• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang telah diperoleh dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang telah diperoleh dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di bumi. Hak asasi manusia ini berlaku tanpa ada perbedaan atas dasar keyakinan agam atau kepercayaan , suku, bangsa, ras , jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hak-hak asasi manusia itu mempunyai sifat yang suci, luhur dan universal.

Berbicara mengenai pelanggaran hak asasi manusia sangatlah luas cakupannya, karena jangkaunnya sangat luas, berkaitan dengan hak dan eksistensi manusia selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa setiap manusaia yang dilahirkan bebas dan sama dalam hal derajat dan hak, tiada perbedaan kulit, ras dan keturunan serta golongan maupun kodrat manusia.

Hak itu di dalam ekonomi, sosial budaya dan dari kacamata hukum maupun pemerintahan yang berkuasa. Selagi manusia itu “living in the truth” manusia itu berhak mempertahankan hidupnya.

Akan tetapi manusia itu juga harus menyadari karena adanya proses interaksi antar manusia, hidup di dalam “human totaliy” kesatuan manusia, yang dalam hal ini harus diperhatikan juga hak-hak orang lain termasuk pemerintahan, sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara masyarakat dan pemerintahan selaku pelindung atas hak-haknya masyarakatnya, sesuai dengan teori perjanjian

(2)

masyarakat dari John Locke yang mengatakan bahwa manusia itu lahir bebas dan mempunyai hak-hak yang kekal dan tidak dapat dicabut, yang tidak pernah ditinggalkan ketika umat manusia “dikontrak” untuk memasuki keadaan sosial dari keadaan primitif dan tidak pernah berkurang karena tuntutan ‘hak ilahi raja” atau pemerintah. Inilah suatu idealisme dari pelaksana hak-hak asasi manusia di setiap negara di atas permukaan bumi ini, tanpa ada pengecualiannya, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengacu kepada Deklarasi Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga belas koloni Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776 yang mengatakan bahwa :

“Kami beranggapan bahwa kebenaran ini sudah nyata dengan sendirinya, bahwa semua manusia diciptakan sederajat , bahwa mereka dikaruniai oleh Pencipta mereka dengan hak-hak asasi tertentu yang tidak dapat dicabut, bahwa diantara hak-hak ini adalah kehidupan , kebeasan serta mengajar kebahagiaan”.

Memandang perlu membuat pernyataan “The Universal Declaration of Human Rights”, yang terdiri dari Mukadimah dan 30 pasal operatif yang mencakup hak-hak sipil dan politik maupun ekonomi, sosial budaya yang didasari oleh pernyataan-pernyataan terdahulu, selain daripada Deklarasai Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga belas koloni Amerika Serikat yaitu:

1. Magna Charta (Piagam Agung 1215) berupa dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja John di Inggris kepada beberapa bawahannya, atas adanya tuntutan mereka dan naskah ini dapat membatasi kekuasaan raja John terhadap kaum bangsawan tersebut yang ada di lingkungannya.

(3)

2. Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) yaitu sebuah undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris setelah berhasil dalam tahun sebelumnya yang mengadakan perlawanan terhadap raja John dalam revolusi berdarah (lebih dikenal dengan deglorius revolution of 1688)

3. Declaration des droit de I home et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga negara tahun 1789). Ini sebuah naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari suatu rejim penguasa.

4. Bill of Right (Undang-Undang Hak), ini sebuah naskah yang disusun oleh rakyat Amerika tahun 1789, semua teksnya dengan Deklarasi Perancis yang menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791 di Amerika.1

Sebenarnya hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan 18 sangat dipengaruhi oleh gagasan alam (natural law) seperti yang dirumuskan Jhon Locke (1632-1714), Jean Jaques Rooseau (1712) yang terbatas pada hak yang bersifat politik seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih. Akan tetapi, pada abad ke-20 hak politik ini dianggap kurang sempurna dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya, dan hak yang sangat terkenal seperti dirumuskan oleh presiden Amerika Serikat Franklin D.Rosefel pada permulaan perang dunia ke-2 sewaktu berhadapan dengan Nazi

1

Maryam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Penerbit: PT.Gramedia, Jakarta, tahun 2000: h1m20.

