• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPA

Kosasih (2013:20) mengatakan pembelajaran adalah “usaha peserta didik mempelajari materi ajar sebagai akibat perlakuan dari guru sebagai penggajar yang memberikan materi”. Komunikasi dalam pembelajaran memiliki tujuan yaitu di nyatakan dengan pesan yang harus di sampaikan. Pesan di sampaikan dari sumber dan disampaikan ke penerima.

Trianto (2010: 260) menjabarkan “ IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan”. IPA merupakan panduan dari berbagai macam ilmu diantaranya fisika, kimia, biologi dan astronomi. Peristiwa dan gejala alam di pelajari dalam pembelajaran IPA. IPA memiliki tiga istilah yaiti Ilmu, Pengetahuan dan Alam. Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) sebagai berikut :

1. Menanamkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Menggembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah.

3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

4. Mengguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melahirkan pendidikan ke yang lebih tinggi.

Dari tujuan diatas bisa disimpulkan hakikat IPA tidak hanya dari segi pengetahuan (keilmuan) namun bisa ke nilai ukhrawi. Dengan peduli kepada alam semesta akan meningkatkan keyakinan dengan adanya kekuatan Maha dasyat yaitu Allah SWT. Secara umum IPA difahami sebagai ilmu yang berkembang dan lahir melewati langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,

(2)

18 penggujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan serta penemuan teori dan konsep. Mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang dapat berpengaruh positif terhadap penggaruh proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Wisudawati dan Sulistiyowati (2015:182) menggambarkan “Penbelajaran IPA sebagai suatu sistim yang terdiri atas komponen masukan pembelajaran, proses pembelajaran dan keluaran pembelajaran”. Komponen pembelajaran tidak terlepas dari pelaksanaan pembelajaran, contohnya dalam pembelajaran harus ada interaksi antara guru dengan siswa, apabila salah satu tidak ada di dalamnya maka tidak akan terjadi proses pembelajaran. Komponen lain yang mendukung proses pembelajaran diantaranya kurikulum, model pembelajaran, metode, materi, media dan evaluasi. Komponen tersebut saling berkaitan, sehingga dalam hal ini guru sebagai dasar yang paling utama dalam semua komponen untuk memandu mewujudkan hasil belajar siswa yang baik. Dalam pembelajaran IPA guru hanya memberikan tangga untuk membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi namun harus diusahakan siswa dapat menaiki tangga itu. Dari teori pembelajaran IPA yang disampaikan penulis menyimpulkan bahwa belajar IPA adalah mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta dengan cara melihat secara langsung, mempraktikkan ataupun melakukan eksperimen dari apa yang telah diamati. Sehingga kita bisa mengetahui fungsi dari kenampakan alam dan cara menjaga alam semesta ini.

Pembelajaran IPA haruslah menarik, memfasilitasi siswa untuk belajar terhadap lingkungan sekitar, dan belajar bersama dalam suatu kelompok. Karena belajar dalam suatu kelompok dapat mengintegrasi prinsip hubungan sosial dengan prinsip-prinsip lainnya. Oleh karena itu model pembelajaran kooperatif sangat sesuai dalam mata pelajaran IPA di SD. Mata pelajaran IPA di SD terdapat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik yang merupakan standar minimum pendidikan nasional yang telah ditetapkan oleh Mendiknas tahun 2006. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan

(3)

19 pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Berikut ini merupakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA kelas IV di SD Negeri Mangunsari 2 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga yang harus dicapai oleh peserta didik sebagai pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV Semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya.

6.1. Mengidentifikasi wujud benda padat, cair dan gas memiliki sifat tertentu.

6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud benda cair

padat cair ; cair

gascair ; padatgas.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA kelas IV semester I di atas, yang akan dilakukan penelitian adalah pada Standar Kompetensi (SK) . Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya. (KD) 6.1. Mengidentifikasi wujud benda padat, cair dan gas memiliki sifat tertentu. 6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud benda cair padat

cair ; cair gascair ; padatgas.

Pemilihan tipe model pembelajaran kooperatif juga harus dilakukan untuk memfokuskan tujuan pembelajaran. Tipe model pembelajaran kooperatif yang dipilih haruslah mampu membuat siswa aktif melakukan penemuan dan pengamatan terhadap lingkungan. Tipe kooperatif yang tepat dari karakteristik tersebut adalah tipe Snowball Throwing .Karena

(4)

20 tipe ini menarik perhatian siswa untuk belajar dan melatih siswa untuk berfikir kreatif, inovatif dan mandiri. Langkah terakhir adalah melakukan evaluasi yang dilakukan oleh siswa yang difasilitasi oleh guru. Dalam evaluasi ini tugas guru adalah melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dalam kelompok maupun secara individu.

