• Tidak ada hasil yang ditemukan

miopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "miopi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

C5502

C5502

REFERAT STASE MATA

REFERAT STASE MATA

MIOPIA DAN PENATALAKSANAANNYA

MIOPIA DAN PENATALAKSANAANNYA

Oleh:

Oleh:

Yenny Ardiani

Yenny Ardiani

201310401011021

201310401011021

Pembimbing :

Pembimbing :

dr. Fatin Hamamah, Sp.M

dr. Fatin Hamamah, Sp.M

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

2014

2014

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Gangguan penglihatan adalah salah satu keluhan utama yang Gangguan penglihatan adalah salah satu keluhan utama yang menyebabkan seorang pasien datang ke dokter mata. Gangguan penglihatan menyebabkan seorang pasien datang ke dokter mata. Gangguan penglihatan tersebut sebagian sangat erat kaitannya dengan refraksi. Mata dapat dianggap tersebut sebagian sangat erat kaitannya dengan refraksi. Mata dapat dianggap sebagai kamera, yang terdiri dari media refrakta dengan retina sebagai filmnya. sebagai kamera, yang terdiri dari media refrakta dengan retina sebagai filmnya. Media refrakta pada mata dari depan ke belakang terdiri atas kornea, humor Media refrakta pada mata dari depan ke belakang terdiri atas kornea, humor aqueus, lensa dan humor vitreus

aqueus, lensa dan humor vitreus (Hartono, 2007).(Hartono, 2007).

Salah satu gangguan refraksi yaitu miopia. Miopia

Salah satu gangguan refraksi yaitu miopia. Miopia (rabun jauh) merupakan(rabun jauh) merupakan suatu kondisi dimana obyek yang jauh terlihat kabur tetapi pada jarak yang dekat suatu kondisi dimana obyek yang jauh terlihat kabur tetapi pada jarak yang dekat obyek terlihat jelas. Pada miopia, mata memfokuskan sinar cahaya paralel (obyek obyek terlihat jelas. Pada miopia, mata memfokuskan sinar cahaya paralel (obyek yang jauh) ke titik di depan retina bukan pada retina. Keadaan ini biasanya yang jauh) ke titik di depan retina bukan pada retina. Keadaan ini biasanya dikoreksi dengan lensa cekung (minus) (Johnstone, 2008). Miopia diukur dengan dikoreksi dengan lensa cekung (minus) (Johnstone, 2008). Miopia diukur dengan daya dalam dioptri dan lensa cekung diperlukan untuk memfokuskan cahaya ke daya dalam dioptri dan lensa cekung diperlukan untuk memfokuskan cahaya ke retina (Ming, 2011).

retina (Ming, 2011).

Secara keseluruhan atau pada populasi secara umum prevalensi miopia Secara keseluruhan atau pada populasi secara umum prevalensi miopia  berkisar 17-25%, sedangkan jika

 berkisar 17-25%, sedangkan jika dilihat di dilihat di Asia saja Asia saja prevalensi berkisar prevalensi berkisar lebih darilebih dari 40% dan kebanyakan pada pelajar atau mahasiswa, serta dari jenis kelaminnya 40% dan kebanyakan pada pelajar atau mahasiswa, serta dari jenis kelaminnya  pria dan wanita hampir sama (Johnstone, 2008).

 pria dan wanita hampir sama (Johnstone, 2008).

Diagnosis miopia ini berdasarkan gambaran klinis yang khas dan Diagnosis miopia ini berdasarkan gambaran klinis yang khas dan  pemeriksaan

 pemeriksaan refraksi refraksi . P. Pasien asien rabun rabun jauh ini, jauh ini, penglihatan pada penglihatan pada jarak jarak dekat dekat sangatsangat  baik.

 baik. Ketika Ketika menatap menatap ke ke kejauhan kejauhan , , mereka mereka akan akan berusaha berusaha untuk untuk meningkatkanmeningkatkan ketajaman penglihatan mereka dengan mempersempit aperture optik pupil . Istilah ketajaman penglihatan mereka dengan mempersempit aperture optik pupil . Istilah

(3)

" myopia " berasal dari menyipitkan mata, berdasarkan kata Yunani " myein "  berarti menyipitkan mata atau menutup mata (Lang, 2000).

