Polimer Superabsorben Berbasis Akrilamida (AAM)
Tercangkok Pati Bonggol Pisang (Musa paradisiaca)
Azidi Irwan
1, Sunardi
1, Annisa Syabatini
1 1Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Email: azidiirwan@ymail.com
Abstrak. Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi polimer
superabsorben berbasis akrilamida (AAM) tercangkok pati bonggol pisang (Musa paradisiaca). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pati dari bonggol pisang terhadap karakteristik polimer berupa sifat mengembangnya (swelling ratio) dalam air, larutan urea 5%, dan NaCl 0,15 M. Pembuatan polimer superabsorben dilakukan dengan memberikan variasi berat pati terhadap berat akrilamida (AAM). Berat pati yang diberikan adalah 0, 3, 5, 10, 15, 20, dan 25% (b/b). Hasil penelitian menunjukkan polimer superabsorben yang dihasilkan dengan penambahan pati memiliki karaktersitik yang lebih baik dibandingkan hanya poliakrilamida sintetik. Polimer superabsorben dengan rasio 10% berat pati terhadap berat akrilamida mempunyai rasio swelling pada air, larutan urea 5% dan NaCl 0,15 M berturut-turut yakni 33 g/g air, 26,86 g/g dan 23,8 g/g.
Kata kunci : bonggol pisang, pati, akrilamida, polimer superabsorben PENDAHULUAN
Karakteristik polimer superabsorben
yang unik menyebabkan aplikasi
superabsorben mempunyai cakupan yang relatif luas, antara lain penggunaannya untuk eliminasi air tubuh pada kasus penyakit edemas, detoksifikasi limbah minyak, penyerap zat warna, katalis penyerap urine dalam popok bayi, gen carrier, sensor glukosa, tes diagnosis, kontak lensa mata, pemisahan membran, wadah penyimpan air untuk daerah kering/pertanian, sumber air untuk tanaman holtikultura, mengurangi pencemaran air akibat eutrofikasi, drug deliver, dan memperbaiki sifat tanah.
Akrilamida (AAM) adalah salah satu jenis monomer hidrofilik yang merupakan
bahan baku paling populer untuk
pembuatan polimer superabsorben
poliakrilamida (PAAM). Namun, polimer PAAM mempunyai beberapa kelemahan seperti kemampuannya dalam menyerap air (swelling) terbatas dan merupakan homopolimer dengan sifat fisik yang relatif
rendah, sehingga pengembangan
aplikasinya juga terbatas. Selain itu polimer sintetis seperti PAAM tidak ramah lingkungan dan membuat ketergantungan terhadap monomer turunan petrokimia. Untuk menaikkan sifat swelling dan sifat fisiknya maka perlu ditambahkan suatu zat lain.
Telah banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan sifat swelling dari polimer sintesis tersebut dengan memanfaatkan pati karena bahan ini mudah didapat, harganya murah dan ramah lingkungan. Pati sangat potensial menjadi superabsorben, karena banyak mengandung gugus hidroksil. Molekul pati terikat sedemikian rupa sehingga berstruktur heliks yang lebih lentur dan lebih mudah mengembang (swelling), ditambah lagi adanya struktur bercabang pada komponen amilopektin. Polimer superabsorben berbasis pati baik yang alami, turunannya, maupun berikatan
silang dapat memiliki kemampuan
superabsorben dalam menyerap air dengan jumlah yang besar dan memiliki sifat fisik yang kuat, seperti penelitian yang telah dilakukan menggunakan pati jagung, pati kentang, dan pati padi.
Perkembangan polimer superabsorben memanfaatkan polimer alami tersebut didapatkan dari sumber-sumber alam yang
melimpah, mudah didapatkan dan
pemanfaatannya yang baru sedikit. Beberapa penelitian di China masing-masing menggunakan batang jerami yang diambil patinya menghasilkan polimer superabsorben yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan daya absorpsi air dari 498 g/g menjadi 860 g/g. Lain lagi penelitian di India, dengan pati gandum menghasilkan absorpsi maksimum 150 g/g.
