• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KONDISI FISIK DENGAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA (Studi Pada Siswa-Siswi Kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KONDISI FISIK DENGAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA (Studi Pada Siswa-Siswi Kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Psikologi

OLEH :

RAHMAH NOLA

10561001700

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

(2)

PENGESAHAN PENGUJI PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Kegunaan Penelitian ... 8 1. Kegunaan Teoritis ... 8 2. Kegunaan praktis ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja ... 9

1. Pengertian Remaja ... 9

2. Batasan Usia Remaja ... 12

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 12

B. Sikap ... 12

1. Pengertian Sikap ... 13

2. Struktur Sikap ... 15

3. Fungsi Sikap ... 15

4. Pembentukan Sikap ... 16

5. Perubahan Dan Pengubahan Sikap ... 18

6. Karakteristik (Dimensi) Sikap... 19

C. Kondisi Fisik ... 20

D. Sikap Remaja Terhadap Kondisi Fisik ... 23

E. Percaya Diri ... 24

1. Pengertian Percaya Diri ... 24

2. Ciri-Ciri Atau Tanda-Tanda Orang Percaya Diri ... 25

(3)

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ... 40

1. Variabel Penelitian ... 40

2. Definisi Operasional ... 40

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

1. Populasi Penelitian ... 43

2. Sampel Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

1. Alat Ukur ... 45

a. Alat ukur untuk Variabel Sikap Terhadap Kondisi Fisik ... 45

b. Alat Ukur Untuk Variabel Kepercayaan Diri ... 47

E. Uji Coba Alat Ukur ... 48

F. Uji Validitas ... 48

G. Uji Reliabilitas ... 53

H. Teknik Analisi Data ... 54

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Laporan Pengumpulan Data ... 56

B. Hasil Uji Asumsi ... 56

C. Hasil Uji Normalitas ... 56

D. Hasil Uji Linearitas Hubungan ... 57

E. Hasil Analisa Data ... 58

F. Deskripsi Kategorisasi Data ... 60

G. Pembahasan ... 65 BAB V. PENUTUP A. Simpulan ... 72 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA……… 74 LAMPIRAN

(4)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan Sikap terhadap kondisi fisik Dengan Kepercayaan diri remaja pada Siswa-Siswi Kelas XI SMAN 2 Pekanbaru. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara Sikap terhadap kondisi fisik Dengan Kepercayaan diri remaja. Populasi peneletian adalah Siswa-Siswi Kelas XI SMAN 2 Pekanbaru berjumlah 301 siswa, dan yang menjadi sampel adalah sebanyak 75 siswa yang ditentukan berdasarkan teknik pengambilan sampel proposional Random sampling. Teknik analisa data diolah dengan menggunakan teknik koefisien korelasi product

moment dari Person.

Variabel Sikap terhadap kondisi fisik diperoleh validitas sebesar 0,345-0,699 dengan reliabilitas 0,904. Variabel kepercayaan diri remaja diperoleh validitas antara 0,323-0,669, dengan reliabilitas 0,915. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap kondisi fisik dengan kepercayaan diri remaja, dengan koefisien korelasi sebesar 0,762 dan R² sebesar 0,725, dan F sebesar 289.84, hal ini menunjukkan bahwa sikap terhadap kondisi fisik memiliki pengaruh sebesar 72,5% terhadap pembentukan kepercayaan diri pada remaja. Hipotesis penelitian adalah semakin tinggi sikap terhadap kondisi fisik yang dimiliki oleh siswa, maka akan semakin tinggi pula kepercayaan diri yang dimiliki siswa tersebut, dan sebaliknya semakin rendah sikap terhadap kondisi fisik yang dimiliki siswa tersebut, maka akan semakin rendah pula kepercayaan diri yang dimiliki oleh siswa.

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang penting dalam rentang kehidupan manusia. Masa remaja dikenal dengan masa storm and

stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik

yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi (Noname, 2007). Variasi tersebut yakni (1) Masa remaja sebagai periode penting. (2) Masa remaja sebagai periode peralihan. (3) Masa remaja sebagai periode perubahan. (4) Masa remaja sebagai usia bermasalah. (5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. (6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. (7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. (8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa (Noname, 2008). Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya (Noname, 2007).

Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya (Noname, 2007). Kesulitan pada masa pubertas terjadi dikarenakan perubahan fisik dan

(6)

perkembangan psikologisnya yang pesat, sehingga masa ini sering disertai dengan gejala dan permasalahan baik fisiologis maupun psikologis (Sriati, 2008). Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Ketika seorang remaja memasuki jenjang keremajaan, maka ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau tingkah laku yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan-perubahan.

Perubahan yang dialami seorang remaja tidak hanya perubahan-perubahan pada sikap dan tingkah laku saja, tetapi juga terjadi perubahan-perubahan yang dapat diamati secara langsung seperti perubahan fisik. Pada masa remaja perkembangan fisik dapat disertai oleh perkembangan mental yang cepat pula. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membuat sikap, nilai, dan minat baru. Perubahan fisik menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek fisik jasmaniah, seperti perubahan-perubahan pada tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh, sehingga anak semakin besar dan semakin tinggi badannya (Sabri, 1993: 36).

Dalam pergaulan khususnya remaja, kondisi badan merupakan salah satu modal yang penting karena merupakan bagian yang tampak dari kepribadian individu dan dapat menciptakan kesan awal bagi orang lain. Banyak remaja yang tidak suka dengan kondisi fisiknya, sehingga merasa kurang percaya diri dan kerap menyalahkan bagian tubuh mereka sebagai penyebab kesulitan mereka

(7)

dalam bergaul karena dengan adanya rasa percaya diri siswa tersebut dapat bersosialisasi dengan baik dilingkungannya. Maka seorang remaja senang bila ada yang memuji penampilan fisiknya, dan sedih bila diomeli buruk (Hadi, 2005: 23).

Kepercayaan diri merupakan sifat kepribadian yang sangat menentukan dalam kehidupan orang secara pribadi. Tingginya kepercayaan diri yang dimiliki individu maka individu akan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Kepercayaan diri sangat dibutuhkan oleh setiap individu, secara sederhana kepercayaan diri didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya (Hakim, 2002: 6).

Menurut Hakim (2002: 5) individu yang memiliki rasa percaya diri akan memperlihatkan ciri-ciri: Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu, mampu menetralisir ketegangan yang muncul dalam berbagai situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi berbagai situasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya, memiliki kemampuan bersosialisasi, dan selalu bereaksi positif dalam menghadapi sebagai masalah.

Sebagian besar remaja mengalami krisis kepercayaan diri terutama pada saat mereka harus berinteraksi dengan lingkungan. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman sebaya dibandingkan dengan lingkungan lain misalnya di lingkungan sekolah. Di sekolah remaja dituntut untuk

(8)

mampu bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan kebiasaan yang mendominasi seperti kebudayaan yang mementingkan kesempurnaan unsur-unsur fisik.