Penatalaksanaan miopia ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu pemberian kacamata, lensa kontak maupun bedah refraktif. Pemberian kacamata ini yaitu koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Kemudian jika penggunaan lensa kontak diberikan untuk anisometropia dan miopia tinggi. Sedangkan untuk bedah refraktif bisa bedah refraktif kornea atau refraktif lensa (Saleh, 2006)

Dari uraian diatas didapatkan beberapa rumusan masalah tentang miopia yang meliputi bagaimana anatomi dan fisiologi dari media refrakta, apa definisi miopia, apa saja etiologi dan faktor resikonya miopia, epidemiologi, klasifikasi, , apa saja gejala klinisnya, bagaimana penanganan, serta komplikasi apa saja yang dapat terjadi dari miopia tersebut.

Dengan adanya rumusan masalah tersebut maka dapat dikatakan bahwa tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang miopia yang meliputi dari anatomi dan fisiologi media refrakta, definisi miopia, etiologi dan faktor resikonya miopia, epidemiologi, klasifikasi, gejala klinisnya, bagaimana  penanganan, serta komplikasi yang dapat terjadi dari miopia tersebut.

(4)

PEMBAHASAN Anatomi dan Fisiologi

Berikut ini akan dibahas tentang anatomi dan fisiologi dari media refrakta yang meliputi kornea, humor aqueus, lensa dan humor vitreus. Semua media refrakta ini bersifat jernih, memiliki permukaannya sendiri-sendiri, memiliki kurvatura dan indeks berlainan, serta melekat satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang jumlah kekuatan refraksi totalnya bukan merupakan jumlah masing-masing komponennya (Hartono, 2007).

Gambar 1.1 Anatomi Mata (Eva, 2007) 1. Kornea

Kornea adalah jarigan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Dari anterior ke  posterior, kornea mempunyai lima lapisan epitel, lapisan bowman,

(5)

stroma, membrane descement. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous, dan air mata. Kornea superficial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus) nervus kranialis V (Trigeminus) (Eva, 2009). Kornea ini merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar +43 dioptri. Jika kornea mengalami sembab karena satu dan lain hal, maka kornea berubah sifat menjadi seperti prisma yang dapat menguraikan cahaya sehingga penderita akan melihat halo (Hartono, 2007).

2. Humor aquous

Humor aquous diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki  bilik mata belakang, melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan (Eva, 2009). Indeks bias humor aquous sama dengan kornea yaitu 1,33 sehingga cahaya yang masuk dari kornea diteruskan begitu saja (Hartono, 2007). 3. Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak bewarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris, zonula menghubungkannya dengan corpus ciliare. Disebelah anterior lensa terdapat humor aquous dan posteriornya adalah vitreous (Eva, 2009). Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena berperan dalam akomodasi untuk mencembung, jernih

(6)

atau transparan karena diperlukan untuk media penglihatan, dan terletak ditempatnya (Ilyas, 2011).

Lensa mata normal memiliki indeks refraksi sebesar 1,4 di bagian sentral dan 1,36 di bagian tepi. Kekuatan bias lensa kira-kira +20 dioptri. Pada anak dan orang muda, lensa dapat berubah kekuatan dioptrinya saat melihat dekat agar mampu menempatkan bayangan  pada retina. Makin tua seseorang maka makin berkurang kekuatan  penambahan dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut dengan daya akomodasi (Hartono, 2007).

4. Humor vitreus

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Vitreus mengandung air sekitar 99 %. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air (Eva, 2009).

Humor vitreus (badan kaca) dikelilingi oleh membrane hyaloids. Membrane hyaloidea melekat pada kapsul posterior lensa , zonula, pars  plana, retina dan papil nervus II. Badan kaca ini berfungsi untuk memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu media refrakta

(7)

(media bias). Badan kaca memiliki indeks bias lebih kecil daripada lensa sehingga cahaya kembali sedikit disebarkan (Hartono, 2007).

5. Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi tidak rata (Eva, 2009).

Retina berfungsi menerima cahaya dan merubahnya jadi sinyal elektrokimiawi, untuk selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron) yang berestafet dalam meneruskan impuls penglihtan. Sel-sel tersebut adalah sel-sel fotoreseptor, sel horizontal dan sel bipolar, serta sel ganglion (Hartono, 2007)

Akomodasi

Mata mengubah-ubah daya bias untuk menetapkan fokus pada objek dekat melalui proses yang disebut akomodasi (Eva, 2009). Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang  berbeda-beda akan terfokus pada retina (Ilyas, 2011).

