• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Secara Tak Langsung Tekanan Darah PArteri Pada Orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran Secara Tak Langsung Tekanan Darah PArteri Pada Orang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA

PRAKTIKUM 2

PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG

TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG

MARIA ANGELINA SITORUS NPM.153112620120027

FAKULTAS BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOMEDIK UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2015

(2)

PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN

DARAH ARTERI PADA ORANG

I. ACARA LATIHAN : Rabu, 07 Oktober 2015 II. TUJUAN LATIHAN

Latihan ini bertujuan untuk :

a. Mempelajari penggunaan sphygmomanometer dalam pengukuran tekanan darah arteria brakhialis dengan cara auskultasi maupun palpasi, dan menerangkan perbedaan hasil kedua pengukuran tersebut.

b. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah pada berbagai sikap; berbaring, duduk dan berdiri, menguraikan berbagai faktor penyebab perubahan hasil pengukuran tekanan darah pada ketiga sikap tersebut

c. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot, dan menjelaskan berbagai faktor penyebab perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance atau daya regang dinding pembuluh yang bersangkutan (seberapa mudah mereka dapat diregangkan) (Sherwood, 2001). Tekanan maksimum yang dihasilkan selama kontraksi ventrikel disebut tekanan sistolik sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan minimum yang tersisa di arteri sebelum terjadi kontraksi ventrikel selanjutnya. Normalnya rata-rata tekanan sistolik sebesar 120 mmHg dan rata-rata tekanan diastolik sebesar 80 mmHg (Jardins, 2002). Tekanan darah mengacu pada tekanan darah arterial pada sirkulasi sistemik. Tekanan darah arteri rata-rata merupakan faktor penentu perfusi darah perifer. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. (www.repository.usu.ac.id)

(3)

Pertama, tekanan ini harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup sehingga otak dan jaringan tubuh menerima aliran darah yang adekuat. Kedua, tekanan ini tidak boleh terlalu tinggi karena akan menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Tekanan darah arteri rata-rata diperoleh dari hasil perkalian curah jantung dengan resistensi perifer total. Curah jantung (cardiac output) merupakan volume darah total yang dipompa oleh ventrikel per menit dan diperoleh dari hasil perkalian volume sekuncup (stroke volume) dengan denyut jantung (heart rate) per menit. Resistensi perifer total ditentukan oleh dua faktor, yaitu jari-jari arteriol dan viskositas darah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer total juga merupakan faktor yang mempengaruhi tekanan darah arteri rata-rata. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Penentuan Tekanan Darah Arteri Rata-Rata

(4)

Pada pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung ini, dikenal pula pengukuran secara palpatoar dan pengukuran secara auskultatoar. Cara palpatoar dilakukan dengan jalan meraba (palpasi) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan cara ini, hanya dapat diketahui tinggi tekanan sistolik saja. Cara auskultatoar dilakukan dengan jalan mendengar (auskultasi) bunyi detak dan desir aliran darah didalam arteri dengan perantara stetoskop. Dengan cara ini baik tinggi tekanan sistolik maupun tinggi tekanan diastolik dapat diketahui. Cara auskultatoar ditemukan oleh Korotkoff tahun 1905.

(www.kurwindakristi.wordpress.com).

Apabila manset dilingkarkan mengelilingi lengan atas dan kemudian dikembungkan dengan udara, tekanan manset akan disalurkan melalui jaringan ke arteri brakhialis di bawahnya. Tekanan manset yang lebih besar daripada tekanan di pembuluh akan menutup pembuluh sehingga tidak ada darah yang mengalir melaluinya. Sedangkan bila tekanan darah lebih besar daripada tekanan manset, pembuluh darah akan terbuka dan darah akan mengalir dengan aliran yang turbulen sehingga menimbulkan getaran yang dapat didengar melalui membran yang diletakkan di bawah manset. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer metode Riva-Rocci. Manset dilingkarkan ke lengan atas yang sedikit difleksikan, tidak terlalu ketat maupun terlalu longgar (lebar manset minimal 40 persen dari lingkar lengan atas) dan dikembungkan di bawah kontrol manometrik hingga tekanan 30 mmHg di atas nilai saat perabaan nadi arteri radialis menghilang.

