• Tidak ada hasil yang ditemukan

A 9 Years Old Boy with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A 9 Years Old Boy with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Anak Laki-laki Berusia 9 Tahun dengan Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut

Hilman Fachri Yasrizal

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan virus. Berdasarkan durasi waktu, tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda. Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang dengan keluhan sakit pada tenggorokan berupa nyeri saat menelan. Keluhan ini sering terjadi sejak pasien berusia 7 tahun. Akhir-akhir ini, pasien sering mengorok ketika tidur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, berat badan 30 kg, nadi 84x/menit, laju pernapasan 20x/menit, dan suhu 37,3oC. Pada status generalis dalam batas normal, pada status lokalis didapatkan tonsil T3-T3, hiperemis +/+, kripta melebar +/+, detritus +/+, dan permukaan tidak rata. Uvula terletak di tengah dan tampak hiperemis. Pasien dalam kasus ini didiagnosis tonsillitis kronik eksaserbasi akut, dan direncanakan tindakan tonsilektomi bilateral.

Kata kunci: detritus, kripta, tonsilektomi, tonsilitis kronik

A 9 Years Old Boy with Acute Exacerbation of Chronic Tonsillitis

Abstract

Tonsillitis is an inflammation of the palatine tonsil, which is part of the Waldeyer ring. Tonsillitis can be caused by several types of bacterias and viruses. Based on duration, tonsilitis is divided into acute tonsillitis and chronic tonsillitis. Chronic tonsillitis is a disease that occurs in the throat mainly occurs in younger age groups. A boy aged 9 years old came with complaint of pain in the throat while swallowing. This complaint often occurred since he was 7 years old. Lately, patient often snored when sleeping. Physical examination found awareness compost mentis, weight 30 kg, pulse 84x/minute, respiratory rate 20 x/min, and body temperature 37,3oC. In general status within normal limits, the localist status we obtained tonsils T3-T3, hyperemia +/+, widened crypt +/+, detritus +/+, and uneven tonsillarsurface. Uvula located in the middle and looked hyperemia. Patient in these cases was diagnosed acute exacerbation of chronic tonsillitis and planned to bilateral tonsillectomy.

Keywords: chronic tonsillitis, crypt,detritus, tonsillectomy

Korespondensi: Hilman Fachri Yasrizal, S.Ked, email hilmanfyasrizal@yahoo.co.id

Pendahuluan

Tonsil adalah jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.1 Tonsil terdapat pada daerah permulaan saluran makanan yang memiliki fungsi melawan kuman yang tertelan atau terhisap.2 Tonsil bersama dengan tonsil faring atauadenoid, tonsil lingual, dan jaringan limfoid tuba Eustachius atau Gerlach’s tonsil

membentuk cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer

merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi ruang faring.3-5

Tonsil dan cincin Waldeyer lain merupakan bagian dari Mucosa Associated Limphoid Tissue (MALT). MALT berperan penting sebagai respon imun pada permukaan mukosa setempat. Pada MALT ini, terdapat kumpulan sel-sel yang tersebar merata di lamina propria dinding saluran cerna, saluran nafas. MALT ini juga dikenal sebagai kumpulan

sel-sel yang terorganisasi dalam bentuk folikel yang terdiri dari limfosit, plasmasit dan fagosit.1,3 Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun.6

Tonsil mempunyai dua fungsi, yaitu pertama untuk menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif. Kedua sebagai tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B.7

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan virus. Berdasarkan durasi waktu, tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronik. Antara tonsilitis akut dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan penyebabnya yaitu tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh bakteri grup A streptococus ß-hemolyticus, pneumococcus, streptococcus viridans, dan streptococcuc pyrogenes,

(2)

sedangkan tonsilitis kronik bakteri penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang penyebabnya bakteri golongan gram negatif.8-10

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis 3,8% tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6%. Insiden tonsilitis kronis di RS Dr. Kariadi Semarang sebanyak 23,36% dan 47% diantaranya terjadi pada usia 6-15 tahun.11,12

Pada studi ini dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dengan tonsilitis kronik.

Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang dengan keluhan sakit pada tenggorokan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengatakan sakit pada tenggorokan berupa nyeri saat menelan makanan yang sudah lama ia rasakan tetapi hilang timbul. Pasien juga mengatakan selain nyeri ia juga merasa demam, batuk, pilek dengan lendir berwarna bening, dan disertai hidung tersumbat. Ayah pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama sejak usia 7 tahun, setiap 4 bulan sekali gejala tersebut kambuh kembali. Ayah pasien juga menuturkan pasien suka mengorok ketika tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada gangguan pendengaran, dan tidak ada sakit kepala.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, berat badan 30 kg, nadi 84x/menit, laju pernapasan 20x/menit, dan suhu 37,3oC. Pada status generalis dalam batas normal, pada status lokalis didapatkan tonsil T3-T3, hiperemis +/+, kripta melebar +/+, detritus +/+, dan permukaan tidak rata. Uvula terletak di tengah dan tampak hiperemis.

Pasien dalam kasus ini didiagnosis tonsillitis kronik eksaserbasi akut. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah cefadroxil

tablet 2x375 mg selama 5 hari, paracetamol 3x250 mg, dan obar kumur+desinfektan. Pada pasien juga direncakan tindakan operatif tonsilektomi bilateral. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam.

Pembahasan

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sakit saat menelan. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripta melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang menandakan adanya eksaserbasi akut.

Disebut tonsilitis akut apabila muncul gejala pertama kali kurang dari 14 hari dan tonsilitis kronis apabila keluhan telah ada lebih dari 3 bulan. Tonsilitis akut rekuren terjadi apabila infeksi dengan gejala akut terjadi paling sedikit 4-7 kali dalam satu tahun terakhir, atau lima kali dalam dua tahun terakhir atau tiga kali dalam tiga tahun terakhir.13-15 Nyeri tenggorok, demam, disfagi dengan tonsil yang hiperemi dan terdapat detritus merupakan gambaran khas untuk suatu tonsillitis akut. Tonsil memiliki 15-20 kripti dangkal pada permukaan tonsil dan membentuk celah yang melebar pada kasus tonsillitis kronik.16,17

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis dettrius ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kekuningan. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinis kriptus diisi oleh detritus.8,10,18

Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk makan

(3)

dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh 4 bulan sekali dalam 2 tahun terakhir, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi medikamentosa. Pemberian cefadroxil yang termasuk dalam antibiotic golongan sefalosporin generasi ketiga sudah tepat dalam kasus ini karena sesuai penelitian Golongan yang paling baik digunakan untuk terapi tonsilitis adalah sefalosporin berupa

ceftriaxone dan kuinolon berupa

levofloxacin.7,19-21

Pada anak-anak yang dilakukan tonsilektomi, ditemukan perbaikan kualitas hidup. Hal ini terjadi akibat berkurangnya gangguan tidur yang disebabkan oleh hipertrofi tonsil. Tonsilektomi tersebut juga mengurangi insidensi infeksi saluran nafas atas dan pemakaian antibiotik.22-24

Jumlah kunjungan pasien anak banyak yang menderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi. Hal ini dikarenakan pada anak usia tersebut memiliki sistem kekebalan yang belum sempurna sehingga mudah untuk terinfeksi mikroorganisme, dan pada anak sering menderita infeksi saluran pernapasan akut atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja.25

Tonsilektomi merupakan salah satu prosedur bedah paling umum di Amerika Serikat, dengan lebih dari 530.000 prosedur dilakukan pada anak di bawah 15 tahun. Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah (dengan atau tanpa adenoidektomi) yang menyingkirkan tonsil secara keseluruhan, termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler.26

