• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kecemasan 2.1.1 Defenisi

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan.

Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif, dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup ( Suliswati, 2009).

2.1.2 Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dibagi 3 (tiga), yaitu: a. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas,

(2)

belajar menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bergetar, telinga berdengung, waspada, lapang persepsi meluas, sukar konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang dan tremor halus pada tangan.

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu telah berfokus pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal yang lain. Respon cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, muka merah dan pucat, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak, firasat buruk.

c. Kecemasan Berat

Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntutan. Responnya meliputi nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, rasa tertekan pada dada, berkeringat dan sakit kepala, mula-mual, gugup, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, verbalisasi cepat, takut pikiran sendiri dan perasaan ancaman meningkat dan seperti ditusuk-tusuk.

(3)

2.1.3 Tingkat Kecemasan State Anxiety Inventory (S-AI) form Y

Status kecemasan menggunakan State Anxiety Inventory (SAI) form Y yang dikembangkan oleh Spielbeger :

Pernyataan Positif

Nilai 0 = Tidak sama sekali Nilai 1 = Kurang

Nilai 2 = cukup

Nilai 3 = sangat merasakan Pernyataan Negatif

Nilai 0 = Sangat merasakan Nilai 1 = Cukup

Nilai 2 = Kurang

Nilai 3 = Tidak Sama sekali

2.1.4 Penyebab Terjadinya Kecemasan a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut berupa :

1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis perkembangan atau situasional.

2. Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan dengan baik. Konflik antara Id dan super ego atau keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

(4)

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiten gamma amino butyfik acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuro di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

(5)

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Faktor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi: Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan fisiologis normal. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal, yaitu: Sumber internal yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan interpersonal di rumah dan tempat kerja. Penyesuaian terhadap peran baru, berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. Sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya

( Suliswati, 2009 ) .

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara lain: a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

Pengalaman pasien menjalani pengobatan: Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman yang

(6)

sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa - masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari (Kaplan dan Sadock, 2010) .

Konsep diri dan peran: Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Pasien yang mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu (Stuart & Sunden, 2005) .

b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain

Kondisi medis (diagnosis penyakit) Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun

(7)

insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.

2.2 Konsep Jantung Koroner 2.2.1 Defenisi

Jantung adalah sebuah otot yang memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam suatu serangan jantung (myocardial infarction), bagian dari otot jantung mati sewaktu tidak mendapatkan darah. Untuk tetap sehat, jantung membutuhkan oksigen dan zat-zat gizi lain yang dibawa oleh darah. Ini didapatkan melalui arteri (pembuluh darah) koroner, yang membungkus bagian luar jantung (Soemantri, 2012).

Penyakit-penyakit dapat mempengaruhi bagian manapun dari jantung. Tetapi, penyakit yang paling umum adalah penyakit kronis pada arteri koroner yang disebut aterosklerosis. Karena itu, sakit jantung yang umum dikenal dan paling banyak diderita adalah penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner. Penyakit ini paling sering menyebabkan serangan jantung pada seseorang yang bisa menyebabkan kematian (Soemantri, 2012).

Penyakit arteri koroner atau penyakit jantung koroner (Coronary

Artery Disease) adalah penyempitan atau penyumbatan di dinding koroner

karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu. Perubahan pola hidup, pola makanan,

(8)

dan stres juga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner terjadi bila pembuluh arteri koroner tersebut tersumbat atau menyempit karena endapan lemak, yang secara bertahap menumpuk di dinding arteri. Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan bisa terjadi di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner (Kasron, 2012).

Penyakit jantung koroner ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap, ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di permukaan ateroma tersebut. Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemia (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung (Soemantri, 2012).

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat pembuluh darah koroner yang mensuplai darah ke jantung mengalami hambatan akibat pengerasan dan penyempitan. Penyempitan terutama oleh penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah melalui proses aterosklerosis. Saat aliran darah ke jantung berkurang di atas 50% atau terhenti akibat penyempitan itu, seketika itu jantung akan kekurangan oksigen (Muttaqin, 2009)

(9)

2.2.2 Etiologi

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka retensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium (Brunner & Suddarth, 2011).

Rangkaian penyebab terjadinya penyakit jantung bersifat multifaktorial. Arteriosklerosis diyakini sebagai rangkaian pertama penyebab penyakit jantung. Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-bahan lemak. Monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul dan menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri. Setiap daerah penebalan (plak aterosklerotik atau ateroma) akan terisi dengan sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri.

Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan

(10)

mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan (Anonim, 2010).

2.2.3 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembekuan darah. Pembentukan

trombus pada permukaan plak, konsolidasi trombus akibat efek fibrin,

perdarahan ke dalam plak dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah (Brunner & Suddarth, 2011).

2.2.4 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner Faktor Utama

1. Hipertensi

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi

(11)

hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah.

2. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Hiperkolesterolemi merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler di samping hipertensi dan merokok. Di Amerika pada saat ini 50% orang dewasa didapatkan kadar kolesterolnya >200 mg/dl dan ± 25% dari orang dewasa umur >20 tahun dengan kadar kolesterol >240 mg/dl, sehingga risiko terhadap penyakit kardiovaskuler akan meningkat. Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.