(5)

Stetoskop kemudian diletakkan di arteri brakialis pada batas bawah manset lalu tekanan manset diturunkan perlahan (2-4 mmHg). Bunyi nadi yang didengar pertama kali (jelas), fase I Korotkoff menggambarkan tekanan sistolik. Normalnya suara ini menjadi lebih pelan (fase II) lalu mengeras (fase III) kemudian menjauh (fase IV) dan menghilang (fase V)

(www.repository.usu.ac.id)

Dalam menentukan tekanan darah dengan metode auskultasi, tekanan di dalam manset mula-mula ditinggikan jauh diatas tekanan sistolik arteri. Selama tekanan ini lebih tinggi daripada tekanan sistolik, arteri brakhialis tetap kempis dan tidak ada darah yang mengalir ke dalam arteri yang lebih rendah selama bagian apapun dari siklus tekanan. Oleh karena itu, tidak ada bunyi korotkoff yang terdengar di arteri yang lebih rendah. Tetapi kemudian tekanan manset dikurangi secara bertahap. Tepat segera setelah tekanan di dalam manset turun di bawah tekanan sistolik, darah mengalir melalui arteri di bawah manset selama puncak dari tekanan sistolik, dan orang mulai mendengar bunyi ketukan di dalam arteri antekubiti yang sinkron dengan denyutan jantung. Segera setelah bunyi ini terdengar, tingkat tekanan yang ditunjukkan oleh manometer yang dihubungkan dengan

manset kira-kira sama dengan tekanan sistolik. Ketika tekanan di dalam manset masih lebih direndahkan, bunyi korotkoff meneruskan kualitas ketukan mereka sampai tekanan di dalam manset turun menjadi sama dengan tekanan diastolik. Di bawah tingkat tekanan ini, arteri tersebut tidak lagi tertutup selama diastole, yang berarti bahwa faktorik dasar yang menyebabkan bunyi tersebut (pancaran darah melalui suatu arteri yang tertekan) tidak ada lagi. Oleh karena itu, kualitas ketukan dari bunyi tersebut tiba-tiba berubah menjadi kualitas

(6)

redup, dan bunyi tersebut biasanya lenyap sama sekali setelah tekanan manset turun lagi 5 sampai 10 nm. Orang melihat tekanan manometer ketika kualitas bunyi korotkoff berubah dari ketukan redup dan tekanan ini kira-kira sama dengan tekanan diastolik.

(Guyton, 1982)

Pada tahun 1939, Committee on Standardization of Blood Pressure Readings dari American Heart Association dan dari Great Britain dan Ireland menyetujui pemakaian fase IV Korotkoff sebagai penentu tekanan diastolik. Akan tetapi, pada tahun 1951 The Council for High Blood Pressure Research dari The Scientific Council of The American Heart Association merubahnya dan merekomendasikan fase V Korotkoff sebagai penentu terbaik bagi tekanan diastolik. Pada pengukuran tekanan darah di kamar periksa posisi pasien duduk di kursi, kaki di lantai, dan lengan sejajar jantung. Pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat selama 5 menit. Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1-5 menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah.

Kesalahan pengukuran tekanan darah dapat terjadi pada beberapa keadaan. Peningkatan aliran turbulensi saat aktivitas fisik, demam, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, regurgitasi aorta, dan fistula arterivenosus akan meningkatkan perbedaan fase IV dan fase V Korotkoff (normalnya 10 mmHg). Manset yang terlalu kecil (obesitas, atlet, pengukuran pada paha) akan meningkatkan tekanan diastolik dan begitu juga pada manset yang terlalu longgar. Kesalahan pembacaan juga bisa terjadi ketika suara auskultasi tidak terdengar pada rentang amplitudo yang tinggi

(7)

(gap auskultasi) (Lang dan Silbernagl, 2000). (www.repository.usu.ac.id)

Gambar 2.2. Pengukuran Tekanan Darah Metode Riva-Rocci. (

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40019/4/Chapter %20II.pdf/17-10-2015)

IV. ALAT DAN BAHAN 1. Sphygmomanometer

(8)

2. Stetoskop CARA KERJA

1. Pengukuran tekanan darah arteria brakhialis pada sikap berbaring, duduk dan berdiri.

Berbaring :

1. Orang Percobaan (OP) berbaring telentang dengan tenang selama 10 menit

2. Selama menunggu pasanglah manset sphygmomanometer pada lengan kanan atas OP

3. Carilah dengan palpasi denyut arteria brakhialis pada fossa cubiti dan denyut arteria radialis pada pergelangan tangan OP

4. Setelah OP berbaring 10 menit pompakan udara ke dalam manset hingga kira-kira 20-40 mmHg di atas nilai normal, kemudian secara perlahan-lahan udara dikeluarkan hingga terdengar fase – fase korotkoff (LUB-DUP). Tetapkanlah nilai-nilai tekanan sistole atau cara auskultasi maupun palpasi seperti pada gambar 2.3 & gambar 2.4 dan tekanan diastolenya. Ulangi pengukuran ini sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata – rata dan catat hasilnya.

Duduk

Tanpa melepaskan manset OP disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan darah arteria brakhialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata –rata dan catat hasilnya.

Berdiri

Tanpa melepaskan manset OP disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan darah arteria brakhialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata – rata dan catat hasilnya.

(9)

Gambar 2.3 Pengukuran tekanan darah secara auskultasi

Gambar 2.4 Pengukuran tekanan darah secara palpasi 2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot

1. Ukurlah tekanan darah arteria brakhialis OP pada sikap duduk (OP tidak perlu sama dengan Sub. 1)

2. Tanpa melepaskan manset seluruhnya OP berlari di tempat dengan frekuensi kurang lebih 20 loncatan/menit selama 2 menit. Segera setelah selesai OP disuruh duduk dan ukur tekanan darahnya. Ulangi pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya kembali seperti semula. Catat hasil pengukuran tersebut.

(10)

VI. PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diatas dapat dilihat bahwa :

1. Hasil tekanan darah yang diukur secara palpasi dan auskultasi ada yang sama dan berbeda yakni pada saat berbaring tekanan diastole yang dikur secara palpasi = 110mmHg dan demikian juga yang diukur dengan cara auskultasi yakni 110mmHg. Pada saat duduk tekanan diastole yang diukur secara palpasi = 110mmHg dan yang diukur secara auskultasi menunjukkan hasil = 120mmHg. Pada saat berdiri tekanan diastole yang dikur secara palpasi = 120mmHg dan demikian yang diukur dengan cara auskultasi yakni 120mmHg juga. Ini menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran secara palpasi kurang akurat bila dibandingkan dengan pengukuran secara auskultasi yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan systole maupun tekanan diastole. karena pengukuran secara palpasi hanya dapat digunakan untuk mengukur tekanan systole saja. Selain itu karena kesukaran menentukan secara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan yang di ukur dengan metode auskultasi.

2. Tekanan darah pada sikap berbaring telentang dan duduk adalah sama, namun pada sikap berdiri tekanan darah berbeda. Tekanan darah memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh dari berbaring telentang, duduk, dan berdiri, tekanan darah mengadakan penyesuaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan tubuh. Pada keadaan berbaring telentang didapatkan rata-rata tekanan sistole sebesar 110mmHg dan diastole sebesar 70mmHg, pada keadaan duduk tekanan sistolik didapatkan rata-rata sebesar 110mmHg dan diastole sebesar 70mmHg sedangkan pada keadaan berdiri tekanan sistole didapatkan rata-rata sebesar 120mmHg dan diastole sebesar 70mmHg. Pengukuran tekanan sistole dan diastole mengalami fluktasi, seharusnya tekanan sistole dan diastole menunjukkan

(11)

peningkatan dari posisi berbaring telentang, duduk dan berdiri. Naiknya tekanan sistole dan diastole dipengaruhi oleh :

A. Tonus Otot

Tonus otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan dengan tonus pada saat duduk atau berdiri. Ketika duduk atau berdiri tonus otot meningkat sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan curah jantung (cardiac output) menjadi lebih besar. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan sistole dan tekanan diastole serta denyut jantung. Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun.

B. Efek Gravitasi

Pada perubahan posisi tubuh, tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Darah akan mengumpul pada pembuluh kapasitas vena ekstermitas inferior sehingga pengisian atrium kanan jantung berkurang dengan sendirinya curah jantung juga berkurang. Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah cenderung mengurangi darah ke otak.

(www.academia.edu)

Hasil pengukuran pengaruh posisi tubuh terhadap tekanan darah , hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan teori, hal ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor: Pertama, dikarenakan waktu yang digunakan untuk melakukan pengukuran tidak sesuai dengan prosedur, yang seharusnya 2-3 menit kami persingkat menjadi kurang dari 2 menit hal ini dikarenakan waktu praktikum yang terbatas sebab adanya pengulangan-pengulangan dalam pengukuran, sehingga kondisi fisik praktikan belum kembali pada keadaan normal. Kedua, dikarnakan kondisi praktikan yang kelelahan, disebabkan karena pengukuran yang dilakukan berkali-kali sehingga mempengaruhi

(12)

emosi praktikan juga. Untuk hasil praktikum pengaruh aktifitas fisik tekanan sistolik, diastolik.

3. Hasil Tekanan darah OP sebelum kerja otot adalah 140/80mmHg dan setelah kerja otot, pada menit ke-1 mengalami peningkatan yakni 150/90, pada menit ke 2, ke 3, ke 4 hasil tekanan darah sama dg menit ke-1 dan tidak mengalami perubahan yakni 150/90 namun pada menit ke-5 hasilnya mengalami penurunan atau nilai tekanan darah OP kembali pada saat OP duduk atau sebelum kerja otot Hal ini dikarenakan menurut teori yang ada penurunan tekanan darah setelah melakukan latihan fisik. Hal ini dapat terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi. Aktivitas fisik tersebut dapat melemaskan pembuluh-pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, latihan fisik/olahraga dapat mengurangi tahanan perifer.

(www.academia.edu) VII. KESIMPULAN

1. Tekanan darah sistole dan diastole pada saat berbaring telentang, duduk, dan berdiri yang diukur secara palpasi dan auskultasi, masih dalam batas normal.

2. Tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot masih dalam batas normal.

SARAN

1. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.

2. Metode yang paling tepat untuk mengukur tekanan darah adalah metode auskultasi karena dapat menentukan tekanan sistole dan diastole.

3. Pemulihan Tekanan darah setelah melakukan aktivitas fisik lebih cepat bila dibandingkan dengan non-atlet. Latihan teratur yang dilakukan menyebabkan adaptasi otot jantung sehingga jantung menjadi lebih tebal dan kuat. Jantung yang kuat membuat kerja jantung lebih efisien dan denyut nadi menjadi lebih stabil.

(13)

V. DAFTAR PUSTAKA

Guyton. C, Athur.1982.Fisiologi Kedokteran. Edisi 5. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40019/4/Chapter %20II.pdf/17-10-2015 https://kurwindakristi.wordpress.com/2012/03/04/pengukuran-tekanan-darah-arteri-secara-tidak-langsung/09-10-2015 (https://www.academia.edu/5224124/PEMERIKSAAN_DENYUT_NA DI_DAN_PENGUKURAN_TEKANAN_DARAH/18-10-2015)

Gambar

Gambar 2.1. Penentuan Tekanan Darah Arteri Rata-Rata (www.repository.usu.ac.id)
Gambar 2.2. Pengukuran Tekanan Darah Metode Riva-Rocci.
Gambar 2.3 Pengukuran   tekanan darah secara auskultasi

Referensi

Dokumen terkait

Pelajar hanya diberikan persamaan matematik sahaja dan mereka diminta untuk menyelesaikannya tanpa menggunakan objek fizikal atau gambar. Atan membawa satu plastik guli

Penyiraman tanaman dengan irigasi tetes dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks luas daun dan laju pertumbuhan nisbi tajuk sebesar 38,8%, sementara

8., Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dal am BIdang Lalu Lirttas Dan Angkutan Jalan Kepada Oaerah Ting- kat I Dan Daerah Tlngkat

Gambar 4.1 simulasi pada kecepatan aliran 2 m/s proses cut plot analisis pressure Dari hasil proses cut plot analisis presure, dapat disimpulkan bahwa pada bagian depan

Formula sediaan tablet fast disintegrating natrium diklofenak dengan flowlac 90, starlac, dan tablettose 80 terbukti dapat mempengaruhi sifat fisik tablet yaitu

Sesuai dengan structural birokrasi yang ada sebaiknya terjauhi dari halnya bureaucratic fragmentation tetapi yang terjadi dilapangan setelah melaksanakan penelitian

Puji syukur kehadirat Alla SWT atas rahmat, anugrah dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga skripsi berjudul “Pengaruh Penerapan Metode Guided

Tes untuk hasil belajar menggunakan 10 soal pilihan ganda, sedangkan tes untuk tingkat berpikir kreatif menggunakan 2 masalah berupa uraian yang memungkinkan siswa