KARYA SENI KEPENARIAN
Oleh :
Aulia Hardianita Effendi 14134140
JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
i
KARYA KEPENARIAN
Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat sarjana S1
Program Studi Seni Tari Jurusan Tari
Oleh :
Aulia Hardianita Effendi
14134140
JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
ii
(Bedhaya, Srimpi, Wireng/Pethilan, Gambyong, Pasihan)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :Aulia Hardianita Effendi NIM : 14134140
Telah dipertahankan dihadapan dewan penguji Tugas Akhir Pada tanggal 26 Juli 2018
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji , Penguji Utama,
Nanuk Rahayu, S.Kar., M.Hum Saryuni Padminingsih, S.Kar., M.Sn
Pembimbing,
Sri Setyoasih, S.Kar., M.Sn
Deskripsi Tugas Akhir Karya Seni ini telah diterima Sebagai salah satu syarat mencapai derajat sarjana S1
Pada Institut Seni Indonesia Surakarta.
Surakarta, 3 Agustus 2018 Dekan Fakultas Seni Pertunjukan
Dr. Sugeng Nugroho, S.Kar., M.Sn NIP. 196500141990111001
iii
Nama : Aulia Hardianita Effendi
Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 7 Mei 1996
NIM : 14134140
Program Studi : S-1 Seni Tari
Fakultas : Seni Pertunjukan
Alamat : Perum Clolo Indah Rt 04/22, Kadipiro, Banjarsari, Surakarta
Menyatakan bahwa deskripsi Tugas Akhir Karya Seni “KEPENARIAN PUTRI GAYA SURAKARTA (Bedhaya, Srimpi, Wireng/Pethilan, Gambyong,
Pasihan)” adalah benar hasil karya cipta saya sendiri, dibuat sesuai ketentuan yang berlaku, dan buakn merupakan hasil plagiasi. Jika ditemukan pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam deskripsi karya seni ini atau ada klaim dari pihak lain, maka gelar kesarjanaan saya dapat dicabut.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, penuh rasa tanggung jawab.
Surakarta, 18 Juli 2018
Penyaji,
iv
tua saya tercinta Bapak Abdul Haris Effendi serta Ibu Dyah Ratna Wijayanti, tak lupa kedua adik saya Luthfi Hardian Effendi serta Iqbal Rahardian Effendi atas segala dukungan,doa, motivasi, dan segala nasehat. Ibu Sri Setyoasih S.Kar.,M.Sn selaku pembimbing Tugas Akhir yang selalu sabar membimbing baik dalam proses kepenarian maupun tulisan. Ibu Dwi Rahmani S.Kar.,M.Sn selaku Pembimbing Akademik yang selalu menasehati serta membimbing saya. Agna Novia Rahmawati selaku teman seperjuangan Tugas Akhir, tak lupa teman-teman kelas A Tari 2014 yang tersayang, teman KKN Desa Kembangsari, teman-teman Teater Akar yang selalu mendukung serta bersinergi dalam setiap proses saya. Tak lupa para Dosen ISI Surakarta yang selalu mengevaluasi setiap proses saya untuk kemajuan baik dalam proses kepenarian maupun dalam tulisan
MOTTO
Setiap keberhasilan memang harus diperjuangkan. Satu harapan di genggaman, satu keberhasilan di pelukan.
v
Wireng/Pethilan, Gambyong, Pasihan) oleh Aulia Hardianita Effendi (2018 Penyaji, S-1 Jurusan Tari, Institut Seni Indonesia Surakarta).
Ujian Tugas Akhir merupakan tahap akhir dalam perkuliahan untuk menyelesaikan program studi S-1 Jalur Kepenarian Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. Dalam Ujian Tugas Akhir ini penyaji memilih 5 genre atau ragam bentuk Tari Putri Gaya Surakarta, yaitu Bedhaya,Srimpi,Wireng/Pethilan, Gambyong, Pasihan.
Penyaji diwajibkan menguasai sepuluh materi Tari Putri Gaya Surakarta, diantaranya : 1). Tari Bedhaya Duradasih, 2). Tari Bedhaya Tolu, 3). Tari Bedhaya Sukoharjo, 4). Tari Srimpi Jayaningsih, 5). Tari Srimpi Ludiromadu, 6). Tari Srmpi Gandakusuma, 7). Tari Srikandhi Cakil, 8). Tari Adaninggar Kelaswara, 9). Tari Gambyong Ayun-Ayun , 10). Tari Lambangsih.
Proses Tugas Akhir dilalui dengan beberapa tahap yaitu Tahap Persiapan yang meliputi Tinjauan Pustaka , Orientasi, Observasi, Eksplorasi, Improvisasi dan Evaluasi. Selanjutnya merupakan Tahap Pendalaman Materi, Tahap Pengembangan Wawasan, Tahap Penggarapan. Dalam tahap ini, penyaji menerapkan konsep-konsep tari jawa terutama yang terkait dengan kepenarian. Pada Penentuan Akademik, penyaji mempersiapkan lima materi tari, yaitu : Tari Bedhaya Duradasih, Tari Bedhaya Tolu, Tari Bedhaya Sukoharjo, Tari Srimpi Jayaningsih, dan Tari Srimpi Ludiromadu. Tahap selanjutnya adalah tahap Ujian Tugas Akhir , penyaji memilih tiga materi dari lima materi tari, yaitu : Tari Bedhaya Duradasih, Tari Bedhaya Tolu, dan Tari Bedhaya Sukoharjo, untuk Ujian Tugas Akhir penyaji menyajikan satu materi tari dari hasil undian.
vi
dapat terselesaikan. Laporan penulisan kertas kerja ini berisi
proses-proses penyaji dalam melaksanakan Ujian Tugas Akhir. Penyusunan serta
penyelesaian laporan kertas kerja ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyaji ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
berkenaan membantu penyaji dalam menyelesaikan laporan kertas kerja
ini, baik yang disebutkan maupun yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu. Secara khusus penyaji mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua saya tercinta Bapak Abdul Haris serta Ibu Dyah Ratna, tak lupa
kedua adik saya Luthfi Hardian serta Iqbal Rahardian atas segala
dukungan,doa, motivasi, dan segala nasehat. Ibu Sri Setyoasih selaku
pembimbing Tugas Akhir yang selalu sabar membimbing baik dalam
proses kepenarian maupun tulisan. Ibu Dwi Rahmani selaku Pembimbing
Akademik yang selalu menasehati serta membimbing saya. Agna Novia
Rachmawati selaku teman seperjuangan Tugas Akhir.
Penyaji menyadari bahwa penulisan laporan kertas kerja ini masih
vii
Surakarta, 20 Juli 2018
Penyaji ,
Aulia Hardianita Effendi
viii
(Jawa). Mempermudah pembaca dalam memahami isi tulisan ini. Berikut titilaras kepatihan, simbol dan singkatan yang dimaksud :
Notasi : 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 1 2 3
g : simbol tabuhan instrumen gong
n : simbol tabuhan instrumen kenong p : simbol tabuhan instrumen kempul
_ : simbol tanda ulang
. : pin atau kosong tidak ditabuh
B : kendhang + : kethuk - : kempyang < : menuju 1 (satu) : dibaca ji 2 (dua) : dibaca ro 3(tiga) : dibaca lu
4 (empat) : dibaca pat 5 (lima) : dibaca ma
6 (enam) : dibaca nem
ix PERSETUJUAN ii PERNYATAAN iii PERSEMBAHAN iv MOTTO v ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
CATATAN UNTUK PEMBACA viii
DAFTAR ISI ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Kerangka Gagasan 4
C. Tujuan dan Manfaat 5
D. Tinjauan Sumber 6 E. Kerangka Konseptual 10 F. Metode Kekaryaan 12 a. Tahap Persiapan 1. Observasi 12 2. Wawancara 12 3. Dokumentasi visual 13 G. Sistematika Penulisan 15
BAB II PROSES PENCAPAIAN KUALITAS 17
A. Tahap Persiapan 18
B. Pendalaman Materi 20
C. Pengembangan Wawasan 21
D. Penggarapan 22
x DAFTAR ACUAN DAFTAR PUSTAKA DISKOGRAFI NARASUMBER GLOSARIUM BIODATA PENYAJI PENDUKUNG SAJIAN PENDUKUNG KARAWITAN LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Penyaji lahir dan dibesarkan bukan dari keluarga seniman
sehingga pengetahuan mengenai tari yang penyaji miliki sangat terbatas.
