnya. 4. Pengembangan metode pembelajaran; Sebagai guru kita harus mampu

mengeksplorasi setiap kegiatan pembelajaran semenarik mungkin agar peserta didik dapat menyadari dirinya sendiri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas kelompok.

(4)

6. Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan peserta didik misalnya dengan penilaian teman sebaya, dan peserta didik tersebut bisa menjadi mentor untuk menilai kemajuan yang telah dicapai sendiri melalui evaluasi diri.

Sebaik apapun konsep pendidikan, yang paling penting adalah bagaimana mengimplementasikannya di lapangan yang berarti didalam ruangan kelas. Sikap dan tindakan guru sebagai pelaksana pendidikan adalah hal yang perlu diperhatikan secara serius. Guru harus dapat memerankan perilaku yang humanis, perilaku yang memanusiakan peserta didik dengan menghargai martabat dan memperlakukan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Perilaku yang humanis adalah tindakan yang dapat teramati, dilakukan guru di dalam kelas ketika berhadapan dengan peserta didiknya.

Beberapa aktivitas mengajar yang berkaitan dengan cara mengajar yang humanis adalah mengakui, menghargai dan menerima peserta didik apa adanya, tidak membodoh-bodohi peserta didik, terbuka untuk menerima pendapat dan kritikan peserta didik tanpa menilai atau mencela, terbuka untuk komunikasi dengan peserta didik, tidak hanya menghargai lewat potensi akademik tetapi juga non-akademis, memberi keamanan psikologis, memberi pengalaman sukses kepada mereka, tidak banyak memberikan aturan berikan mereka kebebasan, menceritakan pengalaman, menghargai usaha, imajinasi, fantasi dan inovasi.

Anak seperti kertas putih di mana kita sebagai orang yang lebih tua bisa menggoreskan apa pun juga di atasnya. Fitrah yang ada pada diri anak masih bersifat netral sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Miskawah dalam karyanya, ia menggambarkan bahwa jiwa anak pada masa-masa permulaan adalah putih dan belum membentuk apapun jua. Setelah pernyataannya itu, John Locke mengungkapkan bahwa akal seorang anak layaknya kertas putih yang siap tergores oleh beragam pengalaman dan proses pembelajaran. Kemudian proses pembelajaran pada masa kecil sangat jauh berbeda dengan proses saat telah dewasa. Ini juga ditegaskan oleh pepatah “Kucing yang besar tidak dapat diatur”. Hal ini juga selaras dengan senandung berikut : “Etika yang diajarkan pada masa kecil akan berguna dan bila diajarkan pada masa dewasa, ranting bisa diluruskan namun tidak dengan kayu.”

(5)

adalah mereka mampu menpunyai keseimbangan IQ dan EQ serta budi pekerti dan juga agama yang nantinya menjadi generasi yang berkarakter arif dan bijaksana.

Loyalitas guru juga perlu dilakoni karakter arif dan bijaksana jangan sampai kita hanya “ bisa menasihati baik tapi dia tidak bisa berbuat baik.” Istilah katanya sebagai seorang guru adalah suri tauladan dan selalu menjadi contoh bagi para peserta didiknya. Jadilah teman bagi peserta didik dan menjadi panutan bagi mereka.

Kita boleh membedakan peserta didik dalam beberapa kategori seperti tidak menyama-ratakan mereka dalam kemampuan pendidikan atau kreativitas. Hal itu tergantung pada kemampuannya dalam keahlian masing-masing sehingga kita sebagai guru harus mendukung dan memberi pujian agar mereka merasa diperhatikan. Ajaklah mereka bercanda agar mereka bisa berekspresi menghilangkan kejenuhan sehingga tidak merasakan kebosanan dalam menuntut ilmu didalam ruangan kelas. Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga guru memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuhkembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang.

Peran guru dalam gerakan humanisasi pendidikan sangatlah menentukan. Bukan sekadar tuntutan untuk membuat keadilan didalam kelas tetapi juga harus mampu menjadi subjek dari gerakan humanisasi itu sendiri. Menjadi guru yang sebenarnya, juga bukan sesuatu yang mudah, membutuhkan ‘pencerahan’ jiwa guru itu sendiri. Membangun manusia-manusia prestatif, membutuhkan pendidik yang prestatif. Jadi secara eksternal guru sudah menerobos dinding pembaharuan dengan berbagai tuntutan keadilannya, tetapi secara internal guru sudah harus mempersiapkan diri.

Tugas seorang guru di masa depan tidaklah mudah, karena guru dituntut bukan hanya sekedar mencerdaskan anak bangsa tetapi lebih dari itu, guru harus memahami, memiliki dan menerapkan seluruh kompetensi guru, terutama kompetensi kepribadian. Sebagai pendidik, guru diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang memiliki kepribadian yang lebih baik dimasa mendatang dengan cara membimbing peserta didik untuk selalu bersikap dan berperilaku jujur, tegas, bertanggung jawab, bertindak arif bijaksana dalam mengambil keputusan serta bersikap manusiawi.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan tersebut berpotensi besar untuk terkena penyebaran penyakit Kusta, sehingga pada Tahun 2017 Kecamatan tersebut berada di Kuadran HL, yaitu daerah yang

Cast ortopedi tradisional pada fraktur tulang memiliki berbagai keterbatasan seperti kurangnya sirkulasi udara dan ketidaktahanannya terhadap air. Perkembangan teknologi

Upaya kesehatan yang memanfaatkan latihan fisik atau olahraga untuk meningkatkat derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat di5.

Pada penelitian lainnya yag dilakukan oleh Aris Sugiharto (2008) menunjukan, orang yang tidak terbisa berolahraga dapat berisiko hipertensi sebesar 4,73 kali dibandingkan

1 Nama #eserta : TERRY SETYATI, SH.. proyek peruba/an iusulkan 10+ 201+ 150+ 201+ #enyusunan ta/apan proyek peruba/an 'onsultasi an )iskusi laporan Taking

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian terhadap formula tablet salut kombinasi antara hidroksipropil metilselulosa ftalat (HPMCP) dan polietilen glikol

Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga

.524 ** 14 Saya mencoba berbagai metode/cara belajar selama kuliah online .492 ** 15 Saya tidak menerima feedback (penilaian dan masukan) dari dosen .418 ** 16 Kuliah