Di Indonesia, khususnya Kalimantan Selatan banyak sumber daya alam dengan potensi sebagai sumber pati yang masih sedikit dimanfaatkan. Salah satu bahan yang belum dimanfaatkan adalah bonggol pisang (Musa paradisiaca) yang memiliki komposisi 76% pati, 20% air, sisanya adalah protein dan vitamin. Kandungan pati yang tinggi itu sangat potensial dimanfaatkan sebagai material sintesis superabsorben.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan pati dari bonggol pisang terhadap karakteristik polimer
superabsorben yang dihasilkan,
kemampuan mengembang (swelling ratio) polimer setelah menyerap air, larutan urea, dan larutan NaCl, serta kemampuan retensi polimer superabsorben terhadap cairan.
METODE PENELITIAN Ekstraksi Pati Bonggol Pisang
Bonggol pisang dicuci bersih, kemudian dijadian bubur. Bubur direndam dalam air (1:3) selama 24 jam. Bubur bonggol pisang yang dihasilkan kemudian disaring untuk memisahkan antara serat dan patinya kemudian diperas hingga ampasnya kering. Bubur pati yang diperoleh dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-50ºC selama 24 jam hingga kering seterusnya diayak 80-90 mesh untuk memisahkan kotoran dan pati sehingga dihasilkan serbuk pati bonggol
pisang. Pati bonggol pisang diuji dengan iodine untuk pemeriksaan pati dan dianalisis dengan FTIR.
Sintesis Polimer Superabsorben Pati
Bonggol Pisang-Tercangkok
Poli(akrilamida)
Sintesis polimer
poli(akrilamida)-bonggol pisang dilakukan dengan
memasukkan 0; 0,24; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6 dan 2 g pati hasil ekstraksi pada labu leher tiga ukuran 250 mL dan ditambahkan akuades dan diaduk. Suspensi dipanaskan pada temperatur 95°C selama 30 menit dengan dialiri gas nitrogen. Ditambahkan 80 mg amonium persulfat ke dalam labu leher tiga pada saat temperatur suspensi telah turun sekitar 60-65°C. Diaduk selama 15 menit, ditambahkan 8 g akrilamida dan 8 mg N,N‘-metilena-bisakrilamida. Reaksi ini dilakukan pada suhu 70°C selama 180 menit. Hasil kemudian dicuci dengan akuades dan etanol dan dikeringkan. Produk yang dihasilkan kemudian digerus dan diayak dengan ukuran 60-80 mesh.
Karakterisasi polimer hasil sintesis Dengan FTIR dan XRD
Sejumlah sampel pati diamati spektrum inframerahnya dan akrilamida sebagai kontrol untuk melihat gugus fungsinya serta dengan XRD.
Pengujian Rasio Swelling Polimer Superabsorben dengan Air
Tiga buah cuplikan polimer menurut cara Zhang kemudian ditimbang (W0). Superabsorben yang kering direndam dalam 50 mL air dalam wadah selama 24 jam. Setelah 24 jam polimer superabsorben dikeluarkan dari media perendaman.
Selanjutnya polimer superabsorben
ditimbang kembali (Ws). Rasio swelling polimer superabsorben hasil pengujian dihitung dengan persamaan berkut :
Rasio swelling = Ws/W0 (1)
Ws = berat polimer superabsorben dalam keadaan swelling (g)
W0 = berat polimer superabsorben dalam keadaan kering (g)
Pengujian Rasio Swelling Polimer Superabsorben dalam Larutan Urea dan Larutan NaCl
Dengan cara yang sama dilakukan pengujian swelling polimer superabsorben menggunakan larutan urea 5%. Demikian juga untuk uji swelling dalam larutan garam dilakukan perendaman dalam larutan NaCl 0,15M
Uji Retensi
Dua buah cuplikan sampel optimum dikeringkan dalam oven pada suhu 70ºC hingga berat konstan dan ditimbang seberat 0,05 g (W0). Polimer superabsorben kering direndam dalam 50 mL air selama 24 jam, kemudian dikeringkan oven pada suhu 70oC. Setiap jam dilakukan penimbangan terhadap sampel, penimbangan dilakukan sampai 6 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Pati Bonggol Pisang
Hasil pati preparasi diperlihatkan pada Gambar 1.
Pati bonggol pisang yang telah kering diuji dengan iodin. Dihasilkan warna biru yang disebabkan karena molekul iodin terikat dalam rantai spiral amilosa dari pati.. Selanjutnya pati diperiksa dengan FTIR
GAMBAR 1. Spektrum FTIR bonggol pisang (a)
sebelum dan (b) sesudah preparasi
GAMBAR 2. Spektrum FTIR bonggol pisang (a)
sebelum dan (b) sesudah preparasi
untuk mengetahui gugus lain, seperti terlihat pada Gambar 2.