Gejala rasa tidak percaya diri ini dimulai dari adanya kelemahan-kelemahan tertentu dalam berbagai aspek keperibadian seseorang. Kelemahan-kelemahan pribadi memiliki aspek yang sangat luas dan berkaitan dengan kehidupan yang dialami oleh orang tersebut. Menurut Hakim (2002: 13) berbagai kelemahan pribadi yang dapat menjadi sumber rasa tidak percaya diri diantaranya adalah cacat atau kelainan fisik, ekonomi lemah, status sosial, dan mudah menyerah.

Menurut Mappiare (1982: 84) keadaan jasmani yang berimbang dalam masa remaja ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri. Mereka yang pada umumnya puas dengan keadaan dirinya, akan mengarahkan mereka untuk lebih percaya diri sendiri dan berbahagia. Salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin meningkatkan kepercayaan dirinya adalah berfikir dan bersikap positif dalam manilai diri sendiri, lingkungan dan dalam menjalankan kehidupannya (Hakim, 2002: 170).

Selanjutnya menurut Chave dkk (dalam Azwar, 2000: 4) sikap merupakan semacam kesiapan untuk beraksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk beraksi secara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

(9)

Terjadinya perubahan-perubahan selama masa remaja akan menimbulkan sikap terhadap kondisi fisik selama dan setelah terjadinya perubahan. Menurut Calhoun dkk (dalam Hadi, 2005: 2) sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek-objek tersebut dengan cara tertentu.

Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif terhadap kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu (Sarwono, 1989: 94).

Fenomena inipun dapat ditemui pada siswa siswi kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru. Dari hasil survey awal yang peneliti lakukan, peneliti memperoleh memperoleh informasi bahwa masih banyak dari mereka yang sangat mementingkan penampilan fisik dan menilai keberadaan orang lain melalui kondisi fisik. Kondisi fisik yang dimiliki memberikan pengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri mereka, artinya bagaimana siswa-siswi dapat memiliki pandangan, perasaan dan tindakan untuk membentuk dan menjaga kondisi fisiknya agar dapat ideal baik dalam tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada siswa pada tanggal 28 Mei 2009 di SMA Negeri 2 Pekanbaru pada 13 orang siswa yaitu tujuh orang siswa laki-laki dan enam orang siswa perempuan. Dari tujuh siswa laki-laki terdapat lima siswa yang mengalami ketidakpuasan atau bersikap negatif

(10)

terhadap kondisi fisiknya, sementara dari enam siswa perempuan terdapat tiga siswa yang mengalami ketidakpuasan atau bersikap negatif terhadap kondisi fisik atau mereka kurang memiliki pandangan, perasaan, dan tindakan terhadap tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh mereka. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang tidak puas atau bersikap negatif terhadap kondisi fisik lebih banyak jika dibandingkan dengan siswa yang puas atau sikap positif terhadap kondisi fisik. Siswa yang mengalami ketidakpuasan terhadap fisik ditandai dengan (1) Merasakan tinggi tubuh, berat tubuh, proporsi tubuh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, misalnya mereka mengeluhkan tinggi badan dan berat badan serta proporsi tubuhnya (2) Mengeluhkan bentuk badannya (3) Mengeluhkan warna kulitnya (4) Menganggap kondisi fisiknya yang kurang seksi, seperti contoh pada siswa perempuan yang lebih tinggi dari teman-temannya, merasa tidak feminin dan suka membayangkan postur tubuh yang buruk pada dirinya dan dianggap tidak sesuai dengan umurnya, karena siswa tersebut berusaha untuk tampak lebih kecil. Dari keluhan-keluhan di atas dapat disimpulkan bahwa para siswa tersebut merasa tidak suka terhadap kondisi fisik yang dimilikinya, sehingga kepercayaan diri yang dimunculkan oleh siswa tersebut cenderung kepercayaan diri yang negatif dan perilaku yang dimunculkan oleh siswa tersebut adalah perilaku negatif yaitu tidak percaya diri, tidak mempunyai harga diri dan sulit untuk bergaul. Dari 13 orang siswa ditemukan lima orang siswa yang mengaku merasa minder dalam bergaul dengan teman-temannya, sehingga mereka sering kelihatan menyendiri dan menarik diri dari pergaulan dan empat orang siswa mengaku sering kelihatan sensitif dan mudah

(11)

tersinggung terhadap berbagai hal yang terjadi sekitarnya, misalnya menganggap orang yang tertawa didekatnya adalah menertawakan dirinya dan ini yang menyebabkan mereka kurang dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungannya dan selebihnya mengaku merasa minder dan sering kelihatan sensitif terhadap berbagai hal yang terjadi disekitarnya, artinya ada diantara siswa yang kurang mampu memiliki pandangan, perasaan, dan tindakan untuk menjaga dan membentuk kondisi fisiknya dengan baik dan ideal sehingga siswa mengalami ketidakpercayaan diri karena kondisi fisik yang mereka miliki mereka anggap kurang ideal.

Berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap siswa-sisiwi kelas 2 SMA Negeri 2 Pekanbaru. Penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai

“Hubungan Sikap Terhadap Kondisi Fisik Dengan Kepercayaan Diri Remaja (Studi Pada Siswa-Siswi kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan permasalahan yang diajukan adalah “Apakah ada hubungan antara sikap terhadap kondisi fisik dengan kepercayaan diri remaja?”

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji dan mempelajari secara ilmiah hubungan antara sikap terhadap kondisi fisik tehadap kepercayaan diri remaja pada Siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru. Untuk mencapai maksud

(12)

tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara sikap terhadap kondisi fisik dengan kepercayaan diri remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan pada ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis dan psikologi perkembangan. Terutama dapat memperkaya wacana mengenai hubungan antara sikap terhadap kondisi fisik dengan kepercayaan diri remaja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama pada siswa-siswi SMA Negeri 2 khususnya siswa-siswi kelas XI, dan diharapkan dapat memberikan pandangan atau penilaian yang positif terhadap kondisi fisik untuk mendapatkan rasa percaya diri yang tinggi serta lebih bersikap tenang dalam setiap penampilan.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan baik itu fisik maupun sosial psikologis. Juga merupakan periode antara pubertas dengan kedewasaan (Hurlock, 2000: 206).

Sarwono (1989: 14-15) mendefinisikan remaja dengan menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

b. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akhil balik, baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi melakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria Psikologik).

(14)

d. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum dapat memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.

Remaja merupakan transisi dari anak menuju kedewasaan dengan melalui berbagai perubahan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Remaja menurut sebagian orang merupakan masa yang indah namun juga masa tersulit karena banyakanya masalah yang akan dihadapi oleh remaja itu sendiri.

Aristoteles membagi perkembangan didasarkan atas keadaan biologis yaitu dari gejala pertumbuhan jasamani individu, mengatakan bahwa masa remaja dimulai dari umur 14,0-21,0 atau masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Dimana melihat pada masa remaja ini ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin (Sabri, 1993: 146).

