• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN DRAFT RAPERDA RTRW KOTA PEMERINTAH KOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN DRAFT RAPERDA RTRW KOTA PEMERINTAH KOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA JAMBI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

DRAFT RAPERDA RTRW KOTA

PEMERINTAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR...TAHUN 2010

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA JAMBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA JAMBI

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota Jambi dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah.

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.

c. bahwa berdasarkan evaluasi terhadap produk perencanaan tata ruang Kota Jambi yang ada (RUTR Kota Jambi 2000 – 2010) diperlukan suatu acuan baru rencana tata ruang wilayah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat ini.

d. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor……….Tahun...tentang RTRW Nasional, maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi dengan peraturan daerah.

(2)

Mengingat : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria

b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi d. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan e. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan f. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air g. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Pembangunan Nasional

h. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

i. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional j. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian k. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana

l. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang m. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

Atas UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah

n. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah o. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

p. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

q. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang

r. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan

s. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan

t. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penatagunaan Tanah

u. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol v. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum

w. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan

x. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

(3)

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

y. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional z. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Perkotaan

aa. Keppres No. 4/1996 tentang Kawasan Industri

bb. Keppres No. 4 Thun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

ö. Permen PU No.63 Tahun 1993 tentang Sempadan Sungai

dd. Permendagri No. 1 Tahun 2008 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang

ee. Permen PU No.17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota

(4)

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KOTA JAMBI dan

WALIKOTA KOTA JAMBI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI

TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA JAMBI

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Pertama

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Jambi.

2. Kepala Daerah adalah Walikota Jambi.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Jambi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jambi.

4. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah Badan penyelenggaraan penataan ruang daerah.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

(5)

11. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

12. Pemerintah Daerah adalah Gubernur atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.

13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat.

15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat

diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan pan penetapan rencana tata ruang.

18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

20. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang

21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Jambi adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kota Jambi.

22. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional selanjutnya disingkat RTRWN adalah Arahan Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional yang menjadi Pedoman bagi Penataan Ruang Wilayah Provinsi.

23. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi selanjutnya disingkat RTRWP adalah Arahan kebijakan dan strategis Pemanfaatan Ruang Wilayah Daerah yang menjadi pedoman bagi Penataan Ruang Wilayah Kota.

24. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah hasil perencanaan tata ruang yang memperhatikan arahan struktur dan pola kebijakan pemanfaatan ruang wilayah kota dan berisi pokok-pokok kebijaksanaan dan strategi penataan ruang-ruang wilayah darat menurut kewenangan yang dimiliki.

25. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan / atau aspek fungsional. 26. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan

(6)

27. Wilayah Pengembangan selanjutnya disingkat WP adalah penetapan wilayah pembangunan berdasarkan daya dukung dan daya tampung sumberdaya alam yang mempunyai kesamaan fungsi utama terdiri atas beberapa kecamatan yang dilayani oleh satu pusat wilayah pengembangan.

28. Pusat wilayah pengembangan adalah pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kecamatan.

29. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya.

30. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

31. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 32. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan

susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

33. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

34. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

35. Kawasan strategis kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

36. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang / jalur dan / atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

37. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

38. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

39. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kota atau pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa Provinsi.

(7)

40. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan dan simpul transportasi untuk satu Provinsi yang melayani beberapa Kabupaten dan atau Kota.

41. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kota sebagai pusat jasa keuangan, perbankan, yang melayani satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan serta simpul transportasi untuk satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan.

42. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

43. Masyarakat adalah orang perorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

44. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Bagian Kedua RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi mencakup : a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota Jambi rencana struktur dan pola

ruang wilayah Kota Jambi b. penetapan kawasan strategis

c. rencana pemanfaatan ruang wilayah kota yang meliputi rencana pengembangan dan rencana pengelolaan

d. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota e. peran masyarakat

BAB II

ASAS, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Pertama

Asas

Pasal 3

RTRW Kota Jambi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan : a. Keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan; c. keberlanjutan;

(8)

e. keterbukaan;

f. kebersamaan dan kemitraan; g. perlindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; serta i. akuntabilitas,

Bagian Kedua Tujuan Pasal 4

Tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah “Mewujudkan Kota Jambi yang Produktif berbasis Ekologis” dengan substansi :

a. terwujudnya integritas pemanfaatan ruang di darat, laut dan udara;

b. terwujudnya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah;

c. tewujudnya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya di kawasan perkotaan, kawasan perdesaan dan kawasan tertentu di wilayah Kota Jambi.

d. terwujudnya kualitas pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

e. terwujudnya keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan; f. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam pengelolaan

pembangunan daerah;

g. terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang daerah;

h. terwujudnya visi, misi Kota Jambi;

i. terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera; dan

j. terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan peruntukkan ruang.

Bagian Ketiga Kebijakan

Pasal 5

(1) Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Jambi mencakup : diselenggarakan terhadap :

a. Pemantapan peran dan fungsi kota sebagai Pusat Pemerintahan, Perdagangan, dan Jasa Regional;

(9)

b. Penguatan aksesibilitas kota dalam konstelasi regional;

c. Pembentukan struktur ruang kota yang optimal dan peningkatan kemampuan infrastruktur perkotaan;

d. Peningkatan kegiatan ekonomi perkotaan yang diakomodasi dalam pola ruang internal kota yang produktif dan berbasis ekologis;

e. Penyelenggaraan pemanfaatan ruang kota yang berkelanjutan (social and environmentally sustainable);

f. Pembentukan ruang – ruang perkotaan yang mendukung pengembangan sumber daya manusia;

g. Penguatan aspek pengawasan dan pengendalian di dalam penyelenggaraan penataan ruang kota.

(2) Kebijakan – kebijakan penataan ruang Kota Jambi yang ditetapkan dalam ayat (1) huruf a s.d. g dijabarkan lebih lanjut dalam strategi penataan ruang kota

Bagian Keempat Strategi

Pasal 6

1. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf a adalah :

a. Menyediakan fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa guna mendukung upaya pembangunan kawasan agropolitan Provinsi Jambi.

b. Menguatkan fungsi kompleks pemerintahan, perdagangan, dan jasa regional terpadu berskala regional.

2. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf b adalah :

a. Menguatkan kemampuan Bandara Sultan Thaha sebagai pusat penyebaran tersier.

b. Meningkatkan kemampuan jaringan jalan arteri sebagai penunjang utama konektivitas regional.

c. Mengembangkan simpul dan jaringan transportasi kereta api yang terpadu dengan moda transportasi lainnya.

d. Menguatkan kemampuan DAS Batanghari sebagai jaringan transportasi regional berbasis alam.

3. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf c adalah :

a. Mengembangkan pusat – pusat pelayanan kota dengan berbasis suatu fungsi utama yang didukung oleh kemampuan bagian wilayah kota.

(10)

c. Mendorong pengembangan moda transportasi massal yang terkoneksi dengan pusat – pusat kegiatan.

d. Mempercepat pemerataan akses pergerakan penumpang dan barang dari selatan – utara kota.

e. Meningkatkan kemampuan utilitas perkotaan meliputi listrik, minyak, gas, persampahan, dan air bersih.

f. Mendorong pengembangan prasarana permukiman ramah lingkungan.

4. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf d adalah :

a. Mengembangkan kegiatan jasa, perdagangan, dan industri untuk mendukung kegiatan ekonomi primer dan sekunder regional, serta menciptakan lapangan kerja perkotaan terutama di kawasan metropolitan Jambi.

b. Mendorong pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa kreatif berbasis potensi lingkungan hidup dan budaya.

c. Mendorong pengembangan kegiatan industri maupun ekonomi beresiko tinggi dengan berbasis mitigasi bencana dan pencemaran.

d. Mempermudah akses investasi dan peran serta dunia usaha maupun masyarakat dalam menggerakkan kegiatan ekonomi produktif dalam skala kawasan ataupun komunitas.

5. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf e adalah :

a. Memeratakan akses penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum, meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pelayanan umum.

b. Mendorong pengembangan kegiatan berbasis kearifan lokal dan budaya penduduk Jambi. c. Memastikan penyelenggaraan pemanfaatan ruang berbasis mitigasi bencana

d. Mempercepat pemenuhan standar penyediaan ruang terbuka hijau perkotaan secara merata. 6. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan

di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf f adalah :

a. Menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sosial lainnya sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum .

b. Memperkuat aksesibilitas ruang terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sosial lainnya secara merata di seluruh wilayah kota.

c. Mengadakan ruang-ruang publik (hijau dan non hijau) serta ruang rekreasi untuk memungkinkan masyarakat berinteraksi.

7. Strategi penataan ruang Kota Jambi untuk dapat mewujudkan kebijakan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 5, Ayat 1, Huruf g adalah :

a. Memastikan keterkaitan impelmentasi kebijakan penataan ruang dan substansi rencana umum tata ruang (melalui produk RTRW) ke dalam berbagai produk rencana rinci tata ruang. b. Memperkuat penyelenggaraan kegiatan pengawasan dan pengendalian tata ruang.

(11)

c. Memperkuat koordinasi pihak – pihak yang merupakan leading sector penataan ruang kota.

a).

Mewujudkan mekanisme insentif – disinsentif dan mekanisme sanksi yang berkeadilan dalam penyelanggaraan penataan ruang kota.

BAB III

STRUKTUR DAN POLA RUANG WILAYAH Bagian Pertama

Struktur Ruang Wilayah Paragraf 1

Umum Pasal 7

(1) Struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat – pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. (2) Struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Rencana Sistem Perkotaan

b. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi c. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Energi d. Rencana Sistem Prasarana Sumber Daya Air

e. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi f. Rencana Sistem Infrastruktur Perkotaan

Paragraf 2

Rencana Sistem Perkotaan Kota Jambi Pasal 8

Rencana sistem perkotaan Kota Jambi terdiri atas : a. Rencana Distribusi Penduduk

b. Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Pasal 9

Rencana Distribusi Penduduk

(1) Rencana distribusi penduduk merupakan arahan kepadatan dan persebaran penduduk di Kota Jambi berdasarkan kecamatan.

(12)

(2) Rencana distribusi penduduk diklasifikasikan terdiri atas 3 (tiga) kelompok kepadatan; mencakup kepadatan tinggi (di atas 12.000 jiwa/km2), kepadatan sedang (4.000 – 12.000 jiwa/km2), dan kepadatan rendah (di bawah 4.000 jiwa/km2).

(3) Arahan kecamatan dengan tingkat kepadatan tinggi meliputi Kecamatan Jelutung, Kecamatan Telanaipura, dan Kecamatan Jambi Timur.

(4) Arahan kecamatan dengan tingkat kepadatan sedang meliputi Kecamatan Kota Baru, Kecamatan Jambi Selatan, dan Kecamatan Pasar Jambi.

(5) Arahan kecamatan dengan tingkat kepadatan rendah meliputi Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan.

Pasal 10

Rencana Sistem Pusat Pelayanan

(1) Rencana sistem pusat pelayanan ialah penentuan pusat pelayanan di wilayah kota merupakan pusat pelayanan sosial, ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat yang melayani wilayah kota dan regional.

(2) Rencana penyediaan sistem pusat pelayanan mencakup a. Pusat Pelayanan Kota

b. Sub Pusat Pelayanan Kota c. Pusat Lingkungan

(3) Tingkatan pusat pelayanan Pusat Pelayanan Kota sebagaimana disebutkan pada Pasal 10 Ayat 2 Huruf a, dan Sub Pusat Pelayanan Kota sebagaimana disebutkan pada Pasal 10 Ayat 2 Huruf b, merupakan pusat bagi Bagian Wilayah Kota (BWK) Jambi

Pasal 11 Pusat Pelayanan Kota

(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 Ayat 2 Huruf a, merupakan suatu pusat pelayanan yang memiliki wilayah pelayanan kota ataupun wilayah regional yang lebih luas. (2) Pusat Pelayanan Kota Jambi terdiri atas :

a. Pusat Pelayanan Kota Pasar Angso Duo, yang berkedudukan di Kecamatan Pasar Jambi dengan fungsi khusus sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa serta Pusat Perkantoran.

b. Pusat Pelayanan Kota Kota Baru, yang berkedudukan di Kecamatan Kota Baru dengan fungsi khusus sebagai Pusat Pemerintahan Kota Jambi serta Pusat Perkantoran.

c. Pusat Pelayanan Kota Telanaipura, yang berkedudukan di Kecamatan Telanaipura dengan fungsi khusus sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Jambi, Pusat Perkantoran, serta Pusat Pendidikan Tinggi.

(13)

(3) Pengembangan terhadap Pusat Pelayanan Kota perlu dilakukan dalam suatu kompleks terpadu seluas 25 Ha.

Pasal 12

Sub Pusat Pelayanan Kota

(1) Sub Pusat Pelayanan Kota sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 Ayat 2 Huruf b, merupakan pusat pelayanan yang ditentukan untuk melayani sub – wilayah kota.

(2) Sub Pusat Pelayanan Kota Jambi terdiri atas :

a. Sub Pusat Pelayanan Olak Kemang, yang berkedudukan di Kecamatan Danau Teluk dengan fungsi khusus sebagai Pusat Pemerintahan Kecamatan, Pusat Permukiman, dan Pusat Cagar Budaya.

b. Sub Pusat Pelayanan Alam Barajo, yang berkedudukan di Kecamatan Kota Baru dengan fungsi khusus sebagai Pusat Transportasi Regional serta Pusat Permukiman.

c. Sub Pusat Pelayanan Talang Gulo, yang berkedudukan di Kecamatan Kota Baru dengan fungsi khusus sebagai Pusat Perdagangan Regional, Pusat Pemadu Moda, dan Pusat Pergudangan. d. Sub Pusat Pelayanan Talang Banjar, yang berkedudukan di Kecamatan Jambi Timur dengan

fungsi khusus sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa serta Pusat Industri.

(3) Pengembangan terhadap Sub Pusat Pelayanan Kota perlu dilakukan dalam suatu kompleks terpadu seluas 10 Ha.

Pasal 13 Pusat Lingkungan

(1) Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan untuk melayani kegiatan dengan skala wilayah lingkungan kota.

(2) Skala wilayah lingkungan kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didefinisikan mengikuti wilayah kelurahan yang berlaku di Kota Jambi.

(3) Pengembangan pusat lingkungan diarahkan seluas 5 Ha yang mencakup Kantor Kelurahan, pelayanan sosial, serta ruang terbuka.