Spektrum dari pati hasil preparasi memiliki kemiripan dengan spektrum pati standar [20]. Pada spektrum FTIR bonggol pisang sebelum preparasi, tampak puncak yang menandakan serapan gugus amida dari protein. Setelah proses preparasi, pada serapan bilangan gelombang tersebut tidak terlalu kuat.
Dari spektrum terlihat muncul puncak dengan bilangan gelombang 3363,86 cm-1; 2931,8 cm-1; 1635, 64 cm-1; dan 1018,41-1157,29 cm-1. Bilangan gelombang tersebut masing-masing menunjukkan adanya gugus OH yang berikatan hidrogen, rentangan CH alkana, gugus C=O aldehida dan gugus C-O-C eter yang semuanya ini menunjukkan struktur pati. Munculnya gugus C=O aldehida pada pati kemungkinan disebabkan karena terjadinya pemutusan rantai glikosida membentuk gugus C=O aldehida dan gugus OH pada ujung amilosa atau amilopektin yang terdapat pada pati.
Spektrum FTIR pada Gambar 2
menunjukkan perbedaan-perbedaan gugus yang menyerap serta intensitas dari gugus tersebut pada masing-masing spektra bonggol pisang sebelum (a) dan sesudah preparasi (b) seperti yang tertera pada Tabel 1.
Berdasarkan data hasil sifat fisik dan spektrum FTIR yang teramati antara bonggol pisang sebelum dan sesudah preparasi terlihat perbedaan FTIR. Bonggol pisang sebelum dan sesudah preparasi
TABEL 1. Data spektrum FTIR bonggol pisang sebelum, sesudah preparasi, dan pati standar
mempunyai perbedaan yang cukup
signifikan pada bilangan gelombang 1643,35 cm-1 yang merupakan kisaran gugus spektrum FTIR menunjukkan pati dapat diperoleh dengan metode ini. Dengan demikian, metode preparasi yang dilakukan pada penelitian ini berhasil mendapatkan pati dari bonggol pisang.
Sintesis Polimer Superabsorben Pati Bonggol Pisang-Tercangkok Poli (Akrilamida)
Pada tahap sintesis, salah satu cara untuk mensintesis polimer superabsorben melalui kopolimerisasi cangkok. Pati yang telah didapatkan dari hasil preparasi kemudian dicangkok dengan monomer akrilamida untuk mensintesis polimer superabsorben.
Langkah selanjutnya adalah sintesis menggunakan metode yang dilakukan oleh Liang . Sejumlah pati dengan perbandingan berat 0, 3, 5, 10, 15, 20, dan 25% dari berat akrilamida yang digunakan disuspensikan dalam akuades (1:30). Suspensi ini kemudian dipanaskan hingga 95oC dan dialiri gas nitrogen selama 30 menit. Keadaan bebas oksigen sangat diperlukan pada tahap ketika inisiasi terjadi agar tidak terbentuk radikal peroksida yang dapat
menghambat jalannya pencangkokan dan
polimerisasi pati-g-AAM. Oksigen
merupakan radical scavenger yang dapat menon-aktifkan radikal bebas (situs aktif) yang telah terbentuk, sehingga akan menghambat terjadinya kopolimerisasi
grafting. Kemudian ditambahkan inisiator
berupa amonium persulfat (APS) ketika suhu suspensi telah turun ±60-65oC selama 15 menit.
Pada langkah penambahan akrilamida dan crosslinker dilakukan pengadukan terus-menerus pada suhu 70o C selama 3 jam. Setelah polimerisasi berakhir, produk kemudian dipanaskan dalam oven selama 24 jam. Polimer superabsorben yang dihasilkan dicuci dengan etanol 95%, dengan cara perendaman selama 3 jam. Polimer superabsorben hasil kemudian dipotong-potong kecil dan dikeringkan pada suhu 70°C sampai berat konstan dan selanjutnya dapat digunakan untuk karakterisasi.
Berdasarkan data hasil perbandingan
yang dapat teramati dari polimer superabsorben yang disintesis terdapat perbedaan fisik dan warna (Tabel 2).