Akomodasi merupakan suau proses ketika lensa merubah fokus untuk melihat benda dekat. Pada proses terjadi perubahan bentuk lensa yang dihasilkan

(8)

oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular. Kelenturan lensa paling tinggi dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, dan semakin menurun dengan  bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan refraksi akan  bertambah. Perubahan kekuatan refraksi yang diakibatkan oleh ako modasi disebut sebagai amplitudo akomodasi. Remaja pada umumnya memiliki amplitudo 12-16 dioptri, sedangkan orang dewasa pada usia 40 tahun sebesar 4-8 dioptri, dan  bahkan kurang dari 2 dioptri pada usia diatas 50 tahun (Hartono, 2007).

Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media refrakta. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media refrakta dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat pada macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Il yas, 2011)

Kekuatan refraksi terpusat di kornea sebesar 42 dioptri. Pada mata normal, apabila saat melihat benda dengan jarak tak terhingga (>6 meter) maka bayangan akan jatuh tepat pada retina (macula lutea). Jarak antara titik tengah kornea dan macula lutea adalah 2,4 cm, jadi fokusnya 2,4 cm (Jika So=  maka Si = f )

P = 1/f

= 1/0,024 m = 42 D

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada emetropia aksis mata adalah 24 mm, fokus tepat di retina sehingga bayangan jelas saat melihat jauh. Pada miopia aksis mata panjangnya lebih dari 24 mm, fokus jatuh di depan retina

(9)

sehingga cahaya yang sampai retina sudah menyebar dan bayangan di retina kabur saat melihat jauh (Hartono, 2007).

Definisi

Miopia merupakan kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dating dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan  bayangan kabur (Hartono, 2007).

Gambar 2. Kelainan Refraksi (Eva, 2007)

(10)

Penyebab miopia masih belum jelas penyebabnya, akan tetapi keluarga yang mengalami miopia meningkatkan kejadian miopia dan hal ini kemungkinan  pengaruh karena genetik (Lang, 2000). Tetapi ada sumber lain yang mengatakan  bahwa menurut sebabnya, miopi dibedakan menjadi miopia aksialis, miopia kurvatura, miopia indeks danmiopia posisi yang akan dijelaskan sebagai berikut (Hartono, 2007):

Miopia aksialis ini disebabkan oeh karena jarak anteroposterior terlalu  panjang. Hal ini dapat terjadi kongenital pada makroftalmus. Miopia aksial dapatan bisa terjadi bila anak membaca terlalu dekat sehingga ia harus  berkonvergensi berlebihan. Musculus rectus medial berkontraksi berlebihan sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot ekstraokuler. Ini menyebabkan polus  posterior mata , tempat yang paling lemah dari bola mata memanjang.

Miopia kurvatura terjadi bila ada kelainan kornea, baik kongenital (keratokonus, keratoglobus) maupun akuisital (keratektasia) dan lensa, misalnya terlepasnya zonula zinni sehingga oleh karena kekenyalannya lensa tersebut lensa menjadi cembung. Pada katarak imatur lensa menjadi cembung akibat masuknya humor aquous.

Miopia indeks bisa terjadi pada penderita diabetes mellitus yang tidak diobati, kadar gula darah humor aquous meninggi menyebabkan daya biasnya meninggi pula.

Miopia posisi akan muncul bila posisi lensa yang terlalu kedepan menyebabkan fokus lebih maju.

(11)

Faktor resiko yang penting dari miopia adalah faktor keturunan. Orang tua yang miopia cenderung memiliki anak miopia. Jika kedua orang tua miopia, maka resiko anak mengalami miopia akan semakin besar. Prevalensi miopia 33-60%  pada anak dengan orang tua miopia, sedangkan pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalesensinya 23-40% dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia (Goss, 2010)

Faktor selanjutnya adalah lingkungan yang dapat berpengaruh pada miopia yaitu saat melakukan aktivitas melihat dekat seperti biasa dalam jumlah besar dapat meningkatkan resiko miopia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aktivitas melihat dekat meningkatkan resiko perkembangan dan keparahan miopia. Ada hubungan miopia dengan waktu yang dihabiskan untuk membaca dan dan melakukan aktivitas dekat yang lain, lamanya pendidikan, pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat. Disamping itu tingkat penerangan juga dianggap sebagai fakor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya miopia. Gangguan  penerangan dapat menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi otot siliar secara terus-menerus akan menimbulkan kelelahan mata dan pada akhirnya menimbulkan gangguan refraksi yaitu miopia (Goss, 2010).