Namun ada banyak pendapat yang dikemukakan tentang pengertian remaja dari berbagai lingkungan keahlian dan profesi. Dalam hal ini penulis akan menjabarkan pengertian remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait (seperti biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Pada

(15)

akhir dari perkembangan fisik ini akan terjadi seorang pria yang akan berotot dan berkumis/berjenggot yang mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) atau seorang wanita yang berpayudara dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan buah sel telur dari indung telurnya (Sarwono, 1989: 6).

Dari berbagai pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini remaja mulai tumbuh dan berkembang kearah kematangan fisik, sosial, maupun psikologis.

Berdasarkan definisi remaja yang beragam yang telah diuraikan diatas, maka akan beragam pula batasan masa remaja yang diberikan untuk setiap definisinya sesuai dengan latar belakang pemikiran tokoh tertentu. Selanjutnya WHO (World health organization) pada tahun 1974 mendefinisikan tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria yaitu biologi, psikologik, dan sosial ekonomi sehingga secara lengkap definisi tersebut sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 1989: 9).

(16)

2. Batasan Usia Remaja

Para ahli sendiri hingga saat ini belum menemukan kata sepakat mengenai batasan usia remaja. Di Indonesia menurut Sarwono (1989: 14) batasan usia remaja dimulai dari usia 11-24 tahun.

Pada tahun 1974 WHO (World health organization) sebagai suatu lembaga kesehatan didunia akhirnya memberikan definisi dari remaja itu sendiri. Selain memberikan definisi remaja yang bersifat konseptual, WHO juga menetapkan batasan usia 10-20 tahun sebagai usia remaja, yang dibagi menjadi dua tahap yaitu: remaja awal dari usia 10-14 tahun dan remaja akhir dari usia 2- tahun. Selain itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (yaout) dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun Pemuda Internasional (Sarwono, 1989: 10).

3. Tugas Perkembangan Remaja

Havighurst (dalam Sarwono, 1989: 39) pada tahun 1972 mengemukakan suatu teori yang dinamakan teori tugas perkembangan (developmental task) yang didalamnya mengatakan bahwa setiap individu pada setiap tahapan usia mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap dan fungsi tertentu, sesuai dengan kebutuhan pribadi yang timbul dari dalam dirinya (faktor natifisme) dan tuntutan yang datang dari masyarakat sekitar (faktor empirisme). Selanjutnya Havighurst (dalam Yusuf, 2001: 74-85) menambahkan bahwa ada sembilan tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja yaitu:

(17)

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang manapun.

b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan dengan orang dewasa lainnya.

e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi. f. Memilih dan mempersiapkan pekerjaan.

g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.

i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

B. Sikap

1. Pengertian Sikap

Menurut Baron dkk (dalam Walgito, 2003 :110), menggambarkan sikap sebagai perasaan yang kekal, kepercayaan, dan perilaku yang diarahkan kearah spesifik, gagasan, object atau kelompok. Suatu kecenderungan ke arah object tersebut meliputi kepercayaan seseorang, perasaan, dan kecenderungan perilaku mengenai objek itu. Sedangkan menurut Azwar (2000 : 4), secara umum ada dua kerangka pemikiran para ahli psikologi sosial dalam mendefinisikan sikap :

(18)

A. Kerangka pemikiran tradisional, dibagi atas tiga :

1) Sikap adalah suatu bentuk avaliasi atau reaksi perasaab (Thurstone, Likert,dan Osgood)

2) Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi secara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Chave, Bogardus, Lapierre, Mead & Allport).

3) Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backman).

B. Kerangka pemikiran psikologi soaial mukhtahir ada 2 macam yaitu:

1) Sikap adalah kombinasi reaksi afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek. Pendekatan ini dikenal juga dengan pendekatan

tricomponen (Breckler, Katz & Stotland, Rajecki).

2) Sikap adalah afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek (Fishbein & Ajzen, Oskamp, petty & Cacioppo)

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan penilain positif atau negatif individu terhadap suatu objek yang merupakan kombinasi dari reaksi kognitif, afektif dan konatif.

(19)

2. Struktur Sikap

Menurut Walgito (2003 : 111), sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu :

a. Komponen kognitif (komponen Perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orangmempersepsi terhadap objek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif dan negatif.

c. Komponen konatif (komponen perilaku atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

3. Fungsi sikap

Menurut Katz, sikap mempunyai empat fungsi (Walgito, 2003 : 111), yaitu:

a. Fungsi instrumental, atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.

Fungsi ini berkaitan dengan sarana-tujuan. Disini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang akan bersikap positif terhadap objek sikap yang dapat membantunya untuk mencapai tujuan dan bersikap negatif

(20)

apabila objek sikap tersebut dapat menghambatnya dalam pencapaian tujuan. Karena itu fungsi ini juga disebut sebagai fungsi manfaat (utility), yaitu sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, karena dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang akan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap sekitarnya.

b. Fungsi pertahanan ego

Sikap berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego dalam rangka menghindari ancaman keadaan dirinya atau egonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Melihat sistem nilai apa yang ada pada diri individu melalui sikap yang diambil individu yang bersangkutan terhadap nilai tetentu.

d. Fungsi pengetahuan

Sikap seseorang terhadap suatu objek sejalan dengan pengetahuannya terhadap objek sikap tersebut.

4. Pembentukan Sikap

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Sikap itu dibentuk dan dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu (Walgito, 2003 : 115). Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain yang akan mempengaruhi pola perilaku individu itu sebagai anggota masyarakat. Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek

(21)

psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2000 : 30-38) adalah :

a. Pengalaman pribadi

Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan terhadap pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Namun suatu pengalaman tunggal jarang sekali menjadi dasar pembentukan sikap, karena biasanya individu tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalaman-pangalaman lain yang terdahulu, yang relevan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini dimotivasi antara lain oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

kebudayaan dapat mwarnai sikap dan memberikan cirak pada pengalaman individu.

d. Media massa

media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh media massa, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah suatu arah sikap

(22)

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap kadang merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

5. Perubahan dan pengubahan sikap

Secara garis besar perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor pokok (Walgito, 2003 : 117), yaitu :

a. Faktor individu itu sendiri atau faktor dalam

Individu dalam menanggapi dunia luarnya bersifat selektif, artinya apa yang datang dari luar tidak begitu saja diterima, tetapi sebelumnya akan diseleksi terlebih dahulu sehingga dapat diketahui mana yang akan diterima dan mana yang akan ditolak.

b. Faktor luar atau faktor eksteren

Faktor luar adalah hal-hal atau keadaan yang ada diluar diri individu, merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Hubungan ini dapat terjadi secara langsung antara individu dengan individu lain, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok. Dapat juga secara tidak langsung yaitu melalui perantara alat-alat komunikasi.