Berdasarkan pada Gambar 3 spektrum akrilamida (B) tampak puncak serapan pada bilangan gelombang 3355,53cm-1 yang menunjukkan adanya dua puncak serapan yang sangat khas menunjukkan vibrasi untuk gugus amina primer (-NH2) dari
akrilamida, sehingga serapan yang muncul lebar dan sedang. Puncak serapan pada bilangan gelombang 2923,56-2850,27 cm-1 dicirikan sebagai vibrasi ulur C-H dari
TABEL 2. Perbandingan sifat fisik dari polimer
superabsorben yang disintesis
Pati:A AM
Sifat Fisik Teramati Warna
0% 3% 5% 10% 15% 20% 25% Gel ; elastis Gel ; elastis Gel ; elastis Gel ; elastis Gel ; kurang elastis Gel ; kurang elastis Gel ; rapuh Bening Kuning Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Spektrum bonggol sebelum preparasi (cm-1) Spektrum bonggol sesudah preparasi (cm-1) Spektrum pati standar (cm-1) [20] Keterangan 3410,15 3363,86 3390,47 Menunjukka n gugus fungsi O―H yang berikatan hidrogen 2931,80 2931,8 2932,97 Menunjukka n C―H alkana 1643,35 1635,64 1643,38 Menunjukka n gugus fungsi C=O amida 1157,29-1026,13 1157,29– 1018,41 1156,63-1021,85 Menunjukka n gugus fungsi C-O ester
TABEL 3. Data spektrum FTIR akrilamida, bonggol pisang sesudah preparasi dan polimer superabsorben Spektrum Akrilamida (cm-1) Spektrum bonggol sesudah preparasi (cm-1) Spektrum polimer superabsorben (cm-1) Keterangan 3355,53 2923,56-2850,27 1673,91 1621,2 1430,92 3363,86-3240,41 2931,8 1635,64 - - 3448,72 2931,8 1635,64 - - Gugus O―H
Vibrasi amina primer ―NH2)
Menunjukkan C―H pada gugus metil atau metilen
gugus fungsi C=O amida Menunjukkan vibrasi dari C=C Menunjukkan serapan dari C-N
gugus metil atau metilen, dan serapan puncak 1673,91cm-1 dicirikan sebagai gugus C=O baik dari keton, aldehida,
maupun karboksil. Pada bilangan
gelombang 1621,2 menunjukkan vibrasi gugus C=C.
Perbedaan-perbedaan jelas yang tampak pada gambar 13 spektrum FTIR pati hasil preparasi (A), monomer AAM (B) dengan polimer superabsorben hasil sintesis (C) seperti tampak pada Tabel 3. Spektrum polimer superabsorben hasil sintesis menunjukkan serapan pada bilangan
gelombang 3448,72 cm-1 yang
menunjukkan adanya vibrasi dari gugus hidroksil pada pati dan gugus amina
sekunder dari AAM dan
metilenbisakrilamida yang menunjukkan adanya overlapping sehingga serapan yang muncul lebar dan sedang. Spektrum khas dari pati lainnya yang muncul adalah
vibrasi gugus C-O pada bilangan
gelombang 1635,64 cm-1 dan vibrasi gugus C-H pada bilangan gelombang 2931,8 cm-1 .Untuk spektrum tampak lainnya adalah pada bilangan gelombang 1635,64cm-1
menunjukkan serapan gugus C=O.
Sedangkan pada bilangan gelombang 1621,2 cm-1 yang sebelumnya tampak pada spektrum AAM menunjukkan adanya vibrasi khas dari C=C tidak tampak pada spektrum polimer superabsorben hasil
sintesis. Ini membuktikan pada proses pencangkokan dan pengikatsilangan yang
terjadi untuk membentuk polimer
superabsorben terjadi pada karbon rangkap dua monomer AAM.
Salah satu sifat yang paling penting bagi
superabsorben adalah kemampuannya
untuk mengembang. Difraksi sinar-X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer, termasuk tentang keadaan amorf dan kristalin pada polimer. Pati mempunyai fase amorf dan fase kristal sebagai komponen penyusunnya dengan kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal ini tentu akan memiliki kekakuan yang tinggi dalam strukturnya, sehingga sangat sedikit bahkan sangat susah untuk mengalami
perubahan struktur. Difraktogram
superabsorben hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 4.