2.1.2 Hasil Belajar

Belajar adalah proses kegiatan dan bukan hasil suatu tujuan (Hamalik, 2008:108). Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar menggajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru (Widoyoko 2014:160). Jadi dapat disimpulkan hasil elajar adalah tindakan yang sudah di lakukan melalui proses belajar. Perlu di lakukan pengukuran untuk mengetahui hasil belajar siswa. Guru melakukan pengukuran pembelajaran untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yang sudah disampaikan, sehingga guru dapat mengetahui tujuan dari pembelajaran sudah di capai siswa atau belum. Sistem Pendidikan Nasional merumuskan tujuan pendidikan dengan menggunakan klasifikasi belajar yang didalamnya dibagi menjadi tiga ranah diantaranya kognitif, afektif, psikomotorik.

Ranah kognitif lebih banyak digunakan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Penggunaan ranah kognitif ini dapat di manfaatkan guru untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan siswa yang sudah di dapatkan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Bloom pada bukunya Taxonomi of Educational Objectives (Wardani, 2012 : 110) kognitif menjadi 6 tingkat yang dilambangkan dengan huruf C (cognitive) diantaranya :

a. C1 (Pengetahuan/Knowledge)

Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang telah dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi, kecenderungan dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi. Tingkatan atau jenjang ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja. b. C2 (Pemahaman/Comprehension)

(5)

21 Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami materi tertentu yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :

1. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu bentuk ke bentuk lain)

2. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)

3. Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri dan dengan memberikan contoh baik prinsip maupun konsep.

c. C3 (Penerapan/Application)

Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan cara menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.

d. C4 (Analisis/Analysis)

Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan suatu materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :

1. Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi) 2. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)

3. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip organisasi (identifikasi organisasi)

Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan sebab akibat.

e. C5 (Sintesis/Synthesis)

Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik. Kemampuan ini dapat berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak.Di jenjang ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan. f. C6 (Evaluasi/Evaluation)

Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :

1. Evaluasi berdasarkan bukti internal 2. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya melakukan pembuatan keputusan dan kebijakan.

Enam tingkat di atas semuanya digunakan dalam aktifitas belajar siswa yang melibatkan otak yang berkaitan dengan kemampuan siswa atau intelegensi siswa. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa peneliti membutuhkan bantuan instrumen atau alat. Banyak instrumen yang dapat digunakan oleh peneliti dalam pengukuran belajar siswa dalam dunia pendidikan diantaranya instrumen tes, lembar observasi, wawancara, anket dan sikap. Pada

(6)

22 penelitian ini peneliti menggunakan instrumen tes. Instrumen tes sebagai cara untukmemberikan angka pada suatu gejala atau peristiwa tertentu, yang akan memperlihatkan pencapaian kognitif dari masing-masing siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Menurut peneliti kesimpulan dari hasil belajar yang disampaikan pada semua teori merupakan perolehan ke arah yang lebih baik dari segi kognitf, afektif, maupun psikomotor melalui proses yang melibatkan kemampuan siswa. Hasil belajar bisa digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa dari materi yang didapatkan. Penelitian ini lebih ditakankan pada saat siswa dapat mene rapkan dan menganalisis pembelajaran atau lebih dominan ke c3 dan c4 supaya siswa lebih aktif dalam menerapkan dan menganalisis.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Banyak model pembelajaran yang digunakan dalam dunia pendidikan, model pembelajaran mempunyai fungsi penting bagi siswa dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Model pembelajaran merupakan cara yang sistimatis yang digunakan guru dalam mengelola pengalaman belajar untuk mencapai tujuan yang maksimal. Wilis (2011:97) mengatakan model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang digunakan guru sebagai acuan dalam pelaksanaan belajar menggajar di kelas. Suprijono (2014:218) membaginya kedalam tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

Model pembelajaran kooperatif learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dengan klompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok hetrogen. Hakekatnya cooperativelearning sama dengan kerja kelompok. Sanjaya (2008:67) mengartikan bahwa “model pembelajaran kelompok adalah rangkaian belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok dengan tujuan mencapai tujuan pembelajaran yang telah dilakukan”. Dalam pembelajaran kooperatif guru terlebih dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tahapan ini diikuti penyajian informasi dengan bahan bacaan di bawah

(7)

23 bimbingan guru, kemudian siswa berkelompok menyelesaikan tugas. Tahapan yang terahir pada pembelajaran kooperatif ini yaitu penyajian produk oleh kelompok sehingga guru bisa mengevaluasi dengan kelompok dan semua siswa. Penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif ini lebih meningkatkan kerja sama dan tanggung jawab ke semua siswa untuk mendiskusikan materi secara bersama, sehingga antara siswa satu dengan siswa yang lain bisa saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain.