(4) Sebaran Pusat Lingkungan di Kota Jambi terdiri atas :

a. 6 Pusat Lingkungan di Kecamatan Pelayangan, tersebar di setiap kelurahan b. 5 Pusat Lingkungan di Kecamatan Danau Teluk, tersebar di setiap kelurahan c. 4 Pusat Lingkungan di Kecamatan Pasar Jambi, tersebar di setiap kelurahan d. 11 Pusat Lingkungan di Kecamatan Telanaipura, tersebar di setiap kelurahan e. 10 Pusat Lingkungan di Kecamatan Jambi Timur, tersebar di setiap kelurahan f. 9 Pusat Lingkungan di Kecamatan Jambi Selatan, tersebar di setiap kelurahan g. 7 Pusat Lingkungan di Kecamatan Jelutung, tersebar di setiap kelurahan h. 10 Pusat Lingkungan di Kecamatan Kota Baru, tersebar di setiap kelurahan

(14)

Pasal 14 Bagian Wilayah Kota

(1) Rencana Struktur Kota Jambi membagi Kota Jambi ke dalam 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota. (2) Dasar penentuan delineasi Bagian Wilayah Kota mencakup :

a. Kesatuan fungsional di dalam BWK.

b. Adanya unsur pengikat BWK yang merupakan Pusat Pelayanan Kota atau Sub Pusat Pelayanan Kota, untuk kemudian menjadi Pusat BWK.

c. Dapat digunakannya perpaduan batas administratif dan/atau batas fisik jelas sebagai penentu delineasi.

d. Kondisi eksisting BWK dan kebijakan sektoral yang berlaku. (3) Bagian Wilayah Kota Jambi terdiri atas :

a. BWK Kota Baru yang merupakan kedudukan Pemerintah Kota Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2284,71 Ha dan meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan seluruh Kecamatan Jelutung. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran serta permukiman.

b. BWK Telanaipura yang merupakan kedudukan Pemerintah Provinsi Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2368,66 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Telanaipura. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, permukiman, perkantoran dan pariwisata.

c. BWK Angso Duo yang merupakan kedudukan Pusat Pelayanan Angso Duo (Center Business District) dan memiliki luas 280,07 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Pasar Jambi. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Pasar Jambi meliputi perdagangan dan jasa.

d. BWK Jambi Timur – Selatan merupakan kedudukan Sub Pusat Pelayanan Talang Banjar dan memiliki luas 3302,41 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Jambi Timur dan sebagian Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Timur – Selatan meliputi kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta permukiman.

e. BWK Kenali Besar yang merupakan kedudukan Sub Pusat Pelayanan Alam Barajo dan memiliki luas 3556,89 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru. Fungsi utama yang dikembangkan di Alam Barajo Jambi meliputi permukiman, perdagangan dan jasa.

f. BWK Talang Gulo yang merupakan kedudukan Sub Pusat Pelayanan Talang Gulo dan memiliki luas 2509,05 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Talang Gulo meliputi pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan permukiman.

g. BWK Jambi Kota Seberang yang merupakan kedudukan Sub Pusat Pelayanan Olak Kemang dan memiliki luas 2514,3 Ha, meliputi Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Kota Seberang meliputi permukiman dan pariwisata

(15)

Paragraf 3

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Pasal 15

(1) Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Kota Jambi dikembangkan dengan prinsip – prinsip keseimbangan pembangunan wilayah, keterpaduan sistem transportasi lokal, minimasi biaya, dan

(2) Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Kota Jambi mencakup : a. Rencana pengembangan sistem tranportasi darat, sungai dan penyebrangan b. Rencana pengembangan sistem transportasi udara

Pasal 16

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat, Sungai, dan Penyebrangan

(1) Rencana pengembangan sistem transportasi darat, sungai, dan penyebrangan di Kota Jambi diarahkan terutama melalui pengembangan jaringan prasarana dan sarana jalan, rel kereta api, simpul transportasi (stasiun dan terminal) maupun dermaga bagi keperluan angkutan barang maupun penumpang.

(2) Rencana struktur jaringan jalan kota mencakup :

a. Pola Jalan kota mencakup jaringan jalan arteri mengelilingi kota dan dihubungkan oleh jalan kolektor yang menghubungkan secara vertikal jaringan jalan arteri dengan pusat kota dan setiap pusat BWK.

b. Pengembangan jaringan jalan Kota Jambi untuk mengakses rencana Jalan Bebas Hambatan Jalur Jambi – Rengat yang merupakan bagian dari RTRW Nasional.

c. Peningkatan ruas jalan kolektor untuk menghubungkan jalan arteri primer di Jambi timur – Talang Banjar – Kawasan Angso Duo.

d. Pengembangan ruas jalan kolektor untuk menghubungkan ruas jalan arteri primer di Jembatan Batang Hari I – Kecamatan Danau Teluk – Kecamatan Pelayangan – Jembatan Batang Hari II. e. Penyesuaian geometri jaringan jalan, penyesuaian yang dimaksud mencakup penyeragaman

minimal terhadap lebar jalan untuk setiap kelas jalan yang sama serta peningkatan agar implementasi geometri jalan dan ruang milik jalan sesuai dengan amanat PP 34/2006 mengenai jalan. Berikut ketentuan umum untuk setiap jenis jalan di Kota Jambi :

 Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.

 Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.

 Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter.

(16)

g. Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeliharaan kemampuan Jembatan Batang hari I dan Jembatan Batang hari II.

h. Pengembangan jembatan penghubung antara Kecamatan Pelayangan dan Kecamatan Angso Duo dengan memadukan konsep jembatan gantung dengan memadukan konsep penyeberangan wisata.

i. Implementasi penyesuaian simpang – simpang jalan yang berdekatan, sebagai berikut : Simpang 106 – 107, Simpang 175 – 153, Simpang 137 – 138, Simpang 121 – 109, Simpang 122 – 123, Simpang 113 – 114, dan Simpang 116 – 117.

j. Kebijakan penyediaan gedung parkir pada kawasan – kawasan padat untuk menghilangkan parkir on street yang mengurangi level of service jalan. Berikut beberapa prioritas ruas jalan untuk pelarangan parkir on street : Jalan HOS Cokroaminoto, Abdurarahman Saleh, Sutan Thaha, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, DR Sutomo, DR Wahidin, Samratulangi, WR Supratman, Kartini, Kapten A Bakarrudin, Kolonel Abunjani, Kapitten Patimura, Prof Dr Sumantri, Orang Kayo Htam, Halim Perdana Kusuma, dan Soekarno – Hatta. k. Kebijakan pengosongan Daerah Milik Jalan (Damija) dari Pedagang Kaki Lima untuk menjaga level of service jalan. Berikut beberapa prioritas ruas jalan untuk pengosongan pedagang kaki lima : Jalan HOS Cokroaminoto, Sutan Thaha, Sultan Agung, Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Setia Budi, Veteran, Woltermongonsidi, MR Assaat, Wahid Hasyim, Kapten A Bakarrudin, Kolonel Abunjain, Kapitten Patimura, Prof Dr Sumantri, Orang Kayo Htam, Halim Perdana Kusuma, dan Soekarno – Hatta.

(3) Rencana pengembangan simpul – simpul transportasi darat untuk Kota Jambi mencakup sarana terminal dan stasiun kereta api sebagai berikut :

a. Pembangunan Stasiun Besar Kota Jambi di Kelurahan Kenali Asam, Kecamatan Kota Baru. b. Optimasi pemanfaatan Terminal Alam Barajo (Tipe A) dan Terminal Truk – Pasar Induk,

Kecamatan Kota Baru.

c. Peningkatan kelas Terminal Rawasari (Kecamatan Pasar Jambi) dan Pal 10 (Kecamatan Kota baru) dari Tipe C menjadi Tipe B.

d. Penataan Terminal Rawasari (Kecamatan Pasar Jambi), Pal 10 (Kecamatan Kota Baru), dan Simpang Kawat (Kecamatan Telanaipura).

e. Penyediaan Terminal Tipe C di Terminal Sijenjang, Terminal Tangkit, Terminal Villa Kenali, dan Terminal Danau Teluk.

f. Penyediaan sub terminal pendukung untuk bongkar muat barang di Pal 10 dan Danau Teluk (menyatu dengan Terminal yang ada), Simpang Rimbo, Angso Duo (menyatu dengan Relokasi Pasar Angso Duo), serta di Jambi Selatan (terkoneksi dengan Bandara Sultan Thaha).

(4) Rencana pengembangan moda transportasi umum mencakup penyusunan trayek angkutan umum sebagai berikut :

a. Trayek Utama menggunakan Moda Angkutan dengan kapasitas lebih dari 50 (lima puluh) tempat duduk atau moda lain yang dapat memenuhi kualifikasi Mass Rapid Transportation,

(17)

dengan melalui ruas jalan Jalan Halim Perdanakusuma, Gatot Subroto, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Soekarno Hatta, Prof AR Saleh, Orang Kayo Hitam, ABD Kartawirana, Kol Pol M Taher, Setia Budi, Raden Pamuk, Sultan Thaha, Husni Thamrin, Sultan Agung, M Yamin, Hayam Wuruk, Gajah mada, Prof DR Sumantri, Kol Abunjani, HOS Cokroaminoto, Pangeran Hidayat, Kapt A Bakarrudin, Kapiten Pattimura.

b. Trayek Cabang menggunakan Moda Angkutan dengan kapasitas 24 (dua puluh empat) tempat duduk atau moda lain yang dapat memenuhi kualifikasi Feeder Mass Rapid Transportation, dengan melalui ruas Jalan Yos Sudarso, Brigjen Katamso, Orang Kato Pingai, DI Panjaitan, Basuki Rahmat, Agus Salim, Laksamana Surya Dharma, AR Haki, Kol Amir Hamzah, Paluhutan Lubis, Sri Sudewi, Urip Sumoharjo, LetKol Slamet Riyadi, Ade Irma Suryani, HM Yusuf Nasri, RB Siagian.

c. Trayek Ranting menggunakan Moda Angkutan dengan kapasitas 12 (dua belas) tempat duduk atau moda lain yang dapat memenuhi kualifikasi Feeder Mass Rapid Transportation, dengan melalui ruas Jalan Lingkar Barat III, Prabu Siliwangi, Pangima Polim, Lumbung Mangkurat, Orang Kayo Pingai, Prof DR AR Saleh, H Adam Malik, H Agus Salim, Hayam Wuruk, IR H Djuanda, TP Sriwijaya, Surya Dharma, Lingkar, Jend A Thalip, Jend Ahmad Yani, KH K Saleh, KH A Qadir, KH Hasan Anang, KH Somad, KH A Bakar, KH A Majid, Raden Patah, Sutan Syahrir, Sultan Hasanudin, Taruma Negara, Pangeran Antasari, Lingkar Timur I, Sentot Alibasa, Lingkar Selatan III, Lingkar Selatan II, Lingkar Selatan I, Kapt Udi Sunaryo, Sultan Hassanuddin, Darmapala.

(5) Rencana pengembangan jaringan kereta api mencakup :

a. Pengembangan Stasiun Besar Kota Jambi di Kelurahan Kenali Asam Bawah

b. Pengembangan jaringan rel kereta api dari titik trase awal di Kelurahan Kenali Asam Bawah dan mengarah ke selatan menuju Kabupaten Muaro Jambi

(6) Rencana pengembangan jaringan transportasi pelayaran, penyebrangan, dan sungai mencakup : a. Konservasi bathimetri alur Sungai Batanghari yang melintasi kota

b. Penyusunan alur pelayaran dan rambu pelayaran

c. Pengawasan dan pengendalian terhadap tonase kapal dan kondisi badan serta sempadan sungai

d. Pemantapan penggunaan dermaga Angso Duo

e. Pengadaan sistem penyebrangan wisata Sungai Batanghari Pasal 17

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Udara

(1) Rencana pengembangan sistem tranportasi udara mencakup pengaturan terhadap Bandar Udara Sultan Thaha dan kawasan di sekitar Bandar Udara Sultan Thaha.

(2) Pengembangan Bandar Udara Sultan Thaha mencakup perluasan bandara dan peningkatan kemampuan bandara untuk memenuhi perannya sebagai Pusat Penyebaran Tersier udara.

(18)

(3) Pengaturan kawasan di sekitar Bandar Udara mencakup :

a. Penetapan Kawasan Keselamatan Opersional Penerbangan (KKOP) Bandara Sultan Thaha. b. Pengaturan ketinggian bangunan yang berada di dalam KKOP Bandara Sultan Thaha sejauh

radius 7,5 km dari bandara.

c. Penetapan mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap bangunan – bangunan di dalam KKOP Bandara Sultan Thaha.

Paragraf 4

Rencana Sistem Prasarana Energi Pasal 18

Rencana Pengembangan Jaringan Listrik

(1) Pengembangan jaringan listrik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan energi kota bagi kebutuhan listrik rumah tangga, komersial, pemerintahan, sosial, dan penerangan jalan umum. (2) Pengembangan jaringan listrik mencakup pengembangan terhadap infrastruktur produksi dan

transmisi listrik.

(3) Rencana pengembangan jaringan listrik kota mencakup :

a. Pengembangan Saluran Udara Tegangan Tinggi yang menghubungkan prasarana listrik eksisting di Kota Jambi dengan pembangunan Gardu Induk Betung.

b. Optimasi pasokan energi listrik dari Gardu Induk Aur Duri dan Gardu Induk Selincah.

c. Pemantapan kinerja Saluran Udara Tegangan Menengah dan Saluran Udara Tegangan Rendah eksisting serta kajian kemungkinan perubahan bentuk menjadi jaringan listrik bawah tanah.

d. Penyediaan energi listrik diprioritaskan bagi Pusat Pelayanan Kota, kegiatan pemerintahan, kegiatan komersial, kegiatan sosial, perumahan, dan kawasan strategis.

e. Pemanfaatan potensi energi terbarukan yang berasal dari tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan energi listrik penerangan jalan umum.

f. Kebijakan untuk memungkinkan penyediaan listrik dari pihak selain PT PLN untuk kawasan tertentu seperti Kawasan Industri Selincah.

g. Konservasi lahan – lahan yang berbatasan dengan Saluran Udara Tegangan Tinggi yang terbentang dari Gardu Induk Aur Duri dan Gardu Induk Selincah serta pengembangan SUTT yang mengakses Gardu Induk Betung, sebagai sempadan hijau, dengan disesuaikan pada jenis SUTT yang ada.

(19)

Pasal 19

Jaringan Prasarana Minyak dan Gas

(1) Rencana pengembangan prasarana minyak dan mencakup substansi perencanaan untuk Depot Pertamina, Lapangan Minyak Kenali Asam Atas, SPBU, jaringan perpipaan minyak, serta jaringan prasarana gas

(2) Rencana pengembangan prasarana minyak mencakup :

a. Optimasi pemanfaatan Depot Pertamina di Kecamatan Jambi Timur dan Depot Pertamina Bandara di Kecamatan Jambi Selatan, serta penyesuaian guna lahan di sekitar depot agar dapat meminimasi resiko yang mungkin ditimbukan dari kegiatan depot.

b. Pengaturan kegiatan dan guna lahan budidaya yang berada di dalam kawasan Lapangan Minyak Kenali Asam Atas dengan didorong ruang terbuka hijau di sekitar lapangan tersebut. c. Pengaturan izin lokasi pendirian SPBU pada rencana yang lebih detail sesuai dengan standar

pendirian yang berlaku.

d. Pengawasan dan pemeliharaan jaringan perpipaan yang ada disertai pemasangan rambu – rambu peringatan keberadaan jaringan pipa minyak.

(3) Rencana pengembangan jaringan gas ialah pengadaan jaringan gas untuk mengakses rumah tangga di Kota Jambi dengan keseluruhan panjang pipa distribusi 468,036 km

(4) Rencana pengembangan mencakup rekayasa infrastruktur meliputi pengembangan km 117,4 pipa transmisi Grissik – Duri atau Grissik Singpura untuk jalur pipa dari Tapping point ke Kecamatan Kota Baru, Telanaipura, Jelutung, dan Pasar Jambi, serta Tapping Point dari km 111 pipa transmisi Grissik – Duri atau Grissik – Singapura bagi Kecamatan Jambi Timur dan Jambi Selatan.

Paragraf 5

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air Pasal 20

(1) Rencana sistem jaringan prasarana sumber daya air dimaksudkan untuk menyeimbangkan fungsi konservasi dan pendayagunaan bagi sumber daya air.

(2) Muatan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sumber daya air mencakup :

a. Mengembangkan prasarana penampung air (waduk) skala besar untuk mendukung kebutuhan kegiatan permukiman, industri serta perdagangan dan jasa.

b. Menata kembali wilayah sekitar sungai Batanghari agar tidak terjadi erosi dan pada saat hujan tiba dapat dimanfaatkan sebagai pengendali banjir.

(20)

Paragraf 6

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Pasal 21

(1) Rencana pengembangan sistem prasarana telekomunikasi disusun sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kemudahan pelayanan telekomunikasi bagi dunia usaha dan masyarakat. (2) Muatan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi mencakup :

a. Sistem Prasarana Telekomunikasi Kota Jambi merupakan hasil pemaduserasian antara jaringan pelayanan komunikasi yang disiapkan oleh pemerintah dan yang dibangun oleh swasta.

b. Tujuan yang ingin dicapai dari pengembangan Sistem Prasarana Telekomunikasi Kota Jambi adalah cakupan pelayanan yang seluas mungkin dengan kualitas pelayanan yang optimal. c. Pengembangan integrasi Sistem Prasarana Telekomunikasi dengan Sistem Jaringan Jalan,

sehingga semua kawasan yang memiliki tingkat kemudahan (aksesibilitas) akan didukung oleh pelayanan jaringan telekomunikasi.

d. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan satelit dalam mendorong pengembangan sistem prasarana telekomunikasi berupa memperbesar peluang masuknya jaringan telepon seluler dengan membangun Tower bersama.

e. Kawasan prioritas pengembangan/peningkatan pelayanan Sistem Prasarana Telekomunikasi Kota Jambi adalah Pusat Pelayanan Kota, Sub Pusat Pelayanan Kota, Pusat Lingkungan, Kawasan Permukiman, Kawasan Strategis, Kawasan Perdagangan dan Jasa, serta Kawasan Pemerintahan.

Paragraf 7

Rencana Pengembangan Sistem Infrastruktur Kota Pasal 22

Rencana pengembangan sistem infrastruktur kota mencakup : a. Sistem Penyediaan Air Minum

b. Sistem Pengolahan Air Limbah c. Sistem Persampahan

d. Sistem Drainase

e. Penyediaan dan Pemanfaatan Prasaran dan Sarana Jaringan Jalan Pejalan Kaki f. Jalur Evakuasi Bencana

(21)

Pasal 23

Sistem Penyediaan Air Minum

(1) Rencana penyediaan air minum memanfaatkan Sungai Batanghari yang dikelola melalui Instalasi Pengolahan Air Bersih.

(2) Instalasi Pengolahan Air Bersih kota mencakup :

a. IPA Benteng di Jambi kota, dengan kapasitas 220 L/detik. b. IPA Broni, di Jambi kota, dengan kapasitas 300 L/detik.

c. IPA Pasir Panjang I di Jambi kota seberang, kapasitas 20 L/detik. d. IPA Pasir Panjang II di Jambi kota seberang, kapasitas 20 L/detik.

e. IPA Perumnas Kota Baru di Jambi Kota, kapasitas 5 L/detik IPA Perumnas Aur Duri di Jambi kota, kapasitas 10 L/detik.

f. IPA Aur Duri di Jambi kota, kapasitas 100 L/detik.

g. IPA Tanjung Johor di Jambi kota seberang, kapasitas 3 L/detik dengan total kapasitas = 678 L/detik.

(3) Sistem distribusi mencakup sistem jaringan primer yang terhubung kepada pipa – pipa yang mengakses setiap persil lahan

Pasal 24

Sistem Pengolahan Air Limbah

(1) Sistem pengolahan air limbah mencakup pengaturn terhadap pembuangan air buangan rumah tangga dan jaringan pembuangan limbah cair.

(2) Sistem pengolahan air limbah bagi air buangan rumah tangga diatur ke dalam sistem komunal dan kolektif.

(3) Sistem jaringan pembuangan limbah cair waji disediakan pada kegiatan industri dan terpisah dari saluran drainase.

Pasal 25 Sistem Persampahan

(1) Sistem persampahan kota membagi daerah pelayanan sebagai berikut : a. Daerah pelayanan permukiman

b. Daerah pelayanan komersial c. Daerah pelayanan fasilitas umum (2) Sistem pengumpulan sampah mencakup :

a. Sistem pengumpulan individu b. Sistem pengumpulan komunal

(3) Sistem persampahan kota mencakup optimasi Tempat Pengolahan Akhir Sampah Talang Gulo dan memungkinkan pengembangannya untuk menjadri TPA Bersama.

(22)

Pasal 26 Sistem Drainase

(1) Sistem drainase mencakup konservasi terhadap saluran – saluran alami berupa sungai dan anak – anak sungai.

(2) Sistem drainase buatan dikembangkan dalam bentuk saluran tersier di setiap ruas – ruas jalan yang terintegrasi ke dalam saluran – saluran alami.

Pasal 27

Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Jalan Pejalan Kaki

(1) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki pada dasarnya mencakup penyediaan dalam rencana pembentukan ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di sisi air, ruang pejalan kaki di kawasan komersial/perkantoran, ruang pejalan kaki di ruang terbuka hijau, ruang pejalan kaki di bawah tanah, dan ruang pejalan kaki di atas tanah. (2) Ketentuan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki mencakup : a. Penyesuaian geometri jaringan jalan kolektor dan arteri di dalam Kota Jambi dilengkapi

dengan penyediaan prasarana pejalan kaki, agar dapat mengurangi hambatan samping yang mungkin terjadi tanpa adanya prasarana tersebut.

b. Pada sisi air berupa sungai, anak sungai, ataupun danau yang penggunaan lahan di sekitarnya merupakan guna lahan budidaya akan perlu disediakan prasarana pejalan kaki; seperti implementasi yang telah terjadi di Jembatan Makalam, Kecamatan Pelayangan, dan sebagainya.

c. Pada kawasan komersial dan perkantoran seperti di Telanaipura, Kota Baru, Angso Duo akan dikembangkan prasarana pejalan kaki yang merata sehingga dapat sinergis apabila terdapat kebijakan pengembangan gedung parkir yang akan mendorong jumlah pejalan kaki pada kawasan – kawasan tersebut.

d. Dalam pengembangan ruang terbuka hijau akan mengandung substansi pengadaan prasarana pejalan kaki yang mengakses seluruh ruang dalam RUANG TERBUKA HIJAU, dan sebagainya.

Pasal 28 Jalur Evakuasi Bencana

(1) Pengembangan jalur evkuasi bencana meliputi penentuan escape way dan melting point dalam skala kota maupun kawsaan.

(2) Ketentuan impementasi jalur evakuasi bencana mencakup :

a. Perancangan detail Pusat Pelayanan Kota harus mengalokasikan ruang terbuka hijau sebagai pengikat ruang – ruang di dalam pusat tersebut yang juga berfungsi sebagai melting point. b. Perancangan detail Sub Pusat Pelayanan Kota harus mengalokasikan ruang terbuka hijau

sebagai pengikat ruang – ruang di dalam pusat tersebut yang juga berfungsi sebagai melting point.

(23)

c. Perancangan detail Pusat Lingkungan harus mengalokasikan ruang terbuka hijau sebagai pengikat ruang – ruang di dalam pusat tersebut yang juga berfungsi sebagai melting point. d. Arahan pengembangan melting point di luar pusat – pusat wilayah sebagai berikut : Markas

Pemadam Kebakaran (Telanaipura); GOR Provinsi Jambi dan Masjid Agung (Pasar Jambi); Bandara Sultan Thaha dan Stadion Persijam (Jambi Selatan); Kapolwiltabes dan penentuan RUANG TERBUKA HIJAU Kawasan Industri Selincah (Jambi Timur); Markas Polisi Militer (Jelutung); Madrasah (Danau Teluk); Madrasah Nurul Iman, Kapolsek Pelayangan (Pelayangan); serta Pos – pos sektor pemadam kebakaran.

e. Pengembangan melting point di kawasan Angso Duo dapat ditentukan gedung – gedung tinggi sebagai ruang evakuasi vertikal dalam merespons bencana banjir.

f. Pengembangan escape way harus menerapkan prinsip untuk mengarahkan keadaan pergerakan pada saat bencana untuk menjauhi sumber bencana dengan memanfaatkan jalan kolektor ataupun jalan lokal yang memiliki geometri jalan mencukupi dengan arah escape way pada dasarnya mendekati ke ruang – ruang yang dapat berfungsi sebagai melting pot.

g. Peningkatan dan pengendalian geometri jalan arteri, kolektor, dan jalan lokal yang memiliki geometri mendekati standar jalan kolektor.

h. Penyediaan papan informasi mengenai rute evakuasi dan ruang evakuasi dengan prioritas pada kawasan beresiko banjir di sekitar Sungai Batanghari.

i. Penyediaan papan informasi mengenai rute evakuasi dan melting pot untuk kawasan – kawasan strategis dengan Ruang Terbuka Hijau sebagai melting pot masing –masing.

Bagian Kedua Pola Ruang Wilayah

Pasal 29

Pola ruang wilayah kota merupakan rencana penataan ruang yang merupakan distribusi dan alokasi ruang bagi aktivitas pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan, yang secara fisik ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau, Cagar Budaya, Kawasan Rawan Bencana dan Kawasan Budidaya.

Paragraf 1

Pola Ruang Untuk Ruang Terbuka Hijau Pasal 30

(1) Pola ruang untuk ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi: a. kawasan lindung;

b. taman; c. pemakaman;

(24)

d. hutan kota;

(2) Luas Ruang Terbuka Hijau yang terdapat di Kota Jambi 5340,68 Ha. Pasal 31

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, meliputi: a) Sempadan sungai

b) Kawasan sekitar danau;

(2) Sempadan sungai, dengan luas 408,79 Ha, terletak di: a. Kecamatan Danau Teluk;

b. Kecamatan Pelayangan; c. Kecamatan Telanai Pura; d. Kecamatan Pasar Jambi; e. Kecamatan Jambi Timur;

(3) Kawasan sekitar danau, dengan luas 109,19 Ha, terletak di: a. Kecamatan Telanai Pura;

b. Kecamatan Danau Teluk;

Pasal 32

Taman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, meliputi: a. Taman RT; b. Taman RW; c. Taman Kelurahan; d. Taman Kecamatan; e. Taman Kota; Pasal 33

(1) Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, meliputi: a. Pemakaman Umum;

b. Pemakaman khusus (makam etnik cina) (2) Luas pemakaman 33,16 Ha

Pasal 34

(1) Hutan Kota merupakan hutan yang terdapat di Kota Jambi yang berfungsi sebagai paru-paru kota, dengan luas 3710,96 Ha;

(2) Hutan Kota, terdiri dari:

a. Hutan Rengas yang terletak di Danau Teluk Kenali; b. Taman Hutan Kota Muhammad Sabki;

(25)

Paragraf 2

Pola Ruang Untuk Cagar Budaya Pasal 35

(1) Kawasan Cagar Budaya merupakan kawasan yang dialokasikan sebagai kawasan pelestarikan budaya jambi.

(2) Kawasan Cagar Budaya berlokasi di Kecamatan Pelayangan dengan luas sebesar 248,14 Ha; Paragraf 3

Pola Ruang Untuk Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 36

(1) Kawasan rawan bencana alam, meliputi : a. rawan gempabumi;

b. rawan banjir; c. rawan kebakaran.

(2) Kawasan rawan gempabumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi seluruh wilayah Kota Jambi.

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kawasan disepanjang Sungai Batanghari.

(4) Kawasan rawan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi : a. Kecamatan Pasar Jambi;

b. Kecamatan Kota Baru; c. Kecamatan Jambi Timur; d. Kecamatan Danau Teluk; e. Kecamatan Pelayangan.

Paragraf 4

Pola Ruang Untuk Kawasan Budidaya Pasal 37

Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi: a. Permukiman;

b. Perdagangan dan Jasa; c. Perkantoran;

d. Industri dan pergudangan; e. Pertambangan;

(26)

f. Ruang Terbuka non Hijau;

Pasal 38

(1) Kawasan permukiman sebagaimana yang dimaksud pada pasal 26 huruf a meliputi seluruh Kota Jambi;

(2) Luas kawasan permukiman 7465,71 Ha.

Pasal 39

(1) Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b meliputi: a. Seluruh Kecamatan Pasar Jambi;

b. Sepanjang jalan arteri.

(2) Luas kawasan perdagangan dan jasa 977,06 Ha. Pasal 40

(1) Pemanfaatan kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud pada pasal 26 huruf c meliputi: a. Kecamatan Kota Baru;

b. Kecamatan Telanai Pura; c. Kecamatan Jelutung.

(2) Luas kawasan perkantoran 246,35 Ha.

Pasal 41

(1) Pemanfaatan kawasan industri dan pergudangan sebagaimana dimaksud, terdiri atas kawasan industrial dan pergudangan;

(2) Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pasal 1, terletak di Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Payo Selincah dan sebagain Kelurahan Sijenjang);

(3) Luas kawasan industri 635,94 Ha;

(4) Kawasan pergudangan sebagaimana dimaksud pasal 1, terletak di Kelurahan Talang Gulo; (5) Luas kawasan pergudangan 52,34 Ha.

Pasal 42

(1) Pemanfaatan Kawasan Pertambangan terletak di Kelurahan Kenali Asam Bawah – Kecamatan Kota Baru.

(27)

Bagian Ketiga

Rencana Pengelolaan kawasan Lindung dan Budidaya

Pasal 43

(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 antara lain : a) Rencana pengembangan kawasan perlindungan setempat diarahkan untuk konservasi

kawasan sempadan sungai dan sempadan danau. b) Kawasan sempadan sungai yang meliputi :

 Sempadan sungai yang melewati kawasan perkotaan dengan kepadatan tinggi, sekurang-kurangnya 3 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul.

 Sempadan sungai yang melewati kawasan perkotaan dengan kepadatan rendah, sekurang-kurangnya 100 m.

(2) Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 antara lain :

a. perlindungan manusia melalui upaya pencegahan pemanfaatan kawasan sekitar rawan banjir dan kebakaran untuk kegiatan permukiman;

b. perlindungan kawasan yang berpontensi mengalami 'gempa bumi melalui upaya mitigasi; Pasal 44

(1)

Rencana pengembangan kawasan budidaya meliputi kawasan yang diperuntukkan sebagai:

a.

Permukiman;

b.

Perdagangan dan Jasa;

c.

Perkantoran;

d.

Industri dan pergudangan;

e.

Pertambangan;

f.

Ruang Terbuka non Hijau;

Bagian Keempat

Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis

Pasal 45

(1) Kawasan strategis kota merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

(2) Kawasan strategis kota berfungsi untuk

a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah kota;

(28)

b. mengalokasikan ruang untuk berbagai kegiatan pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, serta fungsi daya dukung lingkungan hidup di wilayah kota; sebagai pertimbangan penyusunan indikasi program;

c. sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang kota. (3) Adapun penetapan kawasan strategis didasarkan pada

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;

b. nilai strategis dari aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan; c. kesepakatan para pemangku kepentingan;

d. daya dukung dan daya tampung kota;

e. serta ketentuan perundang – undangan terkait. (4) Kawasan strategis kota mencakup :

a. Kawasan Strategis dari Perspektif Ekonomi

b. Kawasan Strategis dari Perspektif Sosial dan Budaya

c. Kawasan Strategis dari Perspektif Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tinggi d. Kawasan Strategis dari Perspektif Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Pasal 46

Kawasan Strategis dari Perspektif Ekonomi

(1) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi adalah aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh, sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi, potensi sektor, dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi, berfungsi untuk mewujudkan ketahanan pangan, berfungsi untuk mewujudkan ketahanan energi, memiliki sumber daya yang strategis, serta dapat mempecepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam kota.

(2) Kawasan strategis perspektif ekonomi kota mencakup :

a. Kawasan Strategis Pusat Industri Selincah yang mencakup Kelurahan Payo Selincah dan sebagai Kelurahan Sijenjang dengan luas 698,49 Ha.

b. Kawasan Strategis Perdagangan dan Jasa Angso Duo yang berkedudukan di Kecamatan Pasar Jambi dengan luas kawasan 263,53 Ha.

c. Kawasan Strategis Pemadu Moda dan Pasar Regional yang berkedudukan di Kelurahan Kenali Asam Bawah dengan luas kawasan 106,6 Ha

d. Kawasan Ekowisata Taman Hutan Kota Muhammad Sabki, Danau Teluk Kenali, Danau Sipin, Danau Teluk, Hutan Pinus Pal 11, dan Taman Rimba

(29)

Pasal 47

Kawasan Strategis dari Perspektif Sosial dan Budaya

(1) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut pandang kepentingan sosial budaya mencakup tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat/budaya, prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya, asset yang harus dilindungi, tempat perlindungan peninggalan budaya, tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, tempat yang memiliki potensi konflik sosial, hasil cipta budaya masyarakat kota yang dapat menunjukkan jati diri.

(2) Kawasan strategis perspektif sosial budaya kota ialah Kawasan Strategis Jambi Kota Seberang. (3) Kawasan Strategis Jambi Kota Seberang berkedudukan di sekitar Sungai Batang Hari yang

mencakup sebagian Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan dengan luas kawasan 30,25 Ha.

Pasal 48

Kawasan Strategis dari Perspektif Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tinggi (1) Kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi

tinggi meliputi kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan IPTEK berdasarkan sumber daya alam, memiliki sumer daya alam strategis, memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa, memiliki fungsi pusat pengendalian tenaga nuklir, atau memiliki fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi mencakup :

a. Kawasan Strategis Lapangan Minyak Kenali Asam yang berkedudukan di Kelurahan Kenali Asam Atas dan Kenali Asam Bawah dengan luas kawasan 946,17 Ha.

b. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan yang merupakan kawasan seluas 1.965,52 Ha dengan radius 7,5 km dari Bandara Sultan Thaha

Pasal 49

Kawasan Strategis dari Perspektif Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

(1) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut pandang fungsi dan daya dukung lingkungan adalah meliputi tempat perlindungan keanekaragaman hayati; kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atu fauna yang hampir punah atau diperkirakan hampir punah; kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun menimbulkan kerugian; kawasan yang memberikan perlidungan terhadap keseimbangan iklim makro; kawasan yang menuntut prioritas tinggi untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup; kawasan rawan bencana; dan/atau kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

(2) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut pandang fungsi dan daya dukung lingkungan kota mencakup :

(30)

a. Kawasan strategis Hutan Kota Muhammad Sabki, Hutan Kota Pinus Pal 11, Hutan Rengas Danau Teluk Kenali, serta Hutan Kota Makam Cina memiliki unsur strategis karena memiliki fungsi lindung terhadap flora dan fauna yang terdapat di dalamnya.

b. Kawasan strategis untuk perlindungan danau mencakup Danau Sipin, Danau Teluk Kenali, Danau Teluk, dan Danau Kiambang.

c. kawasan strategis Daerah Aliran Sungai Batanghari (seluas 653,65 Ha) yang meliputi sempadan sungai di Kecamatan Pelayangan, Danau Teluk, Telanaipura, Pasar Jambi, dan Jambi Timur.

Bagian Kelima

Rencana Pengelolaan Sistem Permukiman Pasal 50

Rencana sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat permukiman berkepadatan rendah.

Pasal 51

(1) Rencana pengembangan pusat permukiman berkepadatan rendah merupakan sistem pusat permukiman yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan.

(2) Pengelolaan pengembangan pusat permukiman merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan .

(3) Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan.

Bagian Keenam

Rencana Pengelolaan Tata Guna Tanah, Tata Guna Air, Tata Guna Udara, dan Tata Guna Sumber Daya alam Lainnya

Pasal 52

Rencana pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumberdaya alam lainnya, yaitu:

a. tata guna tanah metiputi kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah;

b. tata guna air meliputi kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan air permukaan dan air tanah;

(31)

c. tata guna udara meliputi kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan ketinggian bangunan, lintasan pesawat, saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara tegangan ekstra tinggi dan polusi udara; dan

d. tata guna sumber daya alam lainnya diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan fungsi kelestarian kemampuan (ingkungan hidup untuk mendukung kehidupan secara berkelanjutan.

Pasal 53

(1) Rencana tata guna tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a, dilakukan melalui upaya perlindungan tanah dan perlindungan/pengawetan keseimbangaannya terhadap kelestarian lingkungan hidup, meliputi:

a. pengaturan peruntukan dan penggunaan tanah yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

b. penggunaan tanah yang mengacu pada fungsi (zona) yang telah ditetapkan untuk kawasan lindung dengan pemanfaatan sebagai kawasan konservasi;

c. lahan yang berperan strategis bagi kelestarian lingkungan seperti pengembangan tanaman lindung pada kawasan konservasi;

d. penggunaan tanah yang tidak sesuai rencana tata ruang tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya.

e. pola penyesuaian penggunaan/pemanfaatan tanah dilakukan melalui penataan kembali (konsolidasi tanah), upaya kemitraan dan penyerahan/ pelepasan hak atas tanah pada negara atau pihak lain dengan pengertian sesuai peraturan perundang-undangan; dan f. menunjang keseimbangan pembangunan dengan penyediaan tanah disetiap tingkatan

pemerintahan baik provinsi maupun kota yang selaras dengan rencana tata ruang.

(2) Rencana pengelolaan tata guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b, dilakukan melalui upaya kelestarian sumberdaya air terdiri dari:

a. pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk dan sebagainya serta pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

b. pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air;

c. pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan, melalui pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; pengisian air pada sumber air; pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; pengaturan daerah sempadan sumber air; rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan pelestarian alam.

(3) Rencana pengelolaan tata guna udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c, meliputi: a. menjaga kelestarian kualitas udara terhadap pencemaran lingkungan;

(32)

b. pengaturan jalur SUTT dan SUTET;

c. pengaturan frekuensi radio dan jalur transmisi lainnya;

d. pemantauan pola cuaca/iklim tropika dan aspek meteorologi lainnya; e. pengaturan jalur penerbangan umum dan khusus;

f. pengaturan ruang udara untuk keperluan militer; g. pengaturan ketinggian bangunan; dan

b. pengaturan ruang kawasan keselamatan operasional penerbangan di bandara. BAB IV

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 54

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan: peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi.

(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penetapan kegiatan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada suatu zona.

(3) Dalam peraturan zonasi akan mencakup kegiatan :

a. Penetapan intensitas kegiatan pada setiap zona yang ditetapkan; dan

b. Penetapan luasan kawasan yang diijinkan untuk suatu fungsi tertentu selama masih berkesesuaian.

(4) Perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perijinan peruntukan ruang (5) Dalam hal kegiatan perijinan mencakup kegiatan :

a. IMB

b. Ijin Gangguan c. Amdal

d. UPL dan UKL

(6) Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengenaan denda, sangsi, keringanan pajak dan kemudahan perijinan

(7) Pemberian insentif dan disinsentif akan mencakup kegiatan: a. Perumahan

b. Perdagangan c. Jasa

d. Hiburan dan rekreasi e. Industri

f. Pemerintahan dan Keamanan g. Fasilitas pendidikan

h. Fasilitas kesehatan i. Bina Sosial

(33)

j. Fasilitas Olahraga dan rekreasi k. Fasilitas peribadatan l. Persampahan m. Komunikasi n. Pertanian o. Perikananan p. Transportasi q. Kehutanan

r. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau s. Campuran

(8) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Sanksi administratif, dapat berupa tindakan pembatalan ijin dan pencabutan hak. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.

b. Sanksi perdata, berupa tindakan pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum.

c. Sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.

(9) Pengenaan sanksi akan mencakup kegiatan :

a. Penertiban langsung melalui mekanisme penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Penertiban tidak langsungdalam bentuk pengenaan sanksi disinsentif pemanfaatan ruang yang dapat diselenggarakan antara lain melalui pengenaan retribusi secara progresif atau membatasi penyediaan sarana dan prasarana dasar lingkungannya

Pasal 55

Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 54, meliputi: a. pengendalian pemanfaatan ruang di Ruang terbuka hijau.

b. pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan budidaya. c. pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan strategis.

Pasal 56

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang di ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud adalah upaya disinsentif terhadap kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan ruang terbuka hijau sesuai dengan arahan pengelolaan kegiatan untuk masing-masing kategori kawasan ruang terbuka hijau yang ada.

(34)

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud adalah upaya insentif dan disinsentif terhadap kawasan budidaya tidak terbangun maupun kawasan budidaya terbangun (kawasan perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri, dsb) sesuai dengan arahan pengembangan kegiatan dan pemanfaatan ruang untuk tiap jenis kawasan budidaya yang ada, antar kawasan budidaya, maupun adanya perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenisnya.

(3) Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan strategis sebagaimana dimaksud adalah upaya insentif dan disinsentif terhadap pemanfaatan ruang di kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan srategis yang telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 57

(1) Jenis kegiatan penertiban pemanfaatan ruang termasuk tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya, meliputi ruang terbuka hijau dan kawasan budidaya.

(2) Jenis kegiatan penertiban pemanfaatan ruang termasuk tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya pada ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penerapan ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi berbagai usaha dan/atau kegiatan yang sudah ada di kawasan ruang terbuka hijau dan/atau berhimpit dengan ruang terbuka hijau yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;

b. penerapan ketentuan-ketentuan untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan yang telah terganggu kepada fungsi lindung yang dilakukan secara bertahap;dan

c. penerapan peraturan yang mewajibkan dilaksanakannya kegiatan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan rehabilitasi daerah bekas penambangan.

(3) Jenis kegiatan penertiban pemanfaatan ruang termasuk tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya pada kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : kawasan strategis dengan menegakkan prosedur perijinan datam mendirikan bangunan di wilayah Kota Jambi untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.

(4) Terhadap pemanfaatan ruang di kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus mendapat izin sesuai kewenangan dan prosedur yang berlaku.

Pasal 58

Aparatur pemerintah dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kota Jambi sesuai dengan kewenangannya wajib berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses penataan ruang, sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau RTH" di Kota Pangkalpinang pada umumnya telah terlaksana dengan cukup baik, Hal ini

Dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manusia, dikembangkan pola tata ruang yang menyeimbangkan tata guna tanah, tata guna hutan, serta tata guna sumber daya alam

Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Timur , baik sebagai kesatuan wilayah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sumber daya,

Dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manusia, dikembangkan pola tata ruang yang menyeimbangkan tata guna tanah, tata guna hutan, serta tata guna sumber daya alam

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota adalah arahan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kota sesuai dengan RTRW kota melalui penyusunan dan

(3) Program arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk jabaran dari indikasi program utama

izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.. (2) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan

struktur & pola tata ruang yg g p p p g yg meliputi tata guna tnh, air, udara & sumber daya lain, pemanfaatan ruang & pengendalian pemanfaatan.