GAMBAR 3. Difraktogram (A) monomer AAM,
(B) pati, dan (C) polimer superabsorben hasil sintesis
Berdasarkan difraktogram, monomer AAM (A) menunjukkan struktur lebih amorf. Difraktogram untuk pati hasil preparasi (B) jika dibandingkan dengan
monomer AAM maka tampak ada
perbedaan. Pada umumnya bahan polimer bersifat semikristalin, yang berarti pada pati memiliki sebagian struktur amorf dan sebagian lain struktur yang kristalin. Hal ini dapat dikarenakan susunan molekul-molekul pati yang menyusun serat tidak teratur secara efektif. Hanya sebagian molekul pati yang menyusun serat yang terdapat sejajar dan bagian-bagian inilah yang disebut daerah kristalin. Di bagian-bagian lain susunan molekul pati umumnya tak teratur yang disebut daerah amorf. Bagian kristalin pada pati menentukan beberapa sifat dari pati tersebut salah satunya kemampuan terdispersi dan mengembang terhadap air. Jika pati tidak memiliki bagian kristalin, maka ia akan mudah terdispersi dalam air. Namun dengan adanya struktur kristalin yang mengikat kuat molekul pati mengakibatkan sukarnya molekul air untuk berpenetrasi diantara molekul-molekul pati.
Struktur lebih amorf ditunjukkan pada difraktogram polimer superabsorben hasil sintesis (C). Struktur seperti ini dapat terjadi karena susunan tak teratur atau acak yang terdapat pada polimer. Susunan acak berupa jaringan 3 dimensi yang berasal dari pencangkokan monomer terhadap pati dapat mempengaruhi sifat dari polimer terutama
dalam kemampuan mengembang dan
elastisitas dari polimer superabsorben menjadi lebih baik dibandingkan dengan monomer AAM dan pati.
Pengujian Kemampuan Rasio Swelling Polimer Superabsorben dalam Air, Urea, dan NaCl
Penentuan uji rasio swelling dalam air merupakan salah satu parameter dari polimer khususnya untuk pengujian suatu bahan kandidat sebagai absorben. Sifat kimia yang paling penting untuk diuji dari
absorben dalam skala komersial sebagai bahan pada personal care adalah nilai rasio
swelling terhadap cairan urin. Urin sebagian
besar didominasi oleh senyawa urea, maka
pengujian swelling dari polimer
superabsorben terhadap urin dapat dilakukan dengan larutan urea pada konsentrasi 5% (b/b). Selain adanya kandungan urea dalam cairan urin,
konsentrasi ion-ion garam juga
mempengaruhi daya serap dari polimer superabsorben yang akan dipergunakan sebagai absorben. Larutan garam NaCl 0,15 M merupakan salah satu jenis larutan garam yang umumnya dipakai untuk pengujian
kemampuan mengembang (swelling)
polimer superabsorben. Hubungan rasio berat penambahan pati terhadap rasio
swelling polimer superabsorben dalam air,
larutan urea 5%, dan larutan NaCl 0,15 M disajikan pada Gambar 4.
Berdasarkan data hasil penelitian polimer superabsorben dengan penambahan pati sebesar 10% mencapai rasio swelling paling besar yakni 33 untuk air; 26,86 untuk urea dan 23,8 untuk NaCl. Dari grafik tersebut nampak peningkatan rasio
swelling dari 0-10% seiring meningkatnya
rasio pati yang ditambahkan. Namun dengan penambahan pati yang lebih banyak di atas 10-25%, rasio swelling polimer pun menurun.
Turunnya rasio swelling dari superabsorben hasil sintesis dengan penambahan pati di
GAMBAR 4. Rasio swelling polimer superabsorben
pati-g-AAM dalam air, larutan urea dan larutan NaCl sebagai fungsi rasio berat pati terhadap akrilamida
atas 10-25% dapat disebabkan oleh kerapatan struktur polimer superabsorben
yang semakin meningkat. Dengan
penambahan pati yang lebih kristalin struktur yang terbentuk menjadi lebih kristalin sehingga menjadi lebih rapat dan lebih kaku. Dari pengamatan fisik, semakin banyak penambahan pati, warna polimer yang dihasilkan semakin gelap. Diduga pati yang ditambahkan teragregasi di dalam struktur jaringan polimer yang terbentuk.
Sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi rasio swelling polimer dengan penambahan pati di bawah 10% adalah perbedaan dari tekanan osmosis yang diakibatkan konsentrasi di dalam dan di luar polimer berbeda. Gugus-gugus hidrofilik di dalam struktur polimer dapat terdisosiasi dan mengakibatkan ion-ion dengan molekul kecil terperangkap. Semakin sedikit gugus hidrofilik semakin kecil pula konsentrasi air di dalam polimer. Di luar sistem polimer larutan NaCl juga akan terionisasi sempurna menghasilkan ion Na+ dan Cl-. Konsentrasi ion di luar sistem lebih besar sehingga mengakibatkan pelarut maupun zat terlarut yang berdifusi ke dalam struktur polimer lebih kecil. Kejadian yang demikian juga pernah
dilaporkan bahwa semakin banyak
penambahan batang jerami yang telah dipreparasi semakin kecil kapasitas serapan polimer terhadap larutan NaCl.
Uji Retensi Air
Uji retensi dilakukan terhadap polimer superabsorben dengan variasi berat pati terhadap AAM optimum pada 10% dan retensi terhadap superabsorben yang
disintesis dari akrilamida tanpa
pencangkokan dengan pati (superabsorben kontrol). Tujuan dilakukannya uji retensi ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan polimer superabsorben menahan air. Grafik uji retensi ini ditunjukkan pada Gambar 5.
GAMBAR 5. Grafik hubungan waktu terhadap
retensi air daripolimer superabsorben 0% dan 10%. Dari grafik di atas ditunjukkan retensi menurun dengan adanya perpanjangan waktu menunjukkan semua swelling polimer superabsorben cenderung menyusut dan
kehilangan air. Pada polimer superabsorben
10% pati retensinya lebih baik
dibandingkan dengan polimer
superabsorben 0% pati. Uji retensi pada suhu 70oC memiliki kecenderungan
penurunan penyerapan air untuk
superabsorben control 0% retensi mencapai 24,44-1,67%, sedangkan superabsorben dengan penambahan pati 10% retensi mencapai 42,78-2,78%. Dengan demikian, penyusutan lebih cepat dari polimer superabsoben terjadi pada 10%. Mengingat hasil di atas, polimer
superabsorbent 10% memiliki perilaku cerdas
dapat membengkak dan menahan air, yang akan sangat penting untuk aplikasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dan kajian yang dilakukan ditarik kesimpulan:
Penambahan pati dari bonggol pisang (Musa paradisiaca) mampu memperbaiki karakteristik dari polimer superabsorben
yang dihasilkan karena banyak
mengandung gugus hidroksil.
Kemampuan dalam menyerap cairan berupa sifat swelling dari polimer superabsorben hasil pencangkokan lebih baik dibandingkan polimer superabsorben
dari monomer AAM. Polimer
superabsorben dengan rasio 10% berat pati terhadap berat akrilamida mempunyai nilai rasio swelling sebesar 33 g/g, rasio swelling pada larutan urea 5% sebesar 26,86g/g, dan
rasio swelling dalam larutan NaCl 0,15 M sebesar 23,8g/g.
Polimer superabsorben 10% mempunyai kemampuan menahan air lebih baik dibandingkan polimer superabsorben 0%. Dengan demikian, penyusutan lebih cepat terjadi pada polimer superabsoben 0%. Sehingga polimer superabsorben 10%
memiliki perilaku cerdas dapat
membengkak dan menahan air, yang akan sangat penting untuk aplikasi.
Disarankan untuk melakukan pemisahan antara amilosa dan amilopektin serta dilakukan saponifikasi pada pati hasil preparasi terlebih dahulu sebelum dilakukan proses sintesis agar didapatkan polimer superabsorben dengan kualitas lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima disampaikan kepada
Universitas Lambung Mangkurat
(UNLAM) dan Lembaga Penelitian
UNLAM dengan Hibah Desentralisasi
tahun 2013 dari skim Penelitian
Fundamental sehingga penelitian tentang potensi pati bonggol pisang sebagai
material superabsorben semakin
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Esposito, A. (2005). Response of intestinal cells and macrophages to an orally administered cellulose-PEG based polymer as a potential treatment for intractable edemas. Biomaterials, 26, 4101–4110.