2.1.4 Model Pembelajaran Snowball Throwing

Kosasih (2013:65) Model pembelajaran snowball throwing adalah pembelajaaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola. Medel ini mempunyai tujuan yaitu memancing kreatifitas siswa dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang disampaikan oleh ketua kelompok. Model ini menuntut siswa untuk berperan aktif dan selalu siap dalam menjawab pertanyaan sehingga melatih kesiapan siswa. Suasana belajar akan lebih menyenangkan dengan diterapkannya model pembelajaran ini. Suprijono (2009:54)Dalam penerapan modelsnowball throwing ini guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok terdiri dari beberapa anak. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan tipe siswa yang bermacam-macam dan dibagi secara acak.

Sintak pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing menurut Kosasih (2013:63) adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan dan KD yang ingin dicapai. 2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua

kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit.

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7. Evaluasi. 8. Penutup.

(8)

24 Jadi, dapat disimpulkan bahwa model Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang penerapannya dengan cara melempar bola atau segumpalan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa dan dilemparkan ke siswa lain untuk dijawab.

2.1.5 Media Belajar Konkret

Penggunaan media akan lebih baik jika selalu di terapkan dalam pembelajaran, tetapi penerapan media pembelajaran akan lebih baik kalau tidak berdiri sendiri karena media berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran. Kustandi (2011:135) mengatakan” media pembelajaran merupakan sarana untuk meningkatkan kegiatan kegiatan proses belajar menggajar”. Dalam pembelajaran media sangat mendukung proses pembelajaran. Pemilihan media harus di lakukan dengan cermat, teliti dan sebaik mungkin. Aspek harus di tentukan dalam pemilihan media dengan tujuan pembelajaran. Pemyesuaian media juga harus memperhatikan materi dan karakteristik siswa.

Thoifuri (2007:136) mengatakan “media pengajaran konkret merupakan alat bantu belajar siswa yang berwujud benda atau gambar dengan maksud membantu siswa lebih mudah mengetahui, memahami dan menerapkan bidang studi yang dipelajari.” Media benda konkret menurut peneliti cocok digunakan untuk anak SD dikarenakan sesuai dengan tingkatan dan karakteristik anak SD yang harus diperlihatkan dengan benda nyata atau sebenarnya. Dalam penerapanya media konkret ini diterapkan untuk pelaksanaan dalam pembelajaran snowball Throwing. Ketika siswa menerapkan model pembelajaran snowiball throwing maka siswa akan melihat benda nyatanya yang di pelajari oleh setiap kelompoknya. Peneliti memilih dan menggunakan media konkret dengan alsan media konkret bisa menunjukan secara langsung kepada siswa saat mempelajari materi, dan bisa langsung digunakan untuk praktikum. Karena media konkret adalah media yang bisa diperlihatkan sesuai dengan materi yang di sampaikan.

(9)

25

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Patronela Lesa tahun( 2012 )tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Snowball Throwing pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV di SDN Dukuh 02 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini berdasarkan kenyataan ketuntasan belajar siswa kelas 4 SDN Dukuh 02 Salatiga, yaitu dari total 23 siswa pada kelas 4 yang tuntas KKM adalah 13 (56.6%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sebelum dilakukan tindakan, siswa yang tuntas belajar adalah 10 (43.4%) dari 23 siswa. Pada siklus I, siswa yang tuntas menjadi 17 siswa (74%). Setelah diberikan tindakan pada siklus II, terjadi lagi peningkatan ketuntasan belajar siswa menjadi 23 (100%).

Selain penelitian tersebut ada penelitian yang dilakukan oleh Eni Sri Wuryani tahun (2014) yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Snowball Throwing Bagi Siswa Kelas 3 SD Negeri 6 Kuripan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa pada Pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran snowball throwing. Pada siklus I, dengan KKM mata pelajaran IPA sebesar 68, pada kondisi pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 9 siswa (35%), pada siklus I siswa yang tuntas sebanyak 16 siswa (62%), dan pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 22 siswa (85%). Skor rata-rata pra siklus sebesar 63. Pada pelaksanaan siklus I skor rata-rata meningkat menjadi 70, dan pada siklus II skor rata-rata meningkat menjadi 76. Dari hasil observasi menunjukkan skor pada siklus I sebesar 88, dan pada siklus II sebesar 94.