Berawal dari ajakan ayah untuk mengapresiasi pertunjukan tari, penyaji
mulai tertarik untuk belajar menari. Di kelas 5 SD penyaji mulai
mengikuti pelatihan tari di Sanggar Tari Metta Budhaya Surakarta dan di
kelas 6 SD hingga lulus SMA penyaji mengikuti pelatihan tari di Sanggar
Tari Soerya Soemirat Surakarta. Melalui sanggar tari yang penyaji ikuti,
penyaji mendapatkan wawasan yang lebih luas mengenai tari seperti
berbagai vokabuler gerak, macam iringan tari, maupun bentuk adeg dalam
menari. Dari pengalaman yang didapat, akhirnya penyaji memutuskan
melanjutkan sekolah di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan
Program Studi Seni Tari. Keinginan penyaji menggeluti kesenian
khususnya seni tari muncul pada saat pertama kali penyaji mengapresiasi
sebuah pertunjukan tari. Dari sanalah kemudian muncul keinginan untuk
lebih memperdalam ilmu tentang tari.
Di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta penyaji mengambil
program studi tari pada tahun 2014. Di dalam pembelajaran materi
pernah penyaji dapatkan. Selain praktek mengenai materi tari dan teori
tentang tari, penyaji juga diajarkan praktek karawitan, tembang atau vocal.
Di dalam materi perkuliahan genre tari yang di ajarkan bukan hanya Tari
Gaya Surakarta, tetapi Gaya daerah lain juga ikut dipelajari seperti Tari
Bali, Tari Yogyakarta, dan Tari Sunda, sampai Tari Sumatra serta Tari
Non-Tradisi. Proses pembelajaran didalam kelas teori maupun praktek,
penyaji dibimbing langsung oleh dosen yang berpengalaman, sehingga
bekal dan pengetahuan penyaji sebagai seorang penari semakin
bertambah. Pengalaman tersebut sangat bermanfaat bagi penyaji sebagai
motivasi untuk terus belajar dan memperdalam mengenai materi maupun
ilmu-ilmu mengenai tari.
Selain sebagai mahasiswa yang aktif di dalam perkuliahan, penyaji
juga terlibat dalam beberapa kegiatan seni seperti Hari Jadi Kota Solo,
Hari Batik Nasional, sebagai wakil Kota Solo untuk menjadi penari
opening Miss World yang diselengarakan di Bali serta kegiatan Solo Batik
Carnival yang penyaji ikuti selama 3 tahun, selain itu penyaji juga
terlibatan di dalam kegiatan kampus seperti membantu ujian tugas akhir
dan sebagai penari sesaji. Dengan begitu penyaji semakin tertarik dan
semakin menggeluti dunia tari. Di dalam proses sebagai pendukung ujian
tugas akhir, penyaji dominan membantu dalam materi kepenarian Gaya
jalur koreografi. Dalam proses sebagai pendukung tugas ahkir penyaji
mendapatkan banyak pengalaman, dari situlah penyaji mendapat
berbagai tantangan yang harus dihadapi, seperti ketika penyaji
mendukung ujian tugas ahkir jalur kepenarian Gaya Surakarta, penyaji
merasakan betapa sulitnya menyatukan rasa penari satu dengan penari
yang lain, penyaji mau tidak mau harus bisa menahan ego dalam menari
dan harus saling seimbang satu sama lain, selain itu penyaji harus dapat
menyamakan gerak (rampak) untuk gerak-gerak kecil sekalipun, agar
penyaji dapat menyampaikan maksud dari tarian tersebut dan juga dapat
memunculkan suasana pada terian tersebut. Selain itu menjadi seorang
penyaji tari yang baik harus mampu memahami tubuh sebagai media
ekspresi jiwa. Dengan beberapa proses serta pengalaman yang penyaji
dapatkan, ahkirnya penyaji memilih jalur kepenarian Gaya Surakarta
sebagai tugas ahkir. Selain ketertarikan penyaji mengenai tari Gaya
Surakarta, penyaji juga ingin memperdalam pengalaman-pengalaman
yang sudah pernah penyaji dapatkan.
Pada Tugas Akhir jalur Kepenarian Gaya Surakarta ini, penyaji
dituntut untuk menyajikan beberapa jenis karakter tari dengan baik.
Beberapa karakter tari Gaya Surakarta antara lain wireng, pethilan, pasihan
memilih beberapa materi yang sudahpenyaji dapatkan dalam materi
perkuliahan maupun melalui pengalaman-pengalaman penyaji.
B. Kerangka gagasan
Dalam proses Tugas Akhir penyaji memilih jalur kepenarian gaya
Surakarta. Sebagai penari tradisi Gaya Surakarta, penyaji harus memiliki
pemahaman dan penguasaan tentang konsep-konsep tari tradisi. Penyaji
dituntut untuk mampu menguasai berbagai bentuk dan karakter musik
tari (gendhing beksan). Dengan demikian penyaji mampu mengendalikan
diri dalam menghayati musik tarinya, sehingga karakter dan suasana
yang disajikan dapat tersampaikan.
Sehubungan dengan kemampuan kepenarian yang telah
dipaparkan, dalam dunia tari tradisi banyak ditulis tentang
konsep-konsep dasar tari dan kepenarian, baik yang berkaitan dengan aturan
sikap tari (patrap beksa), konsep tafsir, maupun yang berkaitan tentang
penilaian. Di samping seperti yang dijelaskan pada buku Garan Joged
yang didalamnya terdapat konsep gagasan dari Wahyu Santoso Prabowo,
yaitu konsep “Hasta-Sawanda” yang harus dipahami sebagai satu
kesatuan konsep untuk mencapai kesempurnaan penyajian tari, penyaji
juga menerapkan konsep wiraga, wirama dan wirasa sebagai pijakan dalam
dengan ide garap dari masing-masing bentuk sajian untuk memunculkan
estetika dalam tari.
Dalam proses perkuliahan di semester 3,4, dan 6 penyaji mendapat
materi bentuk bedhaya dan srimpi sebagai awal ketertarikan penyaji untuk
menjalankan tugas akhir jalur kepenarian. Dari pengalaman yang
diperoleh pada saat proses membantu tugas akhir jalur kepenarian,
pembawaan dan ujian semester 7, penyaji berminat untuk memilih tugas
akhir dengan jalur kepenarian gaya surakarta khususnya tari Surakarta
Putri dengan bentuk bedhaya dan srimpi.
Dalam proses tugas akhir penyaji memilih jalur kepenarian paket
gaya Surakarta Putri dalam betuk bedhaya dan srimpi. Berdasarkan hasil
pertimbangan, penyaji memutuskan untuk memilih beberapa materi
ujian, antara lain : 1. Tari Srimpi Jayaningsih, 2.Tari Srimpi Ludiromadu,
3. Tari Bedhaya Duradasih, 4. Tari Bedhaya Tolu, 5. Tari Bedhaya
Sukoharjo, 6. Tari Srimpi Gandakusuma, 7. Tari Srikandhi – Cakil, 8. Tari Adaninggar Kelaswara, 9.Tari Gambyong Ayun-ayun, 10. Tari
Lambangsih.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penyaji memilih tugas akhir jalur kepenarian Gaya Surakarta
a. SebagaisyaratTugasakhir jalur kepenarian bagi penyaji
b. Sebagai salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Tari (S-1)
c. Menambah kemampuan menguasai jenis Tari Gaya Surakarta
Putri.
Manfaat dalam proses pembelajaran yang didapat oleh penyaji adalah :
a. Memberikan ilmu terhadap penyaji dalam hal kesenian dan
kebudayaan.
b. Menambah wawasan, sehinga mampu untuk meghadapi dunia
kerja atau dunia pendidikan ke jenjang selajutnya.
c. Menjadi langkah awal dalam memelihara hubungan kerja dan
pendidikan kepada lembaga, masyarakat dan pemerintah atau
bahkan dunia internasional.
D. Tinjauan Sumber
Untuk menunjang Tugas Akhir, sumber data sangat penting
bagi penyaji.Sumber tersebut diperoleh melalui sumber pustaka
maupun wawancara dengan narasumber yang dipercaya dan
memiliki pengetahuan maupun pengalaman menguasai
bidangnya.Kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh
Beberapa sumber yang menjadi bahan tinjauan adalah sebagai
berikut :
- Kepustakaan
1. “Tari Tradisi Kraton Surakarta” laporan penelitian Nanuk Rahayu. Buku ini membahas tentang tari-tari tradisi yang
berkembang di dalam lingkungan Keraton Surakarta
khususnya tari Srimpi. Dari buku ini penulis mendapatkan
informasi tentang Tari Srimpi.
2. “Tari Tradisi Jawa Gaya Surakarta” oleh Gendhon Humardani. Buku ini mengupas tentang tari tradisi dan
peristilahannya. Dari buku ini penulis mendapatkan informasi
tentang tari tradisi Jawa dab istilah-istilah yang terdapat
dalam tari tradisi.
3. “Sekilas tentang tari Srimpi dan Bedhaya” oleh Sunarno Purwalelana. Makalah ini memberikan informasi tentang Tari
Srimpi dan Bedhaya Gaya Surakarta.