Indikasi tonsilektomi paling umum adalah infeksi tenggorokan berulang dan

sleep-dyspneu disorder atau obstruksi jalan napas.26 Menurut pedoman tonsilektomi dan adenotonsilektomi pada anak di Australia, terdapat lima indikasi tindakan ini, yaitu obstruksi saluran napas bagian atas dengan

obstructive sleep apnoea, tonsilitis akut rekuren, abses peritonsilar, kecurigaan neoplasma, dan indikasi tidak umum yaitu

carrier difteri kronik setelah gagal dengan pengobatan antibiotik, kista tonsilar besar rekuren, dan perdarahan tonsilar rekuren. 27

Indikasi tonsilektomi secara umum juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif. Indikasi absolut meliputi pembesaran tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, sleep apnea; rhinitis dan sinusitis kronis; dan hipertrofi tonsil unilateral. Sedangkan, indikasi relatif tonsilektomi adalah terjadi 3 episode/lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat, halitosis, dan otitis media efusi atau supuratif.25 Pada pasien ini memenuhi indikasi absolut, yaitu obstruksi saluran napas yang ditandai dengan gejala mengorok pada saat tidur akibat penyempitan saluran udara akibat pembesaran tonsil yang terjadi.

Simpulan

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Disebut tonsilitis kronis apabila keluhan telah ada lebih dari 3 bulan. Tonsilitis kronik yang memenuhi indikasi dapat diterapi dengan tonsilektomi. Pencegahan tonsilitis dilakukan dengan menghindari faktor-faktor predisposisi.

Daftar Pustaka

1. Subowo. Imunobiologi. Jakarta: Sagung Seto; 2009.

2. Baradaranfar MH, Dodangeh F, Zahir ST, Atar M. Humoral and CelularImmunity Parameters in Children Before and After Adenotonsillectomy. Acta Medica Iranica. 2007; 45(5):345-50.

3. Alatas N, Baba F. Proliferating Active Cells, Lymphocyte Subsets and Dendritic Cells in Recurrent Tonsillitis: Their Effect on Hypertrophy. Arch Oto HNS. 2008; 134(5):477-83.

4. Dias EP, Rocha ML, Carvalho MOO, Amorim LMF. Detection of Epstein-Barr virus in recurrent tonsillitis. Braz J Otorhinolaryngol. 2009; 75(1):30-4. 5. Darwin E. Imunologi & Infeksi. Padang:

Andalas University Press; 2006.

6. Nave H, Gebert A, Pabst. Morphology and Immunology of the Human Palatine Tonsil.Anat Embryol. 2004: 367-73. 7. Health Technology Assessment (HTA).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Jakarta; 2004.

(4)

8. Soepardi EA, Iskandar N, Jonny B, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan-Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm. 221.

9. Kumar A, Gupta V, Chandra K, Gupta P, Varshney S. Clinico Bacteriological Evaluation of Surface and Core Microflora in Chronic Tonsillitis. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. 2005; 57(2):118-120. 10. Sembiring RO, Porotu’o J, Waworuntu

O. Identifikasi Bakteri dan Uji Kepekaan terhadap Antibiotik pada Penderita Tonsilitis di Poliklinik THT-KL BLU RSU. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November 2012-Januari 2013. eBM. 2013; 1(2):1053-7.

11. Farokah. Hubungan tonsillitis kronis dengan prestasi belajar pada siswa kelas II sekolah dasar di kota Semarang [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2005.

12. Sakka I, Sedjawidada R, Kodrat L, Rahardjo SP. Kadar immunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana. 2011; 41(1):65-9.

13. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy and Adenoidectomy. In: Bailey BJ, Johnson JT, et al editors. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-4 Volume ke-1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. hlm. 1183-98.

14. Shields G. The Tonsils and Adenoids in Pediatrics Patients. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology 19; 2002. hlm. 1-8. 15. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB,

Rosenfeld RM, Amin R, Burns JJ, et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children. Otolaryngology Head and Neck Surgery; 2011; 144(15):1-30.

16. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. Edisi ke-4. New York: Thieme; 2003. 17. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK.

Pharyngitis & Tonsilitis. In: Harris JP, Weisman MH, editors. Head and Neck Manifestations of Systemic Disease.

New York: Informa Healthcare; 2007. hlm. 493-509.

18. Le TM, Rogers MM, van Staaij BK, van den Akker EH, Hoes AW, Schilder AGM. Alterations of the oropharyngeal microbial flora after adeno-tonsillectomy in children: a randomized controlled trial. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2007; 133(10):969-72. 19. Hammouda M, Abdel-Khalek Z, Awad S,

Abdel-Aziz M, Fathy M. Chronic tonsillitis bacteriology in Egyptian children including antimicrobial susceptibility. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 2009; 3(3):1948-53.

20. Raju G, Selvam EM. Evaluation of microbial flora in chronic tonsillitis and the role of tonsillectomy. Bangladesh J Otorhinolaryngol. 2012; 18(2):109-13. 21. Torretta S, Drago L, Marchisio P,

Cappadona M, Rinaldi V, Nazzari E, et al. Recurrences in chronic tonsillitis substained by tonsillar biofilm-producing bacteria in children. Relationship with the grade of tonsillar hyperplasy. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2013; 77(2):200-4. 22. Carneiro LEP, Neto GCR, Camera MG.

Adenotonsillectomy Effect on the Life Quality of Children with Adenotonsillar Hyperplasia. Intl Arch Otorhinolaryngol.

2009; 13(3):270-6.

23. Walton J, Ebner Y, Stewart MG, April MM. Systematic review of randomized controlled trials comparing intracapsular tonsillectomy with total tonsillectomy in a pediatric population. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012; 138(3):243-9.

24. Wienke A. Tonsillektomie vs. Tonsillotomie. Rechtliche Aspekte zu einem aktuellen Thema. HNO Informationen. 2013; 1(3):101-2.

25. Sapitri RV. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis yang Diindikasikan Tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi [artikel ilmiah]. Jambi: Universitas Jambi; 2013.

26. Baugh R, Archer S, Mitchell R, Rosenfeld RM, Amin R, Burns J, et al. AAO-HNSF Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children. American

(5)

Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery; 2011.

27. Harris MA, Coates H, Harari M, Kennedy D, Lannigan F, Richmond P, et al. Indications for Tonsillectomy and Adenotonsillectomy In Children. Royal

Australasian College of Physicians and Australian Society of Otolaryngology Head and Neck Surgery

; 2008. hlm.

8-12.

Referensi

Dokumen terkait

Persiapan Organis & Kantoria yang bertugas hari Minggu dilaksanakan setiap hari Sabtu Pukul 18.00 wib di Gereja Jl. Atas perhatian dan kehadirannya

Vaskulitis. Vaskulitis adalah suatu penyakit kompleks imun yang ditandai adanya inflamasi dan nekrosis lokal pada dinding pembuluh darah akibat respons tubuh

Sekiranya berlaku sebarang “black out” dalam tv monitor dimana skor sesuatu permainan yang sedang berlangsung itu hilang dan tidak dapat dipulihkan, maka pemain-pemain

Distance Relationship (LDR) dan Hak Kewajiban Suami Istri, tetapi yang membedakan antara penelitian penulis dengan penelitian lainnya yaitu dalam. pembahasannya

Diagram usecase usulan diatas menggambarkan proses operator melakukan login dan memiliki akses input, ubah dan hapus data berkas kemudian mencetak bukti penerimaan

Pemahaman siswa dalam mendeskripsikan sifat-sifat cahaya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) pada siswa kelas V SDN

Pada kondisi real di lapangan berdasarkan data dari DCS Pabrik I, keempat tingkat kompresor mengeluarkan power yang lebih kecil dari data input rating

( nose ) oṃ yāṃ namaḥ parāya puruṣātmane saṅkarṣanāya namaḥ ( head ) oṃ ṣauṃ namaḥ parāya parameṣṭyātmane vāsudevāya namaḥ..  Visualise that the physical