(23)

Hubungan yang secara tidak langsung ini dapat dengan sengaja diberikan, misalnya adanya komunikator yang dengan sengaja memberikan sesuatu dengan tujuan untuk membentuk atau mengubah sesuatu sikap tertentu, dan ada secara tidak langsung atau tudak sengaja diberikan, yaitu menciptakan situasi yang memungkinkan dapat menimbulkan perubahan atau pembentukan sesuatu sikap yang dikehendaki.

6. Karakteristik (Dimensi) Sikap

Sax menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi sikap) (dalam Azwar, 2000 : 87), yaitu :

a. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif. b. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap

sesuatu belum tentu sama meskipun arahnya mungkin tidak berbeda.

c. Sikap memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai aspek yang sedikit dan sangat spesifik tetapi dapat pula dapat mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

d. Sikap memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap dengan responnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap

(24)

diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten sikap harus bertahan dalam diri individu dalam jangka waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang bersifat inkonsisten. Sikap yang tidak konsisten yang tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya, akan sulit untuk diinterpretasi dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan.

e. Spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya.

C. Kondisi Fisik

Fisik berasal dari bahasa inggris yaitu physique yang artinya organisasi struktural dan penampilan secara keseluruhan (Chaplin, 1999: 369). Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang komplek dan sangat mengagumkan, struktur fisik atau tubuh tersebut meliputi tinggi, berat, dan proporsi (Yusuf, 2001: 101).

Pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan terhadap fisiknya yang menimbulkan akibat yang bermacam-macam. Akibat-akibat tersebut antara lain (Sulaiman, 1995: 23) yaitu:

a. Mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan proporsi badannya.

(25)

b. Secepat mereka tampak sseperti orang dewasa dalam besar dan bentuk tubuhnya, secepat itu pula mereka diharapkan dengan tuntunan-tuntunan baru. Semakin tampak mereka seperti orang dewasa, mereka dituntut untuk bertindak lebih dewasa, sekalipun mungkin mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk belajar serta menemukan dirinya dalam peranan-peranan yang baru.

c. Reaksi para remaja terhadap perubahan-perubahan fisik tersebut bermacam-macam. Ada yang menerimannya dengan perasaan bingung dan takut-takut.

Kondisi Fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih (Noname, 2008), berwajah mulus dan tidak berjerwat,hidung mancung, tidak memiliki bekas luka dibagian tubuh yang tampak, dan sehat dalam arti tidak memiliki penyakit bawaan dari lahir.

Penampilan fisik merupakan salah satu segi dari gambaran diri. Orang yang puas dengan keadaan fisiknya pada umumnya memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dari pada yang tidak. Dalam pergaulan setiap orang ingin diterima, diakui. Karena merupakan bagian yang paling tampak dari kepribadian kita dan menciptakan kesan awal bagi orang lain. Keadaan fisik kita merupakan

(26)

modal yang paling penting. Maka kita senang bila orang memuji penampilan fisik kita, dan sedih bila diomeli buruk (Hadi, 2005: 23).

Ruff mengemukakan, bahwa untuk dapat diterima didalam kelompok-kelompok remaja (peer group) selama masa remaja ini, seseorang jangan terlalu berbeda dengan yang lainnya dalam hal physical appearance. Apabila ada anak yang terlalu berbeda dengan teman-temannya yang lain, maka ia akan ditolak oleh kelompoknya atau diberi nama panggilan yang bersifat menghina, misalnya Si Gendut dan sebagainya (dalam Sulaiman, 1995: 25).

Keadaan fisik merupakan hal yang penting dalam suksesnya pergaulan. Karena itu tidak jarang terjadi bahwa kaum remaja melihat penolakan atas diri mereka. Mereka berfikir karena keadaan fisik mereka dan memandang bagian tubuh yang dianggap menjadi penyebab penolakan itu lebih buruk dari keadaan sebenarnya. Karena rasa tidak aman, kaum remaja kerap menyalahkan bagian tubuh mereka sebagai biang keladi kesulitan mereka dalam pergaulan.

Dari uaraian diatas maka yang dimaksud dengan sikap terhadap kondisi fisik adalah penilaian positif atau negatif remaja terhadap sikap mereka terhadap kondisi fisik yang berupa pengetahuan atau pandangan remaja atas apa yang diketahui berkenan dengan kondisi fisiknya, mengenai tinggi tubuh, berat tubuh, dan proporsi tubuh (komponen kognitif). Remaja dapat menaruh minat yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang terhadap kondisi fisik mengenai tinggi tubuh, berat tubuh, dan proporsi tubuh (komponen afektif). Serta remaja dapat bertindak dan berperilaku menjaga dan membentuk kondisi fisiknya

(27)

mengenai tinggi tubuh, berat tubuh, dan proporsi tubuh mereka (komponen konatif), hal-hal di atas dapat dilakukan oleh remaja untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka.

D. Sikap Remaja Terhadap Kondisi Fisik

Perubahan yang dialami seorang remaja tidak hanya perubahan-perubahan pada sikap dan tingkah laku saja, tetapi juga terjadi perubahan-perubahan yang dapat diamati secara langsung seperti perubahan fisik. Pada masa remaja perkembangan fisik dapat disertai oleh perkembangan mental yang cepat pula. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membuat sikap, nilai dan minat baru. Perubahan fisik menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek fisik jasmaniah, seperti perubahan-perubahan pada tinggi tubuh, berat tubuh, proporsi tubuh, sehingga anak semakin besar dan semakin tinggi badannya (Sabri 1993: 36).

Fisik berasal dari bahasa inggris yaitu physique yang artinya adalah organisasi structural dan penampilan secara keseluruhan (Chaplin, 1993: 369). Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang komplek dan sangat mengagumkan. Struktur fisik atau tubuh tersebut meliputi tinggi, berat dan proporsi (Yusuf, 2001 : 23 ).

Terjadinya perubahan-perubahan selama masa remaja akan menimbulkan sikap terhadap kondisi fisik selama dan setelah terjadinya perubahan. Menurut Calhoun dkk (dalam Satmoko, 1995: 304) sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek-objek tersebut dengan cara tertentu.

(28)

Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Sarwono, 1989: 94).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa remaja yang mempunyai sikap positif terhadap kondisi fisik berarti remaja tersebut puas dengan struktur fisiknya, karena mereka senang dan menyukai kondisi fisiknya sesuai dengan yang mereka harapkan. Sebaliknya bagi remaja yang memiliki sikap negatif terhadap kondisi fisiknya, berarti remaja tersebut tidak puas dengan kondisi fisik yang terjadi pada dirinya, karena tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.