(4)

Jerman dan hak-hak yang dikatakan oleh Rosefel itu antara lain ada 4 kebebasan yaitu:

1. Freedom of speak (kebebasan untuk berbicara) 2. Freedom of fear (kebebasan dari ketakutan) 3. Freedom of religion (kebebasan beragama)

4. Freedom of from want (kebebasan dari kemelaratan)2

Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang telah terjadi, dimana harkat dan martabat manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya muncul kemudian

The Universal Declaration of Human Rights yang diterima secara aklamasi oleh Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.

Walaupun demikian pernyataan di atas bukan tidak mendapat pertentangan dari sarjana-sarjana lain seperti Jeremy Bentham seorang filsuf yang beraliran positivas yang mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah anak hukum. Tidak ada hak asasi manusia tanpa hukum. Dari hukum yang imajiner seperti hukum alam (natural law) yang ada ialah hak-hak yang imajiner. Karena hak asasi manusia atas dasar hukum alam itu adalah kosong belaka.

Sejarah umat manusia telah mencatat bahwa setiap penindasan, pemerkosaan dan pelanggaran hukum atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh siapapun, ia akan menimbulkan akibat perlawanan dari berbagai pihak. Pengorbanan jiwa dan raga dari mereka yang tertindas membuat harkat dan

2

(5)

martabat manusia itu mnejadi kehilangan arti dan makna dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, setiap tindakan yang menindas dan memperkosa harkat dan martabat hak-hak asasi manusia perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius.

Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang telah dua kali terjadi, dimana harkat dan matabat hak-hak asasi manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia menempatkan penghormatan dan penghargaan akan hak-hak asasi manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya muncul kemudian The Universal Declaration of Human Rights

(Penyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang diterima secara aklamasi oleh Sidang Umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.

Dengan memperhatikan besarnya perhatian PBB dan dunia internasional terhadap hak-hak asasi manusia sedunia tersebut, maka sudah sepantasnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus menghormati dan memperlakukan setiap manusia sesuai dengan harkat dan martabat hak-hak asasinya.

Perkembangan progresif di bidang hak asasi manusia dewasa ini tidak terlepas dengan diterimanya suatu prinsip bahwa negara (pemerintah) mempunyai kewajiban untuk menjamin dan memberikan perlindungan HAM setiap warga negaranya dan pengawasan terhadap pelaksanaan HAM tersebut selain merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan juga merupakan tanggung jawab bersama masyarakat internasional.

(6)

Adanya instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia bukan berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia berkurang. Pelanggaran hak asasi manusia tetap ada bahkan korban berjatuhan. Misalnya di Yugoslavia dan Rwanda serta di wilayah Asia Tenggara yaitu Myanmar. Pada tahun 1988, di Myanmar terjadi demonstrasi berskala nasional yang dimulai sebagai bagian dari reaksi atas tekanan terhadap semua hak-hak sipil dan politik oleh pemerintah Myanmar dan atas kegagalan ekonomi sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah yaitu Burmese Way to Socialism.3

Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada pasal 9 disebutkan bahwa: “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang”. Terlihat jelas bahwa pasal tersebut melarang setiap penahanan yang secara sewenang-wenang. Suatu penahan dapat dikatakan sewenang-wenang ketika tindakan penahanan tersebut melanggar prosedur hukum domestik dan tidak sesuai dengan standar-standar internasional yang relevan

Pada saat itu banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang menuntut hak-hak atas kebebasan dan demokrasi tapi tentara menggunakan cara kekerasan untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Ratusan warga sipil ditangkap dan banyak yang menderita cedera atau meninggal dalam perawatan di tahanan. Puncaknya ketika seorang politikus yang merupakan sekretaris jenderal Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy, NLD) yang ditangkap dan ditahan tanpa adanya proses pengadilan yang adil dan alasan ia ditangkap, yaitu Daw Aung San Suu Kyi.