4. “Tari Bedhaya Sukaharja Kasunanan Surakarta” oleh Sri Setyoasih (1999). Tulisan ini merupakan hasil laporan
penelitian Tari Bedhaya Sukaharja oleh Sri Setyoasih. Berisi
tentang catatan laporan penelitian dan gambaran umum
Bedhaya Sukaharja, meliputi konsep estetika, pola gerak,
struktur tarian, pola lantai, pola gerak dan rias serta busana.
- Diskografi
Kaset audio-visual yang digunakan sebagai acuan dalam
pembelajaran merupakan rekaman dari Tugas Akhir maupun
pembawaan tari putri Gaya Surakarta, antara lain :
a. Tari Bedhaya Durodasih, ujian tari Surakarta putri semester
VII, oleh mahasiswa jurusan seni tari semester VII, tahun
2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta.
b. Tari Bedhaya Tolu, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Novita
Iskandar dan Prapki Pratiwi, koleksi Studio Pandang Dengar
jurusan Tari ISI Surakarta.
c. Tari Bedhaya Sukaharja, dokumen pribadi penyaji
d. Tari Srimpi Jayaningsih, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Anik
Ningsih, tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan
Tari ISI Surakarta.
e. Tari Srimpi Ludiramadu, Ujian Penentuan Tugas Akhir S-1
oleh Dian Palupi, tahun 2010, koleksi Studio Pandang
f. Tari Srimpi Gondokusumo, Ujian Pembawaan Tari Putri
Gaya Surakarta oleh Ayun Anandhita dan Yayuk Retnowati,
tahun 2012, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta.
g. Tari Srikandi Cakil, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Angista
Windi, tahun 2014, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan
Tari ISI Surakarta.
h. Tari Adaninggar Kelaswara, Ujian Pembawaan semester VI
oleh Agustina dan Della Rucika Devi Pramudha Wardhani,
tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta
i. Tari Gambyong Ayun-Ayun, Ujian Penentuan Tugas Akhir
oleh Tri Puji Rahayu, tahun 2013, koleksi Studio Pandang
Dengar jurusan Tari ISI Surakarta.
j. Tari Lambangsih, Ujian Tugas Ahkir S-1 oleh Titik Parmuji,
tahun 2006, koleksi Studio Studio Pandang Dengar jurusan
E. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konseptual dalam hal ini merupakan landasan pikiran
atau teori yang digunakan sebagai dasar dengan menggunakan
pernyataan lisan serta keterangan yang terdapat pada buku referensi
terkait hal-hal mengenai tari. Berdasarkan keterengan diatas ada
beberapa konsep yang digunakan sebagai acuan antara lain konsep
Hasta Sawanda, konsep Joged Mataram, konsep Joged Suryadiningrat.
Untuk mencapai tahap-tahap kualitas penari yang baik penyaji
menggunakan salah satu kosep sebagai acuan. Salah satu konsep
tersebut adalah :
1. Konsep Hasta Sawanda
a. Pacak : bentuk atau pola dasar dan kualitas gerak tertentu
yang ada hubungannya dengan karakter yang dibawakan.
Misalnya, pada tari bergenre Srimpi dan Bedhaya, karakter
yang dibawakan harus luruh, luwes, dan semeleh.
b. Pancat : peralihan dari gerak yang satu ke gerak berikutnya
yang telah diperhitungkan secara matang sehingga enak
dilihat dan dilakukan. Misalnya, sririg, kengser, leyek, dan
c. Ulat : pandangan mata dan penggarapan ekspresi wajah
sesuai dengan benuk, kualitas, karakter peran yang
dibawakan serta suasana yang diinginkan atau dibutuhkan.
d. Lulut : gerak yang sudah menyatu dengan penarinya,
seolah-olah tidak dipikirkan lagi, yang tampak hadir dalam
penyajian bukan pribadi penarinya melainkan keutuhan tari
itu sendiri.
e. Luwes : kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk dan
karakter peran yang dibawakan (biasanya merupakan
pengembangan dari kemampuan bawaan penarinya).
Missal, mbanyu mili, mucang kanginan, dan lain-lain.
f. Wiled : variasi gerak yang dikembangkan berdasarkan
kemampuan bawaan penarinya (keretampilan, interpretasi,
improvisasi).
g. Irama : menunjuk alur garap tari secara keseluruhan (desain
dramatik dan lain-lain) dan juga menunjuk hubungan gerak
dengan iringannya (midak, nujah, nggandul, sejajar, kontras,
cepat, lambat dan lain-lain).
h. Gendhing : menunjuk penguasaan iringan tari. Dalam hal ini
bentuk-bentuk gendhing, pola tabuhan, rasa lagu, irama,
(laya) tempo, rasa seleh, kalimat lagu, dan juga penggunaan
Pemahaman ini akan dijadikan sebagai landasan dalam memahami
tentang permasalahan garap tari. Selain itu juga mencantumkan
landasan pemikiran tentang bentuk-bentuk tari sebagai dasar acuan
memahami beberapa bentuk tari sesuai dengan materi yang dipilih.
F. METODE KEKARYAAN
Metode atau pendekatan/langkah strategis digunakan untuk
mendapatkan data yang terkait objek materi tari yang dipilih, dari
mulai menyusun beberapa langkah kerja kreatif, yaitu : melakukan
observasi, wawancara dan studi pustaka.
1. Observasi
Observasi dalam kertas kerja laporan ini bentuknya ialah
pengamatan secara langsung dan tidak langsung terhadap
fenomena tari “Bedhaya dan Srimpi”.Pengamatan dilakukan
melalui berbagai ujian tari di Institut Seni Indonesia Surakarta
maupun acara-acara lain yang berkaitan dengan seni
tradisi.Pengamatan tak langsung yang dilakukan ialah dengan
menggunakan referensi audio visual sebagai acuan dasar.
Sasaran narasumber yang akan diwawancarai ialah mereka
yang dianggap menguasai wilayah tari tradisi. Tolak ukur
menentukan kredibilitas ialah dengan melihat jejak rekam
narasumber dalam keterlibatannya pada persoalan sebuah
karya tari. Beberapa sumber menjadi sasaran wawancara antara
lain : (1) Wahyu Santosa Prabowo (65 tahun), empu dan
pengamat tari tradisi gaya Surakarta; (2) Dwi Rahmani (55
tahun), sebagai dosen tari putri gaya Surakarta; (3) Saryuni
Padminingsih (57 tahun), sebagai dosen putri gaya Surakarta.
3. Dokumen Visual
Dalam laporan ini penyaji menggunakan audio visual
berupa rekaman pementasan sebagai acuan antara lain :
a. Tari Bedhaya Durodasih, ujian tari Surakarta putri semester
VII, oleh mahasiswa jurusan seni tari semester VII, tahun
2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta.
b. Tari Bedhaya Tolu, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Novita
Iskandar dan Prapki Pratiwi, koleksi Studio Pandang Dengar
jurusan Tari ISI Surakarta.
d. Tari Srimpi Jayaningsih, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Anik
Ningsih, tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan
Tari ISI Surakarta.
e. Tari Srimpi Ludiramadu, Ujian Penentuan Tugas Akhir S-1
oleh Dian Palupi, tahun 2010, koleksi Studio Pandang
Dengar jurusan Tari ISI Surakarta
f. Tari Srimpi Gondokusumo, Ujian Pembawaan Tari Putri
Gaya Surakarta oleh Ayun Anandhita dan Yayuk Retnowati,
tahun 2012, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta.
g. Tari Srikandi Cakil, Ujian Tugas Akhir S-1 oleh Angista
Windi, tahun 2014, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan
Tari ISI Surakarta.
h. Tari Adaninggar Kelaswara, Ujian Pembawaan semester VI
oleh Agustina dan Della Rucika Devi Pramudha Wardhani,
tahun 2016, koleksi Studio Pandang Dengar jurusan Tari ISI
Surakarta
i. Tari Gambyong Ayun-Ayun, Ujian Penentuan Tugas Akhir
oleh Tri Puji Rahayu, tahun 2013, koleksi Studio Pandang
j. Tari Lambangsih, Ujian Tugas Ahkir S-1 oleh Titik Parmuji,
tahun 2006, koleksi Studio Studio Pandang Dengar jurusan
Tari ISI Surakarta.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Tahap akhir penulisan laporan ini dikerjakan dan disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I
Meliputi latar belakang kepenarian, gagasan kepenarian
yang di dalamnya menjabarkan keterangan tari, tujuan dan
manfaat, tinjauan pustaka yang meliputi sumber pustaka dan
pengamatan audio visual, kerangka konseptual, metode kekaryaan
dan sistematika penulisan.
BAB II
Meliputi proses pencapaian kualitas berisi tentang tahapan
persiapan materi, tahap pendalaman materi, tahap pengembangan
wawasan, tahap penggarapan dan berisi tafsir bentuk dari materi
yang telah dipilih.
BAB III
Meliputi deskripsi sajian berisi tentang uraian hasil usaha
mencakup masalah garap/isi nilai yang ingin diungkap dan garap
bentuk yang meliputi struktur garap serta elemen atau unsur-unsur
garap sebagai alat ungkapnya.