E. Percaya Diri

1. Pengertian Percaya Diri

Menurut Hakim, (2002 : 6), Percaya diri secara sederhana didefinisikan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Sedangkan menuruat Lauster (dalam Shofiah, 2002 :29) keprcayaan diri merupakan salah satu sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun objek sekitarnya sedemikian rupa sehingga menimbulkan perasaan mampu, yakin atau dapat melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan. Untuk meraih suatu kepercayaan diri tidaklah terbentuk begitu saja, namun hal ini merupakan salah satu proses belajar. Dalam kamus istilah Psychology mengatakan bahwa percaya diri adalah : penilaian yang relatif tetap

(29)

tentang diri sendiri yang menandai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat.(Agung Dkk, 2004: 13)

2. Ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang memiliki kepercayaan diri

Menurut Davied (2002 : 11) tanda-tanda orang yang memiliki kepercayaan diri adalah :

a. Menikmati hidup dan bergembira.

b. Mengetahui dan mampu menilai diri sendiri c. Mempunyai sikap yang positif

d. Siap menghadapi tantangan.

Selanjutnya menurut Hakim (2002 : 6), ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri itu diantaranya adalah :

a. Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

b. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi. c. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi diberbagai situasi

d. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya e. Memiliki kemampuan bersosialisasi

3. Ciri-ciri atau tanda-tanda orang tidak percaya diri

Adapun diantara ciri-ciri orang yang tidak percaya diri menurut Hakim ( 2002 : 8), adalah :

a. Mudah cemas dalam menghadapi persoalan

b. Memiliki kelemahan dari segi mental, fisik, sosial atau ekonomi c. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah

(30)

Gejala rasa tidak percaya diri dimulai dari adanya kelemahan-kelemahan tertentu didalam berbagai aspek kepribadian seseorang. Kelemahan-kelemahan pribadi memiliki aspek yang sangat luas dan berkaitan dengan kehidupan yang dialami oleh orang tersebut. Menurut Hakim (2002 : 13), berbagai kelemahan pribadi yang bisa menjadi sumber rasa tidak percaya diri diantaranya adalah :

a. Cacat atau kelainan fisik

Cacat atau kelainan fisik tertentu, seperti cacat anggota tubuh atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang jelas terlihat oleh orang lain. Dengan sendirinya, seseorang akan merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan oleh orang lain. Jika seseorang tidak bisa bereaksi secara positif timbullah rasa rendah diri (minder) yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri.

b. Ekonomi lemah

Gejala tidak percaya diri ini biasanya dialami oleh seseorang yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, biaasnya ini menyangkut pergaulan. Dalam hal ini, seseorang bisa mengalami rasa kurang percaya diri, dan bertanya pada dirinya sendiri apakah dirinya bisa diterima dalam pergaulan dengan kelompok yang biasanya cenderung bersikap eksklusif.

c. Status sosial

Rasa tidak percaya diri karena status sosial biasanya terjadi di dalam lingkungan masyarakat tertentu yang baik secara nyata taupun tidak, terbagi dalam tingkatan-tingkatan tertentu, seperti jabatan, pangkat, golongan, atau keningratan.

(31)

d. Mudah menyerah

Semua orang akan dihadapkan pada berbagai masalah dengan tingkat kesulitan tertetu. Namun, bagaimanapun sulitnya suatu masalah yang dialami seseorang, Tuhan telah menyatakan bahwa Dia tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuan orang tersebut.

4. Proses pembentukan rasa tidak percaya diri

Menurut Hakim ( 2002 : 9), Rasa tidak percaya diri bisa terjadi melalui proses yang panjang. Awal dari proses tersebut terjadi sebagai berikut :

2) Terbentuknya berbagai kekurangan atau kelemahan dalam berbagai aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan meliputi berbagai aspek seperti, aspek mental , fisik, sosial, atau ekonomi.

3) Pemahaman negatif seseorang terhadap dirinya sendiri yang cenderung selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga memiliki kelebihan.

4) Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap negatif, seperti : merasa rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya diri.

5. Sifat-sifat orang yang memiliki kepercayaan diri

Menurut Agung (2004 : 33), bahwa sifat-sifat orang yang memiliki kepercayaan diri itu diantaranya adalah :

(32)

Yakin dengan kemampuan yang ada pada diri sendiri, itu pertanda bagus. Karena, yakin dengan kemampuan yang dimiliki adalah salah satu sifat orang yang percaya diri.

2) Tidak komformis

Adalah orang yang tidakmpunya pendirian dan cenderung mencari pengakuan serta penerimaan dari kelompoknya. Ia tidak kuasa mengemukakan pendapatnya sendiri hanya gara-gara takut akan ditinggalkan serta dikucilkan oleh teman-temannya satu kelompok.

3) Bisa mengendalikan diri

Pengendalian diri bisa dihubungakan dengan emosi. Emosi adalah segala macam perasaan yang ada dalam diri seseorang. Untuk mengendalikan emosi, diperlukan suatu kontrol yang kuat dalam diri seseorang.

4) Positif thinking

Positif thinking pada diri akan tercapai apabila seseorang itu telah mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri mereka sendiri. Sering kali seseorang merasa tidak bisa menerima keadaan fisik denga apa adanya, sehingga merasa peanampilannya masih kurang dan orang lain memiliki penampilan yang lebih oke.

5) Realistis

Adalah sikap menerima diri apa adanya, realistis merupakan sikap yang dinilai penting dan harus dimiliki orang yang percaya diri.

Para pakar psikolog sepakat bahwa ada prinsip yang harus dipegang untuk memperoleh rasa percaya diri yaitu (Luxori, 2001 :21) :

(33)

1. Menumbuhkan sifat-sifat positif dalam jiwa

2. Harus berjalan seimbang. Target yang dicita-citakan harus mengacu pada kemampuan dan keahlian yang anda miliki

3. Harus tahu bagaimana seharusnya bergaul dengan lingkunga sekitar anda. 4. Menjaga penampilan dengan baik

5. Memilih teman-teman yang percaya pada anda.

F. Kerangka Pemikiran

Teori utama yang digunakan dalam mengkaji dan membahas persoalan dalam penelitian ini adalah teori sikap menurut Baron dkk (dalam Walgito, 2003 :111) dan teori kepercayaan diri dari Hakim (2002: 6).

Dalam pergaulan khususnya remaja, kondisi fisik merupakan modal yang paling penting karena merupakan bagian yang tampak dari kepribadian individu dan dapat menciptakan kesan awal bagi orang lain. Banyak remaja yang tidak puas dengan struktur fisiknya, sehingga merasa kurang percaya diri dan kerap menyalahkan bagian tubuh mereka sebagai penyebab kesulitan mereka dalam pergaulan.

Percaya diri secara sederhana didefinisikan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim 2002: 6).

Adapun ciri-ciri individu yang memiliki rasa percaya diri menurut Hakim (2002: 5) adalah:

(34)

2) Mampu menetralisir ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi. 3) Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi diberbagai situasi

4) Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya 5) Memiliki kemampuan bersosialisasi

6) Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah.

Modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin meningkatkan kepercayaan dirinya adalah berpikir dan bersikap positif dalam menilai diri sendiri, lingkungan dan dalam menjalankan kehidupannya (Hakim, 2002: 170).