3

(7)

seperti diatur dalam DUHAM dan instrumen-instrumen internasional yang relevan serta telah diterima oleh negara yang bersangkutan. Selain diatur dalam DUHAM, penahanan sewenag-wenang juga ada diatur dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights), dan The Body of Principles. Dinyatakan dalam ICCPR pasal 9 ayat (1), bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi, tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan atau sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum”. Namun pada kenyataannya, pemerintah Myanmar tidak memberi alasan ditahannya Aung San Suu Kyi tanpa prosedur yang jelas. Dalam peristiwa penahanan Aung San Suu Kyi pemerintah Myanmar terbukti banyak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak individu Aung San Suu Kyi .

Selain diatur dalam dua konvensi di atas, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam The Body of Principles of All Persons under any Form of Detention or Imprisonment, yang selanjutnya disebut The Body of Principles. The Body of Principles menyatakan bahwa penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya dapat dilaksanakan secara kaku sesuai dengan ketentuan hukum dan oleh para pejabat yang berwenang.

Dalam konstitusi Myanmar tidak disebutkan secara jelas bahwa penahanan secara sewenang-wenang dilarang. Namun hal tersebut tersirat dalam Pasal 159 huruf b yang menyatakan bahwa “no citizen shall be placed in custody for more thhan 24 hours without the sanction of competent judicial organ”. Isi dari pasal tersebut berarti bahwa setiap warga negara tidak boleh ditahan lebih dari 24 jam

(8)

tanpa adanya sanksi dari lembaga hukum yang berwenang. Terlihat jelas bahwa seseorang dapat ditahan apabila telah dikenai sanksi oleh lembaga hukum yang berwenang dan yang merupakan lembaga hukum yang berwenang di Myanmar adalah Council of People’s Justices.

Pada tertanggal 28 Mei 2004, United Working Group for Arbitrary Detention mengeluarkan opini (No.9/2004) bahwa penahanan atau pengurangan kebebasan Aung San Suu Kyi adalah sewenang-wenang, sebagaimana yang disebut pada pasal 9 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang” dan meminta kepada pemerintah Myanmar untuk melepaskan Aung San Suu Kyi, tapi sampai sekarang pemerintah Myanmar tidak memperdulikan permintaan tersebut.

Penahanan Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar berdasarkan Pasal 110/1975 State Protection Act4

4

Pasal 110/1975, State Protection Act

, yang menyebutkan bahwa: “untuk melindungi negara dari bahaya, the Central Board mempunyai hak untuk melakukan tindakan penahanan terhadap orang yang dianggap membahayakan negara selama 90 hari, dan bisa diperpanjang menjadi 180 hari dan apabila diangggap perlu orang tersebut bisa ditahan selama satu tahun”. State Protection Act diamandemen oleh State Law and Orde Restoration Council (SLROC) pada tanggal 9 Agustus 1991. Amandemen ini mengubah maksimum masa penahanan pada Pasal 14 dan 22, dari tiga tahun menjadi lima tahun. Amandemen ini juga menghilangkan right to appeal pada pasal 21.

(9)

Pada masa penahanan Aung San Suu Kyi sudah habis, pemerintah Myanmar menambah lagi masa tahanann untuk beberapa tahun lagi. Penambahan masa tahanan rumah Aung San Suu Kyi berdasarkan 1975 State Protection Act

(Pasal 10 b), dimana memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk menahan seseorang tanpa proses pengadilan. Hingga sampai sekarang Aung San Suu Kyi masih berada dalam tahanan rumah dengan dibatasinya segala informasi, kegiataannya serta tamu-tamunya yang akan datang mengunjunginya.