Aruta Sema melakukan penelitian tahun (2014)berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing sebagai Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Watu Agung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. . Indikator keberhasilan pada penelitian ini bila rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa lebih tinggi dari KKM 65 dan ketuntasan (80%).. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar IPA siswa dari kondisi awal, siklus I

(10)

26 dan siklus II. Pada kondisi awal nilai rata-rata siswa yaitu 56, memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) berjumlah 4 siswa (27%) dan yang belum memenuhi KKM berjumlah 11 siswa (73%). Pada pembelajaran Siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing, siswa yang nilainya sudah memenuhi KKM meningkat menjadi 10 siswa (67%), sedangkan siswa yang belum memenuhi KKM berjumlah 5 siswa (33%). Pada pembelajaran Siklus II siswa yang sudah memenuhi KKM berjumlah 13 siswa (87%) dan siswa yang tidak memenuhi KKM berjumlah 2 siswa (13%).

Berdasarkan bukti penelitian yang tertera diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model snowball throwing karena cocok digunakan untuk pembelajaran siswa SD dan melatih siswa SD untuk kreatif belajar secara mandiri. Selain itu peneliti termotivasi dikarenakan berdasarkan penelitian sebelumnya penerapan model ini bisa meningkatkan hasil belajar yang lebih baik. Untuk mendampingi penggunaan model ini peneliti akan memadukan dengan penggunaan media konkret. Penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dari penelitian sebelumnya atau kajian relevannya dikarenakan tidak hanya menggunakan model snowball throwing untuk meningkatkan hasil belajar tetapi dilengkapi dengan fasilitas media konkret yang bertujuan akan lebih meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.Hal ini yang akan dijadikan khas dari penelitian ini.

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir yang digunakan untuk menjalankan penelitian agar sesuai dengan pokok yang di bahas, maka penulis akan membuat sekema atau bagan supaya penelitian yang dibuat mempunyai pandangan yang jelas dalam pelaksanaan penelitian. Hasil belajar siswa yang berada dibawah KKM dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya model pembelajaran, media pembelajaran yang diterpkan oleh guru, dan respon siswa. Dalam menggatasi masalah ini perlu dilakukan perbaikan. Peneliti akan menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran tipe Snowball Throwing, karena dinilai pembelajaran tersebut menarik sesuai dengan karakteristik siswa

(11)

27 SD kelas IV dan menuntut siswa untuk aktif, kreatif dan mandiri. Peneliti akan menggunakan media untuk mempermudah penguasaan dan pemahaman siswa dalam belajar, media yang digunakan adalah media konkret. Dipilihnya media konkret karena siswa kelas IV SD ada pada tahap operasional konkret, yang mudah mempelajari sesuatu berdasarkan apa yang dilihat siswa. Respon siswa dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu antara respon positif dan respon negatif. Dari diterapkannya model pembelajaran Snowball Throwing dan media konkret diharapkan akan menggubah hasil belajar yang semakin meningkat dan banyak siswa yang nilainya tuntas dari KKM atau adanya perubahan hasil belajar.

(12)

28 dipengaruhi dianalisis Keterangan : : Yang diteliti : Yang diterapkan

Hasil Belajar Siswa di bawah KKM Respon Siswa Model Pembelajaran Media Pembelajaran DLL  Positif  Negatif  Make a Mach  Role Playing  Demonstrasi   Audio  Visual  Elektronik  SNOWBALL THROWING BENDA KONKRET PENINGKATAN HASIL BELAJAR

(13)

29

Gambar 2.1

Skema kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Mengacu pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana telah diuraikan, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing, maka hasil belajar siswa kelas IV mata pelajaran IPA Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 di SD Negeri Mangunsari 2 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga, pada pokok bahasan “perubahan wujud benda ” akan meningkat.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Hasil multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pengetahuan dengan kepatuhan diet hipertensi dengan nilai P value 0,011 dan responden dengan pengetahuan rendah

Asas Umum Pemerintahan yang baik sesuai Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation untuk

Simpulan hasil penelitian ini : 1) Proses pembelajaran dengan menerapkan model project based learning dimana langkah-langkahnya meliputi identifikasi, perumusan, rancangan

Hukum tidak tertulis (termasuk hukum adat di Indonesia) dipadang bukan hukum. Konsep ini menyamakan hukum dengan undang-undang. Sebaliknya pihak mazhab sejarah

Jadi kata santri adalah orang yang sedang belajar pada seseorang (guru). Maka istilah santri sama dengan istilah murid. Kajian teoretis di atas mengandung permasalahan