(12)

3. Merokok

Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengeruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbondioksida atau takikardia (Kasron, 2012).

b. Faktor resiko lainnya 1. Umur

Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.

2. Jenis kelamin

Di Amerika Seriket gejala penyakit jantung koroner sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 wanita. Ini berarti bahwa laki- laki mempunyai resiko Penyakit Jantung Koroner 2-3 x lebih besar dari perempuan.

3. Diet

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan makanan sehari-hari (diet).

4. Obesitas

(13)

laki-bersama-sama dengan hipertensi, Diabetes Mellitus. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL (Low Density

Lipoprotein) kolesterol. Resiko penyakit jantung koroner akan jelas

meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal. Penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.

5. Diabetes

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita Diabetes Mellitus resiko penyakit jantung koroner lima puluh persen (50%) lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi dua kali lipat. 6. Exercise

Dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner sehingga resiko penyakit jantung koroner dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miokard, menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density

Lipoprotein) kolesterol, membantu menurunkan tekanan darah, dan

(14)

7. Perubahan keadaan sosial dan stress

Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk (1981-1985) di FKUI menunjukkan orang yang stress satu setengah kali lebih besar mendapatkan resiko penyakit jantung koroner stress disamping dapat menaikkan tekanan darah dan juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup. Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pektoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan irreversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan irreversibel akan mengalami degenerasi dan menjadi jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami kegagalan, artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola

(15)

elektrokardiogram (EKG), aneurisma ventrikel, disritmia, dan kematian mendadak (Brunner & Suddarth, 2011).

2.3 Kateterisasi jantung 2.3.1 Defenisi

Kateterisasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk rangkaian prosedur pencitraan untuk memasukkan kateter ke dalam bilik atau pembuluh darah jantung. Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan kateter ke dalam sistem kardiovaskuler untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini dilakukan apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu. Sesuai lokasi lesi yang dicurigai dan derajat disfungsi miokardium maka dilakukan pemeriksaan selektif antara lain, pengukuran besar tekanan pembuluh darah dalam ruang-ruang jantung, analisis bentuk gelombang tekanan yang dicatat, pengambilan sampel kandungan oksigen pada daerah-daerah tertentu dan penentuan besarnya curah jantung (Price, 2012).

Kateterisasi jantung digunakan untuk mengukur tekanan dan pemeriksaan angiografi dengan kontras, tekanan sisi kanan biasanya diukur denganmenyisipkan kateter lewat vena femoralis, brakialis atau jugularis, sedangkan tekanan sisi kiri diukur lewat arteri brakialis atau femoralis (Tao, 2012).

Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasif dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan darah berbagai kamar dan untuk menentukan saturasi

(16)

oksigen dalam darah. Sejauh ini kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji potensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang diperlukan. Selama kateterisasi jantung elektrokardiogram pasien dipantau. Karena pemasukan kateter ke dalam jantung dapat mengakibatkan disritmia fatal, maka peralatan resusitasi harus siap tersedia bila prosedur ini dijalankan (Brunner & Suddarth, 2011).

Kateterisasi jantung dianjurkan untuk memastikan keadaan yang dicurigai secara klinis, menetapkan seberapa berat gangguan fisiologik dan anatomiknya, serta menentukan apakah ada kondisi penting lain yang menyertai. Kebutuhan ini paling sering muncul ketika pasien mengalami gejala yang bermakna atau peningkatan gejala gangguan fungsi jantung (Harrison, 2013).

2.3.2 Prosedur tindakan kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung dilakukan di suatu laboratorium khusus yang disebut laboratorium kateterisasi (Catheter Laboratorium) yang menyerupai ruang operasi. Istilah kateterisasi jantung mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat. Katerisasi jantung atau arteriografi koroner merupakan suatu prosedur medis yang dilaksanakan dengan tujuan mendeteksi, mencari atau mengobati penyakit jantung. Pada arteriogarfi koroner, kateter radiopaque dimasukkan ke arteri brakial kanan atau kiri atau arteri femoralis dan didorong ke aorta asendens selanjutnya diarahkan ke arteri koronia yang dituju dengan bantuan fluoroskopi. Arteri koroner digunakan untuk mengevaluasi daerah aterosklerosis dan untuk menentukan

(17)

cara penaganannya. Juga digunakan untuk mempelajari adanya kecurigaan anomali kongenital dan arteri koronaria (Brunner dan Suddart, 2011)

Bila hanya satu ruang jantung atau pembuluh darah tertentu yang diperiksa, maka prosedur ini dinamakan angiografi selektif. Angiografi menggunakan sineangiogram, satu seri film atau gambar hidup pada layar fluoroskopi yang diperkuat yang mencatat perjalanan media kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah. Pencatatan informasi tersebut memberikan perbandingan berbagai informasi dari waktu ke waktu. Empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif adalah aorta, arteri koronaria kanan dan kiri serta jantung kiri (Brunner & Suddarth, 2011).

Pada angiografi koroner, dalam prosedur yang umum ini dilakukan penyuntikan bahan kontras radiografik secara selektif ke dalam arteri koroner. Penempatan ujung kateter ke dalam arteri koroner kanan dan kiri dilakukan dengan tuntutan fluoroskopi, dan bahan kontras disuntikkan dengan menggunakan tangan selama dilakukan perekaman pencitraan radiografi. Setiap arteri koroner biasanya diperlihatkan dalam beberapa proyeksi untuk menilai beratnya stenosis dan untuk memperkecil tumpang tindih pembuluh darah yang bersebelahan, mendeteksi kelainan sirkulasi koroner kongenital (Harrison, 2013).

2.3.3 Tanggung jawab perawat tindakan kateterisasi jantung Langkah-langkah observasi tindakan kateterisasi jantung : 1. Persiapan pasien untuk prosedur kateterisasi jantung.

(18)

Mempersiapkan pasien bahwa ia akan mengalami bermacam rasa selama kateterisasi jantung. Dengan mengetahui apa yang dirasakan dapat membantu pasien untuk menghadapi hal yang akan terjadi.

2. Menginstruksikan pasien untuk berpuasa selama 3-4 jam. Mempersiapkan pasien sesuai dengan perkiraan lamanya prosedur, pasien akan berbaring dimeja kurang lebih dua jam lamanya.

3. Dukungan pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, berikan pendidikan dan dukungan untuk mengurangi kecemasannya. Terapinya ialah berikan kondisi nyaman, aman dan tenang, dan juga bisa berikan reflex mendengarkan musik (Brunner & Suddarth, 2011).

2.3.4 Langkah-langkah persiapan pasien yang akan menjalani tindakan kateterisasi jantung

Pasien yang akan menjalani kateterisasi jantung berhak mendapat informasi mengenai tindakan yang akan dijalaninya, termasuk resiko yang ditimbulkan dan kewajiban yang harus dilakukan sebelum tindakan dimulai. Seperti pada banyak pemeriksaan medis lainnya, ada beberapa resiko yang dapat terjadi, tetapi masalah yang serius jarang dijumpai, kebanyakan pasien tidak mempunyai masalah dan jika dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan ini berarti manfaat yang akan didapat jauh lebih melampaui resiko yang mungkin terjadi.

Masalah yang dapat terjadi adalah memar kecil disekitar tempat penusukan abokat kateterisasi jantung yang biasanya hilang dalam beberapa hari, benjolan di arteri tempat pemasukan atau iritasi serabut saraf sekitarnya

(19)

(dapat menyebabkan mati rasa atau kesemutan lokal yang bersifat sementara). Masalah lain yang juga jarang di jumpai adalah reaksi alergi terhadap zat kontras. Masalah yang lebih serius dapat terjadi pada pasien dengan resiko tinggi dan hal ini dapat didiskusikan dengan dokter yang bersangkutan.

Hal-hal yang harus dilakukan sebelum pasien dilakukan tindakan :

1. Dianjurkan pasien datang ke rumah sakit dan dirawat untuk satu malam berikutnya, pasien akan diminta puasa (tidak boleh makan dan minum) sampai 4 jam sebelum pemasangan kateterisasi jantung.

2. Pasien mendapatkan penjelasan dari perawat tentang tindakan yang akan dilakukan.

3. Melakukan pemeriksaan darah lengkap (terutama masa bekuan darah, fungsi ginjal dan kadar gula darah), Elektrokardiogram (EKG), uji latih beban jantung (treadmild) dan lakukan pemeriksaan foto thorak.

4. Pada bagian yang akan dilakukan kateterisasi seperti pada Arteri Brahialis pada lipatan siku lengan kanan maupun kiri dibersihkan dan di cukur, semua perhiasan akan dilepas kemudian mengenakan pakaian khusus, selama tindakan ini berjalan keadaan pasien tetap sadar (Brunner & Suddarth, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Cahaya infra merah yang terdapat pada optocoupler tidak perlu lensa untuk memfokuskan cahaya karena dalam satu chip mempunyai jarak yang dekat dengan penerimanya. Pada

Dengan perkataan lain, makin internal pengendalian kepribadian, makin kuat tipe perilaku B dan makin sesuai penggajian dengan harapan karyawan secara bersama – sama, makin puas

Menurut Sudiyono dan BambangAntoko (2008), hybridsystem merupakan sebuah konsep penggabungan dua atau lebih sumber energi untuk tercapainya sebuah efisiensi dalam berbagai

dengan cukup baik, 2) Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh model pembelajaran induktif Taba, pembelajaran induktif Sharan-Sharma

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran Time Token dan TS-TS dengan memperhatikan konsep diri. Metode

Belanja modal juga akan digunakan untuk penanaman intensif kebun tebu.Target pertumbuhan pendapatan tahun depan sebesar 10% menjadi Rp 4,2 tirliun dari tahun ini sebesar Rp

Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua konsep budaya organisasi dapat diterapkan dengan baik pada Group of Magazine ada hal-hal yang menjadi penyebab adanya