BAB IV
Penutup berisi tentang kesimpulan yang terkait dengan
BAB II
PROSES PENCAPAIAN KUALITAS
Proses pencapaian kualitas seorang penari dapat ditentukan oleh
beberapa faktor pendukung seperti, bakat yang sudah dimiliki sejak lahir
atau pengaruh dukungan serta motivasi lingkungan sekitar. Seorang
penari yang berkualitas juga memerlukan semangat,serta motivasi dari
diri sendiri untuk terus melakukan proses latihan secara rutin agar
mendapatkan hasil yang baik. Untuk mencapai kualitas kepenarian yang
baik,diperlukan beberapa tahapan yang diharapkan mampu
menghasilkan kualitas kepenarian yang diinginkan.
Dalam berkesenian, khususnya dalam bidang seni tari, seorang penari memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah pertunjukan.
Penari dalam sebuah pertunjukan tari tidaklah sekedar sebagai pelaku yang membawakan sebuah tarian karya seorang penyusun tari (koreografer), tetapi harus mampu mengembangkan ide atau gagasan koreografer dengan kemampuan tafsirnya, sekaligus dapat mengkomunikasikan ide gagasan tersebut pada penonton. ( Sal Murgianto,1993:23)
Seorang penari yang berkualitas mampu memahani serta
mengetahui tubuh sebagai media gerak serta ekspresi untuk membentuk
vocabuler yang tersusun. Kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk
mentafsirkan penjiwaan, ekspresi wajah, tafsir gerak,penguasaan
Latar belakang sebuah sajian juga harus diketahui, agar dapat
menghadirkan suasana dari sajian yang akan ditarikan, selain itu juga
dapat menjiwai karakter sajian yang dibawakan sehingga maksud dari
sajian tersebut dapat tersampaikan kepada penonton dengan baik.
Penguasaan gendhing dalam setiap materi yang disajikan sangatlah
penting agar rasa atau suasana sajian dapat tersampaikan dengan baik.
Tanpa ada penguasaan gendhing yang baik maka rasa atau suasana yang
akan dihadirkan tidak akan tersampaikan dengan baik dalam sebuah
sajian. Maka latar belakang sajian serta gendhing yang akan dibawakan
harus dapat dikuasai. Dari pemaparan diatas, maka akan dilakukan
tahapan menuju Tugas akhir. Tahapan tersebut untuk mencapai kualitas
kepenarian sebagai seorang penari.
A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap awal sebelum menempuh Ujian Tugas
Akhir. Dalam tahap ini wajib menyiapkan data-data valid serta referensi
yang berkaitan dengan konsep hingga pemilihan materi sajian. Persiapan
tersebut dilakukan mulai dari Ujian Mata Kuliah Pembawaan semester VI
serta Mata Kuliah Bimbingan kepenarian di semester VII, dalam tahap ini
di siapkan 5 materi sajian untuk selanjutnya ditempuh dalam tahap Tugas
a). Orientasi
dalam tahap orientasi diwajibkan untuk memilih sepuluh materi
sajian. Sepuluh materi sajian tersebut diperoleh ketika menempuh mata
kuliah bimbingan kepenarian serta mata kuliah pembawaan. Persiapan ini
dilakukan dengan latihan mandiri serta pengkayaan teknik gerak serta
mencari wiled sesuai ketubuhan para penari.
b). Observasi
Observasi merupakan salah satu cara pengumpulan data atau
informasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengamatan
secara langsung seperti mengapresiasi sebuah pertunjukan tari yang
diadakan di lingkungan kampus, lingkungan Taman Budaya Jawa Tengah
(TBS), atau seni pertunjukan lainnya. sedangkan pengamatan secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan cara mengapresiasi melalui
dokumentasi video pertunjukan, baik video visual ujian maupun pentas.
Dalam melewati ujian kelayakan Tugas Akhir dan dinyatakan
layak oleh para penguji, selanjutnya adalah mempersiapkan diri untuk
maju ke tahap selanjutnya. Tahapan ini bertujuan untuk mendukung
B. Tahap Pendalaman Materi
Tahap pendalaman materi adalah tahap mendalami materi sajian yang
telah dipilih melalui proses bimbingan, wawancara narasumber,serta
melakukan latihan mandiri maupun latihan bersama dosen pembimbing
Tugas Akhir.
1. Eksplorasi
Proses pendalaman materi Bedhaya Srimpi dilakukan dengan
melakukan pencarian wiled, detail gerak pada setiap materi untuk
mencapai satu kesatuan gerak yang diinginkan. Dalam meteri bedhaya
bentuk adeg serta teknik dasar sangatlah penting. Teknik dasar serta
pengolahan tubuh sangat dibutuhkan seperti, leyekan, tolehan, mucang
kanginan, mbanyu mili, yang harus dikuasai dengan baik dan benar agar
bentuk tubuh penyaji tidak terlihat kaku ketika menari. Selain melakukan
teknik yang baik dan benar, pendukung sajian juga saling menahan diri
serta menahan ego , karena di setiap gerak dalam penerapannya harus
saling mulat. Kepekaan gendhing juga sangat diperlukan agar rasa
gendhing serta rasa yang diungkapkan dapat menyatu. Hal ini dilakukan
dalam proses latihan Tugas Akhir setiap harinya.
Dalam proses pendalaman materi Bedhaya Srimpi,lebih memperdalam
mengembangkan vocabuler gerak serta pola lantai. Namun lebih
mendalami kesatuan rasa antar penari agar suasana yang di sampaikan
dapat dipahami oleh penonton.
2. Improvisasi
Improvisasi merupakan usaha kreatif dalam melakukan proses
eksplorasi dalam pengembangan gerak tubuh serta pengolahan rasa,
yang diharapkan mampu menuangkan pikiran atau ide kreatif melalui
medium gerak. Ide penggarapan dapat berupa pla lantai maupun suasana
dalam sajian.
3. Evaluasi
Pada tahap evaluasi, penterdapat beberapa pengarahan dari dosen
pembimbing baik secara kelompok,maupun individu. Dari beberapa
catatan bimbingan tersebut dapat dijadikan acuan agar lebih baik lagi
dalam berproses. Dengan latihan secara rutin baik secara mandiri maupun
dengan pembimbing, diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang
ada.
C. Tahap Pengembangan Wawasan
Tahap pengembangan wawasan adalah tahap seorang penari tidak
hanya dapat menguasai teknik menari, namun juga harus memiliki
yang berkaitan dengan materi tari sebagai bekal untuk berpartisipasi
dalam suatu pagelaran tari sebagai salah satu acuan seseorang untuk
menjadi penari yang baik dan disiplin.
Selain itu, seorang penari juga harus memiliki referensi buku yang
berkaitan dengan materi sajian, karena buku merupakan salah satu
wacana pengetahuan yang tertulis. Melakukan wawancara dengan
narasumber yang terkait dengan materi sajian. Penyaji melakukan
wawancara dengan empu atau beberapa dosen yang memahami materi
tersebut. Melakukan apresiasi pada beberapa pertunjukan juga
dibutuhkan, seperti pertunjukan malam setu pon yang berada di Pura
Mangkunegaran, malam nemlikuran yang diadakan di SMKI,serta
pertunjukan lainnya, baik di dalam lingkungan kampus maupun di luar
lingkungan kampus.
D. Tahap Penggarapan
Dalam tahap penggarapan materi, dipilih cara kerja kreatif dalam
pengaplikasian materi sajian sesuai tafsir. Hal ini bertujuan untuk
mencoba membangun interpretasi dalam setiap materi sajian yang
dipilih. Dalam tahapan ini dipilih 5 repertoar tari yang akan
ditafsirkan oleh penyaji menurut hasil wawancara serta pengamatan
Tafsir bentuk adalah sesuatu yang divisualisasikan melalui gerak
sebagi media utama dengan penggarapan beberapa unsur pendukung
seperti ruang, karakter, tempo, tekanan, pola lantai, serta melalui
penggarapan karawitan tari, rias busana, serta tata cahaya.
Penggarapan unsur-unsur tersebut akan menghasilkan sebuah sajian
yang sesuai dengan kebutuhan yang inginkan, dengan harapan rasa
yang akan diungkapkan dapat tersampaikan dengan baik.