Dengan melihat uraian tersebut terlihat jelas bahwa pemerintahan Myanmar tersebut melakukan penahanan rumah secara sewenang-wenang terhadap Aung San Suu Kyi dan melanggar hak-hak sipil dan politik Aung San Suu Kyi serta hak asasi Aung San Suu Kyi yang berhubungan dengan tahanan rumah tersebut, misalnya hak untuk berbicara, maupun hak untuk berkelompok. Penahanan rumah yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi tersebut juga tidak disertai dengan alasan yang jelas dan tidak ada peradilan yang jujur dan adil, karena alasan inilah penulis inginn mengangkat permasalahan hak asasi manusia Aung San Suu Kyi ke dalam sebuah judul skripsi “Analisis Yuridis terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Pemerintah Myanmar ditinjau dari Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia”.

B. Rumusan Permasalahan

(10)

1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia apa saja yang telah dilanggar oleh pemerintahan Junta Militer Myanmar terhadap Aug San Suu Kyi?

2. Bagaimana dengan tanggung jawab negara Myanmar terhadap penahanan Aung San Suu Kyi?

3. Bagaimana upaya dunia internasional terhadap Aung San Suu Kyi yang menjadi korban pelanggaran HAM?

C. Tujuan Penulisan

Permasalahan hak asasi manusia ini sangat luas cakupannya dan tidak pernah habis-habisnya untuk dibicarakan karena masalahnya sangat kompleks dan sifatnya sangat universal , baik ditinjau dari dasar pemikiran dan pelaksanaannya di setiap negara khususnya pelanggaran di Myanmar

Dan secara singkat tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi dan melengkapi syarat kesarjanaan hukum pada jurusan Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Untuk menambah wawasan pemikiran dalam Hukum Internasional tentang

Hak Asasi Manusia.

3. Untuk mengetahui sejauhmana kejahatan/kekerasan mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.

(11)

4. Untuk mengetahui pelaksanaan Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights 1948) serta pemenuhan prinsip kedaulatan suatu negara.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU, maka penulis ingin mengangkat suatu materi dari mata kuliah Hukum Internasional, yaitu mengenai Hak Asasi Manusia.

Penulis tertarik untuk mengangkat masalah Hak Asasi Manusia sehingga penulis tuangkan dalam sebuah judul Skripsi yaitu “Analisis Yuridis terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Junta Militer Myanmar ditinjau dari Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia”

Dalam proses pengajuan judul skripsi ini penulis harus mendaftarkan dahulu judul tersebut ke bagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada arsip yang ada pada bagian Hukum Internasional dan judul yang di angkat oleh penulis dinyatakan disetujui oleh bagian Hukum Internasional tertanggal 26 Augustus 2009.

Atas dasar pemeriksaan pada bagian Hukum Internasional tersebut Penulis yakin bahwa judul yang penulis angkat dan pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada Bagian Hukum Internasional khususnya dan Fakultas Hukum

(12)

Internasional USU pada umumnya, sehingga keaslian penulisan yang penulis tuangkan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Metode Penulisan

Untuk mendukung pembahasan dan analisa terhadap pokok-pokok permasalahan di atas maka diperlukan adannya pengumpulan data yang kemudian untuk dikonstruksikan. Dalam penyusunan penulisan ini dilakukan pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research). Dengan Library Research

akan dihasilkan karya ilmiah yang mempunyai materi, kualitas, bobot kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, di mana bahan-bahan/data-data tersebut didapat dari :

- Buku-buku ilmiah yang tersebut dalam literature.

- Naskah-naskah peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, skripsi, dan tulisan karya ilmiah, serta catatan perkuliahan, dan bimbingan Bapak/Ibu Dosen.

Dengan menggunakan metode ini diharapkan skripsi ini dapat menjadi suatu karya ilimiah yang baik dan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

F. Tinjauan Kepustakaan

Hak Asasi Manusia (Human Rights) menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah hak asasi manusia secara umum didefinisikan sebagai hak yang melekat pada diri manusia dan dengan tidak adanya hak tersebut kita tidak dapat

(13)

hidup sebagai manusia. Menurut Cess de Rover pengertian hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki leh setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki maupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dihapuskan.

Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, dewasa ini telah berkembang disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang perlindungan HAM secara internasional, yang pada hakikatnya merupakan cabang dari hukum internasional publik (public international law) , ilmu hukum ini disebut dengan istilah hukum hak asasi manusia internasional (international human rights law).Definisi hukum hak asasi manusia internasional menurut pendapat Thomas Buergenthal,5

G.. Sistematika Penulisan

“... the international of human rights is defined as the law that deals eith the protection of individual and groups against violations by government of their internationally guaranteed rights and with the promotion of these rights”(hukum yang melindungi individu dan kelompok dari kesewenang-wenangan pemerintah terhadap hak mereka yang dijamin secara internasional dan dengan tujuan untuk kemajuan hak-hak tersebut).

Untuk lebih memudahkann proes pembahasan tulisan dan membantu penulis dalam penguraiannya, maka keseluruhan dari isi skripsi ini dirangkum dalam sistematika penulisan sebagai suatu paradigma berpikir.

5

Thomas Buergenthal, International Human Rights,St. Paul, Minn: West Publishing, Co., 1995, hlm.14-15.

(14)

Dengan pedoman pada sistematika penulisan karya ilmiah pada umumnya, maka penulis berusaha untuk mendeskripsikan gambaran umum yang berhubungann dengan cakupan skripsi ini, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan latar belakang yang berikutnya perumusan masalah yang akan dibahas. Pada selanjutnya dijelaskan apa yang menjadi tujuan pembahasan , kemudian diuraikan keaslian penulisan dan tinjauan kepustakaan. Selanjutnya diuraikan bagaimana metode penulisan dan akhirnya bab ini ditutup dengan bagaimana sistematika penulisan.

BAB II : PANDANGAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA

Dalam bab ini yang akan dibahas adalah mengenai pengertian dan hakikat hak asasi manusia, sejarah perkembangan hak asasi manusia, sejarah negara Myanmar dan Aung San Suu Kyi serta bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

BAB III : INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Kovenan Interansional Hak Ekonomi, Hak Sosial dan Hak Budaya

(15)

serta Protokol Opsional Pertama dan Kedua dan Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS PENAHANAN AUNG SAN SUU KYI OLEH JUNTA MILITER MYANMAR YANG DIDASARKAN PADA INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

Dalam bab ini yang akan dibahas adalah mengenai bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi, tanggung jawab negara Myanmar terhadap perlindungan hak asasi manusia Aung San Suu Kyi serta upaya dunia internasional dalam perlindungan hak asasi manusia bagi Aung San Suu Kyi.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini yang akan terdiri dari dari kesimpulan dan saran yang proporsional dan konstruktif.

Referensi

Dokumen terkait

LPPMPP ISI Surakarta tahun 2016 telah berupaya mewujudkan sebuah Buku Panduan Penelitian, Penciptaan Seni, Pengabdian Masyarakat, Buku Ajar dan Media Ajar sebagai

Setelah suhu medium teradaptasi pada suhu 50°C, kemudian sebanyak satu ose isolat bakteri berumur 24 jam di inokulasikan ke dalam medium tersebut secara

Bunyi nasal velar bersuara [ŋ] pada posisi akhir kata yang memang belum dikuasai Mia muncul sebagai bunyi nasal alveolar bersuara [n] seperti pada kata [?indin]

Latar Belakang www.themegallery.com PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN PENUTUP

Hal yang sama terjadi pada wartawan dalam mempersepsi perusahaan melalui aktivitas media relations, pertama – tama stimuli atau sensasi datang melalui siaran pers

Pada fase ini juga akan melakukan pembenahan terhadap permasalahan yang ada, sehingga nantinya ketika sudah selesai semua, perusahaan client akan siap untuk menjalankan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pegawai PPPPTK Bisnis dan Pariwisata telah bekerja dengan baik namun masih dijumpai beberapa pegawai yang kinerjanya masih

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL. Bidang Usaha