Wang, Y., L.Zeng, X.Ren, H.Song, & A.Wang. (2009). Removal of Methyl Violet from aqueous solutions using poly (acrylic acid-co-acrylamide)/attapulgite composite.Journal of Environmental Sciences,22(1), 7–14
Yi, J.Z, L.M. Zhang. (2007). Removal of methylene blue dye from aqueous
solution by adsorption onto sodium humate/polyacrylamide/clay hybrid hydrogels. Bioresource Technology, 99, 2182–2186.
Yang, R. (2010). Biodiesel production from rubber seed oil using poly (sodium acrylate) supporting NaOH as a
water-resistant catalyst. Bioresource
Technology xxx (2010) xxx–xxx.
Tang, Q. (2007). Macromolecular
Nanotechnology Preparation and
photocatalytic degradability of TiO2/polyacrylamide
composite.European Polymer Journal, 43, 2214–2220.
Kosemund, K, H. Schlatter, J.L.
Ochsenhirt, E. L. Krause ,D.S. Marsman, and G.N. Erasala. (2008). Safety evaluation of superabsorbent baby diapers. Regulatory Toxicology and
Pharmacology, 53, 81–89.
Putra, S.E. (2008). Mengenal Polimer
Cerdas (Smart Polymer).
http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/05-deni.pdf
[28 Februari 2011]
Andry, H., T. Yamamoto , T. Irie , S. Moritani , M. Inoue , H. Fujiyama. (2009). Water retention, hydraulic conductivity of hydrophilic polymers in sandy soil as affected by temperature and water quality. Journal of Hydrology,
373, 177–183.
Zheng,Y., J. Zhang, A.Wang. (2009). Fast removal of amonium nitrogen from aqueous solution using chitosan-g-poly(acrylic acid)/attapulgite composite.
Chemical Engineering Journal, 155,
215–222.
El-Din, H. M.N., S.G.A.Alla, A.W.M.El-Naggar. (2010). Swelling and drug
release properties of
acrylamide/carboxymethylcellulose networks formed by gammairradiation.
Radiation Physics and Chemistry,79,
725–730.
Erizal, Tita P. dan Dewi S. P. (2007).
Sintesis Superabsorben Poliakrilamida (PAAM)-Ko-Alginat dengan Iradiasi Sinar Gamma dan Karakterisasinya.
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN. Jakarta. Zhang, Junping and A. Wang. (2007).
Study on superabsorbent composite. IX: Synthesis, characterization and swelling behaviors of polyacrylamide/clay composites based on various clays.
Reactive & Functional Polymers, 67, 737–745
Erizal. (2009). Synthesis and
Characterization of Crosslinked Polyacrylamide (PAAM)-Carrageenan Hyrogels Superabsorbent Prepared By Gamma Radiation. Indonesian Journal
of Chemistry, 10 (1), 12-19. Jakarta
Kiatkamjornwong, S, K. Mongkolsawat, M. Sonsuk. (2002). Synthesis and Property Characterization of Cassava Starch Grafted Poly[Acrylamide-Co-(Maleic cid ] Superabsorbent Via γ-Irradiation.
Polymer, 43, 3915-3924.
Kuang, J, K.Y. Yuk, K.M. Huh. (2010).
Polysaccharide-based superporous
hydrogels with fast swelling and superabsorbent properties. Carbohydrate
Polymers, 83, 284–290.
Elif. (2010). Synthesis, characterization and in vitro antimicrobial activities of
boron/starch/polyvinyl alcohol
hydrogels. Carbohydrate Polymers, 83, 1377–1383
Teli, M.D, N. G. Waghmare. (2009). Synthesis of superabsorbent from carbohydrate waste. Carbohydrate Polymers, 78, 492–496.
Yuanita. (2008). Pabrik Sorbitol dari Bonggol Pisang (Musa paradisiaca) denganProses Hidrogenasi Katalitik.
Jurnal Ilmiah Teknik Kimia. ITS.
Surabaya.
Winarno, F. G. (1986). Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia. Jakarta.
Khairunizar, Siti. (2009). Peranan Pendispersi Asam Stearat terhadap Kompatibilitas Campuran Plastik Polipropilena Bekas dengan Bahan Pengisi Dekstrin. S-1 Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan.