• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihankelebihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihankelebihan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan teoretis

2.1.1 Definisi kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu (Darwito, 2008).

Suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggungjawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajer atau pimpinannya. Apabila pemimpin mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Sebab itu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya (Nurjanah, 2008).

Menurut Robbins (2005), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Sumber dari pengaruh ini bisa formal, seperti misalnya yang disediakan oleh pemilikan peringkat manajerial dalam suatu organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan organisasi, serta unsur-unsur dari kepemimpinan seperti pemimpin, kelompok yang dipimpin, sasaran, aktivitas, interaksi dan kekuatan.

(2)

1. Teori-teori kepemimpinan

Berbagai penelitian-penelitian dan teori-teori tentang kepemimpinan dapat diklasifikasikan dalam pendekatan-pendekatan sifat dan perilaku (Handoko, 2000:295). Penjelasan tentang kedua teori tersebut akan dijabarkan berikut ini :

a. Teori sifat

Teori sifat ini adalah merupakan penelitian awal tentang kepemimpinan yang dimaksudkan untuk membandingkan sifat-sifat orang yang menjadi pengikut (tidak menjadi pemimpin) serta mengidentifikasi ciri-ciri dan sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin (Handoko, 2000:296). Terdapat beberapa sifat yang membedakan antara pemimpin dengan yang bukan pemimpin, yaitu (1) semangat dan ambisi, (2) keinginan untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain, (3) kejujuran dan integritas, (4) percaya diri, (5) pintar, (6) menguasai pengetahuan tekhnis yang berhubungan dengan area tanggung jawab mereka.

b. Teori perilaku

Pendekatan perilaku ini menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang sesuai dalam suatu situasi tidak dapat diterapkan dalam situasi yang lain. Lebih lanjut lagi Handoko (2000:298) mengatakan bahwa pendekatan perilaku lebih memusatkan perhatiannya pada 2 aspek perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan.

Selain beberapa teori kepemimpinan diatas, terdapat pula pengertian teori kepemimpinan Path-Goal (jalur-sasaran). Di dalam teori ini menyebutkan dampak perilaku pemimpin tehadap kepuasan dan usaha para bawahannya tergantung kepada aspek-aspek situasi, termasuk karakteristik tugas serta karakteristik bawahannya. Menurut House dan Mitchell (Yukl 2005) terdapat empat perilaku sebagai berikut:

1. Supportive Leadership (kepemimpinan yang mendukung) adalah seorang pemimpin yang memberikan perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian

(3)

terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka. Hasil kepemimpinan supportif adalah kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi bila bawahan mengerjakan tugas yang terstruktur,

2. Directive Leadership (kepemimpinan yang instruktif) adalah seorang pemimpin yang memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prodsedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasi pekerjaan mereka. Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar bila tugas-tugas bersifat ambigu atau penuh tekanan daripada bila tugas-tugas terstruktur dan tertata dengan baik, 3. Partisipative Leadership (kepemimpinan partisipatif) adalah seorang pemimpin yang

melakukan konsultasi dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka. Kepemimpinan partisipatif cenderung dipersepsikan sebagai berlebihan jika bawahan memiliki kemampuan pemahaman yang tinggi atau pengalaman yang cukup banyak. Bawahan yang memiliki lokus kendali internal (mereka yang yakin dapat mengendalikan nasibnya sendiri) akan lebih puas atas gaya partisipatif,

4. Achievement Oriented Leadership (kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan) adalah seorang pemimpin yang menetapkan tujuan-tujuan yang menentang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi. Kepemimpinan yang berorientasi prestasi (keberhasilan) akan meningkatkan pengharapan bawahan bahwa upaya akan menghasilkan kinerja yang tinggi bila tugas-tugas itu ambigu strukturnya.

2. Aspek-aspek kepemimpinan

Masih menurut Edwin ada dua aspek bagi seorang manager dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi antara lain:

(4)

1. Fungsi Kepemimpinan

Yaitu fungsi yang dilaksanakan oleh pemimpin di lingkungan kelompoknya agar secara operasional berhasil guna. Seorang pemimpin mempunyai dua fungsi yaitu fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi sosial atau pemeliharaan kelompok.

Fungsi yang berkaitan dengan tugas dapat meliputi pemberian perintah, pemberian saran pemecahan dan menawarkan informasi serta pendapat. Sedangkan fungsi pemeliharaan kelompok atau fungsi sosial meliputi semua hal yang membentuk kelompok dalam melaksanakan tugas operasinya untuk mencapai tujuan dan sasaran.

2. Gaya kepemimpinan

Yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Pada dasarnya ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.

Dalam gaya yang berorientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan

b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan

c. Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya

d. Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksnaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan

Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi karyawan atau bawahan ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut

1. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan 2. Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan

3. Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerjasama, saling menghormati di antara sesama anggota kelompok.

(5)

Gaya kepemimpinan adalah merupakan sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Sedangkan menurut Unaradjan (2001) gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin menghadapi dan melayani staf atau bawahan yang biasanya berbeda pada setiap individu dan dapat berubah-ubah.

Dengan demikian kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.

Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki (Nurjanah, 2008).

Selain penjelasan diatas, ada juga penjelasan teori gaya kepemimpinan menurut penelitian Iowa University yang dilakukan oleh Ronald Lippit, Talph K, White, dibawah bimbingan Kurt Lewin pada tahun 1930-an (dalam Luthans, 2006) menghasilkan tiga gaya kepemimpinan, yaitu:

a. Otokratis (Autocratic). Pemimpin memegang kekuasaan secara penuh, kekuasaanya bersifat sentralistik, menekankan kekuasaan jabatan, dilaksanakan dengan paksaan serta memegang sistem pemberian hadiah dan hukuman.

b. Bebas kendali (Laissez faire). Pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada bawahannya untuk melakukan apa saja. Peran aktif dilakukan oleh anggota organisasi yang bebas memilih cara bekerja.

(6)

c. Demokratis (Democratic). Pemimpin yang mendelegasikan wewenang pada bawahan, mendorong partisipasi bawahan, menekankan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan tugasnya, dan memperoleh penghargaan melalui kekuasaan pengaruh, bukan jabatan. 2.1.2 Gaya kepemimpinan Transaksional

Memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai :

a) Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya. b) Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan dan

memperbaiki kesalahan.

c) Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.

Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000) pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional, pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk. Menurut Yukl (2010, p.306), karakteristik yang dimiliki oleh pemimpin transaksional, antara lain:

1. Imbalan kontijen (Contingent reward) yaitu pemimpin menjelaskan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dan mengarahkan bawahan untuk mencapainya.

2. Manajemen dengan Pengecualian (Management by exception) terdiri dari manajemen aktif dengan pengecualian (Active management by exception) dan manajemen pasif dengan pengecualian (Passive management by exception). Manajemen aktif dengan pengecualian

(7)

yaitu pemimpin menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dan standar kerja yang harus dipatuhi. Jika terjadi penyimpangan, pemimpin tidak segan menjatuhkan sanksi kepada bawahan. Sedangkan, manajemen pasif dengan pengecualian mencakup penggunaan sanksi dan tindakan korektif lain sebagai respon atas penyimpangan dari standar kinerja yang dilakukan karyawan (Prajogo, 2003, p.89).

2.1.3 Pengertian Budaya

Pengertian budaya adalah suatu nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Budaya organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja dibawah naungan suatu organisasi (Duncan dalam Kasali, 2004:108).

2.1.4 Pengertian Budaya Organisasi

Pengertian budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru. Budaya organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja dibawah naungan suatu organisasi (Menurut Duncan dalam Kasali, 2004:108).

Pada hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai yang baik bagi kemajuan suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan salah satu perangkat manajemen dan merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Abdullah, 2006).

Budaya organisasi berkaitan dengan konteks perkembangan organisasi. Artinya budaya berakar dari sejarah organisasi, diyakini secara bersama-sama dan tidak mudah dimanipulasi secara langsung (Cahyono 2005).

Sehingga organisasi diatas pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya, organisasi merupakan sebuah masukan (input) dan luaran (output) serta bisa juga dilihat sebagai living

(8)

organism yang memiliki tubuh dan kepribadian (Mangkunegara, 2005). Sehingga terkadang sebuah organisasi bisa dalam kondisi sakit. Sehingga organisasi dianggap sebagai suatu output (luaran) memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek fisiologios), dan sistem budaya (aspek culture) yang berlaku dan ditaati oleh anggotanya. Dari pengertian organisasi sebagai output inilah melahirkan istilah budaya organisasi atau budaya kerja. Secara etimologis, budaya organisasi terdiri dari dua kata :

1. Budaya

Budaya merupakan suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian, dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru.

2. Organisasi

Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian.

Budaya organisasional adalah sistem makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain (Mas’ud, 2004). Budaya organisasi selanjutnya menjadi

identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan , suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu pegawai untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap pegawai pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan.

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Sedangkan budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja

(9)

Ilmuwan lain seperti Schein (Yukl 2005) merumuskan budaya organisasi sebagai:

”A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problem of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems”.

Definisi Schein diatas memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah yang akan dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.

Budaya organisasi menurut Luthans (2006:101) “menyamakan budaya organisasi sebagai organisasi”. Pengertian Luthans ini memandang budaya organisasi sebagai suatu pola

asumsi dasar yang dimiliki bersama yang didapat oleh suatu kelompok dalam memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan integrasi internal, yang telah berhasil dengan cukup baik untuk dianggap sah, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk menerima, berfikir, merasa berhubungan dengan masalah itu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem atau makna bersama yang dianut oleh karyawan untuk membantu karyawan membedakan organisasi itu dengan organisasi-organisasi lainnya dan memahami tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima sehingga mampu untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

a. Fungsi dan peranan budaya organisasi

Ada beberapa faktor yang menentukan perilaku manajemen sebuah perusahaan, Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam sebuah organisasi, yaitu:

(10)

1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, yang artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lain.

2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.

4. Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standart organisasi dengan memberikan standart-standart yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

b. Nilai dan karakteristik budaya organisasi

Dalam konteks nilai budaya organisasi, hal ini berarti pedoman atau kepercayaan yang dijadikan acuan dalam menjalankan tugas organisasi. Nilai budaya organisasi terkait dengan masalah pencapaian suatu organisasi, termasuk kedalam nilai adalah ideologi, cita-cita, keyakinan. Namun disatu sisi, sebagaimana diungkapkan Robbins (2002), budaya juga dapat menjadi salah satu faktor penghambat dalam menghadapi berbagai perubahan.

Masih menurut Robbins (2002), bahwa budaya organisasi pada hakikatnya merupakan sistem makna bersama atau dengan kata lain berkaitan dengan masalah nilai-nilai yang dianut bersama. Sistem makna bersama ini, bila dicermati secara lebih seksama merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi.

Robbins (2006), mengemukakan 7 karakteristik dari budaya organisasi, yaitu sebagai berikut :

1. Inovasi dan pengambilan resiko, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana para karyawan/anggota organisasi didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.

(11)

2. Perhatian ke rincian, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana para karyawan/anggota organsasi diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian kepada rincian.

3. Orientasi hasil, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukan pada tekhnik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi orang, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana keputusan manajemen memperitungkan efek hasil-hasil kepada orang-orang didalam organisasi.

5. Orientasi tim, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.

6. Keagresifan, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana individu-individu dalam organisasi memilik keagresifan dan sikap kompetitif.

7. Kemantapan, karakteristik ini berkaitan dengan sejauh mana kegiatan organisasi yang melibatkan individu-individu didalamnya mempertahankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.

Karakteristik budaya organisasi menurut Luthans (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat enam unsur penting yang merefleksikan budaya organisasi. Keenam karakteristik tersebut antara lain :

a. Aturan perilaku yang diamati.

b. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.

c. Norma.

d. Adalah standart perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan atau organisasi menjadi “jangan melakukan terlalu banyak, jangan terlalu sedikit”.

(12)

e. Nilai dominan.

f. Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama, contohnya adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen, efisiensi tinggi.

g. Filosofi/falsafah manajemen.

h. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai bagaimana karyawan dan atau pelanggan diperlakukan.

i. Aturan.

j. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan. Pendatang baru harus mempelajari tekhnik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.

k. Iklim organisasi.

l. Merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan baru yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.

2.1.5 Kinerja

Kinerja pegawai merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja menurut standart atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi. Pengelolaan untuk mencapai kinerja karyawan yang tinggi terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Sedharmayanti (2003:147) mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang, atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam usaha mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Menurut Rue dan Bryan dalam Tjandra (2005:38) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil serta merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus

(13)

melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para individu yang terdapat pada organisasi tersebut. Dengan kata lain, kinerja individu berhubungan sejalan dengan kinerja organisasi.

Prawiro Suntoro dalam Tika (2006:121) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2005:43) kinerja adalah hasil yang dicapai dari serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan.

Dari beberapa penjelasan tentang kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang atau sekelompok orang dari serangkaian kegiatan atau tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada pada perusahaan demi pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam periode waktu tertentu. Menurut Hasibuan (2002) terdapat enam macam unsur dalam penilaian sebuah kinerja seseorang, yaitu :

1. Prestasi

Penilaian hasil kerja baik kualitas dan kuantitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan. Prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh kemampuan dan niat karyawan, kemampuan dan penerimaan atas pendelegasian tugas dan peran, serta tingkat motivasi.

2. Kedisiplinan

Penilaian disiplin dalam memenuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya (Reza, 2010.43).

(14)

3. Kreatifitas

Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. Kreatifitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (Munandar, 2004,25).

4. Kerjasama

Penilaian kesediaan bekerjasama dengan karyawan lain secara horisontal (dengan sesama) dan vertikal (dengan pimpinan atau bawahan), didalam maupun diluar perusahaan sehingga menghasilkan pekerjaan yang lebih baik.

5. Kecakapan

Penilaian dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen serta kemampuan dalam mengambil keputusan dalam batas kuasanya.

6. Tanggung Jawab

Penilaian kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai

Kinerja pegawai dipengaruhi tiga faktor menurut Mangkunegara (2005), yaitu : a. Kompetisi individu

Kompetisi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Dimana kompetisi pegawai dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan dan keterampilan kerja serta motivasi dan etos kerja.

(15)

b. Dukungan Organisasi

Kinerja seseorang juga tergantung pada dukungan organisasi, dalam hal ini adalah bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan tekhnologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.

c. Dukungan manajemen

Kemampuan seseorang juga dipengaruhi oleh kemampuan manajerial para manajer atau pemimpin, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja untuk bekerja secara optimal. Menurut Noe (Budi Wibowo, dkk. 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan meliputi :

1. Strategi organisasional (nilai tujuan).

2. Batasan situasional (budaya organisasi dan kondisi ekonomi). 3. Atribut individual (keterampilan dan kemampuan).

Dimana ketiga faktor-faktor tersebut mempengaruhi dan menghasilkan perilaku individual, yang memiliki konsekuensi terhadap kinerja karyawan.

b. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan karyawan dan potensi yang dimilikinya. Atau penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun suatu barang (Mangkunegara, 2005:69).

Ada dua alasan pokok perusahaan atau organisasi melakukan penilaian kinerja menurut Mangkunegara (2005:72), yaitu :

1. Manajer atau pemimpin memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan dibidang sumber daya manusia dimasa yang akan datang.

(16)

2. Manajer atau pemimpin memerlukan suatu alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk mengembangkan karir dan memperkuat kualitas hubungan antara manajer dan karyawan bersangkutan.

Selain kedua alasan pokok tersebut diatas, seorang manajer atau pemimpin juga perlu melakukan evaluasi kinerja yang mana akan dipergunakan untuk mengetahui pengembangan yang meliputi :

a. Identifikasi kebutuhan pelatihan. b. Umpan balik kinerja.

c. Menentukan transfer dan penugasan.

d. Identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.

Berikut bentuk pengukuran kinerja dengan menggunakan rumus 5W + 1H (Mangkunegara, 2005:123) yaitu :

1) Who (siapa), siapa yang akan dinilai. 2) What (apa), apa yang akan dinilai.

3) Why (mengapa), mengapa penilaian kinerja tersebut perlu dilakukan.

4) When (bilamana), waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan secara formal dan informal.

5) Where (dimana), penilaian kinerja dapat dlakukan pada dua alternative tempat, yaitu ditempat kerja (on the job appraisal) dan diluar tempat kerja (off the job appraisal). 6) How (Bagaimana), bagaimana penilaian kinerja itu dilakukan.

Dalam proses pengukuran penilaian kinerja (performance measurement) organisasi hendaknya dapat menentukan aspek-aspek apa saja yang menjadi topik pegukurannya. Menurut Miner (dalam Sainul, 2002) komponen variabel pengukuran kinerja terbagi atas tiga kelompok besar, yakni :

(17)

a. Berkaitan dengan karakteristik kualitas kerja pegawai. b. Berkaitan dengan kuantitas pegawai.

c. Berkaitan dengan kemampuan bekerja sama dengan pegawai lainnya. 2.2 Penelitian Terdahulu

Studi empiris yang menyangkut pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi di dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan digunakan untuk mengembangkan telaah kritis teoritis, dan dijadikan sebagai referensi dalam membangun kerangka berpikir atau kerangka konseptual yang berasal dari hasil studi empiris sebagai berikut :

1. Sukardiyono (2013)

Judul : Pengaruh Iklim Organisasi, Kepemimpina dan Budaya Organisasi terhadap Produktivitas kerja pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Kediri.

Hasil penelitian : Iklim organisasi, kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan baik secara simultan maupun secara parsal. Dan variabel yang paling dominan mempengaruhi produktivitas karyawan adalah Kepemimpinan.

2. I Made Hedy Wartana (2011)

Judul : Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan pada Como Shambala Estate At Begawan Giri Ubud Bali

Hasil Penelitian : terdapat tiga faktor yang mempengaruhi produktivits kerja karyawan diantarannya adalah Diklat (X1), Disiplin Kerja (X2) da Kepemimpinan (X3). Tiga faktor tersebut dapat mempengaruhi secara signifikan dan kepemimpinan merupakan variabel yang paling dominan dalam menentukan produktivitas kerja karyawan

3. Emmanuel Ogbonna and Lloyd C. Harris (2000)

Judul : “Leadership style, organizational culture and performance : empirical evidence from UK companies”.

(18)

Hasil penelitian : Gaya kepemimpinan tidak berhubungan secara langsung terhadap produktivitas kinerja karyawan melainkan budaya organisasi yang mempunyai hubungan positif terhadap kinerja karyawan. Ini berarti bahwa budaya organisasi yang memediasi antara gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan. Budaya organisasi yang dibagi secara luas akan mempengaruhi kesuksesan kinerja karyawan pada sebuah organisasi maupun perusahaan yang mana akan berdampak pada kesuksesan organisasi atau perusahaan secara keseluruhan.

4. John Kuada (Departement of Business Studies, Aalborg University, Aalborg, Denmark)

Judul : “culture and leadership in Africa : a conceptual model and research agenda”. Hasil penelitian : Budaya masyarakat Afrika yang digunakan sebagai informasi secara makro memiliki hubungan yang sangat kuat dalam hubungannya menentukan kebijakan atau keputusan mengenai alokasi sumber daya dari para pemimpin di Afrika. Ini berarti budaya organisasi yang pada akhirnya membentuk pola perilaku dan keputusan seorang pemimpin didalam organisasi yang mana akan memberikan kontribusi secara keseluruhan terhadap kinerja organisasi.