1. Tari Srimpi Jayaningsih
a) Tafsir Isi
Tari Srimpi Jayaningsih bercerita tentang kisah percintaan
Banowati dan Arjuna. Akan tetapi demi keluarga Banowati rela
menjadi istri Prabu Duryudana. Dalam tafsir penyaji, Banowati
merupakan tokoh putri yang tidak egois, serta berani mengalah
demi keluarga. Dalam sajian tari Srimpi Jayaningsih, penyaji
memunculkan rasa gagah, agung, antep, sigrak, dan tegas,
didukung dengan musik tarinya.
b) Tafsir Bentuk
Dalam sajian tari Srimpi Jayaningsih, penyaji tidak mengubah
struktur sajian. Penyaji lebih menekankan pada volume gerak yang
2. Tari Srimpi Ludiramadu
a) Tafsir Isi
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan gambaran seorang raja
yang menginginkan putranya agar tumbuh berkembang menjadi
anak yang baik. Dalam hal ini, penyaji menafsirkan tari Srimpi
Ludiramadu sebagai sebuah permohonan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Pada sajian ini penyaji memunculkan rasa yang sareh,
semeleh,serta manembah.
b) Tafsir Bentuk
Penyaji tidak merubah struktur sajian dalam materi Srimpi
Ludiramadu, namun penyaji lebih menekankan pada gerak yang
lebih mengalir serta semeleh.
3. Tari Bedhaya Duradasih
a) Tafsir Isi
Tari Bedhaya Duradasih merupakan materi tari yang
bertema tentang rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam sajian ini penyaji memunculkan rasa
manembah, agung,dan semeleh.
Dalam sajian ini penyaji tidak merubah struktur sajian , numun
penyaji lebih menekankan pada ketubuhan penyaji serta
pendukung sajian, seperti teknik leyekan agar dapat dilakukan
secara maksimal.
4. Tari Bedhaya Tolu
a) Tafsir Isi
Tari Bedhaya Tolu merupakan tarian yang menggambarkan
tentang hari kelahiran pada tanggal Jawa. Hal ini terlihat dari isi
cakepan sindhenan yang menggambarkan tentang wuku.
b) Tafsir Bentuk
Dalam sajian tari Bedhaya Tolu, penyaji tidak merubah struktur
sajian yang ada, penyaji hanya memunculkan kesan gagah dalam
sajian tersebut serta memunculkan suasana yang agung.
5. Tari Bedhaya Sukoharjo
a) Tafsir Isi
Tari Behaya Sukoharjo merupakan ungkapan rasa syukur pada
Tuhan Yang Maha Esa atas tercapainya cita-cita serta keinginan
b) Tafsir Bentuk
Dalam materi tari Bedhaya Sukoharjo, penyaji tidak mengubah
struktur sajian, hanya saja penyaji ingin memunculkan suasana
yang agung dan sakral.
E. Tahap Ujian Penentuan
Sebelum masuk ke tahap penentuan, diwajibkan untuk mengikuti
tahap kelayakan. Dalam tahap kelayakan diwajibkan untuk
mempresentasikan sepuluh materi tari yang sudah dipilih. Setelah
dinyatakan lolos , maka tahap selanjutnya adalah tahap penentuan
dengan lima materi tari. Dalam proses ujian penentuan tersebut lima
materi tari diundi dan wajib diujikan. Pada proses penentuan
dilakukan dua kali yang pertama undian mendapatkan materi Srimpi
Jayaningsih dan pada penentuan kedua undian mendapatkan materi
Bedhaya Sukoharjo.
Setelah lolos dalam tahap penentuan, tahap selanjutnya adalah
tahap Ujian Tugas Akhir. Dalam proses ini evaluasi sangat dibutuhkan
baik dalam proses sajian maupun pada penggarapan kertas laporan.
Dalam tahap Ujian Tugas Akhir, dipilih tiga materi yang akan
diundi . pada tahap ini tiga materi yang dipilih adalah Tari Bedhaya
materi tersebut akan diundi dan wajib di sajikan pada tanggal 23-25
Juli 2018.
Berikut adalah keterangan sepuluh materi sajian :
1. Genre Bedhaya
a. Tari Bedhaya Duradasih
Tari Bedhaya Duradasih disusun oleh Ingkang Sinuhun
Kanjeng Susuhanan Paku Buwono IV putra Baginda Sinuhun
Kanjeng Susuhanan Paku Buwono III. Kelahiran tari ini
berkaitan dengan perjodohan Ingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhanan Paku Buwono IV yang saat itu masih bergelar
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Cakraningrat VI dari
Pamekasan Madura yang bernama Raden Ajeng Handaya.
Sebagai perwujudan rasa syukur atas perjodohan tersebut
makan disusunlah sebuah tarian bedhaya yang disebut Bedhaya
Duradasih. Duradasih memiliki fungsi sebagai tari upacara
perkawinan putra putri raja.
Struktur sajian pada Tari Bedhaya Duradasih adalah sebagai
berikut :
1. Maju Beksan :Pathet Slendro Manyura. Kapang-kapang
2. Beksan :sindhenan Bedhaya Durodasih, Ketawang Gendhing
Kemanak Kalih kerep minggah ladrang laras slendro pathet
manyura, Kalajengaken Ketawang Kinanti Durodasih Laras
Slendro Pathet Manyura. Sembahan dan sekaran
Durodasih
3. Mundur Beksan :Ladrang Sapu Jagad, laras pelog pathet
nem. Kapang-kapang mundur beksan
b. Tari Bedhaya Tolu
Tari Bedhaya Tolu ini diciptakan oleh Agus Tasman, S.Kar
sebagai persembahan kepada Bapak Yulius Tahiya pimpinan
PT.Caltex pada hari tumbuk yuswa di Sasanamulya. Gagasan
lahirnya Bedhaya Tolu adalah K.R.T. Hardjonagoro, yang pada
waktu itu beliau terdorong karena cita-cita untuk memberikan
“pisungsun” kepada Bapak Yulius Tahiya sebagai sahabat yang
sangat akrab. Pisungsun itu berupa Tari Bedhaya yang
mempunyai nilai tinggi dan adiluhung dan dirasakan sangat
tepat diberikan kepada orang yang terhormat dan istimewa,
yang akhirnya kemudian diberi nama Bedhaya Tolu. Pemilihan
nama Bedhaya Tolu itu karena wuku beliau adalah wuku tolu,
tepat. Adapun vokabuler geraknya banyak
pengembangan-pengembangan yang mengacu pada tari Bedhaya yang sudah
ada. Sedangkan gawang mengambil dari wuku tolu diantaranya
Tolu dan Gedong.
Struktur sajian tari Bedhaya Tolu adalah sebagai berikut :
1. Maju Beksan :Pathetan jugang dipun bawani sekar ageng
kuswalagita laras pelog pathet nem. Kapang-kapang
dilanjutkan dengan laku dodok oleh para penari kecuali
batak dengan endel yang melakukan gerak kengseran
2. Beksan :Sindhenan Bedhaya Tolu. Ketawang gendhing kethuk
2 kerep laras pelog pathet lima. Diawali dengan sembahan
larasoleh para penari kecuali batak dengan endel yang
melakukan gerak sekaram golek iwak.
3. Mundur Beksan :Ladrang langen branta laras pelog pathet
nem. Srisig mundur dan kapang-kapang.
c. Tari Bedhaya Sukaharja
Tari Bedaya Sukaharja merupakan tari kelompok yang
ditarikan oleh 9 penari putri dengan rias busana sama serta
menggunakan properti gendewa dan anak panah. Dalam
dengan tari Bedaya pada umumnya, dimana sewaktu
adegan perangan, selalu penari batak dan endel ajeg saja
yang menari di level atas (berdiri), sedangkan pada tari
Bedaya Sukaharja dibagian pertama ada 3 penari menari
pada level atas (berdiri) yaitu penari batak, endhel ajeg dan
endhel weton.
Tari Bedaya Sukaharja merupakan ungkapan perasaan
dan jiwa penyusunnya yaitu PB IX. Lebih lanjut G.R.Ay.
Koes Moertiyah mengatakan bahwa Tari Bedaya Sukaharja
disusun oleh PB IX sebagai rasa syukur pada Tuhan karena
beliau berhasil menduduki tahta kerajaan sebagai PB IX
walaupun antara pemerintahan PB VI (ayahanda PB IX)
dengan pemerintahan PB IX terdapat selang 2 masa
pemerintahan yaitu pemerintahan PB VII dan PB VIII. Selain
rasa syukur beliau telah dinobatkan menjadi raja,
terwujudnya tari Bedaya Sukaharja karena beliau juga
bersyukur telah membangun pesanggrahan yang diberi
nama Pesanggrahan Langenharjo di Kabupaten Sukoharjo.
Struktur tari Bedaya Sukaharja sama sama seperti tari
Bedhaya pada umumnya, pada bagian maju beksan iringan
Sukoharjo kethuk 2 arang minggah okrak-okrak kalajengan
Ladrang surung dayung suwuk, dilanjutkan buka Ketawang
Sumedang laras pelog pathet nem untuk beksan pokok.
Sedangkan untuk mengiringi maju dan mundur beksan
dengan pathetan pelog pathet barang. Gendhing dan tari
Bedaya Sukaharja adalah ciptaan Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhanan Pakoe Boewono (SISKS PB) IX
pada tahun jawa 1820 yang ditengarai dengan candra
sengkala “Kembar Kaluhuraning Srira Nata” atau pada tahun
1873 Masehi. Gendhing dan tari tersebut dibuat beberapa
waktu setelah SISKS PB IX jumenengan nata (naik tahta).