Baron dkk (dalam Walgito, 2003: 110), menggambarkan sikap sebagai seikat perasaan yang kekal, kepercayaan, dan perilaku yang diarahkan ke arah spesifik, gagasan, objek atau kelompok. Suatu kecenderungan ke arah objek tersebut meliputi kepercayaan seseorang, perasaan, dan kecenderungan perilaku mengenai objek itu. Menurut Baron sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu :

a. Komponen Kognitif (komponen perceptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan. Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap objek tersebut.

b. Komponen Afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.

c. Komponen Konatif (komponen perilaku atau action componen), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek

(35)

sikap. Komponen ini menunujukan intesitas sikap yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Komponen sikap kognitif adalah bagaimana seseorang dapat mempersepsikan objek tertentu dan dapat membuat suatu pandangan atau mendapatkan suatu pengetahuan mengenai sesuatu yang telah dipersepsikan dalam suatu objek tertentu. Menurut (Walgito, 2003 : 115), sikap itu dibentuk dan dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, objek yang dipersepsikan akan berpengaruh pada diri individu baik secara positif maupun perubahan secara negatif. Perubahan yang terjadi ini akan berpengaruh pada sikap seseorang dalam memandang dirinya, misalnya remaja sering mempersepsikan suatu objek yang dapat mengubah dan membentuk kondisi fisik mereka agar lebih baik dari sebelumnya misalnya: perubahan tinggi tubuh, bentuk tubuh, proporsi tubuh, bentuk wajah dan sebagainya, apabila remaja dapat merubah kondisi fisiknya kearah yang baik sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapat dari mempersepsikan suatu objek maka remaja tersebut mengalami perubahan yang positif bagi kondisi fisik mereka dan dapat meningkatkan kepercayaan diri remaja, sebaliknya apabila remaja hanya mempersepsikan dan tidak dapat merobah kondisi fisiknya sesuai dengan hal yang dipersepsikannya maka perubahan yang terjadi adalah perubahan kearah yang negatif dengan kata lain remaja tidak dapat membentuk kondisi fisiknya sesuai dengan keinginan. Dapat disimpulkan suatu objek yang dipersepsikan remaja akan tergantung bagaimana cara pandang dan sikap mereka serta bagaimana pula mereka melihat tanggapan orang lain terhadap

(36)

kondisi fisik mereka, kondisi ini pula akan membawa remaja kearah senang dan tidak senang terhadap objek sikap (afektif)

Komponen afektif adalah bagaimana seseorang yang dapat mengungkapkan emosionalnya dalam bentuk rasa senang dan rasa tidak senang terhadap objek sikap, rasa senang akan muncul apabila seseorang dapat menyesuai dirinya sesuai dengan objek yang mereka lihat atau dapat menyenangi dan melakukan tindakan sesuai dengan objek tertentu, misalnya remaja akan dapat mengubah kondisi fisiknya apabila telah dapat menyenangi kondisi fisiknya dan menjaga kondisi fisiknya agar tetap tampak lebih baik serta telah dapat melakukan tindakan sesuai dengan objek sikap agar penampilan dan kondisi fisik mereka sesuai dengan objek sikap yang mereka lihat perubahan ini adalah perubahan kerarah positif. Menurut Mappiare (1982: 84) keadaan jasmani yang berimbang dalam masa remaja ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri. Mereka yang pada umumnya puas dengan keadaan dirinya, akan mengarahkan mereka untuk lebih percaya pada diri sendiri dan berbahagia. Perubahan kearah negatif apabila remaja tidak dapat mengubah kondisi fisiknya atau mendekati objek sikap yang mereka lihat sehingga remaja cendrung menjauhi, menghindari dan tidak menyukai terhadap objek tertentu, remaja akan tampil dengan kondisi fisik apa adanya, artinya remaja tidak dapat menuangkan perasaannya baik perasaan senang dan tidak senang terhadap kondisi fisik seperti tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuhnya.. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sarwono, 1989: 94), sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.

(37)

Dapat disimpulkan tindakan yang dilakukan baik bersifat positif dan negatif merupakan kecendrungan dalam bertindak terhadap objek sikap (konatif)

Komponen konatif merupakan tindakan yang dilakukan seseorang yang ditunjukkan dengan tingkah laku terhadap suatu objek sikap, remaja akan bertindak atau berprilaku terhadap suatu objek sikap apabila kondisi fisiknya kurang sesuai dengan objek sikap yang mereka lihat dan mereka akan cendrung mengubah serta menyesuaikan dengan objek sikap yang mereka terima tersebut. Perubahan yang dilakukan oleh remaja yaitu dengan berperilaku sepenuhnya sesuai dengan objek sikap maka dapat dikatakan remaja bertindak dengan intensitas yang besar terhadap kondisi fisiknya, artinya remaja dapat bertindak untuk menjaga dan membentuk kondisi fisiknya baik dari tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh, sebaliknya apabila remaja melakukan tindakan atau berperilaku hanya sekedarnya saja dalam perubahan kondisi fisik mereka maka tindakan atau perilaku terhadap objek sikap remaja tergolong tindakan dengan intensitas yang kecil untuk mengubah kondisi fisiknya. Menurut Chave dkk (dalam Azwar, 2000: 4), sikap merupakan semacam kesiapan untuk beraksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu, kesiapan dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk beraksi secara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Mengacu pada konsep sikap di atas dan dikaitkan dengan kepercayaan diri, maka bila remaja memiliki sikap positif terhadap kondisi fisik yaitu memandang dan memahami serta dapat menjaga bentuk tubuh seperti yang diharapkan oleh remaja melalui objek-objek yang ada disekitar mereka (komponen kognitif), maka akan timbul perasaan senang terhadap kondisi fisiknya (respon afektif). Sehingga

(38)

mereka akan dapat menerima kondisi fisik tersebut dengan baik dan dapat menunjukkan intensitas sikap yang mengarah ke perilaku terhadap suatu objek sikap yang sesuai dengan remaja tersebut (respon konatif) dan dengan sendirinya mereka memahami dan mengetahui mengenai sikap yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan terhadap kondisi fisiknya sehingga terbentuklah kepercayaan diri terhadap kondisi fisik, mudah bergaul dan mempunyai harga diri.

Namun sebaliknya bila siswa memiliki sikap negatif terhadap kondisi fisiknya yaitu memandang (respon kognitif) kondisi fisik yang ada pada dirinya sebagai suatu yang dapat memberatkan mereka dalam bergaul maka akan timbul perasaan tidak senang (respon afektif) terhadap kondisi fisik dan tentu saja akan meyebabkan mereka tidak memerima kondisi fisik tersebut dengan baik (respon konatif) dan dengan sendirinya mereka kurang memahami dan kurang mengetahui sikap yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan sehingga mereka kurang memiliki kepercayaan diri terhadap kondisi fisiknya, sulit bergaul dan kurang mempunyai harga diri.

Menyimak komponen sikap terhadap kondisi fisik di atas, kemudian dikaikat dengan kepercayaan diri remaja, maka akan ada sikap terhadap kondisi fisik yang akan membentuk kepercayaan diri remaja yang positif, dan akan ada sikap terhadap kondisi fisik yang akan membentuk kepercayaan diri remaja yang negatif. Hal ini dikarenakan sikap terhadap kondisi fisik mempengaruhi kepercayaan diri remaja dalam kehidupannya sehari-hari.

Remaja yang memiliki pengetahuan dan pandangan terhadap objek sikap yang baik, cenderung akan dapat membentuk kepercayaan diri remaja akan lebih

(39)

tinggi karena remaja memiliki pengetahuan untuk mengubah kondisi fisik mereka, sedangkan remaja yang dapat mempersepsikan suatu objek sikap tapi kurang mendapatkan pengetahuan atau kurang dapat memahami suatu objek sikap maka remaja tersebut akan kurang memiliki kepercayaan diri dengan kata lain remaja tersebut memiliki kepercayaan diri sesuai dengan kondisi fisik yang mereka punya tanpa merespon objek sikap yang menggambarkan kondisi fisik yang lain.

Kemudian remaja yang merasa senang dengan perubahan yang mereka lakukan terhadap kondisi fisik mereka maka remaja tersebut termasuk melakukan hal yang positif untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka, remaja yang merasa bahwa kondisi fisik yang mereka punya adalah kondisi yang sempurna dan tidak perlu dilakukan perubahan maka remaja tersebut juga memiliki kepercayaan diri yang positif. Sedangkan remaja merasa tidak senang terhadap kondisi fisiknya dan tidak mampu merubah kearah yang lebih baik akan menyebabkan kepercayaan dirinya menjadi rendah atau menunjukkan arah yang negatif.

Sedangkan remaja yang mampu kecenderungan bertindak dan berperilaku untuk menyesuaikan kondisi fisiknya dengan objek sikap yang mereka lihat maka remaja tersebut telah dapat menunjukkan intensitas sikap yang besar bagi perubahan kondisi fisiknya dan dapat meningkatkan kepercayaan diri remaja tersebut. Remaja yang hanya melakukan tindakan atau perilaku sekedarnya saja dalam menunjukkan intensitas untuk menyesuaikan kondisi fisiknya dengan objek sikap yang mereka lihat maka remaja tersebut juga dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka tapi tidak sama dengan remaja yang melakukan tindakan atau berperilaku dengan intensitas sikap yang besar.

(40)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap remaja yang positif terhadap kondisi fisiknya akan cenderung menyenangi dan membanggakan kondisi fisiknya. Sebaliknya remaja yang bersikap negatif terhadap kondisi fisiknya akan merasa malu dan tidak menyukai kondisi fisiknya.

Ketidakpuasan terhadap kondisi fisik yang berupa tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, akan dapat menimbulkan kepercayaan diri yang kurang baik, seperti kurang bisa menyesuaikan diri, kurang bisa berkomunikasi dengan baik dan sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, mereka yang merasa puas dengan kondisi fisik, maka akan lebih cenderung memiliki kepercayaan diri yang baik. mampu menyesuaikan diri, mampu berkomunikasi dengan baik dan selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah.

Dengan demikian semakin positif sikap siswa terhadap kondisi fisiknya, maka akan semakin tinggi kepercayaan diri yang dimilikinya, Sebaliknya semakin negatif sikap siswa terhadap kondisi fisiknya, maka akan semakin rendah kepercayaan diri yang dimilikinya.

Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Centi (1993: 36) bahwa salah satu faktor yang menyebabkan individu memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi adalah individu yang merasa puas dengan keadaan dan penampilan fisiknya. Karena penampilan fisik merupakan salah satu segi dari gambaran diri.

Berdasarkan pemahaman konseptual yang telah diuraikan di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut:

(41)

G. Asumsi

Dengan memperhatikan keterangan-keterangan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mencoba merumuskan asumsi sebagai berikut:

Variabel yang tidak diteliti Variabel yang diteliti

Variabel X Variabel Y

Sikap Terhadap Kondisi Fisik

1. Aspek Kognitif,

Pengetahuan mengenai kondisi fisik, mengenai tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh. 2. Aspek Afektif,

Perasaan yang berhubungan dengan kondisi fisik mengenai tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh. 3. Aspek Konatif,

Kecenderungan bertindak terhadap kondisi fisik, mengenai tinggi tubuh, berat tubuh dan proporsi tubuh.

Kepercayaan Diri

1. Tenang

2. Mental dan fisik

menunjang penampilan 3. Menyesuaikan diri 4. Bisa menetralisir

Ketegangan

5. Mampu bersosialisasi 6. Selalu bereaksi positif

(42)

a. Sikap merupakan penilaian positif atau negatif individu terhadap sesuatu objek tertentu.

b. Sikap terhadap kondisi fisik adalah penilaian positif dan negatif remaja terhadap kondisi fisik berupa komponen-komponen kognitif, afektif, konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap kondisi fisik seperti tinggi tubuh, berat tubuh, proporsi tubuh

c. Remaja yang memiliki penilaian positif terhadap kondisi fisik memiliki kecendrungan tindakan untuk menyenangi kondisi fisiknya.

d. Remaja yang memiliki penilaian negatif terhadap kondisi fisik memiliki kecendrungan untuk membenci atau tidak menyukai kondisi fisiknya.

e. Kepercayaan diri merupakan kemampuan yang dimiliki remaja dalam menilai diri dan menerima dirinya sendiri.

f. Keadaan atau kondisi fisik dapat mempengaruhi kepercayaan diri remaja karena remaja menganggap bahwa kondisi fisik merupakan modal yang penting yang merupakan bagian yang tampak dari kepribadian individu dan dapat menciptakan kesan awal bagi orang lain.

g. Semakin positif sikap remaja terhadap kondiri fisiknya, maka akan semakin tinggi kepercayaan diri yang dimilikinya, sebaliknya semakin

(43)

negatif sikap remaja terhadap kondisi fisiknya, maka akan semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki.

H. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara sikap terhadap kondisi fisik dengan kepercayaan diri remaja artinya semakin positif sikap remaja terhadap kondisi fisiknya maka semakin tinggi kepercayaan diri yang dimilikinya, dan sebaliknya semakin negatif sikap remaja terhadap kondisi fisiknya maka semakin rendah kepercayaan diri yang dimilikinya.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan tekhnik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Dengan teknik korelasi seorang peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel dengan variasi yang lainnya, besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Arikunto, 1995: 326).

B. Variabel Penelitian dan Operasional Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen (X) : Sikap terhadap kondisi fisik

Variabel Dependen (Y) : Kepercayaan diri remaja

2. Definisi Operasional

a. Sikap Terhadap Kondisi Fisik

Sikap terhadap kondisi fisik adalah hubungan komponen-komponen kognitif, afektif, konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap kondisi fisik seperti tinggi tubuh, berat tubuh, proporsi

(45)

tubuh yang akan menimbulkan sikap positif dan negatif terhadap kondisi fisik tersebut.

Aspek yang diukur adalah:

a. Komponen kognitif, yaitu pengetahuan atau pandangan remaja mengenai kondisi fisiknya saat ini.

Indikatornya:

1) Pandangan remaja mengenai tinggi tubuh 2) Pandangan remaja mengenai berat tubuh

3) Pandangan remaja mengenai proporsi tubuh

b. Komponen afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang, rasa puas atau tidak puas terhadap kondisi fisik. Rasa senang merupakan hal yang positif sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

Indikatornya:

1) Perasaan remaja mengenai tinggi tubuh 2) Perasaan remaja mengenai berat tubuh

3) Perasaan remaja mengenai proporsi tubuh

c. Komponen konatif, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap kondisi fisik. Komponen ini

(46)

manunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Indikatornya:

1) Tindakan remaja terhadap tinggi tubuh 2) Tindakan remaja terhadap berat tubuh 3) Tindakan remaja terhadap proporsi tubuh

b. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki remaja dalam menilai diri dan menerima dirinya sendiri. Kemampuan ini ditandai dengan indikator sebagai berikut:

a. Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

b. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi. c. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi diberbagai situasi.

d. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilanya. e. Memiliki kemampuan bersosialisasi.

(47)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2000:55), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi karakterisitik populasi peneliti adalah:

a. Berusia antara 16 sampai 18 tahun

b. Siswa kelas XI SMA N 2 Pekanbaru

Berdasarkan karakteristik tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru yang berjumlah 301 orang siswa. Rincian jumlah siswa yang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1

Rekapitulasi jumlah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 2 Pekanbaru

No Kelas Jumlah Siswa

1 XI1 41 2 XI2 41 3 XI3 44 4 XI4 43 5 XI5 45 6 XI6 43 7 XI7 44 Jumlah 301

(48)

2. Sampel Penelitian

Berdasarkan jumlah populasi yang ada, selanjutnya peneliti mengambil sampel berdasarkan pendapat Arikunto (2002: 125) bahwa apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini menjadi penelitian populasi. Tetapi jika populasi lebih dari 100 orang maka penelitian ini dapat diambil 10% - 25% atau lebih dari jumlah populasi.

Dikarenakan jumlah populasi pada penelitian ini jumlahnya cukup besar maka peneliti mengambil sampel sebanyak 25% yaitu 75 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik Sampel wilayah atau Propostional Random Sampling, adalah teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. (Azwar, 2003: 84).

Tabel 2.

Jumlah sampel penelitian

No Kelas Jumlah Siswa

1 XI1 10 2 XI2 10 3 XI3 11 4 XI4 11 5 XI5 11 6 XI6 11 7 XI7 11 Jumlah 75

(49)

D. Teknik Pengumpula Data

1. Alat Ukur

a. Alat Ukur Untuk Variabel Sikap Terhadap Kondisi Fisik

Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diperoleh dengan menggunakan skala. Skala sikap terhadap kondisi fisik disusun berdasarkan teori Baron dkk (dalam Walgito, 2003: 111). Skala ini disusun dengan model Skala Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban dengan menghilangan jawaban netral. Penghilangan jawaban netral ini berguna untuk menghindari jawaban yang mengelompok sehingga dikhawatirkan peneliti akan kehilangan banyak data (Hadi, 1991: 20).

Untuk penelitian ini, nilai diberikan berkisar dari 1 (satu) hingga 4 (empat), dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk pernyataan favorabel

1) Nilai 4 (empat) jika jawaban SS (sangat setuju) 2) Nilai 3 (tiga) jika jawaban S (setuju)

3) Nilai 2 (dua) jika jawaban TS (tidak setuju)

4) Nilai 1 (satu) jika jawaban STS (sangat tidak setuju) Untuk pernyataan unfavorabel

1) Nilai 4 (empat) jika jawaban STS (sangat tidak setuju) 2) Nilai 3 (tiga) jika jawaban TS (tidak setuju)

3) Nilai 2 (dua) jika jawaban S (setuju)

(50)

Tabel 3

Blue Print Skala Sikap Terhadap Kondisi Fisik Sebelum Uji Coba

No Aspek Indikator Aitem

Favorabel Unfavorabel Jumlah

1 Kognitif Pandangan remaja mengenai tinggi tubuh 5,12 11,24 4 Pandangan remaja mengenai berat tubuh 4,18, 13,25 4 Pandangan remaja mengenai proporsi tubuh 31,35 28,36 4

2 Afektif Perasaan remaja mengenai tinggi tubuh 2,6 3,7 4 Perasaan remaja mengenai berat tubuh 10,14 9,19 4 Perasaan remaja mengenai proporsi tubuh 20,22 23,32 4

3 Konatif Tindakan remaja mengenai tinggi tubuh 8,26 15,17 4 Tindakan remaja mengenai berat tubuh 1,33 21,30 4 Tindakan remaja mengenai proporsi tubuh 16,29 27,34 4 Jumlah 18 18 36

(51)

b. Ukur Untuk Kepercayaan Diri

Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diperoleh dengan menggunakan skala. Skala kepercayaan diri disusun berdasarkan teori (Hakim, 2002: 111). Skala ini disusun dengan model Skala Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban dengan menghilangan jawaban netral. Penghilangan jawaban netral ini berguna untuk menghindari jawaban yang mengelompok sehingga dikhawatirkan peneliti akan kehilangan banyak data (Hadi, 1991: 20).

Untuk penelitian ini, nilai diberikan berkisar dari 1 (satu) hingga 4 (empat), dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk pernyataan favorabel

1) Nilai 4 (empat) jika jawaban SS (sangat setuju) 2) Nilai 3 (tiga) jika jawaban S (setuju)

3) Nilai 2 (dua) jika jawaban TS (tidak setuju)

4) Nilai 1 (satu) jika jawaban STS (sangat tidak setuju) Untuk pernyataan unfavorabel

1) Nilai 4 (empat) jika jawaban STS (sangat tidak setuju) 2) Nilai 3 (tiga) jika jawaban TS (tidak setuju)

3) Nilai 2 (dua) jika jawaban S (setuju)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi terjemahan Bahasa Indonesia ke Bahasa Banjar disertai Analisis sintaksis, yang digunakan untuk membantu para pendatang di Banjar

ABSTRAK: Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan media power point. Objek penelitian adalah siswa kelas IV

geometri, astronomi, musik, geografi, seni, modal, dan logika; 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam yang mencakup genealogi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam,

[r]

memerintahkan panitera Pengadilan Agama Mungkid untuk mengirimkan salinan putusan sesuai dengan ketentuan yang ada. 4) Membebankan biaya Perkara kepada Penggugat. 50 Tahun

Hadirnya online shop yang kian marak pada saat ini tidak bisa dipungkiri berakibat pada perubahan gaya hidup seseorang, terutama pada remaja wanita desa Pancur

merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan

Kedua, model pendidikan pesantren Mukmin Mandiri, selain menitikberatkan pada ilmu keIslaman juga mengimbangi santri dengan ilmu umum, terutama bidang