Epidemiologi

Prevalensi miopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi miopia ini dari suatu penelitian kohort di Amerika serikat dan negara-negara maju meningkat pada usia sekolah sekitar 20-25% dan dewasa muda sekitar 25-35% (Goss, 2010). Miopia sering berkembang antara usia 6 dan 9 dan meningkat sepanjang masa remaja , dengan perubahan terbesar pada saat pubertas (Eva, 2007).

(12)

Sekitar 25% dari orang-orang yang berusia antara 20-30 tahun memiliki  bias kurang dari -1. Bentuk miopia ini terdiri dari miopia sederhana (usia sekolah

miopia) pada usia 10 - 12 tahun. Biasanya miopia tidak bertambah saat usia 20 tahun dan refraksi jarang melebihi 6 dioptri. Namun, miopia progresif jinak juga ada, yang kembali stabil setelah setelah usia 30. Kemudian miopia yang patologis dimana gangguan ini sebagian besar keturunan dan berlangsung terus menerus secara independen dari pengaruh eksternal (Lang, 2000).

Klasifikasi

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.

Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:

a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga  pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat (Ilyas, 2011). Dapat juga dikatakan bahwa miopia refraktif atau kurvatura ini terjadi bila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata (Eva, 2009).

 b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan dan lensa yang normal (Ilyas, 2011). Untuk setiap millimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri (Eva, 2009).

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

(13)

 b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.

 b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat  bertambah panjangnya bola mata.

c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia  pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Miopia

degeneratif atau maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.

(Ilyas, 2011)

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala utamanya adalah kabur saat melihat jauh (Saleh, 2006). Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala (jarang), sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk mendapatkan efek  pinhole (lubang kecil) (Ilyas,2011). Efek pinhole ini merupakan usaha untuk mengurangi aberasi kromatis dan sferis. Selain itu seorang miopia mungkin akan sering

(14)

menggosok-gosok mata secara tidak disadari untuk membuat kurvatura kornea lebih datar sementara. Dan seorang miopik akan mendekati atau mendekatkan obyek untuk dapat mengamatinya (Hartono, 2007).

Pada penderita miopia, bola matanya mungkin lebih menonjol dengan kamera okuli anterior yang lebih dalam. Pupil relatif lebih lebar, badan kaca bisa tampak keruh. Pada badan kaca dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters. Kekeruhan juga mungkin ditemukan pada posterior lensa. Pada miopia tinggi juga dapat terjadi perdarahan terutama di macula, yang mungkin masuk ke dalam badan kaca (Hartono, 2007). Diagnosis

Diagnosis didapatkan dari gejala klnis dan pemeriksaan.Penentuan koreksi refraktif dapat diperoleh dengan cara obyektif atau subyektif dan paling baik jika kombinasi.

Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Seberkas cahaya yang dikenal sebagai intercept diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan  pantulan berbentuk sama, reflex retinoskopik di pupil. Kesejajaran antara intercept   dan reflek retinoskopik menandakan ada kelainan sferis, atau terdapat kelainan silindris tambahan dengan intercept yang bersesuaian dengan salah satu meredian utama. Rotasi berkas yang diproyeksikan tersebut akan menentukan mana diantara kelainan tersebut yang terjadi dan letak meridian utama lainnya (Eva, 2009). Retinoskopi ini dengan lensa S+2.00, pemeriksa mengamati fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerak retinoskop kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi. Disamping itu juga dapat diperiksa dengan Autorefraktometer (Saleh, 2006) .

(15)

Gambar 3. Refraksi Obyektif (Eva, 2007)

Refraksi subyektif ini jika pasien kooperatif maka hasilnya akan lebih akurat dibandingkan refraksi obyektif. Cara ini bergantung pada respon penderita terhadap perubahan kekuatan dan orientasi lensa, menggunakan refraksi obyektif atau koreksi refraktif yang digunakan pada pasien saat itu sebagai titik awal (Eva, 2009). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara metode “Trial and Error” yaitu,  jarak pemeriksaan 6 atau 5 meter atau 20 feet, kemudian digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita dan mata diperiksa satu persatu, setelah itu ditentukan visus atau tajam penglihatan masing-masing mata dan bila visus tidak 6/6 maka dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai didapatkan visus 6/6 (Saleh, 2006).