Rias busana yang digunakan untuk tari Bedhaya pada
umumnya sama, karena memang ingin mengungkapkan
satu tema atau satu karakter yang sama. Busana untuk tari
Bedhaya Sukaharja tidak ada ketentuan yang mengikat. Bisa
saja model baju kotangan dengan rambut kadal menek, mekak
dengan jamangan dan kotangan dengan jamangan.
2. Genre Srimpi
a. Tari Srimpi Jayaningsih
Tari Srimpi Jayaningsih merupakan tarian kelompok yang
ini ditarikan oleh lima penari dengan menggunakan warna
gerak gaya mataram (Yogyakarta dan Surakarta) yang sangat
berpengaruh menjadi khas pada tari Srimpi Jayaningsih. Srimpi
Jayaningsih pertama kali ditarikan di Sasono Langen Budaya
TMII dalam rangka Gelar Budaya Persiapan Misi Kesenian di
Ogaki Jepang.
Secara etimologi, Jayaningsih berasal dari dua kata jaya dan
sih yang mendapat sisipan ing. Jaya berarti kemenangan, sih
berarti katresnan atau cinta. Tari ini menceritakan tentang kisah
Dewi Banowati putri Mandraka yang rela diperistri oleh Prabu
Duryudana dan mengkorbankan cintanya terhadap Raden
Janaka demi kepentingan keluarga dan negaranya. Gendhing
tariannya disusun oleh Rahayu Supanggah.
Struktur sajian pada tari Srimpi Jayaningsih yaitu :
1. Maju Beksan
2. Dengan Pathetan Ngelik Pelog Barang kelima penari
kapang-kapang sampe pada tengah-tengah duduk sila.
3. Beksan
- Beksan Merong : dengan iringan Gendhing Jayaningsih
Kethuk loro kerep berisi gerakan sembahan, leyekan,
- Beksan Inggah : minggah kethuk papat, Ketawang
Jayaningsih Laras pelog pathet barang berisi sekaran enjer
ridong sampur, lincak gagak, srisig
4. Mundur Beksan
Penari kapang-kapang dengan Ladrang Winangun pelog
barang
b. Tari Srimpi Ludiromadu
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan susunan dari
Kanjeng Gusti Adipati Anom Hamengkunegara Paku
Buwana V tahun 1718-1748. Tari Srimpi Ludiramadu
awalnya bernama ludira Madura, “ludira” artinya darah, dan
“madura” berarti keturunan Madura, sehingga Tari Srimpi
Ludiramadu merupakan peringatan bahwa beliau memiliki
darah keturunan Madura.
Pada tahun 1997 A. Tasman memadatkan kembali
Tari Srimpi Ludiramadu didasarkan pada konsep
pelestarian Bedhaya dan Srimpi, karena durasi yang terlalu
panjang maka dilakukan pengurangan vokabuler gerak,
serta pemotongan iringan tanpa mengurangi nila rasa yang
ada pada tari Srimpi Ludiramdu.
1. Maju beksan, gendhing yang digunakan adalah
Pathet Ageng laras pelog pathet barang disini penari
kapang-kapang masuk
2. Beksan 1, gendhing yang digunakan adalah
Gendhing Ludiramadu kethuk 4 kerep minggah
(Kinanthi) meliputi sembahan, trap sila jengkeng,
berdiri sindet kiri, beksan laras kanan, sindet kiri,
ngalapsari, sindhet kiri, laras kiri, srisig, menthang
kanan, miwir sampur, panggel, srisig
oyak-oyakan, srisig ngembat, srisig sindet kiri, sekar
suwung trap dahi, lincak gagak, srisig sindet kiri,
panahan, srisig kiri, sindet kiri.
3. Beksan 2, gendhing yang digunakan adalah Ladrang
Mijil Ludira Laras pelog pathet barang(suwuk)
meliputi sembahan, nikelwarti, berdiri srisig
sindet kiri, lembehan wutuh, engkyek, srisig
kengser ke kanan nampa ukel, adumanis mubeng
seblak kanan, sekar suwun malangkrik, kengser ke
kanan, glebagab malangkrik, sekar suwun trap
puser, srisig pendhapan.
4. Mundur beksan, gendhing yang digunakan adalah
meliputi kembali kapang-kapang gawang racik
kebar.
Rias busana yang digunakan pada sajian tari Srimpi
Ludiramadu bagian kepala menggunakan jamang, dan badan
menggunakan rompi merah dan kain samparan.
c. Tari Srimpi Gondokusumo
Beksan Srimpi Gondokusumo adalah ciptaan Hingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhanan Pakoe Buewono VIII, yang
bertahta di Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun
Jimikar 1786 atau 1858 Masehi.
Pada umumnya nama beksan Bedhaya maupun Srimpi
diambilkan dari nama gendhing yang mengiringinya, yaitu “Gendhing Gandakusuma minggah Ladrang Gandasuli, suwuk buka celuk Ketawang Mijil (Gendhing Kemanak) laras Slendro pathet
Sanga”.
Adapun gendhing maupun beksan tersebut merupakan salah
satu hasil karya beliau sewaktu naik tahta. Hal ini tampak pada
bunyi kalimat pertama Buka Celuk Ketawang Mijil yang
menunjukkan tahun diciptakannya “Mijil Yoganing Sabda
Struktur iringan tari Srimpi Gondokusumo sebagai berikut :
a. Pathetan Slendro sanga
b. Gandakusuma, Ketawang Gendhing Kethuk 2 Kerep Minggah
Ladrang Gandasuli suwuk, Buka celuk Mijil (Gendhing
Kemanak), laras Slendro Pathet Sanga
c. Gandasuli, Ladrang Laras Slendro Pathet Sanga
d. Pathetan Jugag, Laras Slendro Pathet Sanga
e. Mijil Yoga, Ketawang Kemanak
f. Kagong Madura, Ladrang irama tanggung.
3.Genre Wireng/Pethilan
a. Tari Adaninggar Kelaswara
Tari Adaninggar Kelaswara disusun oleh Agus Tasman pada
tahun 1971 dan digubah oleh S.D. Humardani (Alm) pada tahun
1974. Tari ini mengambil cerita dari Serat Menak yang digarap
dalam bentuk wireng dan menceritakan dua tokoh wanita yang
berperang memperebutkan Wong Agung Menak Jayengrana.
Tokoh tersebut adalah Adaninggar, putri Hong Tete dari Cina
yang jatuh cinta pada Wong Agung Menak Jayengrana,
sedangkan Kelaswara adalah putri dari Raja Kelan, istri dari
Struktur sajian pada tari Adaninggar Kelaswara yaitu :
1. Maju Beksan :
- Pertama :ada-ada srambahan laras slendro pathet sanga,
kapang-kapang, jengkeng.
- Kedua :srepeg laras slendro pathet sanga, sembahan,
sabetan, lumaksana ombakbanyu, srisig.
2. Beksan :
- Beksan I :Ladrang Gandasuli, laras slendro pathet sanga,
sembahan laras, laras sawit, sindhet, hoyog, gedegan,
srisig, rimong sampur, panggel, enjer, kenser, sautan,
ridong sampur, leyekan.
- Beksan II :Lancaran Kedhu, berisi perangan keris yang
mengungkapkan kekesalan hati Adaninggar.
- Beksan III :Srepeg laras slendro pathet sanga, berisi
perang, oyak-oyakan.
- Beksan IV :Palaran Gambuh laras slendro pathet sanga,
berisi panahan Kelaswara yang awalnya keseser oleh
Adaninggar, ia ingin membunuh Adaninggar dengan
panahnya dan mati di arena peperangan.
- Beksan V :Ayak-ayakan laras slendro pathet sanga, berisi
menghantarkan roh Adaninggar yang telah gugur
olehnya.
3. Mundur Beksan :
Sampak laras slendro pathet sanga, berisi jengkeng, sembahan,
sabetan, srisig, kapang-kapang.
b. Tari Srikandi Cakil
Tari Srikandi Cakil disusun pada tahun 1978 oleh S. Pamardi
dan alm. Sri Martati. Tari Srikandi Cakil merupakan salah satu
tari gaya Surakarta yang bebentuk wireng-pethilan yang diambil
dari lakon “Srikandi Merguru Manah” sebagai pancatan penggarapnya.
Tari ini mengisahkan tentang peperangan antara Dewi Wara
Srikandi seorang putri dari Pancalaradya melawan Cakil yang
merupakan abdi dari Prabu Jungkung Mardeya dari kerajaan
Paranggubarja. Srikandi adalah sosok prajurit perempuan yang
cantik dengan pembawaan tregel yang mahir dalam
menggunakan panah.
1. Maju Beksan :
Srikandi dan Cakil masuk panggung dengan
kapang-kapang menuju gawang suponodiiringi ada-ada laras
slendro pathet sanga, jengkeng, sembahan. Berdiri sabetan,
lumaksana, kemudian srisig jeblosan dengan iringan srepeg
laras slendro pathet sanga.
2. Beksan :
dimulai dari gendhing bentuk Ketawang Teplek Laras
Slendro Pathet Sanga, ada-ada pathet juggag slendro sanga,
perang satu, kemudian perang dua diiringi dengan
Srepeg Laras Slendro Pathet Sanga.
3. Mundur Beksan :
Perang keris diiringi Sampak Laras Slendro Pathet Sanga,
srisig keluar dari panggung.
4.Genre Gambyong
- Tari Gambyong Ayun-Ayun
Tari Gambyong Ayun-Ayun diciptakan oleh S.Maridi (alm)
pada tahun 1978. Bentuk garap sajian pada tari ini berpijak pada
jenis tari Gambyong yang sudah ada sama halnya dengan tari
Gambyong Mudhatama. Penciptaan tari ini berawal dari
dengan gambyong yang lainnya, yaitu terletak pada susunan
sekaran dan gendhing yang mengiringi.
Nama Ayun-Ayun diambil dari salah satu gendhing yang
mengiringinya yaitu ladrang Ayun-Ayun. Tari ini mempunyai
karakter tregel, kenes dan kemayu. Ciri khas pada tari Gambyong
Ayun-Ayun terlihat pada sekaran tari Golek yaitu sekaran ngilo
asta (doro muluk).
Struktur sajian pada tari Gambyong Ayun-Ayun yaitu :
1. Maju Beksan :Ladrang Ayun-Ayun laras pelog pathet nem
dalam irama tanggung, srisig.
2. Beksan :Ladrang Ayun-Ayun laras pelog pathet nem dalam
irama wiled (ciblon).
3. Mundur Beksan :Ladrang Ayun-Ayun laras pelog pathet nem
dalam irama tanggunng, srisig.
5. Genre Pasihan
- Tari Lambangsih
Tari Lambangsih merupakan tari yang disusun oleh S. Maridi pada
tahun 1973. Penyusunan tari ini berpijak pada gerak tradisi
Surakarta. Sebelum ada tari Lambangsih Kasunanan memiliki
bangsawan yang bernama Fragmen Kusuma Asmara. Cerita ini
diambil simbol percintaan abadi dalam pewayangan percintaan
Kamajaya Kamaratih. Namun Fragmen Kusuma Asmara sudah
tidak ditampilkan lagi dan digarap lagi oleh S. Maridi dengan
penggarap karawitan oleh Fx Subanto dan Syair oleh Wahyu SP
dan mulai dinamai dengan tari Lambangsih yang artinya cinta
abadi. Karakter yang akan dibawakan oleh penari Tari Lambangsih
adalah Alus, luruh, agung, anthep(Dewa) untuk laki-laki,
sedangkan perempuaan memiliki karakter endel, lanyap (Dewi).
(wawancara oleh Wahyu Santoso Prabowo, 13 September 2017)
Struktur sajian dalam Tari Lambangsih terdiri dari : maju beksan :
jalan kapang-kapang, kengser, srisig, ekyek, kengser, srisig. Beksan :
nyembah dan beksan bersama, kebar penari putra dan putri
lelangenan. Mundur beksan: srisig.
Bentuk Gendhing dalam Tari Lambangsih sebagai berikut :
a. Sekar Macapat Dhandhanggula Laras Pelog Pathet Nem
b. Tumdhah, Ketawang Laras Pelog Pathet Nem
c. Pathetan Lasem Laras Pelog Pathet Nem
d. Gandamastuti, Ketawang Laras Pelog Pathet Nem
e. Lir-Ilir, Ketawang Laras Pelog Pathet Nem
Rias yang digunakan adalah rias wajah cantik, sedangkan busana
pada tari Lambangsih adalah Bagian atas (kepala) untuk putri ada
irah-irahan, uren, sumping, suweng untuk putra ada irah-irahan,
sumping, bagian tengah (badan) untuk putri ada mekak, ilat-ilatan,
sampur, slepe, thotok, kalung, gelang, klat bahu untuk putra ada kalung,
celana cindhe, jarik, stagen cindhe, sampur, slepe, thotok, slempang, uncal,
gelang, klat bahu, keris, bagian bawah untuk putri ada kain samparan
untuk putra ada binggel.
F. Hambatan Dan Solusi
Dalam proses Ujian Tugas Akhir, penyaji mengalami berbagai
hambatan serta kesulitan seperti :
1. Terbatasnya waktu latiahan dengan tim karawitan.
2. Sulitnya mengatur jadwal antar pendukung sajian sehingga latihan
dilakukan sesuai kelonggaran waktu pendukung sajian.
3. Kurangnya pembagian ruangan sehingga sedikit menghambat
proses latihan. Sehingga terkadang penyaji melakukan latihan di
ruangan seadanya.
4. Keterbatasan tim karawitan yang masih masukdalam jam kerja
Penyaji dapat memaklumi hal tersebut namun semestinya hal
tersebut dapat berjalan beriringan dengan baik dan lancar serta
tidak menghambat satu sama lain.
Segala hambatan serta masalah yang dirasakan oleh penyaji maupun
pendukung sajian dalam proses Tugas Akhir selalu dapat diambil sisi
positifnya. Dalam penyelesaian masalah, penyaji dan pendukung sajian
selalu mencari jalan keluar bersama-sama agar tidak terjadi kejadian yang
tidak diinginkan. Dengan demikian proses Tugas Akhir dapat berjalan
BAB III
DESKRIPSI SAJIAN
Deskripsi sajian merupakan gambaran dari sebuah sajian tari yang
bertujuan agar pembaca lebih mudah memahami isi serta sruktur sajian
tersebut.
a. Tari Bedhaya Duradasih
Tari Bedhaya Duradasih disusun oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhanan Paku Buwono IV putra Baginda Sinuhun Kanjeng Susuhunan
Paku Buwono III. Kelahiran tari ini berkaitan dengan perjodohan Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV yang saat itu masih
bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Cakraningrat VI dari
Pamekasan Madura yang bernama Raden Ajeng Handaya. Sebagai
perwujudan rasa syukur atas perjodohan tersebut makan disusunlah
sebuah tarian bedhaya yang disebut Bedhaya Duradasih. Duradasih
memiliki fungsi sebagai tari upacara perkawinan putra putri raja.
Struktur sajian pada Tari Bedhaya Duradasih adalah sebagai berikut :
1. Maju Beksan :Pathet Slendro Manyura. Kapang-kapang
2. Beksan :sindhenan Bedhaya Durodasih, Ketawang Gendhing
Kemanak Kalih kerep minggah ladrang laras slendro pathet
manyura, Kalajengaken Ketawang Kinanti Durodasih Laras
Slendro Pathet Manyura. Sembahan dan sekaran
Durodasih
3. Mundur Beksan :Ladrang Sapu Jagad, laras pelog pathet
nem. Kapang-kapang mundur beksan.
Rias busana yang digunakan pada bagian kepala menggunakan
sanggul atau gelung, cundhuk jungkat, cundhuk mentul, banguntulak.
Pada bagian tubuh menggunakan kain samparan, dhodhot,sampur,
slepe,thotok. Serta menggunakan aksesoris berupa giwang, gelang, dan
kalung.
b. Tari Bedhaya Tolu
Tari Bedhaya Tolu diciptakan oleh Agus Tasman S.Kar, sebagai
persembahan kepada Bapak Yulius Tahiya pimpinan PT.Caltex pada hari
tumbuk yuswa di Sasanamulya. Gagasan lahirnya Bedhaya Tolu adalah
K.R.T. Hardjonagoro, yang pada waktu itu beliau terdorong karena
cita-cita untuk memberikan “pisungsun” kepada Bapak Yulius Tahiya sebagai sahabat yang sangat akrab. Pisungsun itu berupa Tari Bedhaya yang
mempunyai nilai tinggi dan adiluhung dan dirasakan sangat tepat
kemudian diberi nama Bedhaya Tolu. Pemilihan nama Bedhaya Tolu itu
karena wuku beliau adalah wuku tolu, tepatlah digarap dalam bentuk
Bedhaya sebagai pisungsun yang tepat. Adapun vokabuler geraknya
banyak pengembangan-pengembangan yang mengacu pada tari Bedhaya
yang sudah ada. Sedangkan gawang mengambil dari wuku tolu
diantaranya Tolu dan Gedong.
Struktur sajian tari Bedhaya Tolu adalah sebagai berikut :
1. Maju Beksan :Pathetan jugang dipun bawani sekar ageng
kuswalagita laras pelog pathet nem. Kapang-kapang
dilanjutkan dengan laku dodok oleh para penari kecuali
batak dengan endel yang melakukan gerak kengseran
2. Beksan :Sindhenan Bedhaya Tolu. Ketawang gendhing kethuk
2 kerep laras pelog pathet lima. Diawali dengan sembahan
larasoleh para penari kecuali batak dengan endel yang
melakukan gerak sekaram golek iwak.
3. Mundur Beksan :Ladrang langen branta laras pelog pathet
nem. Srisig mundur dan kapang-kapang.
Rias busana yang digunakan pada tari Bedhaya Tolu di bagian kepala
memakai gelung bokor mengkurep yang di tutup dengan rangkaian
bunga melati, jamang, cundhuk mentul, garudha mungkur,dan kembang
bludru berlengan panjang, sampur, slepe dan thotok. Serta menggunakan
aksesoris berupa giwang, gelang, kalung, dan sumping.
c. Tari Bedhaya Sukoharjo
Tari Bedaya Sukoharjo merupakan tari kelompok yang ditarikan oleh 9
penari putri dengan rias busana sama serta menggunakan properti
gendewa dan anak panah. Dalam bentuknya, tari Bedaya Sukoharjo
terdapat perbedaan dengan tari Bedaya pada umumnya, dimana sewaktu
adegan perangan, selalu penari batak dan endel ajeg saja yang menari di
level atas (berdiri), sedangkan pada tari Bedaya Sukoharjo dibagian
pertama ada 3 penari menari pada level atas (berdiri) yaitu penari batak,
endhel ajeg dan endhel weton.
Tari Bedaya Sukaharja merupakan ungkapan perasaan dan jiwa
penyusunnya yaitu PB IX. Lebih lanjut G.R.Ay. Koes Moertiyah
mengatakan bahwa Tari Bedaya Sukaharja disusun oleh PB IX sebagai
rasa syukur pada Tuhan karena beliau berhasil menduduki tahta kerajaan
sebagai PB IX walaupun antara pemerintahan PB VI (ayahanda PB IX)
dengan pemerintahan PB IX terdapat selang 2 masa pemerintahan yaitu
pemerintahan PB VII dan PB VIII. Selain rasa syukur beliau telah
dinobatkan menjadi raja, terwujudnya tari Bedaya Sukoharjo karena
beliau juga bersyukur telah membangun pesanggrahan yang diberi nama
Struktur tari Bedhaya Sukoharjo sama seperti tari Bedhaya pada
umumnya, pada bagian maju beksan iringan yang digunakan yaitu
Gendhing Myanggong atau Gendhing Sukoharjo kethuk 2 arang minggah
okrak-okrak kalajengan Ladrang surung dayung suwuk, dilanjutkan buka Ketawang
Sumedang laras pelog pathet nem untuk beksan pokok. Sedangkan untuk
mengiringi maju dan mundur beksan dengan pathetan pelog pathet barang.
Selain itu untuk mengiringi juga bagian satu dan dua dengan pathetan
pelog jugag. Gendhing dan Tari Bedhaya Sukoharjo adalah ciptaan
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewono
(SISKS PB) IX pada tahun jawa 1820 yang ditengarai dengan candra
sengkala “Kembar Kaluhuraning Srira Nata” atau pada tahun 1873 Masehi.
Gendhing dan tari tersebut dibuat beberapa waktu setelah SISKS PB IX
jumenengan nata (naik tahta).
Rias busana yang digunakan untuk tari Bedhaya pada umumnya
sama, karena memang ingin mengungkapkan satu tema atau satu
karakter yang sama. Busana untuk tari Bedhaya Sukoharjo tidak ada
ketentuan yang mengikat. Bisa saja model baju kotangan dengan rambut
kadal menek, mekak dengan jamangan dan kotangan dengan jamangan.
Pada tahap penentuan,rias busana yang digunakan pada bagaian
kepala menggunakan kantong gelung, jamang,cundhuk jungkat, cundhuk
bermotif parang, baju berlengan pendek berwarna merah muda ,sampur
berwarna hijau, slepe, dan thotok. Pada aksesoris menggunakan giwang,
gelang, kalung, dan sumping dengan properti gendewa. Pada ujian Tugas
Akhir rias busana yang digunakan berbeda dengan tahap penentuan.
Dalam ujian tugas akhir menggunakan sanggul serta dhodot. Hal ini
bertujuan agar menimbulkan kesan gagah namun tetap terlihat anggun.
Adapun aksesoris yang di gunakan pada bagian sanggung adalah,
chunduk jungkat, chunduk mentul, wulu, grodha, penetep, dan perhiasa
panjang bermata dua, dan sinthingan berbentuk mutiara di kanan kiri
sanggul. Pada bagian ini grodha di letakkan pada bagian belakang
sanggul bertujuan agar memunculkan kesan gagah seorang prajurit
wanita, penetep di bagian belakang menyimbolkan kewaspadaan seorang
wanita, sedang perhiasan panjang bermata dua di gunakan untuk tetap
memunculkan kesan cantik dan anggun. Pada bagian dhodot
menggunakan samparan cinde berwarna hijau, sampur cinde berwarna
hijau, dhodot dari kain bermotif parang garudha, buntal, slepe, dan janur.
Selain itu menggunakan perhiasa berupa gelang, kalung, dan
giwang.dhodot kain parang garudha digunakan agar memunculkan kesan
gagah seorang prajurit wanita yang sedang berlatih perang, namun
samparan cinde berwarna hijau digunakan untuk memunculkan kesan
d. Tari Srimpi Jayaningsih
Tari Srimpi Jayaningsih merupakan tarian kelompok yang disusun
oleh Sunarno Purwalelana, S.Kar pada tahun 1992. Tari ini ditarikan oleh
lima penari dengan menggunakan warna gerak gaya mataram
(Yogyakarta dan Surakarta) yang sangat berpengaruh menjadi ciri khas
pada tari Srimpi Jayaningsih. Srimpi Jayaningsih pertama kali ditarikan di
Sasono Langen Budaya TMII dalam rangka Gelar Budaya Persiapan Misi
Kesenian di Ogaki Jepang.
Secara etimologi, Jayaningsih berasal dari dua kata jaya dan sih yang
mendapat sisipan ing. Jaya berarti kemenangan, sih berarti katresnan atau
cinta. Tari ini menceritakan tentang kisah Dewi Banowati putri Mandraka
yang rela diperistri oleh Prabu Duryudana dan mengkorbankan cintanya
terhadap Raden Janaka demi kepentingan keluarga dan negaranya.
Gendhing tariannya disusun oleh Rahayu Supanggah.
Struktur sajian pada tari Srimpi Jayaningsih yaitu :
1. Maju Beksan
2. Dengan Pathetan Ngelik Pelog Barang kelima penari
kapang-kapang sampe pada tengah-tengah duduk sila.
- Beksan Merong : dengan iringan Gendhing Jayaningsih
Kethuk loro kerep berisi gerakan sembahan, leyekan,
panggel, sindhet, laras anglirmendung, sukarsih
- Beksan Inggah : minggah kethuk papat, Ketawang
Jayaningsih Laras pelog pathet barang berisi sekaran enjer
ridong sampur, lincak gagak, srisig
4. Mundur Beksan
Penari kapang-kapang dengan Ladrang Winangun pelog
barang.
Pada tahap penentuan, rias busana yang digunakan menggunakan
gelung kadal menek pada bagian kepala. Pada bagian tubuh
menggunakan kain samparan bermotif garudha, angkin yang dibuat dari
kain bermotif cuwiri, sampur, slepe, dan thotok. Menggunakan aksesoris
berupa giwang, gelang, kalung.
e. Tari Srimpi Ludiramadu
Tari Srimpi Ludiramadu merupakan susunan dari Kanjeng Gusti
Adipati Anom Hamengkunegara Paku Buwana V tahun 1718-1748. Tari
Srimpi Ludiramadu awalnya bernama ludira Madura, “ludira” artinya
Ludiramadu merupakan peringatan bahwa beliau memiliki darah
keturunan Madura.
Pada tahun 1997, A. Tasman memadatkan kembali
Tari Srimpi Ludiramadu didasarkan pada konsep
pelestarian Bedhaya dan Srimpi, karena durasi yang terlalu
panjang maka dilakukan pengurangan vokabuler gerak,
serta pemotongan iringan tanpa mengurangi nilai rasa yang
ada pada tari Srimpi Ludiramdu.
Struktur sajian dalam tari Srimpi Ludiramadu adalah :
1. Maju beksan, gendhing yang digunakan adalah
Pathet Ageng laras pelog pathet barang disini penari
kapang-kapang masuk
2. Beksan 1, gendhing yang digunakan adalah Gendhing
Ludiramadu kethuk 4 kerep minggah (Kinanthi) meliputi
sembahan, trap sila jengkeng, berdiri sindet kiri, beksan laras
kanan, sindet kiri, ngalapsari, sindhet kiri, laras kiri, srisig,
menthang kanan, miwir sampur, panggel, srisig oyak-oyakan,
srisig ngembat, srisig sindet kiri, sekar suwung trap dahi,
lincak gagak, srisig sindet kiri, panahan, srisig kiri, sindet kiri.
3. Beksan 2, gendhing yang digunakan adalah Ladrang