5. Nurjanah (2008)

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada Biro Lingkup Departemen Pertanian).

Hasil Penelitian : Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari indikator variabel X22 (pekerjaan selesai tepat waktu) yang dominan diantara variabel gaya kepemimpinan lainnya. Dimana hal tersebut bermakna bahwa gaya kepemimpinan yang mengarahkan untuk tepat dalam penyelesaian

(19)

tugas merupakan bagian terbesar dalam menentukan kinerja karyawan, semakin tepat waktu tugas diselesaikan maka akan tercipta kinerja karyawan yang lebih tinggi.

Budaya organisasi juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dapat dilihat pada indikator variabel keramahan (X28) yang merupakan indikator paling dominan dari budaya organisasi. Itu berarti bahwa keramahan yang ditunjukkan dari anggota organisasi merupakan bagian terbesar dalam menentukan kinerja karyawan, semakin ramah anggota organisasi maka akan menciptakan kinerja karyawan lebih meningkat

(20)

Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah supaya mampu menjalankan fungsi

kepemerintahannya serta agar selalu meningkatkan produktivitas kinerja para aparatur pemerintahan daerah guna tercapailah pemerintahan daerah

yang berkembang demi kesejahteraan warga masyarakat. tersebut.

Berdasarkan penelitian awal peneliti masih banyak ditemukannya pegawai yang kurang memiliki jiwa pengabdian, keseriusan serta upaya bekerja keras dalam organisasi sehingga tidak ada nilai lebih yang diberikan terhadap negara serta pelayanan terhadap masyarakat

dan menurunnya produktivitas kinerja.

Gaya Kepemimpinan Transaksional

(GKT) Yukl (2010)

1. Imbalan kontijen (Contingent

reward) 2. Manajemen dengan pengecualian (Active management by exception) Budaya Organisasi (BO) Luthans (2006:28) 1. Aturan perilaku yang

diamati. 2. Norma

3. Nilai-nilai yang dominan dalam kehidupan

berorganisasi. 4. Filosofi atau falsafah

manajemen. 5. Aturan 6. Iklim organisasi. Kinerja Karyawan (KK) Hasibuan (2002) 1. Prestasi 5. kecakapan

2. Kedisiplinan 6. Tanggung jawab 3. Kreatifitas

4. Kerjasama 2.3 Rerangka Pemikiran

(21)

2.4 Perumusan Hipotesis

Menurut Sugiyono (2006:51) “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam

bentuk kalimat pertanyaan.

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut :

H1: Apakah variabel gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur Surabaya Timur. H2: Apakah variabel budaya berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Unit Pelaksanaan

Teknis Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur Surabaya Timur.

H3: Apakah variabel gaya kepemimpinan transaksional dan budaya secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur Surabaya Timur.

Referensi

Dokumen terkait

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui

Melalui model pembelajaran Problem based learning dan mengamati gambarserta diskusi melalui Gmeet, dan Whatsapp group tentang keberadaan orang, peserta didik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu nilai perbandingan manfaat biaya peternakan sapi rakyat di Desa Belabori Kecamatan Parangloe

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Internalisasi nilai-nilai agama islam, 2) Pembentukan sikap, 3) Perilaku siswa, dan 4) kegiatan ekstrakurikuler

Gambar 5.3Contoh Masukan dan Keluaran Permasalahan I Love Strings Suffix Array yang dilengkapi dengan informasi Longest Common Prefix dapat digunakan untuk menyelesaikan

“Bu, Jiwa malam ini tidak akan meminta Bapak bercerita. Jiwa cuma mau menunjukkan kalau Jiwa

Pelaksanaan kebijakan pengendalian penyakit demam berdarah dengue di kota Semarang dilakukan secara menyeluruh di setiap tingatan pemerintah dan lapisan

penerapan fungsi pengendalian atau pengawasan dilakukan oleh ketua Badan Amalan Islam (BAI) Masjid Baitul Huda UIN Walisongo Semarang dengan cara selalu melakukan