Penatalaksanaan

Pengobatan penderita dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal dengan visus 6/6. Sebagai contoh bila penderita dikoreksi dengan -3.00 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25 maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar utuk memberikan istirahat mata dengan baik (Ilyas, 2011). Pemberian kacamata ini merupakan metode paling aman untuk

(16)

memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat meniscus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan ( pantascopic tilt ) (Eva, 2009).

Variasi koreksi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut (Hartono, 2007):

 Untuk miopia ringan-sedang, diberikan koreksi penuh yang harus dipakai terus menerus baik untuk penglihatan jauh maupun dekat. Untuk orang dewasa, dimana kekuatan miopinya kira-kira sama dengan derajat presbiopinya, mungkin dapat membaca dengan menanggalkan kacamatanya

 Pada miopia tinggi, mungkin penglihatan jauh diberikan pengurangan sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh) untuk mengurangi efek prisma dari lensa yang tebal. Untuk penderita >40 tahun, harus dipikirkan derajat presbiopinya sehingga diberikan kacamata dengan koreksi penuh untuk jauh, untuk dekatnya dikurangi derajat  presbiopinya.

Gambar 4. Koreksi miopia (Lang, 2000)

Koreksi dengan lensa kontak itu dengan cara pengurangan ukuran gambar kurang dari dengan koreksi kacamata. Keuntungan ini secara klinis relevan

(17)

dengan miopia melebihi 3 dioptri. Semakin dekat "minus " lensa dengan mata , semakin lemah daya biasnya untuk mencapai efek optik yang diinginkan .Lensa Minus yang akan digunakan untuk memperbaiki miopia harus tidak lebih kuat dari yang diperlukan. Meskipun akomodasi bisa mengkompensasi untuk koreksi yang  berlebihan, pasien biasanya tidak mentolerir hal ini dengan baik . Biasanya akan

timbul kelelahan mata karena terjadi kontraksi dari otot ciliary yang berlebihan dan atrofi (Lang, 2000).

Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan  penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit, nutrisi untuk kornea dan difusi oksigen kurang. Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), difusi oksigen untuk kornea bagus dan jarang menimbulkan infeksi, serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman (Irwana, 2009).

(18)

Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan  bahan yang mampu dilewati gas oksigen. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut (Irwana, 2009).

Indikasi dari pemakaian lensa kontak adalah sebagai berikut:

- Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral, miopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik.

- Indikasi terapeutik, yang meliputi:

- Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing , keratopathi bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi kornea yang rekuren.

- Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino untuk menghindari kesilauan cahaya.

- Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk oklusi.

-  Bandage soft contact lenses  digunakan untuk keratoplasti dan  perforasi mikrokornea.

- Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis, dan trichiasis.

(19)

- Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi, elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler, fundus fotografi, dan pemeriksaan goldmann’s 3 bayangan.

- Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi untuk glukoma kongenital, vitrektomi, fotokoagulasi e ndokular.

- Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa sklera kosmetik pada phthisis  bulbi.

- Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot, dan actor Kontraindikasi pemakaian lensa kontak adalah sebagai berikut:

- Pengguanaan lensa kontak dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan tidak ada gairah hidup, blepharitis kronik dan styes rekuren, konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenarasi kornea mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan iridocyclitis.

(Irwana, 2009)

Dalam kasus tertentu , penghapusan lensa kristal mungkin dilakukan untuk mengurangi daya bias pada miopia. Namun resiko pada operasi ini bisa menyebabkan ablasi retina sehingga jarang dilakukan . Ada juga kemungkinan menanamkan sebuah ruang anterior lensa intraokular ( divergen lensa ), dimana lensa anterior ini secara alami untuk mengurangi daya bias (Lang, 2000).

Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan adalah bedah refraktif kornea atau bedah refraktif lensa yang akan dijelaskan sebagai berikut:

(20)

1. Bedah refraktif kornea

Bedah refraktif kornea yaitu tindakan untuk merubah kurvatura  permukaan anterior kornea meliputi operasi Lasik, Excimer laser

(Saleh, 2006)

Keratotomi merupakan tindakkan meratakan kornea bagian sentral melalui insisi radial hampi seluruh ketebalan kornea. Namun, sekarang sudah jarang dilakukan (Eva,2009).

Keratomileus ini pada tahun 1961 dilaporkan oleh Barraquer dari Columbia bahwa keratomileus miopia-autograf kornea lamellar diambil, dibentuk ulang dengan cryolate (didatarkan), dan dijahitkan kembali pada tempatnya. Prosedur ini meskipun sekarang jarang dikerjakan, merupakan cikal bakal laser in situ keratomileousis (LASIK) (Eva, 2009).

Pada Laser in situ keratomileousis (LASIK), suatu mikrotom  bermotor atau laser  femtosecond (all-laser LASIK, Intralasik) digunakan untuk memotong lapisan tipis kornea berbentuk diskus, yang kemudian dilipat ke belakang. Tindakan laser pada dasar stroma menghasilkan pembentukan ulang (reshaping ) kornea yang terprogram dengan cermat sesuai keinginan, dan kemudian flap diposisikan kembali. Teknik-teknik ablasi permukaan yaitu, keratektomi fotorefraktif (PRK), laser epithelial keratectomy  (LASEK), dan epi-LASIK. Pada PRK hanya, hanya epitel kornea yang diangkat sebelum terapi laser. Pada LASEK dan epi-LASIK, epitel diangkat dengan

(21)

alcohol encer kemudian mikrokeratom, dan diposisikan kembali setelah terapi laser.

Laser excimer , terutama laser argon fluoride dengan panjang gelombang 193 nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar atau di bawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multiple dan ukuran titik (penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapis lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan  bantuan computer (fotorefraktif keratektomi [PRK]) dapat memperbaiki kelainan refraksi astigmatisme dan miopia sedang dengan tepat dan tampaknya seperti permanen (Eva, 2009).

Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan  beberapa hal, yaitu (Irwana, 2009):

a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak  b. Kelainan refraksi:

- Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. - Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri. - Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri c. Usia minimal 18 tahun

d. Tidak sedang hamil atau menyusui

e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

f. Mempunyai ukuran kacamata atau lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 bulan

(22)

g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina, katarak, glaukoma dan ambliopia

h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)

Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain yaitu, usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil, sedang hamil atau menyusui, kelainan kornea atau kornea terlalu tipis, riwayat penyakit glaucoma, penderita diabetes mellitus, mata kering,  penyakit autoimun, kolagen, pasien monocular, kelainan retina atau

katarak (Irwana, 2009)

Bedah refraktif laser kebanyakan digunakan untuk miopia tetapi dapat juga mengatasi astigmatisme atau hiperopia. Secara umum PRK digunakan untuk miopia rendah, dan LASIK untuk miopia sedang, sedangkan pengangkatan lensa jernih dianjurkan untuk miopia tinggi. LASIK menghasilkan perbaikan yang paling cepat, baik penglihatan maupun rasa nyaman (Eva, 2009).

Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain (Irwana,2009):

(23)

a. Kelebihan/Kekurangan Koreksi (Over atau under correction). Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau  berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.

 b. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.

c. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan operasi LASIK antara lain yaitu hasil refraksi yang diluar dugaan, refraksi yang fluktuaktif, astigmatisme irregular, regresi, masalah-masalah pada epitel, flap dan  pertautan, kekeruhan stroma, ektaisia kornea dan infeksi (Eva, 2009). 2. Bedah refraktif lensa

Bedah refraktif lensa merupakan tindakan ekstraksi lensa jernih,  biasanya diikuti dengan implantasi intraokuler (Saleh, 2006)

Pengangkatan lensa bening dan implan lensa fakik. Tindakan  pengangkatan lensa kristalina (pengangkatan lensa bening) banyak

(24)

dianjurkan untuk mengoreksi miopia tinggi dan presbiopia, tetapi terdapat beberapa resiko bermakna, terutama ablation retina pada miopia tinggi. Dilakukan pula insersi lensa intraocular tanpa  pengangkatan lensa kristalina (implant lensa fakik), tetapi sering menimbulkan kerusakan endotel kornea dan memicu katarak (Eva, 2009).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penderita miopia antara lain yaitu , untuk orang muda supaya miopinya tidak bertambah aka harus dijaga kesehatan umum dan matanya. Diusahakan cukup tidur, pekerjaan dekat dikurangi, banyak  bekerja diluar. Jangan membaca terus menerus, kacamata harus sering dipakai,  penerangan lampu yang baik, dari atas dan belakang. Membaca dalam posisi kepala tegak, jangan membungkuk. Selain itu pada miopia tinggi harus hati-hati dalam berolahraga berat karena kemungkinan bisa terjadi ablation retina (Hartono, 2007)

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling ini dikarenakan penderita miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau  berkedudukan konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia . Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia (Ilyas, 2011). Selain itu dapat terjadi glaucoma sudut terbuka (Fowler, 2002). Jika terjadi glaucoma pada miopia, pengukurannya menggunakan tonometer schiotz akan sulit karena

(25)

terjadinya penipisan sclera, oleh karena itu sebaiknya digunakan tonometer applanasi (Lang, 2002).

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Eva PR, Whitcher JP. 2007. Anatomy & Embryology of The Eye: Vaughan dan  Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta:EGC. Pp 15, 368, 370

Eva PR, Whitcher JP. 2009. Optik dan Refraksi. In: Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. . Jakarta:EGC . Pp 8-14, 393-397

Eva PR, Whitcher JP. 2009. Kornea In: Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum . Edisi 17. . Jakarta:EGC . Pp 147-148

Fowler JH. 2002. Reffractive Errors. Opthalmology. MCCQE review notes. Pp 7-8

Goss DA, Grosvenor TP, Keller JT et al. 2010. Care of The Patient with Myopia. Optometric Clinical Guidline. American Optometric Association. Pp 7-8 Hartono, Hernowo AT, Sasongko MB. 2007. Anatomi dan Fisiologi Penglihatan

In:  Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Pp 16-27

Hartono, Yudono RH, Hernowo AT. 2007. Refraksi. In:  Ilmu Kesehatan Mata. Pp 149-160. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada

Ilyas S, Yulianti SR. 2011.  Anatomi dan Fisiologi Mata . Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 1-9

Ilyas S, Yulianti SR. 2011. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 76-77

Irwana O, Rahman A, Faradilla N et al. 2009.  Miopia Tinggi. Files of DrsMed. Pekanbaru: Faculty of Medicine-University of Riau. Pp 8-13

(27)

Johnstone P. 2008.  Myopia.  Ministry of Defence. Dundee : Ninewells Hospital and Medical School. Pp 2-7

Lang GK. 2000.  Reffractive Errors. Opthalmology. New York : Thieme Stuttgart. Pp 339-340

Ming ALS, Constable IJ. 2011. Refractive Error In: Color Altlas of Opthalmology. World Science. Pp 140-141

Saleh TT, Suryani PT. 2006. Miopia In:  Pedoman Diagnosis dan Terapi  BAG/SMF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Fakultas Kedokteran

Gambar

Gambar 1.1 Anatomi Mata (Eva, 2007) 1. Kornea
Gambar 2. Kelainan Refraksi (Eva, 2007)
Gambar 3. Refraksi Obyektif (Eva, 2007)
Gambar 4. Koreksi miopia (Lang, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Perlindungan Saksi dapat melakukan penghentian perlindungan berdasarkan alasan-alasan yaitu atas permintaan saksi, saksi melanggar ketentuan dalam perjanjian, saksi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang intervensi yang tepat guna mengembangkan posttraumatic growth pada diri

Yamin - Letjen Soeprapto pada jam puncak, untuk biaya penyusutan, asuransi, bunga modal, bahan bakar, oli pengaruhnya dengan kecepatan aktual yaitu semakin rendah

Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa jenis motivasi yang digunakan oleh siswa di Program TOEFL ELFAST English Course di Pare adalah motivasi instrumental dan

Nilai probabilita pada persamaan variabel Log(Q) dan ED yang bernilai lebih besar dari nilai α menunjukkan bahwa tidak terjadi permasalahan heteroskedastisitas.

Setiap individu dalam hal ini adalah karyawan memiliki pemahaman yang berbeda dalam setiap hal, maka perusahaan harus dapat menyamakan persepsi atau nilai-nilai

Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji hubungan-hubungan fakta yang terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural